Sie sind auf Seite 1von 6

Monitoring efek samping penggunaan antitrombotik pada pasien infark miokard akut (Dyah A Perwitasari, Woro Supadmi, Kurniyati)

MONITORING EFEK SAMPING PENGGUNAAN ANTITROMBOTIK PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT
Dyah Aryani Perwitasari, Woro Supadmi, Kurniyati Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta Korespondensi : Dyah Aryani Perwitasari, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Jl. Prof. Dr. Soepomo Janturan, Yogyakarta Email: diahperwitasari2003@yahoo.com

ABTRACT
Acute myocardial infarction (AMI) is one of coronary artery disease that has high rate of mortality and morbidity. The use of antithrombotic has ben recomended widely as the main therapy of AMI. The benefit from using aspirin in high-risk vascular disease patients comes at the cost of increased gastrointestinal complications, such as gastroduodenum ulcerations. This research aimed to know the monitoring of antithromboticsside effects AMI patients in a private hospital of Yogyakarta from Januari to Desember 2007. The research used descriptive method and the data was collected from patients medical records with AMI as primary diagnose. Result of research showed that antithombotics drugs which applied as therapy at AMI patient were antiplatelets, anticoagulants and thrombolytics. We identified the side effects monitoring such as; haemorrhage risk in 3,90% (2 patients), thrombocytopenia in 3,90% (2 patients) and renal function in 15,58% (12 patients). There were no patients with gastrointestinal disorder as antithromboticsside effects. Intensive blood pressure monitoring was done for patient who get thrombolytic therapy (21 patients) that was equal to 26,92% from total patients. Keywords : monitoring, side effect, antithrombotic, myocardium infarction, Yogyakarta

ABSTRAK
Infark miokard akut (IMA) merupakan jenis penyakit jantung koroner yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Antitrombotik merupakan terapi utama dari IMA. Penggunaan aspirin sebagai terapi IMA sering disertai dengan meningkatnya komplikasi gastrointestinal. Komplikasi tersebut bisa berupa tukak gastroduodenal, dispepsia dan esofagistis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tindakan monitoring efek samping antitrombotik yang telah dilakukan pada pasian infark miokard akut di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta periode Januari-Desember 2007. Penelitian dilakukan dengan metode non eksperimental dan data monitoring dilihat pada rekam medis pasien IMA. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terapi antitrombotik yang digunakan pada infark miokard akut adalah antiplatelet, antikoagulan dan trombolitik. Monitoring efek samping antitrombotik yang telah dilakukan berupa monitoring perdarahan pada 2 pasien (3,90%), trombositopenia pada 2 pasien (3,90%), fungsi ginjal pada 12 pasien (15,58%). Tidak ada pasien yang mengalami gangguan gastrointestinal akibat efek samping antitrombotik. Monitoring tekanan darah secara intensif hanya dilakukan pada pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik yaitu 21 pasien atau sebesar 26,92% dari total pasien IMA. Kata Kunci : monitoring, efek samping, antitrombotik, infark miokard, Yogyakarta 9

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 9 -14

PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskuler dinyatakan sebagai penyebab kematian utama dengan kontribusi sebesar 19,8% dari total kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998. Pada tahun 2005, diperkirakan 17,5 juta orang (30% dari total angka kematian) meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Apabila tidak segera dilakukan tindakan yang tepat, pada tahun 2015 diperkirakan sebanyak 2 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Di Indonesia, hasil survei kesehatan rumah tangga menunjukkan hal senada (1). Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor satu di Eropa dan Amerika begitu juga di Indonesia, baik untuk laki-laki maupun wanita. Angka kesakitan dan angka kematian PJK di Indonesia meningkat tajam dalam dua puluh tahun terakhir ini, sebagaimana terlihat pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) (2). Penyakit jantung koroner dapat muncul dalam bentuk angina pektoris tidak stabil (APTS) dan infark miokard akut (IMA). Pada IMA terjadi sumbatan akibat gumpalan darah yang lebih menetap jika dibandingkan pada APTS sehingga aliran darah terhenti. Pada penderita APTS yang tidak segera ditangani dengan tepat, sangat berpotensi mengalami IMA dan angka kejadian ini cukup tinggi. Sedangkan angka mortalitas pada IMA lebih besar jika dibandingkan pada APTS. Penyakit IMA merupakan jenis penyakit kardiovaskuler penyebab kematian yang utama di Amerika Serikat pada tahun 2006 jika dibandingkan penyakit kardiovaskuler lainnya. Sampai saat ini telah tercatat kurang lebih 1,2 juta orang yang mengalami IMA di negara tersebut (3). Terapi utama pada pasien IMA umumnya dengan terapi trombolitik dan terapi tambahan antikoagulan (contoh:heparin) dan/atau penghambat
10

agregasi platelet (contoh:aspirin, clopidogrel) yang digunakan selama atau setelah proses trombolisis. Terapi trombolitik bertujuan untuk melisiskan trombus pada arteri koroner, sedangkan terapi antikoagulan digunakan untuk mencegah terjadinya sumbatan kembali. ACC (American College of Cardiology), AHA (American Heart Assosiation) dan ACCP (American College of Chest Physician) merekomendasikan kombinasi terapi antikoagulan dengan terapi trombolitik menjadi pilihan pada penanganan kasus IMA (4). Perdarahan merupakan efek utama pada terapi heparin dari perdarahan minor hingga komplikasi perdarahan mayor. Namun komplikasi perdarahan mayor jarang mengakibatkan kematian. Komplikasi perdarahan terjadi sekitar 1,5-20% pada pasien yang menerima heparin (4). Efek samping berupa perdarahan ini juga dapat ditimbulkan dari penggunaan obat trombolitik (5). Aspirin dapat digunakan untuk terapi pencegahan primer dan sekunder terjadinya trombus pada penyakit kardiovaskuler. Aspirin mempunyai efek samping yang cukup serius terhadap gastrointestinal (peptic ulcer dan perdarahan), namun resiko terjadinya efek ini akan menurun jika digunakan dalam dosis rendah (6). Dalam hal pemberian terapi, apoteker mempunyai tanggung jawab besar dalam menetapkan terapi untuk mencapai outcome terbaik yang menyangkut kualitas hidup pasien (7). Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pola pengobatan antitrombotik dan monitoring terhadap efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan antitrombotik khususnya pada pasien yang menderita penyakit infark miokard akut dengan melihat data rekam medik pasien.

Monitoring efek samping penggunaan antitrombotik pada pasien infark miokard akut (Dyah A Perwitasari, Woro Supadmi, Kurniyati)

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data diambil dari rekam medis pasien, dan subjek penelitian adalah pasien rawat inap dengan penyakit infark miokard akut (IMA) di sebuah rumah sakit swasta di

Yogyakarta periode Januari sampai Desember 2007. HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi pasien IMA dan data demografi pasien dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi pasien IMA di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta selama Januari sampai Desember 2007 Data demografi Diagnosa pasien (N=78) IMA* IMA anterior IMA inferior Jenis kelamin (N = 78) Laki-laki Perempuan Umur (N = 78) < 40 tahun > 40 tahun Riwayat penyakit dan penyakit lain (N =43) Hipertensi Diabetes mellitus Hiperlipidemia Hipertensi-Diabetes mellitus Hipertensi-Hiperlipidemia Diabetes mellitus-Hiperlipidemia Hipertensi-Diabetes mellitus -Hiperlipidemia Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia 40 tahun, sedangkan dari usia 4060 tahun insiden infark miokard meningkat 5 kali lipat (8). Dari data rekam medik diperoleh insiden terjadinya IMA < 40 tahun sejumlah 4 pasien, usia 40-60 tahun sejumlah 39 pasien dan usia diatas 60 tahun sejumlah 35 pasien. Jika dihitung secara umum maka didapat umur ratarata seluruh pasien IMA sebesar 58,87 dengan nilai SD 11,35. Persentase 26,92% 43,59% 29,49%

78,20% 21,80%

58,87 11,35

27,91% 16,28% 30,22% 2,33% 11,63% 6,98% 4,65%

Secara keseluruhan, resiko aterosklerosis koroner lebih besar pada laki-laki dari pada perempuan. Perempuan agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai usia setelah monopause dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pada laki-laki. Efek perlindungan estrogen dianggap berperan sebagai imunitas wanita pada usia sebelum monopause. Tetapi pada kedua jenis kelamin dalam usia 60 hingga 70-an frekuensi IMA menjadi sama (8). Dari data rekam medik bahwa jumlah pasien IMA yang berjenis kelamin perempuan sebesar
11

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 9 -14

21,80% atau 17 orang (3 orang < 60 tahun; 14 orang > 60 tahun). Sedangkan pasien IMA yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 78,20% atau 61 orang. Hubungan antara resiko riwayat penyakit keluarga dengan penyakit koroner ini kurang bisa dijabarkan secara jelas. Tetapi hal ini dimungkinkan bahwa adanya riwayat penyakit keluarga mencerminkan suatu predisposisi genetik terhadap disfungsi endotel dalam arteri koroner (8). Terapi utama pada pasien IMA adalah dengan terapi trombolitik dan antikoagulan atau penghambat agregasitrombosit. Terapi trombolitik bertujuan untuk melisiskan trombus pada arteri koroner, sedangkan terapi

antikoagulan digunakan untuk mencegah terjadinya sumbatan kembali (4). Terapi trombolitik secara intravena merupakan standar terapi untuk pasien IMA. Secara nyata terapi ini dapat menurunkan angka kematian. Walaupun terapi Primary Angioplasty menunjukkan keuntungan yang lebih baik jika dibandingkan dengan terapi trombolitik dalam jangka pendek, tetapi dalam keadaan umum terapi trombolitik lebih banyak dilakukan (9). Dari semua pasien IMA yang dirawat hanya ada satu pasien saja yang tidak mendapatkan agen antitrombotik. Distribusi penggunaan antitrombotik pada pasien IMA dapat dlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Disribusi agen antitrombotik pada pasien IMA di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta selama Januari sampai Desember 2007 Diagnosis Terapi agen trombotik yang digunakan AP 6 5 5 16 orang AK 2 2 4 orang AP + AK 10 16 9 35 orang AP + AK + T 2 11 9 22 orang Jumlah pasien (%) 20 orang (25,9) 34 orang (44,2) 23 orang (29,9) 77 orang

IMA* IMA Anterior IMA Inferior Jumlah

Keterangan : AP : Antiplatelet AK : Antikoagulan T : Trombolitik

Antikoagulan dan antitrombotik mempunyai peran yang penting dalam menagani trombus yang terjadi pada penyakit kardiovaskuler. Disini ada beberapa obat yang digunakan sebagai antikoagulan, yaitu Low Molecular Weight Heparine (LMWH) yang diantaranya agen antitrombin dan agen anti X-a . Agen antiplatelet meliputi Clopidogrel, Cilostazol, Anplag dan GP IIb/IIIa inhibitor (10). Fondaparinux merupakan antikoagulan yang paling sering diberikan paa pasien IMA. Hal yang menjadi perhatian sekarang adalah apakah fondaparinux dapat menimbulkan terjadinya perdarahan
12

melalui mekanisme aksinya dengan mempengaruhi sistem hemostasis. Secara umum fondaparinux dapat ditoleransi dengan baik. Fondaparinux tidak mempengaruhi fungsi platelet (11). Penurunan signifikan pada beberapa parameter perdarahan seperti hemoglobin, hematokrit dan jumlah platelet pada pasien yang mendapat terapi antitrombotik dapat terjadi. Hal ini dapat digunakan sebagai monitoring efek samping terjadinya perdarahan. Gejala dari efek samping perdarahan sering tidak tampak dan hanya dapat dideteksi dengan tes hematologi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan

Monitoring efek samping penggunaan antitrombotik pada pasien infark miokard akut (Dyah A Perwitasari, Woro Supadmi, Kurniyati)

laboratorium tentang hemoglobin, hematokrit dan jumlah platelet pada pasien sebelum dan setelah dilakukannya operasi pembedahan (12). Dari data yang diperoleh, sejumlah 2 pasien (3,90%) dimonitor resiko perdarahannya. Efek lain yang dapat ditimbulkan dari penggunaan LMWH adalah heparininduced thrombocytopenia (HIT) dan osteoporosis. Efek samping HIT dan osteoporosis yang disebabkan oleh LMWH lebih rendah jika dibandingkan dengan UFH (unfractionated heparin) (13). Seperti sumber dari jurnal yang menyebutkan bahwa resiko HIT dapat terjadi setelah 5-10 hari penggunaan heparin, diketahui juga bahwa kejadiannya lebih rendah pada penggunaan LMWH dari pada UFH. Oleh karena itu LMWH memberikan tingkat keuntungan yang lebih aman (12). Pada penelitian ini hanya dua pasien yang mendapatkan LMWH, sedangkan yang lainnya mendapatkan fondaparinux (antitrombin direk). Pemberian antitrombin direk ini dilakukan bila terjadi trombositopenia akibat penggunaan heparin (5). Dari data yang diperoleh, jumlah pasien yang dimonitoring resiko HIT adalah sebesar 2 pasien (3,90%) dari total semua pasien IMA. Monitoring tekanan darah sudah dilakukan terhadap 21 (27,3%) pasien IMA yang mendapatkan terapi trombolitik secara intensif yaitu setiap 5 menit sekali. Monitoring terhadap fungsi ginjal seperti serum kreatinin, nilai BUN atau nilai ureum dilakukan terhadap 12 pasien (15,58%). Sejumlah 5 (6,5%) pasien IMA mengalami penurunan fungsi ginjal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Enoxaparin pada non-Qwave Coronary Events dan Thrombolysis and Thrombin Inhibition in Myocardial Infraction IIB melaporkan bahwa pemberian terapi LMWH

hendaknya dilakukan monitoring terhadap fungsi ginjal pada pasien yang mempunyai nilai kreatinin klirens < 30ml/menit (14). Monitoring terhadap gangguan gastrointestinal sebaiknya dilakukan pada pasien IMA yang mendapat terapi aspirin. Aspirin dapat digunakan untuk terapi pencegahan primer dan sekunder terjadinya trombus pada penyakit kardiovaskuler. Aspirin mempunyai efek samping yang cukup serius terhadap gastrointestinal (peptic ulcer dan perdarahan), namun resiko terjadinya efek ini akan menurun jika digunakan dalam dosis rendah (6). Pada penelitian ini monitoring terhadap gangguan gastrointestinal dilakukan terhadap semua pasien IMA yang mendapat antiplatelet. Namun tidak ditemukan efek samping gastrointestinal pada pasien IMA. KESIMPULAN DAN SARAN Monitoring efek samping antitrombotik telah dilakukan berupa monitoring perdarahan pada 2 pasien (3,90%), trombositopenia pada 2 pasien (3,90%), fungsi ginjal pada 12 pasien (15,58%). Monitoring tekanan darah secara intensif hanya dilakukan pada pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik yaitu 21 pasien atau sebesar 26,92% dari total pasien IMA. Monitoring terhadap gangguan gastrointestinal dilakukan terhadap semua pasien, namun tidak ditemukan adanya keluhan gastrointestinal. Hasil dari penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan penelitian selanjutnya yang ukuran sampelnya lebih besar DAFTAR PUSTAKA
1. Penyakit Jantung Iskemik, 2007. Available from: http://piolk.ubaya.ac.id/datanb/piolk/rasi onal/ 2008206115958.pdf, Diakses tanggal 19 April 2008. 13

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 9 -14

2. Hasan H. Intervensi Koroner Perkutan Pada Penyakit Jantung Koroner dan Permasalahannya. Medan: Fakultas Kedokteran USU; 2007. 3. Kelley EC, Hillis LD. Primary PCI for Myocardial Infraction with ST-Segment Elevation, NEJM 2007; 356: 47-54. 4. McEvoy GK, Miller JL. Snow EK, Welsh OH. AHFS Drug Information Book 4. New York: American Society of HealthSystem Pharmacists; 2002. 5. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. 6. Toruner M. Aspirin and gastrointestinal toxicity. The Anatolian Journal of Cardiology 2007; 2: 27-30. 7. Lawrence W. Health Care Administration, Planning, Implementating and Managing Organized Delivery System. London: Jones and Bartlett Publishers International; 2004. 8. Price AS, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2000. 9. Cucherat M, Bonnefoy E, Tremeau G. Primary Angioplasty Versus Intravenous

Thrombolysis for Acute Myocardial Infraction, Cochrane Database System Review. 2007. 10. Fareed J, Hoppensteadt DA, Bick RL. Management of Thrombotic and Cardiovascular Disorders in the New Millennium. Clin Appl Thrombosis 2003; 2: 101-108. 11. Turpie AGG. Fondaparinux in the management of patients with STelevation acute myocardial infarction. Vasc Health Ris Manag 2006; 2(4): 371378. 12. Renda G, Di Pillo R, DAlleva A, Sciartilli A, Zimarino M, De Candia E. Surgical Bleeding After Pre-operative Unfractionated Heparin and Low Molecular Weight Heparin for Coronary Bypass Surgery. Haematologica 2007; 92: 366-373. 13. Anderson JL, Cynthia DA, Elliott MA, Charles RB, Robert MC, Donald EC. Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/NonSTElevation Myocardial Infarction. Circulation 2007; e196, e202, e204-205. 14. Hirsh J, Robert R. Heparin and LowMolecular-Weight Heparin: The Seventh ACCP Conference on Antithrombotic and Thrombolytic Therapy. Chest 2004; 189S, 191S, 196S.

14

Das könnte Ihnen auch gefallen