Sie sind auf Seite 1von 20

BRONKITIS A.

DEFINISI Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun bawah. Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 minggu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan bronkitis akut hampir sama, hanya saja keluhan pada bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada bronkitis kronis terjadi hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran pernapasan. Secara klinis, bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut (Knutson and Braun, 2002).

B. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, belum ada angka morbiditas bronkitis kronis, kecuali di rumah sakit sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat (National Center for Health Statistics) diperkirakan sekitar 4% dari populasinya didiagnosa bronkitis kronis. Angka inipun diduga masih di bawah angka morbiditas yang sebenarnya karena bronkitis kronis yang tidak terdiagnosis. Bronkitis akut merupakan kejadian yang paling umum dalam pengobatan rawat jalan, berkontribusi terhadap sekitar 2,5 juta kunjungan ke dokter di AS pada 1998. Di Amerika Serikat, biaya pengobatan untuk bronkitis akut sangat besar; untuk setiap episode, pasien menerima rata-rata dua resep untuk digunakan 2-3 hari. Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka morbiditas bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.

C. ETIOLOGI Secara umum penyebab bronkitis dapat dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikoplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada (Setiawati, Makmuri dan Asih, 2006). Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis infeksiosa dan bronkitis iritatif. 1. Bronkitis infeksiosa Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari: Sinusitis kronis Bronkiektasis Alergi Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak

2. Bronkitis iritatif Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromine, polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida, tembakau dan rokok lainnya. Faktor etiologi utama adalah zat polutan (Rahmadani dan Marlina, 2011).

D. PATOFISIOLOGI Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab terhadap bronkitis kronis sangat kompleks, berawal dari stimulasi toksik pada saluran pernapasan menimbulkan 4 hal yang meliputi inflamasi saluran pernapasan, hipersekresi mukus, disfungsi silia dan

stimulasi refleks vagal saling mempengaruhi dan berinteraksi menimbulkan suatu proses yang sangat kompleks.

Gambar 1. Skema Patofisiologi Bronkitis

Perubahan struktur pada paru menimbulkan perubahan fisiologik yang merupakan karakteristik bronkitis kronis seperti batuk kronik, produksi sputum, obstruksi saluran napas, gangguan pertukaran gas, hipertensi pulmonal dan kor-pulmonale. Akibat perubahan bronkiolus dan alveoli terjadi gangguan pertukaran gas yang menimbulkan dua masalah serius, yaitu: 1. Aliran darah dan udara ke dinding alveoli yang tidak sesuai (mismatched). Sebagian tempat pada alveoli terdapat aliran darah yang adekuat tetapi sangat sedikit aliran udara pada sebagian tempat lain di arah sebaliknya. 2. Performa yang menurun dari pompa respirasi terutama otot-otot respirasi sehingga terjadi overinflasi dan penyempitan jalan napas, menimbulkan hipoventilasi dan tidak cukupnya udara ke alveoli menyebabkan CO2 darah meningkat dan O2 dalam darah berkurang. Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema pada mukosa sel bronkus. Pembentukan mukosa yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Produksi mukus yang terus menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia dan faktor fagositosis dan melemahkan
3

mekanisme pertahanannya

sendiri.

Pada penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam saluran napas (Rahmadani dan Marlina, 2011).

E. GEJALA Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronis adalah: Batuk, kadang menjadi batuk mengi Terdapat sputum yang bening, putih atau hijau-kekuningan Merasa lelah dan lesu Demam ringan Merasa tidak nyaman pada bagian dada (Cunha, 2012; Harms, 2011). Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Seseorang didiagnosis bronkitis kronis ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronis mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut di antara episode kronisnya, dan batuk mungkin saja hilang namun akan muncul kembali (Harms, 2011).

F. PENATALAKSANAAN

Gambar 2. Algoritma Terapi Bronkitis


5

1. TERAPI FARMAKOLOGI A.Antibiotika a. Penicilin Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada protein pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor pada bakteri, penghambatan sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan, dan pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan kerusakan sehingga akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan penisilin yang biasa digunakan adalah amoksisilin. Amoksisilin Indikasi: pengobatan otitis media, sinusitis, dan infeksi yang disebabkan oleh

mikroorganisme mencakup infeksi saluran pernafasan atas dan bawah, infeksi kulit, ISK, profilaksis pada infeksi endokarditis, eradikasi H.pylori Kontraindikasi: hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, beta-laktam yang lainnya. Dosis: bayi<3 bulan:oral: 20-30mg/kg/hari setiap 12 jam. Anak>bulan dan BB<40kg: oral:20-50kg/kg/hari setiap 8-12 jam. Anak-anak >12 tahun, oral: extended release tablet 775 mg setiap hari. Dewasa:oral;250-500mg setiap 8 jam. ROTD: sistem syaraf pusat: agitasi, anxietas, sakit kepala, isomnia. Gastointestinal: diare, kolitis hemorhagic, dan nausea. Darah: agranulosit, anemia, leukopenia, trombositopenia. Hati: peningkatan ALT, peningkatan AST. Renal: kristaluria. Interaksi obat: amoksilin dapat meningkatkan level/efek dari metroreksat. Dapat menurunkan level/efek dari dari vaksin tiphoid. Farmakokinetik/farmakodinamik: absorbsi, oral: hampir sempurna, distribusi: secara luas melalui cairan tubuh dan tulang., ikatan protein: 17%-20%, Eksresi: melalui urin.

Nama Obat Dosis Dewasa Dosis Anak Kontraindikasi Efek Samping Obat Interaksi Kehamilan Monitoring

Amoksisilin / Koamoksiklav 3x250-500mg / 2x1000mg 25-50mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi Alergi terhadap penicillin, amoksisilin. mual, muntah, diare, anemia hemolitik, thrombocytopenia tetrasiklin dan Kloramfenikol mengurangi aktifitas amoksisilin tanda-tanda infeksi, tanda anafilaksis pada dosis pertama. Pada
6

pemakaian jangka panjang monitoring fungsi liver Perhatian Informasi untuk pasien penggunaan jangka panjang dapat memicu superinfeksi Obat diminum sampai seluruh obat habis, meskipun kondisi klinik membaik sebelum obat habis b. Quinolon Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain. Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNAgyrase. Aktifitas antimikroba secara umum meliputi, Enterobacteriaceae, P. aeruginosa, srtaphylococci, enterococci, streptococci. Aktifitas terhadap bakteri anaerob pada generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti levofloksasin,gatifloksasin, moksifloksasin. Aktifitas terhadap anaerob seperti B. fragilis, anaerob lain dan Gram-positif baru muncul pada generasi keempat yaitu trovafloksacin. Modifikasi struktur quinolon menghasilkan aktifitas terhadap mycobacteria sehingga digunakan untuk terapi TB yang resisten, lepra, prostatitis kronik, infeksi kutaneus kronik pada pasien diabetes. Profil farmakokinetik quinolon sangat mengesankan terutama bioavailabilitas yang tinggi, waktu paruh eliminasi yang panjang. Sebagai contoh ciprofloksasin memiliki bioavailabilitas berkisar 50-70%, waktu paruh 3-4 jam, serta konsentrasi puncak sebesar 1,51-2,91 mg/L setelah pemberian dosis 500mg. Sedangkan Ofloksasin memiliki bioavailabilitas 95-100%, dengan waktu paruh 5-8 jam, serta konsentrasi puncak 2-3mg/L paska pemberian dosis 400mg. Perbedaan di antara quinolon di samping pada spektrum aktifitasnya, juga pada profil tolerabilitas, interaksinya dengan teofilin, antasida, H2Bloker,antikolinergik, serta profil keamanan secara umum. Resistensi merupakan masalah yang menghadang golongan quinolon di seluruh dunia karena penggunaan yang luas.

Spesies yang dilaporkan banyak yang resisten adalah P. aeruginosa, beberapa streptococci, Acinetobacter spp, Proteus vulgaris, Serratia spp. Nama Obat Dosis Dewasa Ciprofloksasin ISPA bawah: 2 x500-750 mg selama 7-14 hari Sinusitis akut: 2x500 mg selama 10 hari

Dosis Anak Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ciprofloksasin atau terhadap quinolon lain Alergi: rash Nefrotoksisitas: Acute Interstitial Nephritis, insiden < 1%

Efek Samping Obat

Interaksi

Meningkatkan kadar ciklosporin, teofilin, warfarin. Mengurangi kadar ciprofloksasin bila diberikan bersama dengan antasida, sukralfat,antineoplastik C Kadar teofilin, cyclosporine dalam plasma bila ciprofloksasin dikombinasi kan dengan obat tersebut.

Kehamilan Monitoring

Perhatian

Tidak direkomendasikan pada anak<18th karena dapat menyebabkan atropati pada anak , stimulasi SSP berupa tremor, konfusi; penggunaan lama dapat menyebabkan superinfeksi, inflamasi dan atau rupture tendon. Bila muncul tanda alergi termasuk anafilaksis segera stop terapi.

c. Makrolida Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali th 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari eritromisin yang struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton. Derivat makrolida tersebut terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin. Aktifitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci, streptococci -hemolitik

dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin memiliki aktifitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar) serta peningkatan aktifitas terhadap H. Influenzae, Legionella pneumophila. Sedangkan roksitromisin memiliki aktifitas setara dengan eritromisin, namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk infeksi saluran pernapasan. Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki tolerabilitas, profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Nama Obat Dosis Dewasa Dosis Anak Eritromisin 2-4 x 250-500mg/kg bayi dan anak: 30-50 mg/kg terbagi 3-4 dosis. Dosis dapat dilipat gandakan pada infeksi berat Hipersensitivitas terhadap eritromisin, pasien dengan riwayat penyakit hati (khusus bagi eritromisin estolat), gagal hati, penggunaan bersama preparat ergotamine, cisapride, astemizol

Kontraindikasi

Efek Samping Obat

10-15%: mual, muntah, rasa terbakar pada lambung: bersifat reversibel, biasanya terjadi setelah 5-7 hari terapi, insiden Ototoksisitas: terjadi pada dosis tinggi disertai gagal hati ataupun ginjal Cholestatic Jaundice: Umum terjadi pada garam estolat dari eritromisin.

Interaksi

Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole, cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin, thioridazine. Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil, carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin, bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking Flukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin

Kehamilan Monitoring Perhatian

B -

Informasi untuk pasien Diberikan 2 jam sebelum makan atau sesudah makan, untuk sirup kering simpan di refrigerator setelah dicampur, buang sisa sirup bila lebih dari 10 hari.

Nama Obat Dosis Dewasa

Azitromisin ISPA: 1x500mg hari pertama, diikuti 1x250mg pada hari kedua sampai kelima

Dosis Anak

Anak> 6 bln: CAP: 10mg/kg pada hari I diikuti 5mg/kg/hari sekali sehari sampai hari kelima Otitis media: 1x30mg/kg; 10mg/kg sekali sehari selama 3 hari Anak>2th : Faringitis,Tonsilitis: 12mg/kg/hari selama 5 hari

Kontraindikasi Efek Samping Obat Interaksi 1-10%: sakit kepala, rash, diare, mual,muntah Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole, cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin, thioridazine. Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil, carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin, bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking Flukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin B Tanda infeksi, fungsi liver Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan riwayat hepatitis,disfungsi hepar, disfungsi ginjal. Uji efektivitas dan keamanan belum pernah dilakukan pada bayi < 6 bulan dengan otitis media, CAP atau pada anak < 2 tahun dengan faringitis/tonsillitis.

Kehamilan Monitoring Perhatian

Informasi untuk pasien Obat diminum bersama makanan untuk mengatasi efek
10

samping terhadap saluran cerna. Jangan minum antasida bersama obat ini.

Nama Obat Dosis Dewasa

Klaritromisin 2x250-500mg selama 10 -14 hari (ISPA atas) 2x250-500mg selama 7-14 hari (ISPA bawah) Anak>6 bln: 15mg/kg/hari dlm 2 dosis terbagi selama 10 hari Hipersensitivitas terhadap eritromisin maupun makrolida yang lain 1-10%: sakit kepala, rash, diare, mual,muntah,meningkatkan BUN, meningkatkan prothrombin time diare, Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole, cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin, thioridazine. Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil, carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin, bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking Flukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin Ekskresi ke ASI tidak diketahui, gunakan dg hati-hati Tanda infeksi, diare, gangguan sluran cerna.

Dosis Anak

Kontraindikasi

Efek Samping Obat

Interaksi

Kehamilan Monitoring

Perhatian

Perlu dilakukan penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal. Uji efektivitas dan keamanan belum pernah dilakukan pada bayi< 6 bulan.

Informasi untuk pasien Diminum bersama makanan

Nama Obat Dosis Dewasa

Levofloksasin Eksaserbasi Bronkhitis kronik: 1x500mg selama 5 hari Sinusitis akut: 1 x500mg selama 10 hari CAP: 1x500mg selama 7-14 hari

11

Dosis Anak Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap levofloksasin maupun quinolon lain 3-10%: sakit kepala, pusing,mual, diare, reaksi alergi, reaksi anafilaktik,angioneurotik oedema, bronkhospasme, nyeri dada Hindari pemberian bersamaan dg eritromisin,cisapride, antipsikotik,antidepressant karena akan memperpanjang kurva QT pada rekaman EKG.Demikian pula hindari pemberian bersama betabloker, amiodarone karena menyebabkan bradikardi.Hindari pemberian bersama insulin, karena akan merubah kadar glukosa.Meningkatkan perdarahan bila diberikan bersama warfarin.Meningkatkan kadar digoksin. C Evaluasi lekosist & tanda infeksi lainnya, kemungkinan kristaluria, fungsi organ (ginjal, liver, mata) secara periodik.

Efek Samping Obat

Interaksi

Kehamilan Monitoring

Perhatian

Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan epilepsi, karena dapat memperparah kejang; gunakan hati-hati pada pasien dengan gagal ginjal. Obat diminum 1-2 jam sebelum makan. Jangan diminum bersamaan dengan antasida. Anda dapat mengalami fotosensitifitas oleh karena itu gunakan sunscreen, pakaian protektif untuk menghindarinya. Laporkan bila ada diare, palpitasi, nyeri dada, gangguan saluran cerna, mata atau kulit menjadi kuning, tremor.

Informasi untuk pasien

d. Cefalosporin Merupakan derivat -laktam yang memiliki spektrum aktifitas bervariasi tergantung generasinya. Saat ini ada empat generasi cefalosporin, seperti tertera pada tabel berikut:

12

Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti -laktam lain yaitu berikatan dengan penicilin protein binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian bakteri. Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktifitas yang paling luas di antara generasinya yaitu mencakup pula Pseudominas aeruginosa, B. Fragilis meskipun lemah. Cefalosporin yang memiliki aktifitas yang kuat terhadap Pseudominas aeruginosa adalah ceftazidime setara dengan cephalosporin generasi keempat, namun aksinya terhadap bakteri Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi infeksi nosokomial yang melibatkan pseudomonas. Spektrum aktifitas generasi keempat sangat kuat terhadap bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap Pseudominas aeruginosa sekalipun, namun tidak terhadap B. fragilis.

13

B. Bronkodilator Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos pada saluran pernafasan. Ada tiga jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika, metilsantin, antikolinergik. a. Beta 2 agonis (Simpatomimetika) Obat-obat simpatomimetik merupakan obat yang mempunyai aksi serupa dengan aktivitas simpatis. Sistem saraf simpatis memegang peranan penting dalam menentukan ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang menghasilkan norephinepherin, epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik (Dipiro, et al., 2008). Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta. Reseptor beta terdiri beta 1 dan beta 2. Beta 1 adrenergik terdapaat pada jantung, beta 2 adrenergik terdapat pada kelenjar dan otot halus bronkus. Adrenergic menstimulasi reseptor beta 2 sehingga terjadi bronkodilatasi (Dipiro, et al., 2008). Mekanisme obat simpatomimetika adalah melalui stimulus reseptor beta 2 pada bronkus menyebabkan aktivasi adenil siklase. Enzim ini mengubah ATP menjadi cAMP dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP dalam sel menghasilkan efek bronkodilatasi Obat-obat simpatomimetika antara lain salbutamol, salmeterol, epinefrin, terbutalin, isoproterenol, dan metaproterenol (Dipiro, et al., 2008). 1) Short-Acting 2-Agonists (SABA) 2 agonis merupakan bronkodilator yang efektif. Short-Acting 2-Agonists merupakan bronkodilator selektif yang diindikasikan untuk penanganan episode bronkospasmus irregular. Obat ini hanya digunakan jika diperlukan untuk mengatasi gejala, contoh: albuterol (Dipiro, et al., 2008). 2) Long-Acting 2-Agonists (LABA) Long-acting inhaled 2-agonists diindikasikan sebagai terapi untuk tahap 3 sebagai terapi tambahan pada dosis rendah sampai medium dari ICSs dan untuk tahap 4 dalam kombinasi dengan dosis medium hingga tinggi dari ICSs. (Dipiro, et al., 2008). Salbutamol (albuterol) Dosis dewasa Dosis anak Sehari 3-4 kali 2-4 mg. Anak > 6 tahun sehari 3-4 kali 2 mg. Anak 2-6 tahun sehari 3-4 kali 1 mg-2 mg.
14

Kontra indikasi Efek samping obat Interaksi

Kehamilan Monitoring Perhatian

Tirotoksikosis, hipertiroid, hipersensitif terhadap salbutamol atau simpatomimetik lainnya, dan pengguna beta bloker Gemetar, takhikardia, gangguan gastrointestinal Digoxin (salbutamol menurunkan level serum digoxin); diuretic (salbutamol akan memperburuk penderita hipokalemia); mao inhibitor (peningkatan efek kardiovaskular); batasi penggunaan kafein (dapat menyebabkan cns) Termasuk dalam kategori c

Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah, aneurisma, diabetes melitus, glaukoma sudut tertutup. Pasien yang menggunakan antihipertensi atau anestesi halogen. Informasi untuk pasien Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah makan) Salmeterol dosis dewasa dosis anak kontra indikasi efek samping obat 2 kali sehari 2 semprotan. 2 kali sehari 1 semprotan. Hipertiroidisme, insufisiensi miokard, aritmia, hipertensi Serak atau disfonia (gangguan bunyi suara, misal sengau, parau), iritasi tenggorokan, sakit kepala, kandidiasis mulut dan tenggorokan, palpitasi (jantung berdebar kencang), gemetar, bronkhospasme paradoksikal, nyeri sendi. penyekat -bloker selektif dan non selektif. Penghambat CYP450 kategori C Bukan untuk pengobatan gejala-gejala asma akut. Tuberkulosa paru, gangguan jantung dan pembuluh darah berat, diabetes melitus, hipokalemia tak diobati, tirotoksikosis. Hamil, menyusui. Monitor secara teratur kecepatan pertumbuhan anakanak pada pengobatan jangka panjang.

interaksi kehamilan monitoring perhatian

Terbutalin Dosis dewasa Dosis anak Kontra indikasi Efek samping obat Dewasa : 2-3 kali sehari 1-2 tablet. Anak berusia 7-15 tahun : 2 kali sehari 1 tablet. Anak berusia 3-7 tahun : 2 kali sehari tablet. Hipertiroidisme, insufisiensi miokard, aritmia, hipertensi. Tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala, vasodilatasi perifer, takikardi (jarang pada pemberian aerosol), hipokalemia sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif termasuk bronkospasma paradoks, urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa sakit pada tempat injeksi intramuskular Dengan beta blocker (menghambat efek bronkodilatasi) Termasuk kategori b
15

Interaksi Kehamilan Monitoring

Perhatian

Hipertiroidisme, diabetes.

b. Metilxantin Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan, disamping kafein dan dyphylline. Kafein dan dyphylline kurang poten dibandingkan dengan teofilin. (Dipiro, et al., 2008). Obat golongan ini menghambat produksi fosfodiesterase. Dengan penghambatan ini penguraian cAMP menjadi AMP tidak terjadi sehingga kadat cAMP seluler meningkat. Peningkatan ini menyebabkan bronkodilatasi. Obat-obat metilsantin antara lain aminofilin dan teofilin (Dipiro, et al., 2008). Teofilin Dosis dewasa Dosis anak Kontra indikasi Efek samping obat 1-2 tablet, 3-4 kali sehari 1/2-1 tablet, 2 kali sehari infark miokardial Kadang-kadang terjadi gangguan saluran pencernaan, rangsangan berlebihan pada sistem saraf pusat, vertigo, dan kejang pada dosis tinggi. Hipersensitifitas. Kadar serum ditingkatkan oleh eritromisin, oleandomisin, linkomisin, simetidin, dan allopurinol. Termasuk kategori c Trimester pertama masa hamil.

Interaksi Kehamilan Monitoring Perhatian

Aminofilin Dosis dewasa Dosis anak Kontra indikasi Efek samping obat Interaksi Kehamilan Monitoring Perhatian 1 tablet 2 kali sehari hipersensitifitas terhadap derivate xantin Gangguan saluran pencernaan, takhikardia, berdebar, & gemetar. klirens Teofilin dikurangi oleh Eritromisin dan makrolida lainnya, dan Simetidin. Termasuk kategori c Pasien dengan penyakit jantung berat, hipoksemia (keadaan kadar oksigen darah yang menurun) parah, gagal jantung kongestif, penyakit hati, usia lanjut, hipertensi, atau
16

hipertiroidisme

c. Antikolinergik Pada sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan kolinergik. Jika reseptor 2 dari sistem adrenergik terhambat maka sistem kolinergik akan mendominasi dan menyebabkan bronkokonstriksi. Stimulasi saraf parasimpatis menyebabkan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin pada reseptor muskarinik dari saraf-saraf kolinergik di otot polos bronkus akan mengaktivasi enzim guanilsiklase untuk mengubah GTP (Guanosin triphosphate) menjadi cGMP. Fosfodiesterasi kemudian memecah cGMP menjadi GMP. Peningkatan kadar cGMP akan meningkatan bronkokonstriksi (Dipiro, et al., 2008). Mekanisme kerja obat antikolinergik adalah menghambat aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik dengan memblok reseptor muskarinik di otot polos bronki. Aktivitas saraf adrenergik kemudian menjadi dominan sehingga menimbulkan efek bronkodilatasi. Obat-obat antikoninergik yang dapat digunakan antara lain ipratropium bromide dan tiotropium bromida (Dipiro, et al., 2008). Ipratropium bromida dan tiotropium bromida merupakan inhibitor kompetitif reseptor muskarinik; zat ini menghasilkan bronkodilatasi hanya pada bronkokonstriksi yang dimediasi kolinergik. Antikolinergik merupakan bronkodilator efektif tetapi tidak sekuat agonis 2 (Dipiro, et al., 2008). Ipratropium bromide Dosis dewasa Dosis anak Kontra indikasi Efek samping obat Interaksi 2 semprot 4 kali sehari Hipersensitifitas terhadap atropine atau derivatnya Gemetar pada otot skelet, berdebar, sakit kepala, pusing, gugup, mulut kering, iritasi tenggorokan, retensi urin. Efek ditingkatkan oleh -adrenergik lainnya, derivat xantin, antikolinergik, dan kortikosteroid. Aksi dikurangi oleh -bloker

Kehamilan Monitoring Perhatian

Kardiomiopati obstruktif hipertrofik, takhiaritmia, infark miokardial yang baru terjadi, diabetes melitus yang secara insufisiensi terkontrol, hipertiroidisme, kehamilan & menyusui.

17

Tiotropium bromide Dosis dewasa Dosis anak Kontra indikasi Efek samping obat Interaksi Kehamilan Monitoring Perhatian 2 semprotan 1x sehari Hipersensitifitas pada atropine atau derivatnya, seperti ipratrorium atau oksitropium Mulut kering, konstipasi, iritasi lokal dan batuk, takikardi, kesulitan berkemih dan retensi urin, reaksi hipersensitivitas. Obat antikolinergik Termasuk kategori c Tidak untuk terapi awal episode akut bronkospasme. Dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas mendadak. Glaukoma sudut sempit, hiperplasia prostat atau obstruksi leher kandung kemih. Gangguan ginjal sedang sampai dengan berat, hamil dan laktasi.

. C. MUKOLITIK DAN EKSPEKTORAN Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini menyebabkan peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya mukus sukar dikeluarkan secara alamiah, sehingga diperluan obat yang dapat memudahkan pengeluaran mukus. Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairan / eksudat infeksi. Mukolitik bekerja dengan dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekulmolekul yang lebih kecil sehingga menjadi lebih encer. Mukus yang encer akan medak dikeluarkan pada saat batuk, contoh mukolitik adalah asetilsistein. Asetilsistein (Carbosistein) Indikasi: bronkitis akut, batuk kronis atau akut, antidotum parasetamol. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap asetilsistein. Dosis: dosis awal 2,25 g per hari dalam dosis terbagi, kemudian 1,5 g per hari dalam dosis terbagi. Anak-anak (2-5 tahun): 62,5-125 mg 4x/hari, (5-12 tahun) : 250 mg 3x/hari. Efek samping: pendarahan gastro-intestinal (jarang terjadi), reaksi hipersensitivitas (ruam dan anafilakskis).

EKSPEKTORAN Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan mukus dalam bronkus sehingga mudah dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan
18

cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan. Guaifenesin Indikasi: membantu mengencerkan lendir Kontraindikasi: hipersensitif terhadap guaifenesin Dosis: anak-anak (6 bulan-2 tahun) : 25-50 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 300 mg/hari; anak-anak (2-5 tahun) : 50-100 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 600 mg/hari; anak-anak (611 tahun) : 100-200 mg tiap 4 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari; anak-anak 12 tahun dan dewasa : 200-400 mg tiap 4 jam, maksimal dosis 2,4 g/hari. Efek samping: sistem saraf pusat : pusing, kantuk, sakit kepala; dermatologi : ruam; metabolisme dan sistem endokrin : penurunan level uric acid; gastrointestinal : mual, muntah,nyeri perut 2. TERAPI NON-FARMAKOLOGI

1. Jika terjadi demam, baringkanlah pasien itu di atas tempat tidur di dalam ruangan yang agak hangat, dan menjaga suhu dalam kamar itu tetap setabil. 2. Pasien harus berhenti merokok. 3. Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah sangat sesak, biarlah dia menghirup uap air tiga kali sehari. 4. Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah kompres lembab di atas dada sepanjang malam sambil menjaga tubuhnya jangan sampai kedinginan. 5. Sekali sehari selama dua hari, rendamlah kakinya di dalam air panas sewaktu mengadakan pendemahan, Teruslah melakukan pengobatan ini sampai sipasien mengeluarkan kringat jangan sampai kedinginan. 6. Kalau tidak ada perubahan tertentu selama dua hari, mintalah nasehat dokter. Mungkin dia akan memberikan resep obat batuk atau obat antibiotika atau sulfa untuk mengatasi infeksi. 7. Kalau bronchitis itu timbul karena komplikasi penyakit lainmaka sangat pentinglah memangil dokter. 8. Istirahat yang cukup 9. Minum cukup banyak cairan dan perbaiki nutrisi 10. Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan latihan pernafasan sesuai yang diajarkan tenaga medis.
19

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2012 Anonim, 2010, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, http://staff.ui.ac.id/internal/140370729/material/Faal-PPOK.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2012 American Pharmacist Assosiaciation, 2009, Drug Information Handbook 18th. Ed, LexiComp Inc., North American, USA. British National Formulary Organization, 2009, British National Formulary 58, BMJ Group Tavistock Square, London WC1H 9JP, UK. Cunha, J.P., 2012, Bronchitis, www.emedicinehealth.com, diakses tanggal 17 Maret 2012 Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L. M., 2008, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th edition, McGrawHill, New York, pp. 139-167. Harms, R.W., 2011, Bronchitis, www.mayoclinic.com, diakses tanggal 17 Maret 2012 Knutson and Braun, 2002, http://Www.Aafp.Org/Afp/2002/0515/P2039.Html Ohio State University School Of Medicine And Public Health, Columbus, Ohio Am Fam Physician. 2002 May 15;65(10):2039-2045, diakses tanggal 17 Maret 2012 Rahmadani, R.Q., dan Marlina, R., 2011, Bronkitis Pada Anak, Akademi Kebidanan Sentral Padangsidimpuan, Sumatra Setiawati,L., Makmuri M. S., dan Asih, 2006, Bronkitis,

http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&file pdf=0&pdf=&html=07110-tlwx284.htm, diakses tanggal 17 Maret 2012 Sutoyo, K.D., 2008, Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal (Vicious Circle), http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan09/File%20dr.%20Titi%20JRI.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2012

20

Das könnte Ihnen auch gefallen