Sie sind auf Seite 1von 24

Psycological Well-being Lansia Dalam Menghadapi Masa Tua.

ABSTRACT Fahri, Muhammad.2012. Psychological Well-being Elderly in the face of Old Age. Advisor 1: Dra. Festa Yumpi. M.Si Advisor 2: Iin Ervina S.Psi. M.Si Keywords: Psychological Well-being, Elderly, Religiosity Individuals who have entered the age clearly want a feeling of comfort, in the face of the changes that occurred in the elderly include physical problems, economy, social, psychological when individuals face the old, feeling like comfort in old age is more to self-acceptance period under his parents, with sincere feelings and accept the situation. This study used a qualitative research design, the study subjects consists of three elderly individuals, that 68 to 75 years old, which is still active at age of being parents, the methods of data collection are by interviewing and observing . The analysis of the data in this study is using the technique of content analysis The research concludes that the influence of Psychological well-being is the extent to which elderly individuals prepare themselves during the pre elderly, and the second is led to feel of gratitude and surrender to Allah SWT, for elderly individuals who do not have time to prepare beforehand. Individual selfacceptance is needed for the elderly in old age individuals would face physical problems, economy, social, psychological, with gratitude and surrender to Allah SWT for a state that can not be met and will bring a sense of calm when undergoing the remnants of her life. The existence of aspects of religiosity and happiness will have a positive impact on the health of individuals so as to reduce and prevent stress response. Submission to Allah as well as individual selfacceptance is a measure that can increase the sense of personal significance. The emergence of the feeling of wanting meant for others it will be able to influence the formation of psychological well-being of the elderly in the face of old age.

Fahri, Muhammad.2012. Psycological Well-being Lansia Dalam Menghadapi Masa Tua. Pembimbing 1: Dra. Festa Yumpi. M.Si Pembimbing 2: Iin Ervina S.Psi. M.Si INTISARI Individu yang telah memasuki usia lanjut jelas menginginkan perasaan nyaman, dalam menghadapi perubahan yang terjadi dimasa usia lanjut antara lain permasalahan fisik, ekomomi, sosial, psikologis yang terjadi ketika individu menghadapi masa tua, perasaan ingin kenyamanan di usia lanjut lebih kepada penerimaan diri dalam kondisi masa tuanya, yaitu dengan perasaan ikhlas dan menerima keadaan tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif, dengan subjek penelitian terdiri dari tiga individu lanjut usia, berusia 68 sampai 75 tahun, yang tetap aktif diusia tuanya, metode pengambilan data dengan metode wawancara dan observasi. Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (content analisis). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa yang mempengaruhi Psycological well-being lanjut usia adalah seberapa jauh individu mempersiapkan diri pada saat pra lanjut usia, dan yang kedua memunculkan perasaan syukur dan pasrah kepada Allah SWT, bagi individu lanjut usia yang tidak sempat mempersiapkan diri sebelumnya. Penerimaan diri individu usia lanjut sangat dibutuhkan karena pada usia tua individu akan menghadapi permasalahan fisik, ekomomi, sosial, psikologis, dengan bersyukur dan pasrah kepada Allah SWT atas keadaan yang tidak dapat terpenuhi akan dapat memunculkan perasaan tenang ketika menjalani sisa-sisa kehidupannya. Adanya aspek religiusitas dan kebahagiaan akan memiliki dampak positif bagi kesehatan individu sehingga dapat mengurangi dan mencegah respon stress. Kepasrahan kepada Allah SWT serta penerimaan diri individu merupakan ukuran yang dapat meningkatkan rasa kebermaknaan pribadi. Munculnya perasaan ingin berarti bagi orang lain justru akan dapat mempengaruhi terbentuknya Psycological well-being para lanjut usia dalam menghadapi masa tuanya. Kata Kunci : Psycological Well-being, Lanjut Usia, Religiusitas Pengantar Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan atau juga bisa disebut sebagai akhir dari rentang hidup manusia. Laslett (Caselli dan Lopez,1996) menyatakan bahwa menjadi tua (aging) merupakan proses perubahan psikologis secara terus menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan usia lanjut (old age) adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut. 2

Menurut kriteria yang ditetapkan oleh WHO seseorang yang dikategorikan berusia lanjut apabila telah memasuki usia di atas 60 tahun. Pada masa ini individu mengalami proses menua (aging), proses tersebut merupakan proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Partini (2011), Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Australia, Swedia, dan beberapa negara Eropa lainnya yang angka harapan hidup penduduknya relative lebih tinggi dari pada negara-negara berkembang, menggunakan batasan usia 65 tahun sebagai batas terbawah untuk kelompok penduduk usia lanjut, agak berbeda dengan Asia, termasuk Indonesia yang menggunakan batasan usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut tentu tidak bisa dielakkan oleh siapapun khususnya bagi yang di karuniai umur panjang. Yang bisa di lakukan hanyalah menghambat proses menua agar tidak terlalu cepat, karena pada hakikatnya adalah disaat proses penuaan akan terjadi proses kemunduran atau penurunan. Tidak semua para lansia yang memiliki anak dapat hidup bersama dan mendapatkan perawatan dari keluarga terutama anak dan cucu pada saat lanjut usia, sebab ada beberapa faktor, yang membuat individu lanjut usia tidak mendapatkan perawatan dari keluarga seperti: tidak memiliki keturunan, punya keturunan tetapi telah meninggal lebih dulu, anak tidak mau direpotkan untuk mengurus

orang tua, anak terlalu sibuk dan sebagainya. Maka Panti Werda merupakan salah satu alternatif bagi para lanjut usia untuk mendapatkan perawatan dan pelayanan secara memadai, mengingat bahwa Panti Werdha adalah unit pelaksana teknis kegiatan pelayanan sosial kepada lansia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara layak melalui pemberian penampungan yaitu penempatan lansia di dalamnya, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin (Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial & Direktorat Bina Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2004)., akan tetapi hal ini tidak seratus persen akan diterima oleh para lanjut usia secara lapang, hidup di panti bukan merupakan pilihan terbaik, bahkan sebaliknya menjadi pilihan pahit yang kadang menyedihkan. Hal tersebut dapat di lihat berdasarkan hasil wawancara awal sebagai berikut : Awalnya tinggal dirumah sendiri campur sama saudara, tapi keponakannya saya jahat, setiap hari menangis-setiap hari menangis, semua yang saya kerjakan selalu salah, terkadang saya rindu sama anak saya, tapi anak saya tinggal di kalimantan hapenya tidak bisa dihubungi, kata orang-orang pindah, sebenarnya ingin besama keluarga tapi setelah di pikirpikir lagi lebih baik disini, dari pada di rumah nanti seperti itu lagi, kalau 3

anak saya tahu pasti tidak mengijinkan saya disini. (I, 09 April 2012) Pada umumnya para lanjut usia seringkali merasakan penempatan mereka di panti sebagai bentuk pengasingan dan pemisahan dari kasih sayang keluarga, terutama bagi lansia yang masih mempunyai anak dalam kondisi hidup berkecukupan. Hal tersebut dapat di lihat dari wawancara sebagai berikut: Saya hasil semua menyekolahkan anak-anak, ini kemarin saya telepon inget salah bagaimanapun saya ini orang tuamu bukan bapak barumu mudahmudahan kamu tergugah hatimu, terbuka hatimu hari raya mendatang tengoklah bapak baru kemari saya telepon, iya pak iya. Mudah mudah dalam hati saya ya! Mendoakan semoga banyak rezeki, selamat dan tengoklah bapak di hari raya, semoga terbuka tergugah hatinya. Belum pernah saya masuk sini hampir dua tahun, keluarga saya tidak ada yang ada yang datang anak-anak saya tidak ada yang datang, bayangkan saja jika saya pikirkan berat, tapi tidak saya pikirkan, saya membawa diri saya sendiri (Y,02 Mei 2012) Nilai moral dan agama yang mengharuskan anak berbakti pada kedua orang tua yang masih kuat mengakar pada masyarakat, sehingga menjadi beban tersendiri bagi para lanjut usia yang justru akan memunculkan perasaan negatif, perasaan kecewa, tidak dihargai, sedih, perasaan dendam, marah dan sebagainyasehingga perasaan tersebut

akan menimbulkan depresi, bahkan memunculkan tindakan - tindakan yang irasional. Penemuan kasus bunuh diri yang di lakukan Dokter AKBP (Pur) Sabaroedin, 71 Tahun, yang di temukan dalam posisi gantung diri di kamarnya besar dugaan kejadian tersebut adalah kesengajaan korban, karena sebelum kejadian korban dengan alasan kesehatan memulangkan para pembantu rumah tangga yang biasa membantunya dirumah. (Jawa Pos, 2012). Hal tersebut memberikan gambaran mengenai tindakan irasional yang terjadi dimasa usia lanjut, namun perasaan irasional itu dapat di hindari, yaitu dengan cara menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, sehingga dapat memunculkan perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi yang disebut dengan Psycological Well-being. Menurut Martin dan Poland (1980), penyesuaian diri merupakan proses mengatasi permasalahan lingkungan yang berkesinambungan. Santrock (1998) juga menyatakan bahwa untuk mencapai penyesuaian diri yang baik bagi lansia adalah dengan berusaha mencapai psychological well-being. Bradburn (dalam Santrock, 1998) mendefinisikan psychological wellbeing sebagai kebahagiaan dan penerimaan diri sendiri sehingga mendapatkan suatu kepuasan diri dengan apa yang dimiliki yang dapat diketahui melalui beberapa dimensi antara lain lingkungan, hubungan 4

positif dengan orang lain, tujuan hidup, serta penerimaan diri. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi fungsi psikologis yang positif seperti: penerimaan diri, mampu menjalin relasi sosial yang positif, memiliki tujuan hidup yang jelas, mengembangkan diri, penguasaan lingkungan dan otonomi. Hal tersebut di atas merupakan fonomena yang penting sehingga peneliti tertarik untuk mendalami dan mengungkap fenomena Psycologycal Well-being pada lansia dalam menghadapi masa tua. Tinjauan Pustaka A. Psychological Well-Being Carol D Ryff (dalam Keyes, 1995), yang merupakan penggagas teori Psychological Well-Being yang selanjutnya disingkat dengan PWB menjelaskan istilah psychological well-being sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal. Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar penakit fisik namun kesejahteraan psikologis terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis (psychologicallywell). Psychological well-being merupakan suatu konsep yang

berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya. Menurut Ryff (dalam Ryff 1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh fully-functioning person, pandangan Maslow tentang aktualisasi diri self actualization, pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. psychological well-being dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff, 1995) kebahagian hapiness merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Ryff menyebutkan bahwa psychological well-being terdiri dari enam dimensi, yaitu penerimaan terhadap diri sendiri, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup serta pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan. Selain itu, setiap dimensi dari psychological well-being menjelaskan tantangan yang berbeda yang harus 5

dihadapi individu untuk berusaha berfungsi positif Ryff (1995). Dapat disimpulkan bahwa Psychological Well-Being adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejalagejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya fungsi psikologis yang positif seperti penerimaan diri, relasi sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan otonomi. B. Teori Perkembangan Usia Lanjut 1. Teori Penyesuaian Diri Lansia Penyesuaian diri terhadap pekerjaan dan keluarga bagi orang usia lanjut adalah sulit karena hambatan ekonomis yang sekarang ini memainkan peran penting daripada masa sebelumnya. Walaupun ada bantuan keuangan dari pemerintah dalam bentuk jaminan kesehatan, jaminan sosial, dan pembagian keuntungan secara bertahap yang diperoleh dari dana pensiun, dan dari perusahaan, mereka kadang-kadang tidak sanggup mengatasi berbagai problem yang mereka hadapi Hurlock (1992). C. Masalah Yang Di Hadapi Usia Lanjut Masalah yang pada umumnya dihadapi oleh usia lanjut dapat dikelompokkan ke dalam (1) masalah Ekonomi, (2) masalah Sosial budaya,

(3) masalah Kesehatan masalah Psikologis. 1) Masalah Ekonomi

dan

(4)

Usia lanjut di tandai dengan menurunnya produktivitas kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Hal ini berakibat pada menurunnya pendapatan yang kemudian terkait dengan pemenuhan hidup sehari-hari, seperti sandang pangan, papan, kesehatan, rekreasi dan kebutuhan sosial. 2) Masalah Sosial. Memasuki masa tua di tandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun. Disamping itu kecenderungan meluasnya keluarga inti atau keluarga batih (nucleus family) dari pada keluarga luas (extended family) juga akan mengurangi kontak sosial usia lanjut. 3) Masalah Psikologis Masalah psikologis yang dihadapi usia lanjut pada umumnya meliputi : Kesepian, terasing dari lingkungan, ketidak berdayaan, perasaan tidak berguna, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran, terutama bagi usia lanjut yang miskin, post power syndrome dan sebagainya.

1. Pengertian Religiusitas 6

Kata religi berasal dari bahasa latin religio yang akar katanya adalah religere yang berarti mengikat. Religiusitas juga dapat dikatakan sebagai kesadaran akan hidup yang lebih baik berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung didalam ajaran agamanya. Sitanggang (2003), menyatakan bahwa manusia religius adalah manusia yang mempunyai hati nurani serius, taat, saleh dan teliti menurut norma atau ajaran agama Islam. Hasil Laporan Pelaksanaan. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 02 Mei 2012 sampai dengan tanggal 25 Juli 2012dengan proses pengambilan data sebagai berikut : Tabel 2. Intensitas Pertemuan Dengan Subjek

optimal dalam mempersiapkan diri menghadapi masa tua. c. Subjek 3 adalah lansia yang memiliki perencanaan yang matang untuk menghadapi masa tua. Penelitian ini membahas mengenai Psychological Well-being lansia dalam menghadapi masa tua. Berdasarkan metode-metode yang telah dilakukan, telah didapatkan beberapa temuan-temuan penelitian dan dijelaskan dalam beberapa tema penting yang muncul. Adapun tematema yang muncul adalah : 1. Penerimaan Diri (SelfAcceptance) Dalam penelitian ini tema penerimaan diri ini muncul sebagai bentuk sikap positif individu serta sebagai bentuk kemampuan untuk mengatasi respon-respon stress berkaitan dengan pengaruh fisik dan lingkungan sekitar, menjadi tua merupakan hal yang wajar dalam kehidupan manusia, maka dengan begitu tidak dapat dipungkiri bahwa semua makhluk akan mengalami penuaan atau menjadi tua, sehingga dengan adanya proses menerima keadaan diri merupakan awal dari tercapainya kualitas hidup di masa tua. Perlunya pertimbangan dalam menghadapi masa pensiun, dengan penerimaan terhadap sesuatu yang akan terjadi pada masa tua akan menjadi pondasi dalam terbentuknya penerimaan diri para usia lanjut. Perubahan yang terjadi di masa usia lanjut akan semakin telihat seiring 7

Peneliti membagi subjek penelitian dalam tiga kategori yaitu: a. Subjek 1 sebagai Lansia yang tidak memiliki perencanaan menghadapi masa tua sehingga harus tinggal di Panti Werda. b. Subjek 2 memiliki kualitas hidup yang lebih baik namun kurang

dengan bertambahnya usia, sehingga akan memunculkan keterbatasan ruang gerak dari para usia lanjut, keinginan menjaga yang berlebihan dari keluarga dan anak-anak justru menjadi hambatan bagi para usia lanjut untuk beraktifitas dengan nyaman.
Ada yang masih potensial ada yang non potensial, yang potensial itu yang sek waras, masih bisa kerja, kadang-kadang masih bisa bantu keluarganya, kalau punya usaha buat apa misalnya buat kue, di jual bisa buat sangu cucunya! Atau bisa bantu-bantu misalnya nyapu-nyapu atau apa! (Subjek3.2.22/07/2012)

Hal itu dikuatkan dari peryataan subjek yang mengatakan dengan adanya pembatasan kegiatan yang diperkenankan untuk individu yang memasuki masa tua justru perlu di pertimbangkan lagi karena pada dasarnya para usia lanjut mengerti mana-mana saja hal yang masih mampu dikerjakan dan apa yang tidak mampu dikerjakan. Sehingga akan lebih tepat jika mengijinkan para usia lanjut untuk beraktifitas. Karena walaupun individu usia lanjut secara usia sudah tua, namun masih memiliki semangat, keinginan bahkan ambisi untuk berbuat sesuatu seperti yang yang dinyatakan oleh salah satu subjek;
lah ini..ini.. sangking sayangnya emane, sayangnya! Anaknya cucunya kumpul ya! Ndak boleh kerja! Ini malah ini, kan orang tua itu! Ya orang sama punya semangat, punya keinginan,ambisi walau kecil-kecil ya pingin nyambut gawe!(Subjek3.2.22/07/2012).

a. Permasalahan Fisik Munculnya permasalahan mengenai keadaan fisik akan dialami

oleh individu usia lanjut karena keadaan tersebut merupakan sebuah proses alamiah yang ditandai dengan perubahan dalam siklus kehidupan, diawali dengan proses kelahiran, kemudian semakin dewasa, selanjutnya semakin tua kemudian menderita berbagai penyakit dan akhirnya meninggal dunia (Partini 2011) Pernyataan subjek mengenai keadaan fisik memasuki masa tua, subjek mengatakan bahwa ketika memasuki masa tua masalah fisik merupakan merupakan masalah yang pasti terjadi : Memasuki masa usia lanjut penurunan fisik sangat dirasakan, namun dengan adanya pandangan positif dalam memaknai hal tersebut akan dapat menentukan kesejahteraannya. Kenyataannya bahwa dengan bertambahnya usia akan dapat mempengaruhi keberfungsian organ tubuh sepertinya dapat dibenarkan seperti yang dialami subjek dalam penelitian ini yang tiba-tiba mengalami sakit ketika mengonsumsi makanan tertentu, yang pada usia sebelumnya tidak subjek alami, sehingga wajar apabila di usia tua subjek merasakan adanya permasalahan berkaitan dengan fisiknya. Hal itu senada dengan pernyataan Samino (dalam Partini 2011) proses menua didefinisikan sebagai akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisologis organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu dan seiring meningkatkan kemungkinan terserang penyakit atau kematian. Anggapan 8

masa tua sebagai masa ketidak berdayaan secara fisik merupakan anggapan yang justru akan memperburuk kualitas hidup para usia lanjut. pada dasarnya masa tua itu sendiri merupakan masa mempertahankan kehidupan agar tetap sehat terjaga, terhindar dari penyakit, sehingga tidak menyulitkan orang lain. b. Permasalahan Ekonomi Pada usia lanjut lansia akan memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Hal itu ditandai dengan menurunnya pendapatan yang kemudian terkait dengan pemenuhan hidup sehari-hari, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, rekreasi dan kebutuhan sosial. Pada sebagian para usia lanjut karena kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk produktif lagi, penghasilannya berkurang bahkan tidak mempunyai penghasilan sama sekali. Pernyataan subjek mengatakan bahwa terjadi penurunan penghasilan yang subjek alami ketika memasuki masa usia pensiun, seperti hilangnya insentif yang itu dapat mengurangi penghasilan yang subjek dapatkan. Penghasilan usia lanjut yang hanya mengandalkan dari gaji pensiun akan dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan lain selain kebutuhan pokok. Hal tersebut akan berbeda apabila para usia lanjut memiliki penghasilan yang mencukupi, atau para usia lanjut yang memiki perencanaan keuangan, seperti yang direncanakan oleh salah satu

subjek dalam penelitan ini dengan kebiasaannya mengatur pengeluaran bulanannya dan membaginya sesuai kebutuhan. Berbeda lagi pada subjek yang kurang merencanakan atau sudah merencanakan tetapi tidak berhasil menyebabkan mereka harus tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Para lanjut usia yang tidak berpenghasilan ataupun berpenghasilan tetapi tidak dapat memenuhi bekutuhannya, akan menghadapi masalah besar dimasa tuanya. Seperti yang dialami oleh subjek penelitian ini yang mengalami penurunan penghasilan, dan penghasilan tersebut tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sewaktuwaktu dan mendadak. Hal ini sejalan dengan saran yang diberikan pakar keuangan bagi individu yang telah memasuki masa pra-usia lanjut untuk mempersiapkan diri dengan menciptakan passive income atau penghasilan yang diperoleh secara pasif, seperti memiliki rumah yang disewakan, memiliki saham, memiliki tabungan deposito, memiliki usaha yang dijalankan orang lain yang semuanya itu dapat memberikan pendapatan/penghasilan tanpa harus bekerja lagi. Partini (2011). Bagi subjek yang memiliki perencanaan sebelum pensiun, tidak terlalu merasakan masalah dalam kondisi keuangannya, karena dengan mempersiapkan passive income yang subjek miliki di masa usia lanjut dapat menjadi penopang ekonomi subjek tanpa harus bekerja. 9

Seperti memilki Kamar kost, adanya kartu asuransi dapat mengatasi pesoalan yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Ketika subjek memasuki masa usia lanjut subjek tidak merasa terbebani dan dapat memenuhi kebutuhan lain seperti halnya rekreasi dan kebutuhan sosial lainnya. Pada dasarnya manusia selalu ingin yang terbaik, ingin berkembang mengoptimalkan diri, bagaimana dengan lansia yang tidak mepersiapkan passive income atau penghasilan yang diperoleh secara pasif. Tentu akan mengalami permasalahan dalam menyambung kehidupannya. Yang pertama dengan mensyukuri nikmat yang telah diberikan Tuhan, dan tidak memaksakan diluar kemampuan diri. Supanjar (dalam Partini 2011) bahwa orang Jawa memiliki pandangan hidup yang: enpan papan, kala mangsa, (tahu waktu) duga praduga, agak tangguh, adanya kesesuaian antara lambe lan ati kesesuaian antara kata dan perbuatan yang kesemuanya itu secara kualitatif telah dijunjung tinggi (bawa laksana). Misalnya : orang Jawa mampu nalar (berfikir analitis) bahwa hidup itu betapapun juga kekurangan yang ada di dalamnya, harus kita terima dengan penuh rasa syukur dengan kata lain nrimo ing pandhum merupakan salah satu kuncinya, sehingga dengan pandangan ini orang Jawa tidak menuntut yang bukan-bukan yang menyebabkan orang selalu tegang. Untuk mengatasi hal tersebut maka keberadaan Panti Werda sangat dibutuhkan karena dengan adanya lembaga tersebut para

orang tua yang tidak memiliki anak, punya anak tetapi tidak mau direpotkan, dapat terbantu untuk memenuhi kebutuhannya, namun pada kenyataannya jumlah jaminan sosial dari pemerintah masih terbatas sehingga masih banyak yang belum terjamah dan belum mampu memenuhi bebutuhan para usia lanjut. Keberadaan lembaga kesejahteraan sosial usia lanjut ini, kiranya dapat direspon positif oleh subjek yang tidak memiliki perencanaan ekonomi, atau mengalami masalah yang tidak baik dengan saudara dan anak-anaknya ketika di usia tua. c. Permasalahan Sosial Memasuki masa tua ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun disamping itu tatanan sosial masyarakat kini mengarah kepada tatanan masyarakat yang indi vidualistik (Partini 2011) tetapi pada kenyataannya masih ada individu usia lanjut yang tetap berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan sosialnya, sejalan dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Seperti keterangan subjek yang memiliki aktifitas kelompok kemasyarakatan setelah pensiun, sehingga dapat mengurangi perasaan terkucilkan dari lingkungan.

10

Cara yang dilakukan tersebut seperti membentuk kelompokkelompok Karang Werdha, perkumpulan pensiunan adalah untuk menciptakan kontak sosial yang merupakan kebutuhan para usia lanjut. Bagi subjek yang tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Usia lanjut juga memiliki cara tersendiri untuk tetap menunjukkan keberadaannya dengan membagi keterampilannya kepada teman-temannya dan bercanda bersama-sama. Perasaan senang dengan berkegiatan di usia tua dapat mengurangi pikiran-pikiran irasional. Subjek menghabiskan hari-harinya untuk sekedar berjumpa dan berbincang dengan rekan-rekannya, karena subjek beranggapan bahwa dengan cara berjumpa dengan rekanrekannya akan memunculkan perasaan senang. Subjek berusaha untuk tetap menjalin hubungan dengan rekanrekannya, bahkan berekreasi bersama untuk menyenangkan diri di masa tuanya. Hal itu sejalan dengan pernyataan Ancok (1993) yang menyatakan bahwa upaya menghimpun kelompok usia lanjut dalam wadah kegiatan, memungkinkan mereka berbagi rasa dan menikmati hidup. d. Masalah Psikologis 1. Kesepian (Loneliness) Kesepian adalah perasaan terasing, tersisihkan terpencil dari orang lain.

Kesepian yang dialami seseorang adalah gejala umum, namun kesepian yang dialami oleh para usia lanjut lebih terkait kontak sosial atau berkurangnya kontak sosial baik anggota keluarga atau masyarakat akibat terputusnya hubungan kerja. Hal terlihat dengan pernyataan subjek 1 yang mengaku menjalani kehidupan masa tua tanpa anakanak dirasakan sangat berat, yang akhirnya mengharuskan subjek berada di Panti Werdha saat ini, ditambah lagi anaknya sampai saat ini belum pernah menjenguk atau sekedar menghubungi subjek saja belum pernah khususnya anak perempuannya.
Trus saya mungkin ada yang ndak disenangi oleh anak-anak mengurangi.. mengurangi keharmonisan ya! karena kawin dua, tapi sebelumnya itu bukan terus kawin dua enggak! Ada masalah sesuatu yang tidak cocok bagi pribadi saya! (Subjek 1.2.12/07/2012)

Namun apabila individu usia lanjut dapat mengatasi permasalahan tersebut dengan kegiatan maka rasa kesepian tidak akan terlalu dirasakan sehingga akan dapat mengatasi rasa kesepian tersebut dengan baik, yaitu dengan cara mencari kegiatan-kegiatan seperti pembuatan kerajinan, memasak dan mengundang orang lain, menerapkan hobi, dan lain-lain.

11

sepi maksudnya itu ya! Iya ndak juga alhamdulilah. Disini ada anak kost disini kebetulan kosong! Anak kost PJKA kapan hari itu ada empat! Kalau ada kelebihan kue diberi jadi kalau anak kost disini mesti senangnya! Sering-sering kan dapat berkat! Kan tidak termakan semua! Pokoknya yang saya tidak bisa makan bangsanya ketan lemper! Itu tak taruk di anak-anak sana! Saya paling ambil nogo sarinya! (Subjek 3.1.17/07/2012)

Merasakan keraguan ketika subjek meninggal nanti, apakah ada yang mengakui subjek sebagai keluarga.
Saya itu menderita batin Tapi saya punya cara lain untuk menghapus penderitaan saya! Yaitu dengan cara lain cari kesibukan! Ndak mikiri itu percuma merusak badan. Alhamdulillah! Tidak ada keluhan apa! Pasrah! Saja! Yaitu ada hubungan dengan terserah apa adanya! Kalau saya pikirkan secara mendalam terpukul Bapak! Menangis! Terbukti dengan kesabaran dan ketabahan Alhamdulillah disehatkan lah ! Yang utama itu! Walaupun di sini terjamin, kalau pikiran selalu anu! Akhirnya fisiknya menurun. Mungkin pikiran saya tidak ngelambyar mungkin ya stress! Saya punya jalan untuk membawa dirinya sendiri! iya sudah jelas itu! Akhirnya hubungannya kedinasan. Masalah keluarga anak saya perwira kalau bisa rusak jabatannya, iya kalau yang perempuan terima kalau ndak terima nambah dendam ini ceritanya! Jadi begitulah korban untuk anak! Biar saya begini ndak pa-pa! Saya sudah bersyukur saja! Kalau jamannya nabi, bersyukur saja! Sedang pada jamannya nabi saja 63 tahun Cuma yang saya sesalkan anak saya belum sempat melihat saya! Karena pada saat saya nanti dipanggil, saya itu dikuburkan dimana? sesuai dengan hati saya! Kuburkan saya disebelahnya atau dilokasi yang sama atau disebelahnya makam Bapak saya hal ini sudah saya katakan pada pak RW! Jadi saya diterima sepenuhnya! Biar bisa diumumkan. Sini sudah siap anu! Ambulan, kan ada Hp sewaktu-waktu bisa ngasih keputusan. Saya anu ya! Supaya tidak merepotkan. Itu saja! Dan diumumkan di masjid biar ada yang datang sudah itu saja! Sudah kesana kalau anak saya itu datang! Biar di situ saja! Inikan sama saja dengan amanah!

Cara untuk menghilangkan perasaan sepi adalah dengan kegiatan yang menghasilkan interaksi dengan orang lain.
kadang-kadang saya buat makanan, sapa tak undang-tak undang! Kalau makan bersama kan enak! Kan sepi Cuma dua orang ini (Subjek 3.1.17/07/2012)

2. Keberfungsian Penuh (Fully functioning) Meyakini bahwa tujuan kehidupannya adalah bersyukur kepada Allah SWT dengan keberadaannya di UPT-Kesejahteraan Sosial Usia lanjut Kabupaten Jember, karena masih banyak para lansia yang lain masih harus mengadu nasib tanpa kepastian diluar Panti untuk melanjutkan kehidupannya. Merasa senang dan bangga ketika melihat anak-anaknya berhasil termasuk orang orang yang dulu pernah dibantunya kini telah berhasil. Serta berharap dapat menjalani kehidupannya dengan penuh kepasrahan diusia subjek yang semakin menua, dan ingin melanjutkan sisa kehidupannya tanpa harus memikirkan masalah yang dihadapi hingga berlarut-larut.

12

Subjek menginginkan kejelasan pada saat subjek meninggal nanti, dapat diakui sebagai warga ditempat asalnya, perasaan subjek sekarang seperti terlantar atau tidak memiliki kejelasan dalam struktur keluarga. Subyek menginginkan pemakaman didekat tempat makam orang tuanya dengan harapan dapat diakui sebagai keluarga dan memiliki status keluarga yang jelas. Sedangkan subjek 2 memiliki tujuan hidup untuk senantiasa mengembangkan diri dan ingin selalu berpikir optimis, lebih menyesuaikan dengan keadaan serta tidak menyesali apa yang ada di masa lalu agar tidak membebani pikiran di usia sekarang.
ya sebagai manusia kita itu harus optimis! Bahwa nantinya ini upaya yang saya lakukan ini bisa tercapai itu! Gitu aja! Yang jelas kalau dengan masa muda, eh.. masa anak, masa remaja, masa dewasa, terus masa tua itu kan lain, lagi pula kita jangan terlalu anu, jangan terlalu anu! Di pikirkan contoh saya saya lihat anak muda sekarang! Bisa beli sepeda motor anu! Jaman saya dulu kok tidak bisa jangan terpikirkan dulu! Jadi saya tetap pada komitmentnya! Saya ingin hidup! Sehat sejahtera, dan tetap kita beribadah pada Allah.. jadi tidak usah macem-macem ya menyesuaikan dengan lingkungan yang ada! Dengan kondisi diri ya ada! Jangan terlalu berangan angan yang terlalu mulukmuluk!( Subjek 2.2.19/07/2012)

Subjek 3 memiliki tujuan hidup untuk berbagi kebahagiaan dengan individu seusia agar dapat ikut berbahagia menikmati masa usia lanjut dengan penuh perasaan senang, menyenangkan diri sendiri dengan kegiatan-kegiatan dan mendoakan anak-anak yang terbaik, mencapai kebahagiaan dialam Akhirat.
Nah sekarang tinggal menyenangkan diri! Menyenangkan orangorang sekitar. Menyenangkan orang-orang tua, kan menyenangkan jika ada arisan, ada simpan pinjam, ada hiburan dengan kumpulkumpul kita, senam ada. ( Subjek3.2.17/07/2012) Di kehidupan kedua itu ditempatkan di tempat yang diridhoi Allah, itu harapannya! Tapi harapan duniawi mungkin ya anak! Kalau doanya itu di beri pengampunan. Mudah-mudahan dosa yang sengaja maupun yang tidak diberi pengampunan. Ditunjukkan kejalan yang diridhoi, keluarganya begitu rizkinya dilancarkan, itu harapan untuk anak-anak! Karena kalau saya gini rezeki ini untuk amalamal yang diridhoi Allah, ndak lupa dengan orang lain juga!(Subjek 3.2.22/07/2012)

1. Keyakinan Pribadi Dan Religiusitas Keyakinan dan upaya dapat dilakukan demi mencapai kebahagiaan batiniah yaitu membuat keadaan itu bukan sebagai masalah tetapi merupakan rangkaian dari perjalanan kehidupan. Permasalahan fisik akan terjadi pada usia lanjut sehingga perlu diperhatikan agar tidak memaksakan diri. Beraktifitas dengan cara mengatur pola kegiatan yang disesuaikan dengan keadaan fisik, tetap berusaha mencari cara untuk 13

Subjek 3 mengatakan Jangan sampai tidak punya harapan, sudah tuapun kita harus mempunyai harapan, ya supaya sehat! di masa usia lanjut seseorang diharuskan untuk memiliki harapan agar dapat menjalani kehidupan ini lebih terarah.

mengurangi penyakit dan tetap dapat beraktifitas seperti biasa.


Tetap.. walau sudah tua tetep, tapi kita harus menyadari, dengan fisik yang demikian itu jangan terlalu apa ya? Terlalu berat gitu, apabila bekerja yang terlalu berat akibatnya ya! Kembalinya pada kita sendiri jadi sesuai kemampuannya itu, kemampuan diri sendiri, kemampuan saya. (Subjek 2.1.04/07/2012)

Keyakinan inidividu usia lanjut atas penerimaan diri yang dialami merupakan salah satu cara penyelesaian dalam mengatasi permasalahan diusia lanjut dengan cara meyakini kegiatan-kegiatan yang akan mempengaruhi kesehatan ketika memasuki usia lanjut. Menyadari penurunan fisik dimasa usia lanjut, dengan cara meyakini akan pentingnya aktifitas dalam usia lanjut dapat mendorong usia lanjut untuk tetap beraktifitas. Meyakini akan pentingnya perasaan senang akan mempengaruhi kesehatan para usia lanjut, akan memunculkan usaha para usia lanjut untuk melakukan aktivitas yang disenanginya agar dapat mengatasi keadaan kesehatan yang semakin menurun pada usia lanjut. Keadaan yang memunculkan perasaan senang akan selalu dipertahankan agar senantiasa mendapatkan kebahagiaan dalam mejalani kehidupannya. Keyakinan religiusitas adalah hubungan keyakinan antara manusia dengan sang Pencipta.

Keyakinan itu timbul apabila individu meyakini adanya kekuatan lain yang mempengaruhi kehidupan individu selain usaha dari individu itu sendiri. Pada usia tua pemasalahan akan senantiasa muncul dan keadaan itu akan menjadi persoalan yang tidak menyenangkan bagi para usia lanjut, seperti penurunan fisik, keadaan ekomomi dan keadaan sosial, namun dengan menyerahkan diri pada sang pencipta dan perasaan pasrah serta bersyukur kepada Tuhan akan meningkatkan perasaan tenang dan nyaman dalam menjalani kehidupan di usia tua. Menerima keadaan yang terjadi sebagai sebuah kenikmatan yang harus disyukuri dengan cara beribadah kepada Allah SWT adalah cara yang dilakukan subjek untuk menerima keadaan keterbatasannya di usia lanjut. Senantiasa berharap untuk menjadi pribadi lebih baik dengan meningkatkan ibadah dan berdoa serta bermanfaat bagi orang lain dan anak-anak tanpa menyesali keadaan yang telah terjadi
ya ndak ada, hanya ingin anakanak itu bahagia! Ndak ada kepingin opo itu ndak ada! Cuma anak-anak doanya semoga selalu bahagia! Rukun. Kerjaannya bisa meningkat! Kalau saya sendiri berdua minta kesehatan, biar bisa melihat cucu! Kalau masih sehat kan bisa jalan-jalan. (Subjek 3.1.17/07/2012)

14

Bentuk dari ketidak berfungsian penuh apabila para usia lanjut mengalami perasaan-perasaan ketidak bermaknaan dan perasaan irasional seperti pernyataan salah satu subjek dalam penelitian ini antara lain: 2. Perasaan Ketidakberdayaan / Tidak Berguna Subjek 1 merasa dirinya tidak berguna karena saat ini Subjek 1 tidak memiliki pensiun, hubungan keluarganya berantakan anaknya tidak mau menemui subjek hingga sekarang:
bagaimana untuk menceritakannya, karena yang utama itu adalah penuh pasrah itu apa, jadi tanggung jawab kepada diri saya sendiri itu bagaimana ya? Sepertinya tidak terpikirkan, seperti muluk-muluklah percuma, mungkin karena umur ya, hanya kepasrahan dan syukur, mau apa orang saya boleh dikatakan bau tanah (Subjek1.1.13/06/2012).

a. Keterlantaran

Subjek 1 merasakan perasaan ditelantarkan ketika tinggal bersama menantunya di Palu, subjek 1 merasa tidak diperhatikan meskipun secara fasilitas sudah terpenuhi namun perhatian dari anak, jauh lebih bermakna dari pada fasilitas yang terpenuhi. Kebutuhan akan perhatian dari anak-anak dan saudara terdekat merupakan sebuah kebutuhan para usia lanjut dalam menjalani kehidupan dalam masa tuanya.
Memang tersiksalah! Masak tinggal ngecok saja pakai magic jar itu! tapi ikannya di toko cuma ada telor, mie selama dua

tahun itu banyak lika liku dalam perasaan. Ada yang ngomong kanan kiri itu! barusan ada anak mantunya lewat sini pak! Saya ndak tahu ya! Orang yang cerita! Kok nggak singgah yo! Hanya dalam hati saja. ada yang ngomong barusan lewat sini itu orang lain yang bicara! Itu ada penyesalan dalam hati saya. Kok sampai hati begini lo! Trus pada saat saya mengharapkan. Saya kan susah ya! Kalau mau makan ada kok tinggal ambil tinggal anu kok! cuman itu itu tok ya telor! Mie telor mie! Kan pelayanan itu ndak ada ya! Jadi menderita batin saya itu! bukan pekerjaan pekerjaan sudah jelas repot! Orang tempat strategis melayani orang foto copy! Melayani orang lain-lain. Kelihatannya ndak susah, semuanya terpenuhi! Seperti bos! Saya ndak pernah pakai kumuh! Orang terpenuhi semuanya serba mesin. Tapi tersiksa saya itu jadi saya menderita batin. di tambah lagi anak saya datang! Saya tahu. Ndak tahu sendiri tapi tahu dari omongan, kenapa tidak melihat saya? Akhirnya berat saya di situ akhirnya saya timbul perasaan ndak kerasan. Saya kok di perlakukan seperti kacung sepertinya! Ndak punya gaji! Karena orang tua di percayakan! Percaya gitu lo! Ndak punya gaji itu ndak ada! Namanya orang tua terhadap anak ndak ada gaji (Subjek1.2.12/07/2012)

Subjek 1 memutuskan untuk pergi karena keadaan tersebut pada dasarnya manusia akan menghindari keadaan yang tidak menyenangkan selama individu tersebut masih memiliki daya.

15

3. Otonomi (Autonomy) Ketiga subjek menunjukan kemampuan kemandiran dan kemampuan untuk menentukan sendiri dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku, seperti halnya tidak terlalu terganggu dengan kondisi fisik di masa tua, menurut pengakuan salah satu subjek yang merasa tidak mengalami keluhan fisik yang serius sehingga subjek masih mampu untuk tetap aktif diusia tuanya.
Iya saya ini tidak mau diam orangnya, tapi bukannya saya waktu itu buang-buang waktu begitu saja, dari pada begini lebih baik saya cuci pakaian, sepertinya begitu, kecuali saya memang kurang sehat kalau saya kurang sehat, saya langsung saja tiduran. (Subjek 1.1.13/06/2012)

dibandingkan yang sudah dibiasakan. Pikun atau gejala lupa pada usia tua pasti akan terjadi sehingga sering digambarkan seseorang yang pelupa, bila suatu ketika orang mengalami gejala tidak mampu mengingat itu merupakan hal wajar karena pada usia berapapun akan mengalaminya , gejala gejala lupa ini semakin terlihat pada usia lanjut. Kebiasaan seperti menulis, menghitung, membaca buku, dapat mengurangi kepikunan itu seperti pengakuan subjek 3.
Ya ojok gampang stress, ojok ngrasani orang! Ojok membicarakan orang lain. Trus masih senang hitung-hitung ya itu ibu punya kebiasaan mencatet itu tadi untungnya jadi masih sering mengitung, dan harus sering menulis senang membaca (Subjek 3.2.22/07/2012)

Subjek 3 keluhan fisik tidak terlalu terasa karena pola hidup dan kebiasaan subjek 3 dapat mengurangi gejala-gejala gangguan fisik ketika memasuki masa usia lanjut. Seperti dengan senam, jalan dan mengkonsumsi obat herbal.
endak.. alhamdulillah saya tidak pernah! Tiap pagi soalnya senam mas! Saya! Saya senam sendiri, senam sendiri maksudnya senam sendi, senam ini, senam itu senam yang ringan ringan, jalan begitu! (Subjek 3.1.13/06/2012) Saya mau ngomong ini takut nanti habis ngomong malah sakit! Saya ini tidak pernah kena asam urat! Ya senam itu wes! Aku percaya sama minum sirup pace! (Subjek 3.2.22/07/2012)

Mengatur pola makan yang sehat juga merupakan upaya mensejahterakan pribadi pada usia lanjut karena jika tidak dibiasakan sejak awal akan lebih sulit

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain, tetapi ketergantungan kepada orang lain merupakan beban yang berat bagi para lansia, utamanya bagi individu usia lanjut yang masih bisa melakukan aktivitas. Subjek 3 Selama subjek masih dapat beratifitas subjek akan tetap tidak ingin tergantung. Bergantung pada orang lain merupakan beban, seperti contohnya rumah, individu usia lanjut jauh lebih senang jika tinggal dirumah sendiri dibandingkan tinggal dirumah anak maupun menantu. Individu usia lanjut akan merasa bebas untuk melakukan segala kegiatan apabila berada di rumah sendiri.

16

Selama masih sehat lebih enak tinggal di rumah, kenapa? Karena di rumah sendiri itu mungkin karena ada nostalgia, merasa bagaimana membuat rumah ini, karena kegiatannya sehari-hari sampai pojok-pojoknya hafal. Jadi senang! Ada saudara saya itu dia sudah pensiun suaminya sudah meninggal, rumahnya balik papan sek terus! Ya ndak seneng! Itu tinggal sendiri kalau saya ada suami, pagi-pagi saya telfon, kok ndak di angkat ? jalan-jalan, kalau jenuh jalan. Sendiri jen sendiri! Tapi sek seneng dek omahe dewe! Banyak ya orang seperti itu! tapi kalau sudah ndak sehat ya saya sendiri kalau di rumah sendiri iya ya harus! Enak atau tidak apa kata anaknya jadi pada umumnya begitu! (Subjek.3.2.22/07/2012).

Terus begitu sekolah lanjut-lanjut punya gajian juga begitu langsung terperinci, jadi kalau dapat gajian itu sudah terperinci untuk arisan, untuk ini untuk dana sosial kalau ibu dulu soalnya gajinya Rp. 500,- dana sosialkan 2 % x 500 sendirikan ini. Taruh di omplong, kalau ada orang ngemis aku ambilkan itu (Subjek 3.1.17/07/2012) Nah sekarang tinggal menyenangkan diri! Menyenangkan orang-orang sekitar. Menyenangkan orang-orang tua, kan menyenangkan jika ada arisan, ada simpan pinjam, ada hiburan dengan kumpul-kumpul kita, senam ada. Orang orang kok mengatakan ibu ini kok jalan enteng! Karena itu karena ndak ada beban, tapi namanya orang hidup ini ada masalah ya! Pasti ada masalah! Tapi tidak terus di pikir ada kalanya saya taruh, jadi enteng! (Subjek 3.2.22/07/2012)

4. Tujuan Hidup (Purpose In Life) Individu yang mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan mempunyai target yang ingin dicapai dalam hidup, maka ia dapat dikatakan mempunyai dimensi tujuan hidup yang baik. Seperti yang ditunjukkan oleh subjek 3 dalam mengatur keuangan secara terperinci, ketika masih bekerja memberikan kebiasaan positif kepada subjek ketika harus menghadapi masa pensiun, sehingga subjek tidak perlu berhutang ketika membutuhkannya untuk keperluan-keperluan mendadak, seperti menikahkan anak-anaknya dan memberangkatkan subjek dan suaminya untuk Umroh. Kebiasaan subjek 2 pada saat belum memasuki masa pensiun yang senang berkegiatan, dapat mendorong subjek untuk tetap berkegiatan hingga subjek merasa tidak mampu lagi. 5. Perkembangan Pribadi (Personal Growth) Memasuki masa tua ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun disamping itu tatanan sosial masyarakat kini mengarah kepada tatanan masyarakat yang individualistik (Partini 2011) namun pada kenyataannya ada individu usia lanjut yang tetap berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan sosialnya, sejalan dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain.

17

Cara yang dilakukan adalah membentuk kelompok-kelompok Karang Werdha, perkumpulan pensiunan dengan maksud agar terjalin kontak sosial yang positif. Seperti keterangan subjek 2 yang memiliki aktifitas kelompok kemasyarakatan setelah pensiun, akan dapat mengurangi perasaan terkucilkan dari lingkungan.
iya tidak langsung berhenti, ya Alhamdulillah begitu pensiun terus ada yang ngajak untuk kegiatan-kegiatan lansia-lansia sampai sekarang. (Subjek 2.1.04/07/2012)

Subjek 3 sangat senang berkegiatan karena subjek mendapatkan kesenangan dalam kegiatan tersebut hampir setiap kesempatan dalam usia tuanya subjek habiskan untuk sekedar berjumpa dan berbincang dengan rekan-rekannya karena jelas tidak dapat dipungkiri bahwa berapapun usianya kebutuhan manusia untuk bersosialisasi tetap sama.
Kegiatannya banyak hanya minggu keempat saya kosong! Tidak ada kegiatan istirahat! Dengan kekosongan itu saya mengunjungi anak saya! Anak saya ada di Sukodono kalau ke Jakartanya seperti hari kemarin (Subjek 3.1.17/07/2012) Misalnya ingin ngelencer! Makanya ada tabungan itu! Saya senang! Karena sudah tua kan anak-anak sudah tidak ada, ndak punya tanggungan. Jadinya bahwa senang itu kunci, senang itu kunci bukan apa! Orang tua itu supaya sehat! Mentalnya khususnya kalau sehat ya toh! (Subjek 3.2.22/07/2012)

Bagi subjek yang tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Usia lanjut juga memiliki cara tersendiri untuk tetap menunjukkan keberadaannya dengan membagi keterampilannya kepada temantemannya dan bercanda bersama-sama. Subjek mencari kegiatan dan mengajarkan keterampilan dengan cara mempraktekannya, dari pada sekedar duduk-duduk, dapat digunakan untuk membuat keterampilan yang tidak membutuhkan banyak tenaga namun menghasilkan. Subjek ingin memberikan contoh pada orang lain, tanpa harus memaksa. Subjek merasa harus pasrah, serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Subjek tidak berpikir yang muluk-muluk, karena subjek merasa usianya sudah dekat dengan kematian, sehingga subjek merasa untuk memenuhi diri dengan rasa kepasrahan dan syukur.

Ancok (1993) menyatakan bahwa upaya menghimpun kelompok usia lanjut dalam wadah kegiatan, memungkinkan mereka berbagi rasa dan menikmati hidup. Namun bagi para usia lanjut yang tidak mendapatkan kesejahteraan maka akan memunculkan perasaan tidak nyaman dan cenderung ingin berontak dari lingkungannya, atau cenderung melepas tanggung jawab akibat ketidak mampuan subjek dalam memenuhi kewajibannya ketika berada di usia lanjut. Seperti yang dialami oleh subjek 1 yang memutuskan untuk menyerahkan istrinya pada orang tuanya sebagai jalan pintas untuk mengurangi perasaan berdosa atau bahkan melarikan diri. 18

saya barusan ini memulangkan istri saya yang kedua ini saya serahkan sama orang tuanya, ya kalau mau mengikuti mari, kita lanjutkan. Kita kawin sah, tapi kalau tidak mau mengikuti ya saya serahkan saja,bukan karena dugaan tidak senang, atau benci atau bagaimana. Tapi saling mengerti lah, berpisah sampai sekian tahun-tahunan begitu saja saya kan berdosa, kalau anu kan memberi nafkah kan, dengan jalan pintas istri saya saya serahkan pada orang tuanya, supaya tidak ada beban

Ketidaknyamanan yang dialami tanpa memperbaiki diri dan mengembangkan potensi yang dimiliki dalam menghadapi keadaan yang dihadapi yaitu dengan menghindari masalah. Hal yang demikian justru bukan menyelesaikan masalah tersebut akibatnya dapat memunculkan permasalahan baru hal itu yang dialami subjek. Metode Penelitian Fokus Penelitian. Sesuai dengan judul yang digunakan yaitu Psychological Well-being Lansia menghadapi masa tua, maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Menurut Poerwandari (2011) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain. Dalam penelitiankualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian,

agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. Pembahasan Masa tua adalah masa yang sering dianggap masa tidak berdaya dan tidak memiliki upaya untuk menjadi maju, dan melakukan pergerakan, memang tidak dapat dipungkiri keadaan yang terjadi para usia lanjut akan mengalami penurunan fisik dan lebih mudah terserang penyakit. Melakukan olah raga secara rutin dapat mengurangi efek dari penurunan fungsi tubuh, melakukan aktifitas ringan, agar mengeluarkan keringat, mengatur pola makan serta menjaga kondisi fisik dengan olah raga, senam ringan dan mengkonsumsi minuman herbal akan dapat mengurangi keadaan tersebut. Bertambahnya usia jelas akan mempengaruhi organ tubuh, hal ini adalah wajar karena usia lanjut merupakan akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisiologis organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu dan seiring meningkatkan kemungkinan terserang penyakit atau kematian. Pemeriksaan secara berkala untuk memantau keadaan fisik yang dialami sangat mampu untuk mengurangi resiko penyakit akibat penurunan organ tubuh. Salah satu subjek dalam penelitian ini karena kurangnya memperhatikan keadaan organ fisiknya, dapat mengalami penyakit yang sangat beresiko seperti penyakit jantung, gangguan hati dan penyakit berisiko lainnya, meskipun pola hidup sehat telah diupayakan pada saat 19

memasuki masa usia lanjut, tetap saja perlu disadari bahwa organ-organ fisik para usia lanjut akan mengalami penurunan. Keadaan ekonomi sangat mempengaruhi ketika memasuki masa usia lanjut ditandai dengan berkurangnya jumlah penghasilan yang terjadi pada individu yang memasuki masa usia lanjut hal itu dikarenakan masuknya usia pensiun bagi individu yang bekerja. Menurunnya pendapatan yang kemudian terkait dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang tetap sama, bahkan bisa dirasakan sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan ketika berada dimasa tua, karena kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan rekreasi dan kebutuhan sosial masih tetap menjadi kebutuhan individu termasuk pada mereka yang telah memasuki masa usia lanjut. Hal tersebut berkaitan dengan keadaan fisik individu usia lanjut yang tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan seperti ketika sebelum pensiun. Perencanaan sebelum memasuki masa tua adalah kebutuhan yang perlu dipersiapkan sejak awal karena ketika memasuki masa usia lanjut keadaan tersebut akan menjadi masalah tersendiri bagi individu yang tidak mempersiapkannya. Perlunya perencanaan seperti mengatur pola keuangan, membiasakan hidup hemat dan sederhana tentu akan mensejahterakan para individu pada saat memasuki usia tua, kerena jika keadaan seperti itu tidak dibiasakan sejak dari awal akan jauh lebih sulit

untuk beradaaptasi dengan keadaan yang terjadi ketika memasuki usia lanjut. Membiasakan diri untuk menabung, menciptakan kegiatankegiatan yang menghasilkan pendapatan tanpa harus melakukan pekerjaan secara aktif seperti mengadakan passive income penghasilan yang diperoleh secara pasif, seperti penghasilan dari kostkosan, rumah yang disewakan, tabungan deposito, atau memiliki usaha yang dijalankan orang lain perencanaan seperti itu dapat membantu memenuhi kebutuhan individu usia lanjut ketika memasuki usia tuanya. Jika tanpa adanya perencanaan dalam hal ekonomi tentu akan menjadi masalah yang mengharuskan para usia lanjut untuk terus bekerja meskipun secara fisik sudah mengalami penurunan dan adanya batas usia bekerja dalam setiap institusi pemerintahan maupun swasta karena individu usia lanjut dirasa sudah tidak produktif lagi, keterbatasan penghasilan yang dimiliki akan menjadi persoalan apabila tidak dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ingin dipenuhi. Bagi individu yang diusia tuanya tidak memiliki penghasilan tentu akan membebani individu tersebut dalam menghadapi kehidupan masa tuanya, apalagi individu tersebut tidak memungkinkan bekerja dalam menyambung hidup hingga akhir usia, meskipun begitu individu yang menjadi subjek dalam penelitian ini senantiasa bersyukur dengan keterbatasan yang mereka alami pernyataan tersebut sejalan dengan 20

pendapat Supnajar (dalam Partini 2011) yang mengatakan pandangan hidup orang jawa adalah nrimo ing pandhum orang jawa memiliki nalar bahwa hidup betapapun juga kekurangan yang ada didalamnya, harus kita terima dengan rasa syukur. Hubungan relasi sosial yang dialami para individu usia lanjut dalam masa tuanya tetap sama dengan individu disemua tingkatan usia, perasaan ingin menjalin hubungan baik dengan rekan sekantor, rekanrekan seusianya dan masyarakat luas terlihat dari kegiatan-kegiatan yang ditunjukan para lanjut usia dengan kegiatan-kegiatan pertemuan sesama pensiunan, membentuk Karang Werdha atau perkumpulan lansia dilingkungan masing-masing, mengikuti kegiatan kemasyarakatan, keagamaan seperti pengajian dan kegiatan-kegiatan untuk para lanjut usia. Adanya kegiatan yang diikuti para usia lanjut dalam mengisi keluangan waktunya akan senantiasa terjalin hubungan dengan orang lain khususnya yang seusia sehingga akan memberikan perasaan senang. Saling berbagi pengalaman melakukan aktifitas yang disenangi bersama rekan seusia seperti menyanyi bersama, rekreasi, atau sekedar ngobrol dan bercanda hal tersebut dapat sejenak melupakan kepenatan dalam keseharian. Gambaran tersebut sesuai dengan pendapat Ancok (1993) yang menyatakan upaya menghimpun lanjut usia dalam wadah kegiatan memungkinkan mereka berbagi rasa dan menikmati hidup.

Masalah terjadi pada individu usia lanjut berkaitan dengan penerimaan diri individu terhadap keadaan yang dialami sebelumnya, hal tersebut akan mempengaruhi pandangan hidup dalam menghadapi masa tuanya, seperti perasaan kesepian jauh dari anak-anak, atau memiliki masalah dengan anak-anak akan menambah permasalahan dalam menghadapi masa tua dapat dialihkan dengan kegiatan-kegiatan atau berinteraksi dengan orang lain, mengadakan kegiatan bersama orang lain akan dapat diterapkan dalam mengatasi perasaan kesepian dimasa tua. Perasaan keterlantaran dirasakan oleh individu yang tinggal di UPTKesejahteraan Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jember yang merasa terlantar diusia tuanya karena pengalaman masa lalunya bersama anak-anaknya. Panti Werdha merupakan tempat untuk dapat menampung individu yang kurang mempersiapkan diri menghadapi masa tuanya. Para lanjut usia yang memiliki hubungan yang baik dengan orang lain akan membentuk perasaan toleransi dengan orang lain, mudah untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, memiliki banyak rekan, dapat memperbaiki hubungan dengan orang lain. Perasaan tidak berdaya tidak berguna akan muncul pada diri individu yang memiliki perasaan bersalah dengan keadaan yang dialami sebelumnya. Munculnya perasaan tidak berguna, tidak bisa melakukan apa-apa akan dapat menghambat individu usia lanjut dalam menjalani masa tuanya. 21

Upaya yang harus dilakukan adalah tidak menjadikan masalah tersebut menjadi berlarut-larut dengan cara mengerjakan kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan sehingga dapat meningkatkan perasaan berdaya didalam dirinya. Kemandirian akan dimiliki individu usia lanjut apabila individu ini masih mampu atau dapat dikatakan masih produktif, sehingga perasaan ketergantungan merupakan sebuah beban bagi individu usia lanjut tersebut, karena selama individu usia lanjut itu masih mampu beraktifitas sekecil apapun maka mereka akan dapat menghindari ketergantungan dengan orang lain. Bagi individu usia lanjut yang sering sakit akan merasakan beban yang berat pada dirinya. Keinginan individu usia lanjut untuk tetap mandiri terlihat dari semua subjek penelitian ini yang tetap tidak ingin selalu bergantung pada orang lain atau bahkan sebagai bentuk penolakan terhadap penyesuaian lingkungan baru yang akan menurunkan perasaan nyaman dalam menjalani kehidupan dimasa tua, sehingga memilih untuk tetap berada dilingkungan yang tidak memerlukan penyesuaian merupakan cara yang dapat dipilih untuk mencapai kenyamanan bagi individu usia lanjut. Harapan hidup individu usia lanjut tercipta apabila individu tersebut memiliki perasaan mensyukuri keadaan dengan perasaan sejahtera meski hanya pada aspek-aspek tertentu saja yang dapat terpenuhi seperti kondisi fisik, keadaan ekonomi dan interaksi sosialnya.

Memunculkan perasaan bersyukur dan kepasrahan akan dapat memunculkan kebermaknaan diri dan kesejahteraan bagi para usia lanjut dalam menjalani kehidupan masa tuanya. Kebahagiaan adalah sebagai wujud dari keberfungsian penuh individu yang berkaitan dengan perasaan keberartian dengan memberikan kebahagian pada orang lain. Meningkatkan kualitas diri dengan aktifitas yang disenanginya, senantiasa menjalankan ibadah dan berdoa untuk dirinya sendiri maupun anak-anaknya, kemudian berpasrah diri kepada sang pencipta demi mencapai kebahagiaan yang kekal dialam akhirat merupakan serangkaian upaya yang dapat memunculkan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan dimasa tua. Skema Psychological Wellbeing dalam menghadapi masa tua

22

Penutup. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka dapat diketahui bahwa gambaran yang terjadi pada lansia dalam memasuki usia lanjut menginginkan perasaan nyaman terhadap perubahan yang terjadi khususnya permasalahan fisik, ekomomi, sosial, psikologis yang terjadi ketika individu menghadapi masa tua, perasaan ingin berkembang lebih kepada penerimaan diri terhadap kondisi saat ini karena anggapan para usia lanjut lebih pada bagaimana menyikapi permasalahan sebelumnya dengan perasaan ikhlas atau dalam arti bahasa yaitu menerima keadaan tersebut sebagai masalah dimasa lalu, yang dipikirkan lagi karena pada dasarnya setiap manusia pasti memiliki ma salah termasuk para usia lanjut, sehingga dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi psycological well-being lansia adalah seberapa jauh individu mempersiapkan diri dan mampu memunculkan perasaan keberartian pada saat menghadapi masa tua, serta memunculkan perasaan syukur dan pasrah kepada Allah SWT. Memunculkan penerimaan diri sangat dibutuhkan karena pada usia tua individu akan menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan keadaan fisik, ekomomi, sosial, psikologis, sehingga dengan meningkatkan kualitas diri dan pasrah pada Allah SWT atas keadaan yang tidak dapat terpenuhi akan dapat memunculkan perasaan tenang dalam menjalani sisa-sisa kehidupannya.

Maka dapat disimpulkan bahwa satu mekanisme coping yang religiusitas akan mempunyai dampak positif bagi kesehatan yaitu dapat mengurangi atau mencegah respon stress. Kepasrahan kepada Allah SWT merupakan ukuran yang dapat menangkap aspek religiusitas untuk meningkatkan rasa kebermaknaan secara pribadi. Perasaan ingin berarti bagi orang lain merupakan kebutuhan yang ingin tetap terpenuhi untuk memunculkan kebermaknaan pribadi ketika individu usia lanjut menjalani sisa-sisa kehidupannya, sehingga dengan adanya perasaan berdaya dan berarti bagi orang lain ketika ditengahtengah penurunan yang terjadi di usia tua justru akan dapat menciptakan psycological well-being para lanjut usia dalam menjalani kehidupanya di masa tua. Daftar Pustaka Bungin,(2007). Metode kualitatif: Aktualisasi metodologi kearah ragam varian konteporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Djamaludin Ancok,1993. Persiapanmenyongsongmanula darisegipsikologi. Makalahdalam seminar sehari. Feldman, R. S. (2005). Development across the life span 4th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall Hurlock,(1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi Kelima. Ciracas, Jakarta : Erlangga. 23

Mutiara, (2003). karakteristik penduduk lanjut usia di Sumatera UtaraTahun1990.http://library. usu.ac.id/download/fkm/fkmern a%20mutiara.pdf 08/04/12 Nugroho, (2009). Komunikasi dalam perawatan gerontik. Jakarta. Mappiare, (1983), Psikologi orang dewasa.Surabaya : Usaha Nasional. Moleong, L. (2006). Metode penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Papalia, D.E., Sterns, H. L., Feldman, R. D., Cameron, C. J. 2002. Adult development and aging 2nd ed. New York : McGraw-Hill Partini, (2011), Psikologiusialanjut. Yogyakarta: GadjahMada University Press. Poerwandari, K. 2011. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku-manusia.Jakarta : LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Poerwanti, E. 1998. Dimensi-dimensi riset ilmiah.Malang : PusatPenerbitanUniversitas Muhamadiyah. Rusman, 2008, Pesantrenlansia ramadhan jilid 2 1429H2008M:MembangunOptimesm e di Usia lanjut. Malang : Forum Kajian Bina Muslim Kaffah. Ryff, C. D. 1989. Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of

psychological well-being. Joumal of personality and social psychology, 57, 10811092. Ryff, C. D. 1991. Possible selves in adulthood and old age: A tale of shifting horizons. Psychology and Aging, 6, 286295. Ryff, C. D.,Keyes, C. L. M. 1995. The structure of psychologicalwell-being revisited. Journal of Personal and Social Psychology, 69, 719-727. Santrock W. John. 1995, Life span development perkembangan masa hidup. jilid 2, Jakarta : Erlangga. Sugiyono. (2005). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta.

24

Das könnte Ihnen auch gefallen