Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
b. Tercapainya pemanfaatan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat yang berkualitas untuk mewujudkan kesejahteraan secara berkelanjutan. c. Meningkatkan kondisi sumberdaya hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat secara berdayaguna, berhasilguna dan tepat guna. untuk mengembangkan pariwisata dan pendidikan. Sasaran yang hendak dicapai dalam rencana kehutanan tingkat provinsi DIY, antara lain adalah : 1. Terumuskannya kebijaksanaan pokok pemanfaatan dan pengendalian pengelolaan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat di wilayah Provinsi DIY 2. Tersusunnya Rumusan Kebijakan & Strategi Pengembangan & Rencana pengurusan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat sesuai dengan daya dukung fungsi dan manfaat secara lestari dan berkeadilan. 3. Terwujudnya keterpaduan, keterkaitan & keseimbangan pengelolaan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat dengan berbagai para pihak. 4. Tersusunnya Arahan pemanfaatan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.
3. Kebijakan penyelenggaraan pengurusan kawan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat. Kedudukan Rencana kehutanan Tingkat Provinsi tersebut disajikan dalam Gambar 1.1.
UU 25/ 2004 RPJPD/RPJMD PROV.DIY RENCANA MAKRO RENSTRA DISHUTBUN PROV.DIY RENSTRA SKPD-K RENSTRA KPH RENJA DISHUTBUN PROV.DIY RENJA SKPD-K
RKTP
RKTK
RENJA KPH
Gambar 1.1 Kedudukan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi dalam sistem perencanaan Kehutanan 1 .4 Peny usunan Renc ana Ke huta na n T ing kat Provins i Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi merupakan mandat Undang-Undang No 41 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 (Lampiran AA Butir 31) dan Peraturan Menteri Kehutanan P.42/menhut-II/2010 serta memperhatikan Rencana Jangka Panjang Daerah yang berada di wilayah Provinsi DIY. Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi disusun berdasarkan skala geografis yang mempunyai jangka waktu 20 tahun yang mencakup seluruh fungsi pokok hutan, seluruh aspek pengurusan hutan dan seluruh kawasan lindung dan hutan rakyat provinsi DIY. Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi merupakan arahan makro sebagai acuan penyusunan rencana hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat untuk penyusunan rencana investasi, rencana kerja usaha, rencana pembangunan dalam skala geografis, jangka waktu dan fungsi pokok hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat
Proses Penyusunan RKTP meliputi tiga tahapan utama sebagai berikut : Peyiapan rancangan awal oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY; Pelibatan berbagai lapisan masyarakat di antaranya melalui konsultasi publik. Penyusunan rancangan akhir yang selanjutnya diajukan ke Gubernur Provinsi DIY untuk ditetapkan sebgai Peraturan Gubernur. Prosedur penyusunan RKTP tersebut disajikan pada Tabel 1.1
Kewenangan Penyusunan Instansi yang mempunyai kewenangan perencanaan bidang kehutanan di provinsi
Penilaian Rapat koordinasi dan konsultasi publik dengan sektor atau pihak yang ber kepenting-an dengan kawasan hutan lingkup provinsi
Pengesahan Gubernur
Evaluasi Gubernur
1 .5
Penyusunan dokumen RKTP memuat materi seluruh aspek pengurusan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat yang meliputi perencanaan, pengelolaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan serta pengawasan pada seluruh fungsi hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat. Sehubungan dengan kondisi hutan wilayah DIY sangat terbatas maka penyusunannya diarahkan seluruh aktifitas merupakan suatu model pengelolaan dan dapat digunakan sebagai pusat pelatihan dan pendidikan yang berskala nasional maupun internasional. Selain itu, pengelolaan hutan diarahkan sebagai akomodasi pemenuhan pengembangan sektor utamanya sektor berbasis lahan yang dapat digunakan untuk kepentingan parawisata khususnya dalam pengembangan wana wisata. Pendekatan penyusunan RKTP ini dimulai dari identifikasi harapan yang dikehendaki tahun 2030 dibandingkan dengan kondisi saat ini sehingga dapat digunakan untuk membuat langkahlangkah untuk menentukan kebijakan , strategi dan rencana pengurusan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat sesuai dengan tingkat permasalah dan tantangan. Penerapan langkah-langkah tersebut perlu memperhatikan keterpaduan, keterkaitan & keseimbangan pengelolaan hutan dengan berbagai para pihak dan disajikan pula dalam arahan pengurusan hutan selama jangka lima tahunan. Kerangka pikir ini disajikan dalam Gambar 1.2
Kondisi Saat ini Program pembangunan yang telah dilaksanakan Ekonomi, Sosial masyarakat rendah Lingkungan rendah Kawasan lindung cukup luas kawasan hutan terbatas Isu-isu pokok daerah, nasional danInternasional
Kriteria arahan
Terbangunnya prakondisi
Analisa Spasial
Instrumen Kebijakan
Terpeliharanya kawasan lindung /hutan dan pemanfaatan lestari bagi kesejahteraan masyarakat
Gambar 1.2 Kerangka Pikir 1.6 La ndasa n Hukum Pengelolaan hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi serta berbagai aspek kegiatannya merupakan kewenangan dan tugas Pemerintah Daerah, atas dasar Landasan Hukum sebagai berikut: 1. UUD 1945 2. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 3. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 4. UU No.32 / 2004, tentang Pemerintah Daerah 5. Keppres RI No.32 / 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung 6. PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 7. PP No 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam dan Kawasan Pelestarian Alam 8. PP No. 68 Tahun 1998 tetang kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam 9. PP N0. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa 10. PP N0. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar 11. PP N0. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan 12. PP N0. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Kehutanan 13. PP N0. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah kabupaten/Kota 14. PP N0. 6 Tahun 2007 jo No. 3 Thun 2008 tentang Tata, Hutan, dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan kawasan Hutan. 15. PP No 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan 16. Perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRWP DIY 17. Permenhut Nomor P.27/Menhut-II/2006 tentang Rencana Jangka Panjang Kehutanan 2006 2025 18. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan
1.7 Sistematika Penulisan Rencana Kehutanan Tingkat Propinsi disusun dalam sistematika sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Bab II : Kondisi Saat Ini Bab III : Analisis Spasial dan Kebutuhan Ruang Bab IV : Visi, Misi dan Prinsip Bab V : Target Pembangunan Kehutanan Bab VI : Strategi dan Kebijakan Bab VII: Arahan Umum Kebijakan Pembangunan Kehutanan dan Indikator Program Utama
2.
Kawasan hutan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi menurut Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu menjadi kawasan hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi. Adapun luasan fungsi hutan tersebut masing-masing disajikan pada Tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1. Luas hutan di DIY berdasarkan fungsinya:
No
1
Fungsi Hutan
Hutan Produksi
Luas (Ha)
13,411,70
Dasar Hukum
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.:171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi DIY seluas 16.819,52 Ha Keputusan Menteri Kehutanan No.: 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi DIY seluas 16.819,52 Ha.
Keterangan
Hutan Lindung
2.312.800
2.987,767 1.743,250
Keputusan Menteri Kehutanan No.: 234/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Ke-lompok Hutan Gunung Merapi seluas + 6.410 Ha yang terletak di Kabu-paten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman Provinsi DIY menjadi Taman Nasional Gunung Merapi Keputusan Menteri Kehutanan No.: 353/Menhut-II/2004 tanggal 28 September 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Produksi Tetap Banaran Petak 19, 22, 23, 24 seluas + 617 Ha yang terletak di Kabupaten Gunungkidul Provinsi DIY menjadi Taman Hutan Raya
Luas ini merupakan luasan existing HL yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No.: 439/Menhut-II/2007 tanggal 13 Desember 2007 tentang Pembentukan KPH DIY. Sedangkan luas HL yang tercantum dalam Kepmenhut 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 belum mencakup beberapa kawasan HL. Luasan ini diperoleh dari perhitungan luas kelompok hutan cikal bakal TN Merapi yang berada di wilayah DIY, yakni CA dan TWA Turgo (282,25 Ha) dan hutan lindung (1.461 Ha). Sedangkan SK tersebut mencantumkan luasan total TNGM seluas 6.410 Ha. Hasil tata batas pada kawasan tersebut seluas 634,1000 Ha. Saat ini sedang dalam proses pengusulan penetapan
617.000
No
Dasar Hukum Keputusan Menteri Pertanian No.: 526/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli 1982 tentang Penunjukan Areal Batu Gamping Eosin seluas 1.117 Ha yang terletak di Desa Gamping Daerah Tingkat II Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi sebagai Cagar Alam (seluas 0,015 Ha) dan sebagai Taman Wisata Alam (seluas 1.102 Ha) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.: 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi DIY seluas 16.819,52 Ha. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.: 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi DIY seluas 16.819, 52 Ha. Keputusan Menteri Pertanian No.: 526/Kpts/Um/1982 tanggal 21 Juli 1982 tentang Penunjukan Areal Batu Gamping Eosin seluas 1.117 Ha yang terletak di Desa Gamping Daerah Tingkat II Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi Cagar Alam (seluas 0,015 Ha) dan sebagai Taman Wisata Alam (seluas 1.102 Ha). Total Luasan
d. Suaka Margasatwa
615.600
1.102
TWA Gamping
18.712,867
2 .2 S umbe rdaya Hutan Sumberdaya hutan pada provinsi DIY dapat dipenuhi dengan pendekatan kawasan hutan yang berasal dari hutan negara dan kawasan yang yang berada di luar hutan negara khususnya kawasan lindung. Gambaran kondisi sumberdaya hutan disajikan sebagai berikut: Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas 318,557 ha harus memiliki hutan minimum seluas 95.567 ha. Luas hutan yang ada tidak mencukupi sebagaian besar digunakan kebun, pekarangan, tegal, dan lahan terbuka yang harus digantikan oleh penggunaan lain. Luas lahan kering di Provinsi DIY cukup luas yaitu 215.361 ha cukup untuk mengganti fungsi hutan. Kabupaten Sleman mempunyai fungsi ekologis yang cukup penting bagi Kota Yogyakarta, wilayah Kota Bantul, sebagian wilayah Kabupaten Kulon Progo dan sebagian wilayah Kabupaten Gunung Kidul. Fungsi ekologis tersebut dapat terwujud apabila kelestarian sumberdaya taman nasional tetap ada dan kualitasnya terjaga baik dan diakomodasikan ke dalam suatu program pengelolaan sumberdaya hutan (One Island One Management) Gunung Kidul mempunyai ekosistem langka berupa bukit karst yang terus dieksploitasi (Pertambangan) dalam skala besar tanpa memperhatikan gatra ramah lingkungan perlu dikendalikan untuk menghindari bencana dengan penunjukan kawasan konservasi cagar alam Karst. Kulonprogo yang memiliki kawasan rawan bencana di sekitar puncak-puncak Bukit Menoreh perlu dikembangkan dengan hutan rakyat sistem agroforestry, yaitu kombinasi status Hutan lindung dengan Hutan Produksi
Bantul bagian Tenggara yang berbatasan dengan Gunungkidul perlu dikembangkan dengan status hutan rakyat dengan tanaman sejenis. Selain itu di kabupaten Bantul perlu restorasi hutan di bantaran pantai, bantaran sungai, sekitar sumber mata air dan lahan rawan bencana. 2.3 Potensi Tegakan Kawasan Hutan Potensi tegakan kawasan hutan digambarkan dalam sebaran kelas umur perusahaan jati dan kayu putih sebagaimana dalam table 2.2 Tabel 2.2 Sebaran kelas umur kelas perusahaan jati dan kayu putih
Kelas Perusahaan Jati No 1 BDH Panggang Luas (Ha) 1.983,60 Kelas Umur I II > II Jumlah I II > II Jumlah I II > II Jumlah I II > II Jumlah I II > II Jumlah Jati (Ha) 1.862,90 7 1 1.870,90 2.235,20 240,9 181,9 2.658,00 811,2 94,7 12,4 918,3 1.192,60 8 96,3 1.296,90 183,50 45,70 229,20 N (Btg) 2.340.256 6.794 347 2.347.397 2.479.253 233.500 104.944 2.817.697 845.857 97.330 17.167 960.354 1.200.930 3.600 78.588 1.283.118 238.550 44.695 283.345 Rimba 80,00 1,00 81,00 46,00 124,00 170,00 44,00 3,00 240,00 287,00 38,00 6,00 217,00 261,00 324,70 324,70 N (Btg) 88.000 50 88.050 1.231 4.003 5.234 30.984 1.885 88.585 121.454 33.200 13.450 158.494 205.144 292.230 292.230 152.184 16.566 543.362 712.112 Kelas Perusahaan Kayuputih Kelas Umur I II >II I II >II I II >II I II >II I II >II Kpt (Ha) 30 30 81,1 112,6 187,4 381,1 131,60 739,10 41,37 912,27 535,1 643,1 731,5 1.909,70 14,60 14,60 747,80 1.524,80 974,87 3.247,47 N (Btg) 30.000 30.000 267.630 276.546 321.016 865.192 245.775 1.361.493 80.860 1.688..128 839.026 551.450 814.348 2.204.824 40.719 40.719 TK (Ha) 9,9 0 0 9,9 120,9 120,9 Perunt ukan Lain (Ha) 218,2 218,2 3,2
Paliyan
3.434,60
Karang mojo
3.553,40
Playen
3.711,10
Kulon Progo
601,40
I II >II
140,83
1239,42
683,96
140,83
2064,21
Kawasan Hutan Konservasi ( Ha ) Agak Kritis Kritis Potensial Kritis Sangat Kritis 189,84 1049,58 116,09 567,87 140,83
1239,42
683,96
140,83
2064,21
di luar kawasan hutan Kritis Potensial Kritis 3720,16 1564,25 1.065,34 6749,86 0 9379,45 23087,84 42659,46 19184,24 25278,92 3030,47 90153,09
2.5 Potensi Hasil Hutan Potensi hasil hutan yang telah menghasilkan dari produksi kayu dan daun kayu putih sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.7 Tabel 2.7 Hasil produksi hasil hutan
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 33,877 27,431 56,630 19,895 6,329 1.124,323 67,554 60,00 30,25 44,00 20,00 10,00 29,50 24,00 Produksi kayu Pertukangan (m3) Bakar (sm) Produksi daun kayu putih (ton) 3.362,34 3.943,00 4.157,00 4.231,27 4.144,98 4.157,51 4.107,45 4.199,81 4.189,98 4540,00 Produksi minyak kayu putih (liter) 31.729,98 36,379.38 38.779,81 41.818,64 40.951,00 40.720,00 40,378,00 39.524,00 40.881,00 41.000,00 Penjualan bibit (batang) 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000
Sumber RPKH (2009) Potensi hasil hutan selain produksi kayu dan kayu putih adalah wisata pendidikan Wanagama dengan jumlah pengunjung 2.000 orang per tahun yang mempunyai nilai pendapatan Rp 10.000.000 setiap tahun; wisata pendidikan pabrik kayu putih dengan jumlah pengunjung 1000 orang setiap tahun tanpa dipungut biaya; Wisata alam di Taman Nasional Gunung Merapi mempunyai jumlah pengunjung 20.000 orang per tahun dengan nilai pendapatan Rp 50.000.000,-; Pembibitan mempunyai jumlah 75.000 batang dengan nilai pendapatan Rp 37.750.000,Potensi yang belum dimanfaatkan adalah Taman Hutan Raya Bunder dan perdagangan karbon.
10
2.6 Erupsi Merapi 2.6.1 Sejarah Kejadian erupsi gunung api merapi terjadi berulang-ulang sebagaimana disajikan Tabel 2.8. Tabel 2.8 Sejarah erupsi merapi Kejadian 4 Agustus 1672 27-30 Desember 1822 25 Desember 1832 14-15 September 1849 15-20 April 1872 22 September 1888 30 Januari 1904 12 Oktober 1920 18 Desember 1930 18 Januari 1954 5-9 April 1961 7-8 Januari 1969 7-30 November 1976 22 November 1994 17 Januari 1997 19 Juli 1998 10 Februari 2001 14 Juni 2006 4-5 November 2010 Interval 150 th 10 th 17 th 23 th 16 th 16 th 16 th 10 th 24 th 7 th 8 th 7 th 18 th 3 th 1 th 3 th 5 th 4 th Rata-rata 11 tahun Korban meninggal 3000 32 100 0 200 0 16 35 1369 64 6 3 29 69 0 0 0 3 386 Sumber Kompas 2.6.2 Sebaran Wilayah Terdampak Erupsi
11
2.6.3 Desa-desa yang terkena awan panas Data desa-desa yang terkena awan panas disajikan sesuai dengan table 2.9 Tabel 2.9 Desa-desa yang terkena awan panas.
Desa
Jumlah Total
12
2.6.4 Data Kerusakan Hutan Data-data kerusakan hutan akibat erupsi merapi Nopember 2010 disajikan seperti pada Tabel 2.10 Tabel 2.10 Data kerusakan hutan
Desa Umbulharjo Kepuharjo Glagaharjo Argomulyo Wukirsari Purwobinangun Candibinangun Hargobinangun Pakembinangun Harjobinangun Bangunkerto Donokerto Girikerto Wonokerto
1400
30 60 1020.5
13
2.7 Permasalahan Beberapa permasalahan yang dihadapi saat ini menjadi landasan untuk menentukan instrumen kebijakan adalah sebagai berikut : Produksi yang diperoleh belum berasal dari sumberdaya hutan yang lestari Masalah penataan ruang sebagai kawasan yang berfungsi lindung tidak dapat terjamin Sumberdaya Manusia dan lembaga kehutanan sampai tingkat lapangan belum terpenuhi Lemahnya pengembangan wanawisata dalam rangka mendukung pusat rekreasi dan pariwisata kehutanan. Pengembangan laboratorium pengelolaan hutan dalam rangka mendukung pusat pelatihan dan pendidikan tenaga kehutanan belum terprogram. Pengembangan pengelolaan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat belum tertata Pengelolaan hutan oleh masyarakat dalam kawasan hutan belum profesional Pemanfaatan jasa lingkungan belum terprogram Pengembangan industri dan perdagangan belum terprogram Erupsi gunung merapi termasuk jenis yang aktif dengan jarak waktu yang pendek 2.7 Isu-Isu Strategies Hutan merupakan sumberdaya alam yang bersifat multi dimensi dan multi fungsi senantiasa menempatkan kehutanan pada posisi geopolitik dan geo strategik yang sangat vital untuk pemenuhan kepentingan masyarakat dari lintas generasi. Faktor-fakfor eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola pengelolaan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat di Provinsi DIY antara lain isu (1) kebutuhan papan dan pangan, (2) nilai tambah industri kehutanan, (3) pola ruang, (4) kelembagaan pengelolaan hutan, (5) tata kelola hutan, (6) Konservasi sumberdaya alam, (7) bencana dan perubahan lingkungan global. Dengan perkembangan tersebut, maka peranan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat mempunyai interaksi sangat penting. Secara spasial akan mendudukkan pengelolaan hutan, kawasan lindung/budidaya dan hutan rakyat di provinsi sebagai simpul yang terkait satu dengan yang lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya pada sistem informasi, kualitas lingkungan dan ketersediaan papan dan ketahanan pangan, tetapi juga pada kegiatan perekonomian, industri , jasa dan perdagangan, (8) penanganan pengelolaan mitigasi erupsi merapi.
14
Data hujan
Peta Topografi
Peta RKTN
Peta DAS
Peta Tanah
Peta Kemiringan Lereng Kawasan Hutan Negara : Taman Nasional Taman Hutan Raya Taman Buru Cagar alam Suaka Margasatwa Taman Wisata Alam Hutan Produksi Hutan Lindung Kawasan di luar kawasan hutan Negara : Kawasan Lindung Kawasan sempadan Sungai Hutan rakyat Kawasan penyangga Kawasan budidaya tahunan
overlay Kriteria pemanfaatan fungsi kawasan Arahan spasial Kawasan berfungsi hutan
overlay
Kriteria untuk menentukan arahan indikatif pemanfaatan lahan menggunakan beberapa hal sebagaimana pada Gambar 3.2
Klasifikasi dan pemberian nilai skor curah hujan harian rata Kelas Intensitas (mm/hari) Klasifikasi Nilai skor I s.d. 13,60 Sangat rendah 20 II 13,61 20,70 Rendah 40 III 20,71 27,70 Sedang 60 IV 27,71 34,80 Tinggi 80 V 34,81 atau lebih Sangat tinggi 100
Klasifikasi dan pemberian nilai skor kemiringan lereng Kelas Kemiringan Klasifikasi Nilai skore I 0,00 8,00 datar 20 II 8,01 15,00 landai 40 III 15,01 25,00 Agak curam 60 IV 25,01 40,00 Curam 80 V 40,01 atau lebih Sangat curam 100
Klasifikasi dan pemberian nilai skor jenis tanah Kelas I II III IV V Jenis tanah Aluvial, Gelisol,Planosol,Hirodmorf kelabu, laterik Latosol Brown forest soil, non calcic brown, mediteran Andosol,Leterit,Podsol,Grumosol, Podsolik Regosol,Litiosol,Organosol,Renzina Klasifikasi Tidak peka Kurang peka Agak peka Peka Sangat Peka Nilai skore 15 30 45 60 75
15
Berdasarkan hasil analisis spasial, arahan indikatif pemanfaatan lahan disajikan seperti pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Arahan spasial kawasan berfungsi hutan Arahan indikatif pemanfaatan lahan secara numerik disajikan pada Tabel 3.1 s.d. 3.14 sebagai berikut : Tabel 3.1 Arahan Indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan wilayah kabupaten/kota
No 1 2 3 4 5 6 7 Arahan indikatif pemanfaatan lahan Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Luas Total Kabupaten/Kota Kota YK Kulonprogo Luas (Ha)
Bantul
Gunungkidul
Sleman
13.740,59 2.095,74 18.156,73 1.777,84 21.116,95 31.070,96 16.895,11 42.596,23 147.450,16 9,78 3.349,92 3.340,14
16
Tabel 3.2 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi arahan RKTN
Arahan indikatif pemanfaatan lahan Arahan RKTN
No
APL
4408,58 3,62 22293,50 5199,96 27068,76 66267,48 22775,04 98613,63
HL
1335,65
HP
9292,15 2113,93
HTR
857,68
KSPA
254,74
TWA
1520,14
Tubuh Air
Luas (Ha)
17668,94 2117,55
12,87
75,95 2,06
Kawasan Budidaya 7 Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya 8 Tanaman Semusim dan Permukiman Luas Total
246630,57 2108,39
1803,29
583,19
Tabel 3.3 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi kekritisan lahan wilayah Provinsi DIY
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Arahan indikatif pemanfaatan lahan
KekritisanLahan Agak Kritis Potensial Kritis 5441,29 1247,59 15787,64 770,41 17074,34 21005,98 11050,09 7742,73 80120,08 10986,46 384,97 3864,28 3788,50 13639,19 31140,59 13744,19 57411,16 134959,34
Tidak Kritis 231,36 45,55 543,66 2.006,66 1.961,09 20.109,89 3.222,37 47.013,00 75.133,58
Luas (Ha) 17556,51 2095,74 33661,38 6976,24 38042,20 75154,83 30743,41 114349,69 318580.00
Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Luas Total
0,05
17
Tabel 3.4 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi Kekritisan lahan wilayah Kabupaten Bantul
KekritisanLahan Potensial Agak Kritis Kritis 461,26 1385,51 181,01 1261,42 422,97 1907,83 1018,91 6638,91 539,85 716,14 1427,49 1336,54 3444,60 3625,90 13608,37 24698,89
No 1 2 3 4 5 6 7
Sangat Kritis
Tidak Kritis 9,39 189,56 329,78 197,32 2938,29 386,05 14210,30 18260,69
Luas (Ha) 1180,33 2973,97 1973,22 3089,20 6864,61 6344,24 29040,09 51465,67
Hutan Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Luas Total
Tabel 3.5 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi Kekritisan lahan wilayah Kabupaten Gunungkidul
KekritisanLahan Sangat Kritis Kritis 311,90 417,64 7648,76 95,18 3693,00 133,45 25,17 79,69 238,31 2325,89 1749,93 1868,83 18111,12 Agak Kritis 3642,92 1247,59 8501,47 348,00 11310,25 19137,05 6440,00 5781,20 56408,47 Potensial Kritis 9565,48 384,97 1991,26 747,86 5595,53 8333,52 6446,80 23777,91 56843,34 Tidak Kritis 220,30 45,55 15,24 586,80 518,17 1141,04 2233,21 11088,61 15848,92 Luas (Ha) 13740,59 2095,74 18156,73 1777,84 21116,95 31070,96 16895,11 42596,23 147450,16
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Luas Total
18
Tabel 3.6 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi Kekritisan lahan wilayah Kabupaten Kulon Progo
KekritisanLahan Sangat Kritis Kritis 133,71 Agak Kritis 535,20 Potensial Kritis 482,81 Tidak Kritis 1,67 Luas (Ha) 1153,39
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Luas Total -
Tabel 3.7 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi Kekritisan lahan wilayah kabupaten Sleman
KekritisanLahan Sangat Kritis 130,16 Kritis 151,81 Agak Kritis 801,91 Potensial Kritis 398,32 Tidak Kritis Luas (Ha) 1482,20
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Luas Total
0,05
133,46
130,22
1222,09
19
Tabel 3.8 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi Kekritisan lahan wilayah kota Yogyakarta
Arahan indikatif pemanfaatan lahan
KekritisanLahan Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis Luas (Ha)
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Luas Total 3257,95 82,19 3340,14
7,65 3265,60
2,14 84,33
9,78 3349,92
Tabel 3.9 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi penggunaan lahan wilayah provinsi DIY
Arahan indikatif pemanfaatan lahan Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Luas Total 253,19 983,80 1882,71 501,70 5552,81 3305,09 16,21 23,74 943,40 3104,96 10626,64 662,24 21372,05 1931,97 2824,50 0,23 948,71 41,83 213,62 777,04 Penggunaan lahan Kebun Lahan Perkebun- Permukim- Persawah- Semak campuran Terbuka an an an Belukar 331,61 185,14 789,29 169,72 163,59 106,05 11,27 41,25
No
Luas (Ha)
1 2 3 4 5 6
221,00 15067,86
791,94
2928,27
146,18
10668,69 662,24
5202,38
351,47 11135,14
436,42
31660,50
51036,23
20
Tabel 3.10 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi penggunaan lahan Wilayah kabupaten Bantul
Arahan indikatif pemanfaatan lahan Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Luas Total 410,39 104,71 342,24 164,05 663,46 99,19 841,38 488,86 155,64 5,14 15,19 504,27 1197,06 808,48 4950,76 242,62 784,54 268,19 2722,12 1371,42 103,04 1176,66 681,52 4,23 10,12 13,11 135,81 3201,53 2313,86 3450,06 9298,75 Penggunaan lahan Hutan 701,13 Kebun Lahan Semak Tegalan/ Perkebun-an Permukim-an Persawah-an campuran Terbuka Belukar Ladang 122,61 0,41 122,61 24,04 139,94 Tubuh Air 30,23 Luas (Ha)
No
1 2 3 4 5 6
1140,97
11,72
502,74
141,58
3555,21
3451,04
1449,56
66,42
9178,26
1734,23
2718,24
317,95
11138,39
7492,56
4922,14
259,93
28583,43
Tabel 3.11 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi penggunaan lahan Wilayah kabupaten Gunungkidul
Arahan indikatif pemanfaatan lahan Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Luas Total Penggunaan lahan Hutan 9070,34 96,72 422,25 118,81 458,76 1645,38 34,94 1,63 831,97 27,05 0,15 15,20 60,10 Kebun Lahan Perkebun- Permukim- Persawahcampuran Terbuka an an an 75,60 611,09 169,72 1473,90 711,62 4898,04 4 062,35 139,32 106,05 716,05 191,72 1 243,09 419,90 Semak Belukar 11,27 41,25 463,87 0,23 221,00 1488,51 Tegalan/ Ladang 2188,73 1446,09 12898,12 558,70 11901,51 19836,49 Tubuh Air 142,36 2,93 34,09 0,85 49,58 88,29 Luas (Ha)
No
1 2 3 4 5 6
2,04
744,76
49,15
5 028,14
609,78
346,15
8172,72
146,68
15097,38
12557,03
944,74
151,05
2,04
16 954,86
3 425,92
2572,29
57002,35
464,79
94075,07
21
Tabel 3.12 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi penggunaan lahan Wilayah kabupaten Kulon Progo
No Arahan indikatif pemanfaatan lahan Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Luas Total 18,42 48,88 25,61 5505,43 373,37 3653,14 2050,13 1,02 23,59 767,63 660,21 2006,42 667,54 4217,26 1029,09 591,59 411,69 1102,25 342,05 1952,36 140,19 1018,49 676,85 170,10 26,42 138,82 433,18 10251,51 1620,22 10171,97 6008,03 Penggunaan lahan Hutan 779,55 Kebun campuran 207,44 Lahan Terbuka PerkebunSemak Permukim-an Persawah-an an Belukar 22,42 0,22 Tegalan/ Ladang 10,70 Tubuh Air 7,03 Luas (Ha)
1 2 3 4 5 6
1027,36
27,77
2345,82
1378,02
582,22
1288,37
214,60
5836,79
900,23
14135,32
792,24
660,21
9320,74
3030,03
5086,96
990,15
34915,88
Tabel 3.13 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi penggunaan lahan Wilayah kabupaten Sleman
Arahan indikatif pemanfaatan lahan Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Luas Total 97,56 29,67 16 4,37 24,39 41,70 27,51 226,33 739,05 4,93 2,30 320,29 94,50 544,01 210,97 13037,19 60,45 0,13 284,18 146,78 971,21 1393,78 10,80 4,43 12,10 119,76 851,46 1281,13 2287,84 23777,01 Penggunaan lahan Hutan 1 115,25 Kebun Lahan Perkebun- Permukim- Persawahcampuran Terbuka an an an 1,56 109,14 33,17 Semak Belukar Tegalan/ Ladang 60,49 Tubuh Air 0,65 Luas (Ha)
No
1 2 3 4 5 6
1320,25
7,70
30,56
4,60
707,32 10689,84
559,33
5,32
224,49
8,73
1548,07
1 438,94
1066,71
120,97
14446,00
65,90
3080,93
156,47
31065,76
22
Tabel 3.14 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi penggunaan lahan Wilayah Kota Yogyakarta
Arahan indikatif pemanfaatan lahan Hutan Hutan produksi parsial (AB) Kawasan Lindung Sempadan Sungai Rekomendasi Hutan Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Luas Total 2932,40 316,93 3 249,3 4 2932,40 316,93 3 249,3 4 Penggunaan lahan Hutan Kebun Lahan Perkebun-an campuran Terbuka Permukiman Persawahan Semak Belukar Tegalan/ Ladang Tubuh Air Luas (Ha)
No
1 2 3 4 5 6
3.2 Kebutuhan Ruang Secara prinsip dalam perencanaan pembangunan kehutanan, luas hutan akan tetap dipertahankan serta konflik kawasan dapat diselesaikan. Dinamika pembangunan kehutanan di wilayah provinsi kawasan hutan terdapat kawasan yang dimanfaatkan masyarakat. Dalam menjamin kepastian hukum dan kepastian berusaha, pemanfaatan ruang tersebut perlu dituangkan dalam skenario kawasan tersebut tetap sebagai kawasan hutan sesuai dengan fungsinya yang dikelola melalui pola HKM, HTR, Hutan Desa dan zona pemanfaatan untuk kawasan hutan konservasi. Ruang kawasan hutan negara berkisar 5 % sesuai ketentuan masih sangat jauh dari ketentuan batas minimal 30 %. Namun demikian, kebutuhan ruang telah dipenuhi sebesar 55 % sesuai dengan penetapan kawasan lindung pada Perda nomor 2 Tahun 2010 sebagaimana pola ruang pada Gambar 3.4.
23
4000 0
420000
440000
460000
480000
G . er api M
9160000
9160000
U
0 2 4 6 8 10 12 Km
KAB. SL EMAN
TU R I
# #
C N KR I G AN A G N PA KE M
# #
S AM I G LU A H
#
K ALI BA WAN G
W aduk Ti al ah n
TEM P EL
#
SL EM AN N EM P LAK G
&
Y #
# #
Kan t r Pr ovi nsi o Kan t r Kab upat en o Ka nt r C am t o a Ba t s P r p i si a o n Ba t s K abupat en a Ba t s K ecam at an a G ar i pant ai s Su ngai Wad ukS er m o Wad ukT i aah n l
SE YE G N A
# # # #
Y #
M LA TI
NG G I A L K
#
Ar t r i p r m er e i Jal n ke r t api a e a Jal n ko l kt or a e R ncana j al nl i gkar k ee a n 2 Jal ur K A Jakar t a- Sur ab aya/ do ubl t r ck e a Jal ur K A m et r p ol t nY ogya kar a- S ur kar t o ia t a a Bat as per ai an l aut ( 4 m l ) r i Bat as per ai an l aut ( 12 m i ) r l
G I I U LYO RM
MN G I I GR
KAL AS AN
# # #
#
9140000
D EP O K T EG ALR EJ O
#
G D EA N O MO U A N Y D N AN G U LAN G
G N D K U U AN O O S M
# #
P R M AN AN A B
G AM P I G N
# M A N R JER O T I N
SE D YU A
#
N A WEN G
#
PE N AS I H G
KA SI H AN
# # P AJA N AN G
# #
KO K AP WAT ES
#
PI YU N AN # G
PA TU K
# #
SE WO N
PL ER ET SE N LO TO
SE M N I
Y #
N G I AR L P
JET I S
# #
TE M O N
#
P AN JAT AN
KAB. BANT UL
LE N D H A
# # # #
BA N U T L
R ncana p ol r uan g : e a K aw asan Li ndu ng : Ka w asan l i d ung baw ahan n H an l ndun g ut i K aw an r sa pan ai r as e K aw san l ndung set em pat a i K aw asan sem pada ns eki ar w adu k, em bun g, t l g a, l guna t e a a K aw asan sem pada np ant ai K aw asan sem pada ns ungai Kaw asan sua ka al m a C agar al m geol ogi a H ut np enel i i n / t m nh ut nr aya a ta a a a C agar budaya C agar al m a Kaw asan sua ka m r a sat a a g w K aw an suaka m ar gasat w as a K aw asan B udi day a: K aw an per unt ukan hut an pr oduk si as Kaw asan per unt uka np er ani an : t Kaw asan per t ani an l h an basah a
IM GI I O R
D I G L N O
#
P LAY EN KAR AN G M JO O
#
P AN AK D BA M BAN G LI PU R O
# #
9120000
G ALU R
KAB. GUNUNGKIDUL
9120000
SR AN D KA N A
#
PU N O N D G SA N EN D
#
P AL I AN Y
#
P O JO N N G
WO N S AR I O
#
KR ETE K PU R WO S AR I
# #
P AN G G N A G
#
S EM A N U
Kaw asan per t ani an l h an ker i g a n Kaw asan per m uki m n kot a a Kaw asan per unt uka np er am ba ngan t
SA M
9100000
S APT O SAR I R O N KO P G
# #
Kaw asan per unt uka ni ndu st i r Ka w asan p er unt ukan par i i at ws a Ka w asan p endi di a nt i nggi k Ka w asan p esi i r da n pul u- ul u ke ci s a p a l Ka w asan m i l t r dan kepo l si n ie i a
UD
ER A
T AN JU G AR I N S
I ND
TE PU S
ON
9100000
ES IA
G I R SU BO I
Sum er : b 1. Penyusunan Kem i Rencana Tat Ruang W i ay hPr ov. DI Y bal a l a 2. Raper daR TRW P DI Y200 8
Gambar 3 .4 Pol a Rua ng Provi nsi Dae ra h Istimewa Yogya karta Selanjutnya gambaran arahan indikatif pada kawasan lindung dan kawasan budidaya disajikan pada Tabel 3.15. Tabel 3.15 Arahan indikatif pemanfaatan lahan berdasarkan kondisi RTRWP DIY KATEGORI RTRWP Lindung ARAHAN INDIKATIF PEMANFAATAN LAHAN Hutan Hutan AB Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Sempadan Sungai Hutan Hutan AB Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Sempadan Sungai LUAS (HA) 5.091,17 1.033,22 24.217,45 13.942,04 26.465,93 67.495,41 3.332,77 9.089,66 1.063,67 53.937,66 9.005,41 5.725,48 37.032,87 2.189,53
Budidaya
24
Gam bar 3.5 Kawasan R awan Ben cana Desa-d esa yang termasuk kaw asan rawan b encana d isajikan pada Tab el 3.16 dan 3.17 seb agai b erikut: Tab el 3.16 Desa-d esa yang masuk dalam Kawasan Raw an B encana I D esa Merd ikorejo Lum bu ngrejo Po ndok rejo Su mb erejo Ban yurejo Cand ibinangun Do noh ar jo Sarih arjo Sin duh arjo Sin duadi Catur Tu nggal Co ndo ng C atu r Mino martani Pakem binangun Wukirsari Luas ( Ha) 74.713 62.975 24.514 29.005 38.455 108.537 43.638 46.926 25.168 31.244 1.131 9.490 21.157 110.003 21.287 648.243 D esa Um bu lm artani Suk oh arjo Wed om artan i Selom artan i Purw om artan i Magu woh arjo Tegaltirt o Bimo M artan i Sind u Mar tan i Selo Martani Tam an Martani Bok oharjo Madurejo Kalitirto Lu as (H a) 37.708 35.490 46.662 2.689 45.811 24.316 8.953 97.493 185.704 19.206 83.331 23.681 24.332 7.438 642.814 1,291.057
25
Tab el 3.17 Desa-d esa yang masuk d alam Kaw asan Raw an Bencana II dan III K aw asan R awan Ben cana II Desa Luas (H a) Wono kerto Merd ik orejo Girik erto Pur wo binangun Cand ib in angu n Hargob in an gu n Umbu lharjo Kepu harjo Glagah ar jo Wukirsari Argom ulyo Bim om ar tan i Sind um ar tan i Jum lah Total 406 .048 72.3 47 514 .605 207 .688 74.3 56 479 .905 483 .241 122 .268 57.9 77 414 .058 231 .384 2.3 34 138 .376 3,204 .587 Kawasan rawan Ben can a III D es a Luas ( Ha) Hargobinangun Um bu lh ar jo Kepuh arjo Glagaharjo Purw ob in an gu n Girikert o Wo nok erto 1,772.616 241.455 664.432 622.870 231.374 416.770 184.551
Ju mlah Total
4,134.068
26
4.
Visi pengelolaan kehutanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan dicapai selama dua puluh tahun mendatang adalah: Terwujudnya pengelolaan ekosistem sumberdaya hutan untuk peningkatan produktivitas dan pelestariannya bagi kesejahteraan masyarakat dan kemanusiaan 4.2 Misi Pelaksanaan visi yang telah dicanangkan, diperlukan rumusan operasional dalam bentuk misi yang dijabarkan sebagai berikut : 4.2.1 Melaksanakan fungsi ekosistem sumberdaya hutan/kawasan lindung sebagai perlindungan dan atau sistem penyangga kehidupan. Penjelasan : Dalam pengelolaan hutan/kawasan lindung tersebut, terlebih pada kawasan konservasi selalu harus dilakukan agar sumberdaya hutan/kawasan lindung dimaksud dapat bertindak sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan atau sistem penyangga kehidupan, yang meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan/kawasan lindung, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap segala keunikan dan keindahan alam dan lain-lain. Demikian pula upaya pengelolaan ini dilakukan secara terpadu dengan seluruh kegiatan yang bersifat komprehensif terhadap seluruh wilayah sebagai ekosistem baik kawasan konservasi maupun kawasan budidaya , sehingga dimungkinkan upaya rehabilitasi dan pemeliharaan jika kawasan tersebut mengalami kerusakan. 4.2.2 Melaksanakan fungsi ekosistem sumberdaya hutan/kawasan lindung untuk produksi hasil hutan secara optimal Penjelasan : Sesuai dengan fungsi yang ditetapkan ekosistem sumberdaya hutan/kawasan lindung dituntut untuk memberikan produksi hasil hutan yang terus meningkat dan lestari, baik berupa jasa maupun barang. Sudah barang tentu yang memanfaatkan hasil hutan ini adalah pemerintah dan atau masyarakat. 4.2.3 Pengawetan ekosistem sumberdaya alam hayati beserta keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa penyusunnya Penjelasan : Ekosistem sumberdaya alam hayati termasuk komponen penyusunnya baik yang terdiri dari unsur-unsur hayati maupun non hayati (baik fisik maupun non fisik) berinteraksi satu dengan lain dan juga saling pengaruh mempengaruhi. Oleh karena itu jika salah satu unsur atau jenis makhluk hidup punah tidak dapat diganti dengan unsur atau makhluk hidup yang lain. Dengan demikian peran misi ini sangat strategis yaitu untuk menjamin keanekaragaman jenis meliputi penjagaan agar unsur-unsur atau makhluk hidup tersebut tidak punah dengan tujuan agar masing-masing unsur dapat berfungsi dalam alam, berguna bagi kesejahteraan masyarakat dan agar senantiasa siap sewaktuwaktu dimanfaatkan. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan (konservasi in-situ) ataupun di luar kawasan ( kawasan ex-situ) 4.2.4 Pemanfaatan secara lestari ekosistem sumberdaya hutan/kawasan lindung baik hayati maupun non hayati dan jenis penyusunnya, sepanjang tidak merusak makna konservasi Penjelasan : Pemanfaatan secara lestari ekosistem sumberdaya alam hayati dan jenisjenis penyusunnya pada hakekatnya merupakan usaha pengendalian/pembatasannya sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa mendatang. Bentuk pemanfaatan secara lestari terhadap sumberdaya ini meliputi aspek satuan pemanfaatan yaitu satuan genetis, jenis dan ekosistem di satu pihak dan
27
aspek macam pemanfaatan apapun dalam satuan ekosistem dalam lingkup kawasan hutan/kawasan lindung wajib melaksanakan konservasi. Demikian pula bisa dimungkinkan pemanfaatan sumberdaya non hayati baik dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi dengan memperhatikan upaya pemeliharaan ekosistem sumberdaya alamnya. 4.2.5 Pemberdayaan masyarakat Penjelasan: Dalam dekade terakhir ini telah berkembang era keterbukaan berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam yang didasarkan pada pengertian baru yaitu community based management dan participatory approach. Pengertian ini membawa konsekuensi dilakukan pemberdayaan masyarakat sekitar dalam proses pengelolaannya dengan sasaran kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan. Dengan cara ini diharapkan timbul mekanisme untuk memberikan partisipasi masyarakat sebagai pelestari dan pengguna sumberdaya hutan, melalui kearifan tradisional yang tidak mengganggu koridor pengelolaan hutan. Eksplorasi, domestifikasi dan pengembangan genetis, jenis dan ekosistem penyusun sumberdaya alam hayati. 4.2.6 Penggunaan asas mandiri dalam pengelolaan hutan/kawasan lindung Penjelasan: Salah satu aspek dalam pengelolaan hutan/kawasan lindung dalam bentuk unit usaha adalah kemandirian secara ekonomi. Oleh karena itu dalam perjalanan ke depan pengelolaan hutan mesti diarahkan untuk pengelolaan mandiri. Jika saat ini kemandirian belum bisa dicapai, maka diperlukan jangka benah dalam perencanaannya sehingga setelah periode tertentu dapat dicapai, dan bahkan dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah dan masyarakat 4.3 Prinsip yang digunakan dalam mengelola hutan/kawasan lindung adalah : Keberlanjutan Tata kelola yang baik Partisipasi Pemberdayaan Keadilan Kesejahteraan Prinsip
28
Produksi Kayu Bulat Produksi getah Industri kayu, Kayu Gergajian & Furniture Kayu gergajian Furniture Bio Energy Industri pupuk organik Hasil Hutan Non Kayu minyak atsiri Penjualan bibit Penjualan satwa kera Penjualan minyak nilam Usaha silvoapasteur Jasa pemakaman umum Jasa wisata Taman Nasional Gunung merapi Hutan Pendidikan Wanagama Taman HUtan Raya Hutan Lindung eks dampak erupsi Produksi Kayu Bulat Produksi getah Industri Kayu Gergajian & Furniture Kayu gergajian Furniture Bio Energy Industri pupuk organik Hasil Hutan Non Kayu minyak kayu putih Penjualan bibit Taman Hutan Raya Hasil tumpangsari nilam Jasa pemakaman umum Luas & Produksi Kayu Hutan Tanaman Luas & produksi minayk atsiri Luas & produksi getah Luas & produksi Hutan Wanagama Luas & produksi Taman Hutan Raya Luas & produksi Hutan Rakyat Produktif Luas & pruduksi Hutan Lindung eks erupsi Luas & produksi jasa pemakaman umum Ada kepastian hak dan akses masyarakat Hutan Kemasyarakatan Hutan Tanaman Rakyat Hutan Desa Pemakaman umum
= Rp 44.750.000.000,- per tahun = Rp 100.000.000,- per tahun = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp 1.000.000.000,- per tahun 50.000.000,- per tahun 4.000.000,- per tahun 1.000.000.000,- per tahun 4.862.813.000,- per tahun 37.750.000,- per tahun 45.000.000,- per tahun 500.000.000,- per tahun 5.000.000.000,- per tahun 75.000.000,- per tahun 75.000.000 ,- per tahun 25.000.000,- per tahun 2.500.000,- per tahun 5.000.000,- per tahun
5.1.2. Devisa
5.1.3. Pendapatan Asli Daerah = Rp 11.750.000.000,- per tahun = Rp 100.000.000,- per tahun = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp = Rp 1.000.000.000,- per tahun 50.000.000,- per tahun 4.000.000,- per tahun 1.000.000.000,- per tahun 4.862.813.283,- per tahun 37.750.000,- per tahun 2.500.000,- per tahun 100.000.000,- per tahun 75.000.000,- per tahun 5.1.4. Implikasi : 375 ha/ 18.200 M3 dan 900 SM per tahun : 2500 ha/ 4.600 ton per tahun : 100 ha/ 20 ton per tahun : 622 ha/ 5.000 orang per tahun : 617 ha/ 1.000 orang per tahun : 2000 ha/ 80.000 M3 per tahun : 1300ha/ 2000 orang dan 5.000 ton per tahun; : 75 ha (tersebar di setiap RPH seluas 3 ha) 5.2. Manfaat Sosial : 1.260,65 ha dan 1300 ha (wilayah yang berdampak lansung erupsi merapi) : 327,27 ha : 400,00 ha ; 75 ha (tersebar di setiap RPH seluas 3 ha)
Ada kolaborasi Perguruan tinggi : 740 ha Pihak swasta : 600,00 ha Pihak ketiga BUMN, BUMD, koperasi dan lain lain
29
5.3. Manfaat Ekologi Terwujud pelestarian fungsi hutan lindung (hutan lindung 2312,80 ; kawasan lindung 33781,34 ha ; kawasan sempadan sungai 6.906,24 ha; kawasan berdampak langsung erupsi merapi 1.300 ha) Konservasi keanekaragaman hayati (Tahura 617,00 ha; Taman Nasional 1743,25; Suaka Margasatwa 617,00 ha; Cagar Alam 11,41 ha; Taman wisata Alam 1,10 ha; Taman Buru 240 ha) 70% lahan kritis terehabilitasi (127.776 ha x 0,7 = 88.743 Ha; 4.437 Ha per th)
Target (ha)
617,00
Strategi
Pola budidaya
Restorasi ekosistem , etat daur biologis, jenis tanaman hu tan eksitu, sipil teknis, lapangan rumput terbuka, kawasan hiburan dan atraksi Restorasi ekosistem , etat daur biologis, jenis tanaman hutan insitu, sipil teknis, lapangan rumput terbuka, kawasan hiburan dan atraksi Restorasi ekosistem , etat daur biologis, tanaman jenis pakan, sipil teknis,
Potensi kawasan
Inventarisasi , Penentuan blok, Penyelesaian kawasan Pengamanan Inventarisasi , Penentuan Zonasi, Penyelesaian kawasan Pengamanan Inventarisasi , Penyelesaian kawasan Pengamanan
Nilai kawasan
Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan
Taman Nasional
1743,25
Suaka Margasatwa
617,00
Cagar Alam
11,41
Suksesi alami, etat daur biologis, restorasi ekosistem zo na penyangga ,jenis tanaman insitu.
1,10
Taman Buru
2 00,00
8666,53
38 52,40
513,75
Restorasi ekosistem, etat daur biologis, tanaman jenis insitu, sipil teknis, lapangan rumput terbuka, pembuatan taman rekreasi, dan taman bermain, kawasan hiburan dan atraksi Restorasi ekosistem, Jenis tanaman insitu, etat daur biologis, Penangkaran satwa, Pembuatan areal perburuan, Aral base camp, Areal perkemahan dan fasilitas umum Etat luas 30 ha setiap RPH dan daur maksimal 20 tahun , areal fungsi lindung 2 ha setiap 30 ha, sempadan sungai 25m - 100m , tanaman tepi, tanaman pengisi, tanama n pagar, tanam sela, sipil teknis, pemupukan organik Etat luas 30 ha setiap RPH dan daur maksimal 30 tahun , areal fungsi lindung 2 ha setiap 30 ha, sempadan sungai 25 - 100 m , tanaman tepi, tanaman koridor jenisinsitu selebar minimal 50 m, tanaman pagar, sipil teknis, pemupukan organik Restorasi ekosistem luas 30 ha setiap RPH, Tebang pilih etat daur biologis, jenis tanaman hutan insitu, sipil teknis, struktur dan fungsi hutan optimal, pemupukan organik
Inventarisasi , Penetapan zona inti dan penyangga Penyelesaian kawasan Pengamanan Inventarisasi, Pembuatan design Penyelesaian kawasan Pengamanan Usulan Alih fungsi kawasan, Inventarisasi, Pembuatan design Pengamanan Inventarisasi , Penyelesaian kawasan Pengamanan
Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan
Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan
30
Kawasan
Hutan produksi parsial (AB)
Target (ha)
1773,00
Strategi
Pola budidaya
Etat luas 10 ha setiap RPH dan daur maks imal 20 tahun , fungsi lindung 1 ha, sempadan sungai 25 m- 100 m tanaman tepi, tanaman pengisi, tanaman tepi, tanam sela, sipil, teknis, pemupukan organik Restorasi ekosistem luas 30 ha, etat daur biologis, jenis tanaman hutan non kayu, sipil teknis, struktur dan fungsi hutan optimal, pemupukan organik Rehabilitasi dengan pola agrofirstry jenis pohon, tanaman nilam, tanaman pakan ternak, tanaman pelindung air, jenis-jenis tanaman pelindung satwa liar. Sipil teknis, struktur dan fungsi hutan optimal, pemupukan organik Pemakaman umum diletakkan di antara pohon-pohon yang tertata rapi Tebang pilih dan daur maksimal 15 tahun , kerapatan tanaman minimal 10 00 pohon per ha, tanaman pengisi, tanaman tepi, tanam sela, sipil teknis Tebang pilih dan daur maksimal 15 tahun , jenis tanaman ko -mersil mempunyai tajuk lebar, kerapatan tanaman minimal 1000 pohon per ha, sipil teknis Etat luas 1 ha dan daur maksimal 15 ta hun , kerapatan tanaman minimal 400 pohon per ha, jenis tanaman kayu-kayuan , koridor lebar 25 m, sipil teknis Daur maskimal 15 tahun Tebang pilih dan daur maksimal 15 tahun , kerapatan tanaman minimal 250 pohon per ha, tanaman pengisi, tanaman tepi, tanam sela, sipil teknis Sistem agroforestry, sistem koridor lebar minimal 25 m, Kerapatan tanaman 100 pohon per ha, jenis tanaman non kayu.
Potensi kawasan
Inventarisasi , Penyelesaian kawasan Pengamanan
Nilai kawasan
Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi aset kawasan, Pengembangan Benefit Sharing, Penilaian Jasa Lingkungan, Pengembangan Jasa wisata, Pengembangan Jasa pendidikan Promosi, Pengembangan benefit sharing, Jasa lingkungan, Jasa wisata, jasa pendidikan Promosi, Pengembangan benefit sharing, Jasa lingkungan, Jasa wisata, jasa pendidikan Promosi, Pengembangan benefit sharing, Jasa lingkungan, Jasa wisata, jasa pendidikan
Hutan lindung
23 12,80
1300,00
6906,24
Hutan Rakyat
38450,46
Kawasan Penyangga
75175,48
31047,36
6.1.2 Aspek Pengelolaan Kawasan Lahan Kritis Tabel 6.2 Strategi aspek pengelolaan lahan kritis
Kawasan
Hutan /Produksi
Target (ha)
2064,21
Strategi
Pemulihan lahan dilakukan dengan penanaman 30 ha sesuai etat luas untuk setiap RPH , jenis tanaman sesuai dengan kelas perusahaan, areal fungsi lindung 2 ha jenis tanaman insitu, sempadan sungai 100 m jenis tanaman insitu, Tanaman koridor lebar minimal 50 m. Perlindungan erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membuat teras, rorak, gully drop, gully plug, dam penahan, strip rumput Perllndungan sumberdaya air di areal 200 m dilakukan Restorasi ekosistem jenis insitu , struktur dan fungsi hutan optimal Pemulihan lahan dilakukan sesuai luas areal lahan kritis, jenis tanaman insitu,Kerapatan minimal 1000 pohon per ha Perlindungan erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membuat teras, rorak, gully drop, gully plug, dam penahan, strip rumput Perllndungan sumberdaya air di areal 200 m dilakukan Restorasi ekosistem jenis insitu , s truktur dan fungsi hutan optimal Pada zona inti tidak dilakukan pemulihan, perlindungan erosi dan perlindungan sumber mata air. Pemulihan lahan dilakukan sesuai luas areal lahan kritis, jenis tanaman insitu, Perlindungan erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membuat teras, rorak, gully drop, gully plug, dam penahan, strip rumput Perllndungan sumberdaya air di areal 200 m dilakukan Restorasi ekosistem jenis insitu , struktur dan fungsi hutan optimal
Hutan Lindung
1992,09
Hutan Konservasi
2064,21
31
Strategi Pemulihan lahan dilakukan sesuai luas areal lahan kritis, jenis tanaman insitu, kerapatan minimal 1000 pohon per ha. Perlindungan erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membuat teras, rorak, gully drop, dam penahan, strip rumput Perllndungan sumberdaya air di areal 200 m dilakukan Restorasi ekosistem jenis insitu , struktur dan fungsi hutan optimal Pemulihan lahan dilakukan sesuai luas areal lahan kritis, jenis tanaman insitu, kerapatan minimal 1000 pohon per ha. Perlindungan erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membuat teras, gully drop , strip rumput Perllndungan sumberdaya air di areal 100 m dilakukan Restorasi ekosistem jenis insitu , struktur dan fungsi hutan optimal Pemulihan lahan dilakukan sesuai luas areal lahan kritis, jenis tanaman insitu, Kerapatan tanaman minimal 400 pohon per ha Tanaman koridor selebar 15 m Perlindungan erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membuat teras, rorak, gully drop, gully plug, dam penahan, dam pengendali, strip rumput Perllndungan sumberdaya air di areal 200 m dilakukan Restorasi ekosistem jenis insitu , struktur dan fungsi hutan optimal, sumur resapan dan bio pori Pemulihan lahan dilakukan sesuai luas areal lahan kritis, jenis tanaman insitu, Kerapatan minimal 250 pohon per ha Tanaman koridor selebar 15 m Perlindungan erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membuat teras, rorak, gully drop, gully plug, dam penahan, strip rumput Perllndungan sumberdaya air di areal 200 m dilakukan Restorasi ekosistem jenis insitu , struktur dan fungsi hutan optimal, sumur resapan dan bio pori Pemulihan lahan dilakukan sesuai luas areal lahan kritis, jenis tanaman produksi non kayu, sistem agroforestry, kerapatan minimal 100 pohon per ha, Tanaman koridor selebar 15 m Perlindungan erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membuat teras, rorak, gully drop, gully plug, dam penahan, dam pengendali, strip rumput Perllndungan sumberdaya air di areal 200 m dilakukan Restorasi ekosistem jenis insitu , struktur dan fungsi hutan optimal, sumur resapan dan bio pori
4969,58
Hutan rakyat
36081,10
Kawasan penyangga
55044,94
27521,04
Hutan Penelitian
Pembentukan Unit Pelaksana Teknis dan kerjasama dengan berbagai para pihak Kelembagaan berdasarkan wilayah (KPH, BDH, Mantri ) Koordinator dari lembaga-lembaga pe ngelola lainnya Regulasi Tata hubungan kerja
32
Hutan Pendidikan
Taman Buru
Hutan rakyat
Kawasan lindung 33781,34, hakawasan sempadan sungai 6906,24 ha, hutan 38450,46 ha, kawasan penyangga 75175,48 ha dan kawasan budidaya tahunan 31047,36 ha
Strategi Tenaga Lapangan Tenaga Lapangan tetap Sumber tenaga lapangan dari daerah lokal Jumlah tenaga sesuai dengan kemampuan kerja Tenaga Lapangan tetap Sumber tenaga lapangan dari daerah lokal Jumlah tenaga sesuai dengan kemampuan kerja Tenaga Lapangan tetap Sumber tenaga lapangan dari daerah lokal Jumlah tenaga sesuai dengan kemampuan kerja Tenaga Lapangan tetap Sumber tenaga lapangan dari daerah lokal Jumlah tenaga sesuai dengan kemampuan kerja
Regulasi Pengaturan Unit Usaha tingkat kecamatan sebagai satuan unit kelestarian.
1 lokasi
3 lokasi
1 lokasi
Bio Energi
1 lokasi
Penjualan bibit
1 lokasi
Balai P3KP
Jasa Wisata Taman Nasional Gunung Merapi Hutan pendidikan Wanagama Taman HUtan raya
6.2 Instrumen Kebijakan 6.2.1 Kebijakan Pengendalian Potensi Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung Kawasan hutan Negara wilayah provinsi DIY mempunyai luas sekitar 5 % dari luas provinsi DIY sehingga pengendalian potensi dan kawasan hutan sangat diperlukan guna mencegah adanya proses penggunaan kawasan selain peruntukannya sesuai dengan fungsi hutan. Selain hal tersebut, pertumbuhan populasi yang cukup pesat mempunyai potensi
33
pemilikan lahan milik masyarakat semakin terbatas sehingga mereka terdorong untuk dapat memanfaatkan ruang dalam kawasan hutan. Arah kebijakan yang diprioritaskan meliputi (1) percepatan proses penetapan kawasan hutan (2) percepatan penyelesaian penggunaan kawasan (3) pengendalian penggunaan kawasan hutan Negara Antisipasi dalam rangka mencukupi wilayah hutan dalam rangka menjaga keseimbangan tata air dan perlindungan rawan bencana diperlukan keterkaitan antara fungsi kawasan. Dalam RTRWP Khususnya wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung telah dapat mencukupi batasan perlindungan untuk menjaga keseimbangan tata air dan perlindungan rawan bencana yang meliputi: hutan lindung, kawasan resapan air, cagar alam geologi yang cukup luas, kawasan sempadan waduk, telaga, sungai dan pantai serta kawasan suaka margasatwa. Dalam rangka mendukung penataan ruang wilayah yang lebih aplikatif terhadap kawasan di luar wilayah hutan Negara (khususnya hutan lindung, kawasan lindung setempat dan cagar alam geologi), kawasan tersebut dibedakan kawasan lindung, hutan rakyat, kawasan penyangga dan kawasan budidaya tahunan. Arah kebijakan yang diprioritaskan meliputi (1) optimalisasi pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya alam (2) penetapan areal lahan yang berfungsi lindung (3) pengendalian penggunaan kawasan lindung. Akses terhadap kelola kawasan lindung harus memberikan keadilan semua pihak sesuai dengan amanat undang-undang. Untuk itu kebijakan pengelolaan kawasan lindung diarahkan standarisasi teknis, proses perijinan dan penerapan sistem insentif disinsentif. 6.2. 2 Kebijakan Pertumbuhan dan Pola Budidaya Kebijakan pertumbuhan dan pola budidaya diarahkan pada peningkatan input teknologi terhadap hutan produksi, hutan konservasi, hutan lindung maupun pada kawasan lindung. Polapola yang diterapkan harus berbasiskan kepada nilai ekosistem pada seluruh fungsi hutan ataupun di wilayah kawasan lindung. Guna mendukung hal tersebut, penetapan unit-unit ekologis perlu dilakukan pada seluruh kawasan. Pertumbuhan yang diterapkan pada hutan produksi untuk mencapai nilai optimal dilakukan melalui upaya jangka benah. Sistem yang digunakan adalah tebang habis menggunakan etat luas 30 ha untuk setiap RPH dan ditetapkan pula adanya areal fungsi lindung, jalur koridor. Pemanfaatan pada hutan produksi rimba, hutan lindung dan hutan konservasi diutamakan pada hasil hutan bukan kayu, jasa wisata, jasa lingkungan (air, carbon) ataupun jasa pendidikan. Hasil hutan kayu dapat dimanfaatkan dengan menggunakan tebang pilih sesuai etat daur biologis. Pertumbuhan yang diterapkan pada kawasan lindung di luar hutan Negara diupayakan dengan menggunakan sistem tebang pilih dengan menentukan kelas diameter yang dapat ditebang khususnya untuk wilayah hutan rakyat, kawasan penyangga dan kawasan budidaya tahunan. Dalam mendukung kondisi kawasan lindung sebagai kesatuan yang utuh, pada wilayah ini diperlukan jalur koridor dengan lebar 15 m sebagai penghubung antar kelompok unit ekologis/ekotop Wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan lindung utama diupayakan untuk dipungut berdasarkan daur biologis dan jasa lingkungan. Demikian pula, kawasan ini diperlukan dukungan jalur koridor dengan lebar 15 m sebagai penghubung antar kelompok unit ekologis/ekotop Wilayah yang ditetapkan hutan lindung dari eks erupsi merapi diupayakan untuk dipungut dengan memanfaatkan hasil hutan non kayu daun pakan ternak, tanaman nilam, rumput-rumput. Pola pemungutan daun dan rumput menggunakan etat 30 ha. Wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi pemakam umum diupayakan tersebar di setiap RPH 3 ha dengan teknik pengaturan pemakaman diletakkan di antara pohon pohon yang tertata rapih an jenis tanaman yang indah dan sejuk dan diberikan fasilitas sarana prasarana yang dapat mendukung prosesi pemakaman.
34
6.2.3 Kebijakan Penanganan Lahan Kritis Upaya penanganan lahan kritis dilakukan terhadap seluruh lahan yang termasuk daerah kritis baik dalam kawasan hutan Negara ataupun di luar kawasan hutan. Upaya penanganan lahan kritis diawali dengan menetapkan Land Maping Unit (LMU) terpilih berdasarkan hasil overlay dari berbagai peta antara lain peta lahan kritis, peta DAS, peta bentuk lahan dan citra SRTM serta peta administrasi. Kebijakan penanganan lahan kritis diprioritaskan pada kawasan lindung terlebih dahulu dengan bentuk-bentuk kegiatan bersifat vegetatif ataupun sipil teknis. Penanaman dilakukan dengan jenis insitu/sesuai kelas perusahaan dan membentuk struktur dan fungsi yang alami sehingga ekosistem DAS dapat terbentuk dengan baik. Sasaran lokasi penanaman adalah LMU yang mempunyai prioritas pertama dan seterusnya dilakukan sesuai dengan urutan prioritas. Namun demikian, upaya pemulihan untuk kawasan hutan produksi dilakukan peyerasian dalam rangka pembentukan jangka benah yang memengikuti etat luas 30 ha setiap RPH. Upayaupaya pemulihan pada kawasan hutan lindung dilakukan penanaman seluruhnya sesuai dengan urutan LMU terpilih. Bagi hutan konservasi, upaya pemulihan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. Zonasi inti diperlakukan upaya pemulihan melalui suksesi alami secara utuh. Untuk sasaran zonasi rimba, upaya pemulihan diperlakukan pemulihan sebagian kecil wilayah sesuai penyebaran ekotop dan sebagian besar wilayah zona rimba diarahkan melalui pemulihan secara suksesi alami dalam rangka menuju pembentukan ekosistem meso. Selanjutnya lokasi zonasi pemanfaatan, upaya pemulihan dilakukan dengan mengutamakan hasil hutan bukan kayu dan senantiasa mendahulukan penanamannya sesuai urutan prioritas LMU terpilih. Sedangkan wilayah di luar kawasan hutan Negara, upaya pemulihan dilakukan sesuai urutan prioritas LMU terpilih dan jenis tanaman yang mempunyai daur sekitar 10 tahun. Upaya-upaya sipil teknis dilakukan dengan bentuk kegiatan antara lain dam pengendali, dam penahan, gully plug, gully drop, sumur resapan, bio pori, terasering dan saluran pembuangan air. Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan, aspek sosial ekonomi masyarakat perlu diperhatikan sehingga masyarakat mempunyai kesadaran untuk penanganan lahan kritis. 6.2.4. Kebijakan Nilai Hutan dan Kesadaran Masyarakat Masyarakat desa hutan yang secara historis kultural telah menjadi bagian integral dari ekosistem hutan memiliki potensi yang sangat besar (social capital) bagi pengelolaan hutan dalam bentuk sistem dan tata nilai maupun organisasi sosial. Dalam upaya aktualisasi konsep nilai hutan dan kesadaran masyarakat, maka kebijakan yang ditetapkan harus diarahkan pada (1) pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, (2) peningkatan akses dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pengelolaan hutan dan penyusunan kebijakan di bidang kehutanan, (3) pembentukan kelembagaan kehutanan yang mantap (transparan dan bertanggung gugat), (4) peningkatan kapasitas dan kualitas masyarakat di dalam dan sekitar hutan melalui diklat dan penyuluhan secara terintegrasi. Nilai kesadaran masyarakat tehadap hutan lindung yang berasal dari eks erupsi merapi diarahkan pada (1) pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat (2) memerankan secara penuh keterlibatan masyarakat (3) peningkatan ketrampilan msayarakat melalui diklat dan penyuluhan secara terintegrasi. Arus utama pemanfaatan komoditas hutan diarahkan pada hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, jasa wisata. Dengan demikian perlu ditetapkan kebijakan yang mendukung pengembangan produktivitas dan kontinuitas komoditas dan peningkatan nilai tambah hasil hutan bukan kayu .
35
6.2.5 Kebijakan Pengelolaan Kawasan Penguatan regulasi di bidang kehutanan yang menjamin efektifitas pengelolaan kawasan (good forest area governance) serta pengembangan SDM kehutanan berdasarkan standar kinerja. Percepatan proses kelembagaan unit-unit pengelola kawasan hutan dan kawasan lindung yang mapan dengan struktur organisasi modern. Pengembangan sistem informasi kehutanan yang kredibel, terukur dan dapat diakses secara luas. Pengembangan kebijakan ekonomi makro kehutanan yang mendukung terwujudnya kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan melalui pengembangan kebijakan dan kelembagaan pelayanan publik yang efisien dan efektif, pengembangan BLU, serta peningkatan kapasitas kelembagaan lokal. Pengembangan pengelolaan hutan lestari yang berstandar internasional dan pengembangan laboratorium kehutanan sebagai pusat pendidikan skala nasional ataupun internasional. 6.2.6 Kebijakan Industri dan Perdagangan Hasil Hutan Penguatan industri primer hasil hutan kayu dan bukan kayu diarahkan mempunyai kualitas standar internasional. Peningkatan pengembangan industri ikutan lainnya diupayakan bersumber dari bahan baku dari kawasan hutan atupun hasil limbah industri primer. Peningkatan Pelayanan Pemasaran hasil hutan kayu yang berkualitas dengan mengutamakan sumber bahan baku dari masyarakat. Pemanfaatan hutan lindung eks erupsi merapi diupayakan dapat memberikan nilai manfaat bagi masyarakat khususnya komoditas nilam dan ternak sapi 6.2 . 7 Re nca na Pe mbangunan Ja ngka Panjang Da erah 20 05 - 2 02 5 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan dokumen pembangunan daerah yang berjangka waktu 20 tahun (2005 2025). RPJPD tersebut memuat arah kebijakan pembangunan yang digunakan sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan daerah. 6.2.7.1 Kondisi saat ini Pemanfaatan hutan ditinjau dari fungsi social, budaya, ekonomi maupun lingkungan, diupayakan secara sinergis untuk mendukung dan memenuhi kebutuhan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan luas sebesar 74.992,96 ha (23,4% dari luas DIY) yang terdiri dari hutan Negara dan hutan rakyat, hutan di DIY belum memenuhi fungsi ekologis ideal bagi kehirupan yang diperkirakan minimal sebesar 30 % dari keseluruhan luas suatu wilayah 6.2.7.2 Prakiraan Produksi dan produktifitas tanaman, peningkatan mutu hasil, pengembangan aneka produk olahan serta penumbuhan dan pengembangan kelembagaan petani yang produktif 6.2.7.3 Isu Strategis Kehutanan Pemanfaatan fungsi hutan untuk pemberdayaan ekonomi, sosial, budidaya, pariwisata, dan pendidikan Pembangunan kehutanan diarahkan untuk peningkatan perlindungan hutan dan perbaikan ekosistem dalam pemenuhan keseimbangan lingkungan. Pengelolaan sumberdaya hutan secara efisien dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan Peningkatan nilai tambah dan pendapatan petanidari pengelola hutan
36
Mengembalikan fungsi lahan hutan untuk memenuhi fungsi ekologi yang ideal. 6.2.7.4 Tahapan Pembangunan Jangka Panjang Tahapan Pembangunan Jangka Panjang bidang kehutanan sebagai berikut : Tahap I (2005-2009) Menentukan wilayah prioritas pengembangan hutan berdasarkan berbagai fungsi, baik hutan konservasi, maupun hutan produksi, dan hutan untuk penyelamatan lingkungan Tahap II (2010-2014) Menjaga dan melestarikan pertumbuhan tanaman hutan serta tersedianya produk hutan dan hasil ikutan hutan untuk kebutuhan dunia usaha dan rumah tangga serta terbentuknya kelompok-kelompok pelestari hutan Tahap III (2015-2019) Mewujudkan hutan yang berkembang dan lebih dinamis dengan flora dan fauna yang lebih variatif, serta fasilitas pendukung optimalisasi fungsi hutan dalam perbaikan kualitas lingkungan , kebersihan udara, dan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat Tahap IV (2020-2025) Mengintergrasikan wilayah-wilayah hutan dalam kegiatan pariwisata dan rekreasi wana wisata, dalam sistem pendidikan, dan penelitian untuk pengembangan lebih lanjut 6.2.7.5 Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Prioritas Pembangunan Jangka Panjang disajikan dalam Tabel 6.5 Tabel 6.5 Prioritas pembangunan jangka panjang
Tahap I (2005-2009)
a. Penetapan kawasan hutan untuk berbagai fungsi pada unit-unit wilayah
Tahap II (2010-2014)
a. Peningkatan produksi hasil hutan
Tahap IV (2020-2024)
a. Pengembangan hutan untuk rekreasi wana wisata
c. Optimalisasi, rehabilitasi dan konservasi fungsi hutan untuk penyelematan lingkungan bagi kepentingan kehidupan generasi mendatang d. Peningkatan budidaya, produksi, produktivitas, dan mutu produk perkebunan mendukung peningkatan pendaptan petani
b. Pengoptimalisasian pertumbuhan tegakan kawasan hutan melalui peran masyarakat secara terstruktur c. Pemberian sosialisasi c. Perluasan hutan taman kota pelestarian hutan di sebagai paru-paru kota lingkungan pendidikan dasar menengah d. Pengelolaan dan d. Peningkatan produksi pengembangan hutan taman perkebunan kota e. Pemanfaatan produksi perkebunan yang beorientasi pasar dalam negeri dan ekspor
6.2.8 Kebijakan RPJMD 2009-2013 Kawasan Gunung Merapi Dalam RPJMD Provinsi DIY, terkait dengan kawasan Gunung Merapi Kebijakan, Strategi dan Arahan pemanfaatan ruangnya mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah antara lain tentang Mitigasi Resiko Bencana
37
38
Program pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan Program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan Program penguatan keamanan dan perlindungan hutan
Program-program tersebut dijabarkan kedalam kegiatan-kegiatan dibawah ini : Program pembinaan dan penertiban Industri Hasil Hutan kegiatan adalah pengendalian tata usaha hasil hutan, perijinan usaha industri, dan pemantauan pelaksanaan industri hasil hutan Program pemantapan kawasan hutan dan pengembangan pengusahaan hutan kegiatannya adalah orientasi, rekonstruksi kawasan hutan, penetapan areal kerja, penyusunan rencana pengaturan kelestarian hutan, penyusunan rencana kehutanan tingkat provinsi, penyusunan rencana teknik tahunan Program pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan kegiatannya adalah pelaksanaan pemungutan hasil hutan , pengangkutan hasil hutan, pengolahan hasil hutan, pemeliharaan prasarana dan sarana produksi, penanaman, pemeliharaan, penjarangan. Program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan kegiatannya adalah pengendalian pengelolaan Hutan kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) serta pengelolaan hutan bersama masyarakat, pengelolaan hutan sistem agroforestry. Program penguatan keamanan dan perlindungan hutan kegiatannya adalah penguatan Polisi Kehutanan, pelaksanaan operasi fungsional dan gabungan pengamanan hutan, penyelesaian perkara pelanggaran, pemeliharaan prasarana dan sarana produksi perlindungan kebakaran hutan, perlindungan gangguan hama dan penyakit. Tabel 7.1 Indikasi program utama lima tahunan
Periode Pelaksana lima tahunan Nama Program Perwujudan Kawasan Lindung Provinsi A. Pengukuhan kawasan lindung Lokasi Besaran Sumber Biaya Instansi Pelaksana Tahap Tahap II I Tahap III Tahap IV
Kawasan lindung
Rehabilitasi dan konservasi lahan kawasan lindung 1 Pemantapan Fungsi Lindung Bawahan 2 Pemantapan Fungsi Lindung Setempat Pengendalian kawasan lindung Pengembangan partisipasi masyarakat Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim Pengembangan pola insentif dan disinsentif Pengembangan Pengelolaan Kws Konservasi 1 Taman Nasional Gunung MerapiTNGM
Kawasan lindung Kawasan Lindung Bawahan Kawasan Lindung Setempat Kawasan lindung Kawasan lindung 5 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 4 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 3 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 2 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 3 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 3 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan Pem prov, Pem Kab. Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem kab. Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem Kab. Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem Kab. Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem Kab Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem Kab.
Kawasan TNGM
39
Periode Pelaksana lima tahunan Nama Program 2 Lokasi Besaran Sumber Biaya Instansi Pelaksana Pem prov, Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem Kab Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem Kab. Kementerian kehutanan, Dishutbun, Pem prov, Pem Kab. Kementerian kehutanan, Dishutbun, Tahap Tahap II I Tahap III Tahap IV
Suaka kawasan SM Margasatwa (SM) Taman Hutan kawasan Raya (Tahura) Tahura
4 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 4 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 4 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 4 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 1 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan
5 Terumbu Karang
Wedi Ombo
Mitigasi Bencana
Kawasan Merapi
Perwujudan Kawasan Budidaya A. Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan budidaya kehutanan 1. Pemantapan Pengelolaan KPH 2. Pengembangan kawasan budidaya organik B. Pengembangan dan Kawasan Peruntukan Hutan Produksi 1. Program pembinaan dan penertiban Industri Hasil Hutan 2. Program pemantapan kawasan hutan dan pengembangan pengusahaan hutan 3. Program pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan 4. Program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan 5. Program penguatan keamanan dan perlindungan hutan
1 Paket
APBD, APBN, Investasi swasta dan/ atau kerjasama pendanaan APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan
1 paket
Pem. Prov, Pem Kab, Kementrian PU, Kemenhut, Dishutbun Pem prov, Kementerian kehutanan, Dishutbun
Pem prov, Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Kementerian kehutanan, Dishutbun
8 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 4 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan 8 paket APBD, APBN, , investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan
Pem prov, Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem kab Kementerian kehutanan, Dishutbun Pem prov, Pem kab Kementerian kehutanan, Dishutbun
40
Lampiran 1
Lampiran 2.
41
Lampiran 3
Lampiran 4.
42
Lampiran 5
Lampiran 6.
43
Lampiran 7
Lampiran 8
44
Lampiran 9.
Lampiran 10
45
Lampiran 11
Lampiran 12
46