Sie sind auf Seite 1von 1

kitab

REPUBLIKA AHAD, 27 JUNI 2010

B9

Mujam Al-Buldan
Kamus Ensiklopedia Geografi
NAWAFITHNA.NET

Penulisan kitab ini didasari oleh ketidaktepatan penyebutan tempat dengan lokasi yang sesungguhnya oleh para penulis sebelumnya.

Gaza Versi Al-Hamawi

l-Hamawi mengatakan, Gaza terletak di arah Barat dan merupakan kawasan yang ada pada iklim keempat. Salah satu kota di ujung Syam dan bersebelahan dengan Mesir. Jarak antara Asqalan dan Gaza yaitu kurang lebih dua farsakh. Asal kata Gaza yaitu Ghazza yang berarti mengistimewakan seseorang dibanding yang lain. Gaza adalah kota yang melahirkan tokoh-tokoh terkemuka, antara lain imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris AlSyafii, pendiri mazhab Syafii. Dikisahkan, Syafii menyimpan kerinduan mendalam akan kampung halaman sampai-sampai dia menulis sebuah bait syair yang berbunyi: Dan sungguh aku merindukan

tanah Gaza meskipun aku sembunyikan setelah lama berpisah. Selain itu, juga tempat kelahiran Ibrahim bin Utsman Al-Asybahi Al-Ghazzi, seorang sastrawan dan Abu Abdullah Muhammad bin Amar bin Al-Jarrah AlGhazzi, murid Malik bin Anas. Di samping sebagai kota kelahiran para tokoh terkemuka, Gaza juga menjadi tempat pemakaman para tokoh yang mempunyai peran penting dalam sejarah, seperti Hasyim bin Abdu Manaf, kakek Rasulullah SAW yang meninggal di Gaza pada usia 25 tahun. Bahkan, keberadaan makam kakek Rasulullah tersebut menjadikan Kota Gaza juga akrab dikenal dengan Gaza Hasyim. cr1 ed: syahruddin e

llah menciptakan bumi sebagai tempat berpijak bagi para makhluknya. Tiap belahan bumi dihuni oleh penduduk dengan karakter yang berbeda-beda sesuai latar belakang alam dan kondisi lingkungan yang memengaruhinya. Fenomena tersebut merupakan nikmat sekaligus tantangan bagi manusia sebagai hamba Allah agar mereka mengambil pelajaran dan hikmah. Katakanlah: Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. (QS Al-Anam (6): 22) Seruan melihat dan merenungi penciptaan alam semesta mendorong kalangan cendekiawan Muslim melakukan penelitian dan observasi terhadap alam raya, termasuk mempelajari bumi sebagai tempat bernaung manusia. Tak terkecuali Yaqut Al-Hamawi, seorang intelektual Muslim yang memberikan sumbangsih berharga melalui karyanya yang sangat fenomenal bertajuk Mujam Al-Buldan. Karya monumental ini, diselesaikan AlHamawi pada 20 Safar 261 H. Al-Hamawi mengarang kitabnya dengan serius dan tujuan mulia. Sekalipun awalnya tak tebersit keinginan menuangkan pengetahuannya dalam sebuah karya, tetapi bagi Al-Hamawi menulis sebuah ensiklopedia wilayah adalah sebuah tuntutan dan kewajiban. Menurut dia, faktor yang melatarbelakangi penulisan Mujam AlBuldan, yaitu akurasi dan identifikasi tempat. Pada 615 H, tatkala sedang berada di majelis pengajian Syekh Fakhr Al-Din Abu Al-Mudhaffir Abd Al-Rahim, dia ditanya tentang Hubasyah, salah satu pasar masyarakat masa jahiliyah yang dikutip dalam hadis Nabi SAW.

Menurut dia, yang benar adalah Hubasyah bukan Habasyah. Karena, Hubasyah sesuai dengan makna aslinya yang berarti sekelompok masyakakat dari berbagai kabilah. Namun, pendapatnya tersebut dibantah oleh sebagian ahli hadis. Menurut mereka, kata yang tepat adalah Habasyah. Setelah melakukan riset dan pengecekan melalui berbagai literatur yang berkaitan, seperti kitab tentang gharaib al-hadits dan dialek bahasa, AlHamawi mendapati pendapat apa yang disampaikan tentang Hubasyah, sangat tepat. Berangkat dari kejadian ini, AlHamawi memandang perlu menulis sebuah kitab yang menguraikan dan memberikan informasi terkait suatu wilayah. Selain itu, Al-Hamawi mengatakan, salah satu faktor yang mendorong penulisan Kitab Mujam Al-Buldan lantaran kajian geografi dapat dipakai sebagai barometer untuk menilai kualitas sebuah karya sastra dan menambah bobot hasil sastra yang disajikan. Tak heran, jika Al-Hamawi dalam kitabnya yang lain, yaitu Mujam Al-Udaba, sangat jeli mengutip nama daerah di tiap bait syair dan asal-usul tokoh yang dia kupas. Dalam rangka menyempurnakan usahanya, Al-Hamawi tidak memulai dari nol, tetapi dia berpijak pada sejumlah kitab yang telah ditulis oleh ulama sebelumnya, antara lain karya Abu Said Al-Ashmai, Abu Al-Asyat Al-Kindi, Abu Said Al-Sairafi, dan Abu Ziyad AlKilabi. Selain merujuk kitab-kitab yang masih sejenis, Al-Hamawi juga menambahkan informasi berdasarkan pengalaman yang dia peroleh selama melakukan pengembaraan berkeliling dunia. Sistematika penulisan Kitab yang ditulis oleh Yaqut AlHamawi ini adalah karya tentang geografi

yang menyebutkan tentang suatu kawasan. Bahkan, sebetulnya Mujam AlBuldan lebih mendekati ensiklopedia yang tidak hanya mencakup nama sebuah negara, tetapi juga mengupas tentang nama gunung, lembah, danau, perkampungan, pusat perbelanjaan, laut, sungai, benteng, tokoh-tokoh terkemuka, dan berhala sebagai bagian peradaban masyarakat dunia di abad pertengahan kala itu. Karya besutan Al-Hamawi itu terbilang istemewa karena juga menguraikan hampir seluruh aspek yang terkait dengan suatu wilayah. Di antara aspek yang menjadi perhatian Al-Hamawi ketika membahas suatu wilayah adalah uraian tentang aspek arkeologi, etnografi, antropologi, ilmu alam, geografi, dan koordinat dari setiap tempat yang ia jelaskan dalam ensiklopedianya itu. Dan tak ketinggalan, dia menyebutkan nama daerah tersebut disertai dengan identifikasi, cara membacanya, lantas menginformasikan monumen dan bangunan megah di kota itu. Secara keseluruhan, total wilayah yang disebutkan dalam kitabnya tersebut berjumlah 12.952 tempat. Keseluruhan wilayah itu disusun berdasarkan sistematika urutan huruf hijaiyah sebanyak 28 huruf. Kemudian, AlHamawi menyusun lagi nama wilayah berdasarkan huruf hijaiyah kedua, ketiga, dan seterusnya. Sebagai contoh, nama wilayah yang disebutkan pertama kali oleh Al-Hamawi dalam pasal susunan huruf hamzah dan alif atau huruf berikutnya adalah Abar Al-Arab, Abaj, Abur, dan Abaskun yang diawali dengan huruf hamzah atau alif dan huruf kedua adalah ba. Menyusul kemudian wilayah-wilayah atau tempat yang memiliki komponen huruf terdekat, dalam hal ini Al-Hamawi menyebutkan nama Al-Ajam, sebuah istana yang terletak di Madinah dan

begitu seterusnya. Dan, Al-Hamawi menutup kitabnya ini dengan menguraikan sebuah sumber mata air bernama Yainu, yang oleh AlZamakhsyari disebut-sebut berada di lembah Hauratan, yang merupakan kawasan di bawah kuasa Bani Zaid AlMusawi dari keturanan Bani Hasan. Oleh sebagian orang, Yainu adalah nama sebuah lembah di antara dua bukit Dlahik dan Dluwaihik. Lima bahasan dasar Sebelum mengupas deretan nama wilayah tersebut secara panjang lebar, AlHamawi menguraikan bahasan penting yang berkaitan. Penjelasan pada bab pertama berkisar tentang bentuk bumi dan pendapat para ilmuwan klasik maupun kontemporer tentang karakter serta unsur bumi. Pada bab kedua, AlHamawi menguraikan masalah perbedaan pendapat tentang istilah iqlim dan penggunaannya. Sedangkan pada bab ketiga, Al-Hamawi menyebutkan lafal-lafal yang masyhur digunakan, seperti farsakh, mil, dan kaurah. Pada bab yang keempat, terdapat ulasan tentang pandangan hukum Islam seputar tanah dan negara yang ditaklukkan Islam berikut hukum upeti dan pajak. Sebagai contoh dan gambaran kupasan yang termaktub pada bab pertama, AlHamawi menjelaskan karakter, jarak, dan unsur bumi serta segala komponennya, baik berupa gunung, lautan, dan lainnya. Al-Hamawi mengutip ayat Al-Quran. Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan, gununggunung sebagai pasak? (QS Al-Naba [78]: 6-7). Berdasarkan ayat ini, para ilmuwan klasik berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpandangan bumi dihamparkan di empat arah utama, yaitu timur, barat, selatan, dan utara. Sebagian lain mengatakan, bentuk bumi bulat seperti meja makan, roda, genderang, dan terdapat juga pendapat menyatakan bentuk bumi setengah bulat seperti kubah masjid. Al-Hamawi mengisahkan pula perbedaan-perbedaan yang terjadi antara para ahli filsafat dan ahli kalam tentang karakter bumi. Misalnya, selisih pandang antara Aristoteles, Al-Hudzail, dan Hisyam ibn Al-Hakam. Akan tetapi, AlHamawi lebih cenderung pada pendapat yang mengutarakan posisi bumi berada di tengah-tengah langit, sekalipun pada dasarnya posisi tengah tersebut adalah di bawah dan bumi berputar mengelilingi matahari. Pendapat tersebut dinukilnya dari Muhammad bin Ahmad AlKhawarizmi. Selanjutnya pada bab kedua, AlHamawi menjelaskan tentang penggunaan kata iklim perbedaan pendapat tentang hakikat dan pembagian iqlim. Istilah iqlim oleh Abu Al-Fadl Al-Harawi dipakai untuk menyebut kawasan bagian bumi atau daratan yang dihuni oleh manusia. Sedangkan, Imam Al-Ashfahani mengatakan, bumi pada dasarnya berbentuk bulat yang dihuni hanya sebesar seperempat yang terbagi ke dalam dua kawasan, yaitu darat dan laut, seperempat ini kemudian terbagi tujuh bagian. Ketujuh bagian inilah yang lantas disebut iklim. Iklim digunakan untuk beragam definisi yang berbeda. Misalnya, iklim juga disebut sebuah wilayah yang meliputi desa dan, kota seperti Cina, Irak, Suriah, dan Mesir. Bagi ahli perbintangan, iqlim didefinisikan sebagai kesatuan wilayah yang mencakup seluruh bagian bumi dari arah timur, selatan, barat, dan utara yang jika dipecah akan menjadi tujuh wilayah dengan posisi, kondisi geografis, serta waktu dan cuaca yang berbeda-beda. cr1 ed: syahruddin e

Al-Hamawi, Sastrawan dan Pakar Geografi A


l-Hamawi dikenal sebagai ahli sastra dan penulis ensiklopedia. Mempunyai nama lengkap Syihab Al-Din Abu Abdullah Yaqut bin Abdullah Al-Hamawi Al-Rumi. Dilahirkan dengan darah asli Arab berasal dari Hamat, Suriah, pada 574 H/ 1178 M. Sedangkan, nisbat Al-Rumi karena semasa kecilnya dia pernah ditawan oleh bangsa Romawi saat mereka menggempur Hamat, dan suku Hamat tidak mampu menebus dia. Perjalanannya berkeliling negara bermula saat Askar bin Abi Nashr Al-Baghdadi, bapak angkatnya, mengajak Al-Hamawi dan

mengajarinya berdagang melintasi teluk Arab, Persia, Syam, Palestina, dan Mesir. Di sela-sela perjalanan itulah, Al-Hamawi mencatat penilaiannya terhadap wilayah, negara, masjid, istana, dan peninggalan bersejarah, baik berupa bangunan, hikayat, mitos, dan legenda yang berkembang di masyarakat setempat. Setelah menyelesaikan Kitab Al-Mujam dan menitipkan naskahnya kepada Ibn Al-Atsir, sahabatnya yang juga seorang sejarawan terkemuka pada 626 H/1229 M, Al-Hamawi meninggal dunia. cr1 ed: syahruddin e

Das könnte Ihnen auch gefallen