Sie sind auf Seite 1von 10

Reading Assignment Divisi Nefrologi & Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSHAM

Telah dibacakan

MANIFESTASI ORAL PADA PENYAKIT GINJAL KRONIS Andi Raga Ginting Divisi Nefrologi & Hipertensi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU PENDAHULUAN Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umunya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat juga memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.(1) Penyakit ginjal mengakibatkan berbagai perubahan sistemik pada manusia dan salah satunya adalah rongga mulut. Manifestasi penyakit ginjal di rongga mulut bisa berupa serostomia, pembesaran ginggiva, inflamasi ginggiva, oral malodor, hipoplasia email dan peningkatan karies sehingga perawatan gigi harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan umum penderita penyakit ginjal. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya perdarahan, pengontrolan dalam penggunaan obat karena turunnya laju filtrasi glomerulus, dan pemakaian profilaksis antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.(2) EPIDEMIOLOGI Prevalensi penderita penyakit ginjal kronis di seluruh dunia terus bertambah seiring dengan bertambahnya waktu. Di Amerika Serikat, penderitanya mencapai 9 juta jumlahnya. Hampir 1 dari setiap 10,000 orang yang menderita penyakit ginjal kronis setiap tahun dan diperkirakan 50,000 jumlah kematian yang terjadi di Amerika Serikat berkaitan erat dengan penyakit ginjal kronis. Center for Disease Control & Prevention menunjukkan bahwa 16,8% penderita ginjal berusia 20 tahun keatas. Kematian dari penyakit ginjal

kronis mencapai 30% - 80% secara keseluruhannya, bergantung kepada kondisi kesehatan pasien.(2, 3) Suhardjono mengatakan bahwa penderita penyakit ginjal kronis di Indonesia adalah 29,1% pada populasi yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes dan proteinuria. Di dalam penelitiannya tersebut ditunjukkan bahwa nilai insiden penyakit ginjal kronis atau end stage renal disease adalah 30,7 per 1 juta penduduk dan prevalensinya adalah 23,4 per 1 juta penduduk. Namun data tersebut adalah hasil survei dari beberapa rumah sakit pusat sehingga tidak dapat mewakili data secara keseluruhan.(4) MANIFESTASI ORAL PADA PENYAKIT GINJAL KRONIS Apabila aspek fungsional ginjal terganggu pada tahap terminal, maka fungsi ginjal hampir tidak ada sehingga glomerulus filtration rate terus menurun dan retensi dari berbagai produk buangan sistemik akan memberikan gambaran penyakit ginjal kronis pada rongga mulut apabila kondisi tubuh dari azotemik menjadi uremik. Berikut merupakan manifestasi penyakit ginjal kronis pada rongga mulut, yaitu : (a). Oral Malodor / Bau Mulut Tak Sedap Gejala yang paling sering muncul dan paling awal terjadi apabila ginjal gagal berfungsi adalah oral malodor atau timbulnya rasa kecap logam akibat alterasi sensasi pengecapan, terutama pada pagi hari. Rasa kecap logam ini berupa bau ammonia, dan kondisi ini sering dialami oleh penderita yang menjalani hemodialisis. Uremic fetor atau ammoniacal odor ini terjadi karena konsentrasi urea yang tinggi dalam rongga mulut, dan pecah menjadi ammonia pada penderita dengan gejala uremia. (2, 3, 5) (b). Serostomia Serostomia adalah kondisi mulut kering. Pada penderita ginjal kronis dan penderita yang menjalani hemodialisis, gejala ini sangat sering dan signifikan. Hal ini sering terjadi sebagai hasil dari manifestasi beberapa faktor seperti inflamasi kimia, dehidrasi, pernafasan melalui mulut (Kussmauls respiration) dan keterlibatan langsung kelenjar salivarius, restriksi konsumsi cairan, dan efek samping dari obat.(2)

Serostomia cenderung menambah kerentanan penderita terhadap karies dan inflamasi gusi, kandidiasis, serta menyebabkan kesulitan berbicara, penurunan retensi gigi palsu, kesulitan mastikasi, disfagia, dan gangguan penciuman.(3) (c). Plak, Kalkulus dan Karies. Terdapat berbagai teori yang menentang hubungan antara efek dari penyakit ginjal kronis terhadap pembentukan plak dan kalkulus. Dalam satu penelitian, serostomia akan meningkatkan predisposisi penderita terhadap karies karena retensi produk urea serta pengaliran dan produksi saliva yang sedikit. Proses dialisis dapat memperburukkan kondisi rongga mulut di mana jumlah kalkulus meningkat, dan banyaknya dijumpai lesi karies. Deposit kalkulus dapat bertambah akibat dari hemodialisis.(6) Namun menurut beberapa penelitian, hidrolisis urea akan menghasilkan konsentrasi ammonia yang tinggi dan mengubah pH saliva menjadi basa pada penderita penyakit ginjal kronis sehingga meningkatkan substansi fosfat dan ammonia dalam saliva dan hasilnya kapasitas buffer yang tinggi disertai risiko karies menurun. Hal ini turut didukung oleh peneliti, di mana hidrolisis urea mampu meningkatkan kapasitas antibakteri akibat peningkatan urea nitrogen dalam saliva. Kebenaran teori ini terus diperkuat terutama pada anak-anak walaupun konsumsi gula yang tinggi dan kurang penjagaan kesehatan rongga mulut, risiko karies tetap rendah dan terkontrol.(3, 7) Pembentukan kalkulus pada jaringan keras gigi berkaitan erat dengan gangguan homeostasis kalsium-fosfor. Presipitasi kalsium dan fosfor yang didorong oleh pH yang buruk pada penderita penyakit ginjal kronis karena hidrolisis urea saliva menjadi ammonia, dimana ammonia berperan dalam menyebabkan pH menjadi basa. Secara langsung, retensi urea akan menfasilitasi alkanisasi plak gigi, dan meningkatkan pembentukan kalkulus terutama pada penderita yang menjalani hemodialisis. Selain itu, penderita yang menjalani hemodialisis memiliki jumlah magnesium saliva yang sangat rendah. Pada kalkulus penderita yang menjalani hemodialisis mengandung oksalat, dan pada kondisi uremia turut menyebabkan retensi oksalat.(8) (d). Pembesaran Gusi Pembesaran gusi skunder akibat penggunaan obat adalah manifestasi oral pada penyakit ginjal yang paling sering dilaporkan. Hal ini dapat diakibatkan oleh cyclosporin dan/atau calcium channel blockers. Prinsipnya mempengaruhi papila interdental labia, walaupun kadang dapat menjali lebih luas, yaitu dengan melibatkan tepi gusi dan lidah serta permukaan palatum.
3

(i) Pembesaran Gusi akibat Cyclosporin Prevalensi pembesaran gusi pada orang yang mengkonsumsi cyclosporin masih belum jelas, dan dilaporkan memiliki rentang yang luas dari 6 sampai 85%. Hal ini dapat terlihat pada pemakaian cyclosporin dalam 3 bulan. Anak-anak dan remaja mungkin lebih rentan terkena pembesaran gusi akibat cyclosporin dibandingkan dengan dewasa. Jika higienitas mulut jelek, orang yang lebih tua juga rentan terkena pembesaran gusi.(3) Perbaikan pada higienitas mulut dan pembersihan secara profesional menghasilkan pengurangan pembesaran gusi berhubungan dengan cyclosporin. Akan tetapi, ini mungkin dikarenakan berkurangnya peradangan yang berhubungan dengan plak bukan karena pembesaran gusi yang berhubungan dengan obat.(9)

Gambar 1: Pembesaran Gusi akibat Cyclosporin ! (Sumber : Periodontology for the Dental ! Hygienist 3rd ed. 2007. Missouri:112)

(ii) Pembesaran Gusi akibat Calcium Channel-blocker Prevalensi yang dilaporkan pembesaran gusi akibat penggunaan nifedipin bervariasi dan terjadi pada 10 sampai 83% pada yang mengkonsumi obat ini. Tidak ada data penelitian mengenai frekuensi pembesaran gusi yang diakibatkan oleh calcium channel-blocker lainnya. Keberadaan plak gigi mungkin merupakan predisposisi terjadinya pembesaran gusi akibat nifedipine. Tetapi itu tidak sangat berpengaruh dalam perkembangannya. Dosis dan durasi pengobatan tidak berkaitan dengn prevalensi terjadinya pembesaran gusi. Beberapa penelitian telah melaporkan penurunan pembesaran gusi setelah penggantian nifedipin dengan calcium channel-bocker lain, tetapi obat-obat ini juga sebagian masih dapat menyebabkan pembesaran gusi.(3, 10)

(d) Oral Malod Uremic patients al., 1986; Kho third of individu Chronic renal f Spektrum lesi mukosa yang luas dapat timbul pada rongga mulut tetapi and some patien lebih (iv) Tacrolimus taste cenderung terjadi plak atau ulserasi keputih-putihan, yang sering didapat pada penderita (Levy, 198 Tacrolimus has been reported both to cause (Adams and 1988; Ray, 1989 Famili, 1991; Spencer et al., 1997) and to lessen (Asante2002) of gingival enlargement when cyclosporin and nifedipine are prescribed together. In contrast, the combination of verapamil with cyclosporin does not seem to increase the frequency or severity of drug-induced gingival enlargement (e). Lesi Mukosa significantly (Cebeci et al., 1996).
yang menjalani transplantasi dan hemodialisis (Tabel 1). Plak ini disebut uremic frost evaporasi respirasi, juga karena aliran saliva yang berkurang. Penyakit lichenoid juga allografts, while 41% of those receiving cyclosporin had

Korang et al., 1996; Cox and Freese, 1996) gingival (Gambar.2), dan terjadi apabila sisa kristal urea terdeposit pada permukaan epitel(e) Mucosal Le dari enlargement, although, in a recent study of children with renal

A wide range patches and/or gingival dari terapi obat,the majority of those receiving enlargement, dan oral hairy leukoplakia yang juga dapat dapat terjadi akibat efek receiving dialys tacrolimus did not have this problem (Sheehy11) al., 2000). et planus-like dise b e r m a n i f e s t a s i sekunder dari efek imunosupresi obat.(2, 3, Cyclosporin-associated gingival enlargement may reduce or arise, sometim associated drug 1 Table 4. Oral Mucosal Lesions Reported in Chronic Renal Disease al., 1984; Hogan al., 1990). Sim White patch Macules/nodules secondary to dr Erythematous patch Fibro-epithelial polyps Greenspan, 198 Ulceration Geographic tongue and histopathol Lichen planus Black hairy tongue virus (EBV) hav Oral hairy leukoplakia Papilloma 1997). Of note, Uremic stomatitis Pyogenic granuloma the uremia.
International stomatitis uremik berpigmentasi putih, merah maupun keabuan pada mukosa oral. Pada and American Associations for Dental Research

Stomatitis uremik perlu diperhatikan dan from jdr.sagepub.com at HINARI on July 10, 2012 For personal use only. No ot Downloaded dapat muncul sebagai daerah tipe eritematous, suatu lapisan pseudomembran keabuan yang akan melapisi lesi eritema dan lesi ini selalu menyakitkan. Stomatitis uremik tipe ulseratif memiliki gambaran merah dan ditutupi lapisan yang pultaceous. Secara umumnya, gambaran stomatitis uremik amat luas tetapi unik dan tidak paralel secara klinis. Manifestasi klinis ini dapat terjadi akibat peningkatan nitrogen yang membentuk trauma kimia secara langsung akibat gagal ginjal.
(2, 3, 7)

Gambar 2 : Uremic Frost pada penderita penyakit ginjal ! kronis pada sublingual. (Sumber : Burkets Oral ! Medicine 11th ed. 2008. Hamilton:374)

(f). Perubahan Warna Mukosa Mukosa rongga mulut penderita gagal ginjal sering terlihat lebih pucat. Hal ini disebabkan karena pengaruh anemia dari penderita tersebut dan kondisi ini disebut pallor. Gejala lain yang sering terlihat adalah warna kemerahan pada mukosa akibat deposit beta-karotin. (3, 7) (g). Keganasan Rongga Mulut Risiko karsinoma sel skuamosa pada mulut pada pasien yang menerima hemodialisis adalah sama dengan risiko pada populasi orang yang sehat, walaupun telah ada laporan yang menunjukkan bahwa terapi yang menyertai tranplantasi ginjal merupakan predisposisi kejadian displasia epitelial dan karsinoma pada bibir. Mungkin, Sarkoma Kaposi dapat muncul pada mulut resipien transplantasi ginjal yang mengalami imunosupresi. Ada beberapa laporan kejadian karsinoma sel skuamosa di daerah pembengkakan gusi yang disebabkan penggunaan siklosporin. Tiap peningkatan risiko keganasan mulut pada pasien gagal ginjal kronis mungkin menunjukkan efek imunosupresan iatrogenik, yang meningkatkan kejadian tumor yang berhubungan dengan virus seperti sarkoma Kaposi atau limfoma Non Hodgkin. Perkembangan tumor juga bisa berkaitan erat dengan penderita AIDS yang menderita penyakit ginjal kronis, sebagai faktor risiko primer maupun sekunder. (3) (h). Infeksi Rongga Mulut Infeksi rongga mulut pada penyakit ginjal kronis biasa lebih banyak terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi ginjal akibat menurunnya imunitas tubuh oleh obatobatan imunosupresan, juga pada beberapa pasien hemodialisis. Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi jamur dan virus. Angular cheilitis merupakan salah satu manifestasi infeksi jamur dan terjadi 4% pada pada pasien yang menjalani transplantasi ginjal dan hemodialisis yang dilaporkan pada suatu penelitian, dan juga lesi jamur lainnya pada rongga mulut, seperi pseudomembranous (1.9%), erythemoatous (3.8%), dan chronic atrophic candidiosis (3.8%).(3,
12)

Sedangkan Infeksi virus pada penyakit ginjal kronis

biasannya berupa infeksi hepres yang pernah dilaporkan pada pasien yang menerima transplantasi ginjal, tetapi sekarang ini penggunaan rejimen anti herpes telah mengurangi frekwensi kejadian tersebut.(3)

Gambar 3 : a. Angular chelitis. b. Pseudomembranous. ! c. Erythematous d. Chronic atrophic candidosis. ! (Sumber :Medscape)

(i). Kelainan Gigi Beberapa kelainan struktur gigi seperti hipoplasia enamel, erosi gigi, peningkatan mobiliti gigi, dan maloklusi dapat terjadi pada penderita penyakit ginjal kronis. Gigi lambat tumbuh dilaporkan pada anak-anak dengan gagal ginjal kronis. Hipoplasi enamel pada gigi susu maupun permanen dengan atau tanpa warnanya berubah menjadi coklat juga dapat timbut akibat dari perubahan metabolisme kalsium dan fosfor. Selain itu, pada gigi penderita tampak juga adanya erosi. Menurut beberapa penelitian, erosi yang parah pada gigi tersebut merupakan hasil mual dan muntah setelah menjalani perawatan dialisis.(2, 3,
13)

Manifestasi klinis lain termasuk mobiliti gigi, maloklusi, dan kalsifikasi jaringan lunak. Peningkatan mobiliti dan drifting pada gigi tanpa pembentukan kantung periodontal yang patologis bisa terjadi dan dapat mengakibatkan pelebaran pada ligamen periodontal. Apabila keadaan ini semakin berlanjut maka dapat terjadi maloklusi.(2, 3) (j). Lesi Tulang Alveolar Beragam jenis kelainan tulang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronis. Ini menunjukkan bermacam jenis kelainan metabolisme kalsium, termasuk hidroksilasi dari 1hidroksikolekalsiferol menjadi vitamin D aktif, penurunan ekskresi ion hidrogen (dan
7

asidosis yang diakibatkannya), hiperpospatemia, hipokalsemia,dan hiperparatiroidisme sekunder yang diakibatkan, dan terakhir gangguan biokimiawi pospat oleh proses dialisis. Hiperparatiroidisme sekunder mempengaruhi 92% pasien yang menerima hemodialisis. Hiperparatiroidisme dapat berakibat antara lain menjadi tumor coklat maksila, pembesaran tulang basis skeletal dan mempengaruhi mobilitas gigi. Beberapa kelainan pada tulang yang lain antara lain adalah demineralisasi tulang, fraktur rahang, lesi fibrokistik radiolusen, penurunan ketebalan korteks tulang, dan lain-lain. Sedang pada gigi dan jaringan periodonsium antara lain, terlambat tumbuh, hipoplasi enamel, kalsifikasi pulpa, penyempitan pulpa, dan lain-lain.(3) PENATALAKSANAAN GIGI PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIS Pasien yang menderita penyakit ginjal kronis memerlukan perawatan gigi yang khusus, bukan hanya karena adanya hubungan antara sistemik dan rongga mulut tetapi karena efek samping dan karasteristik dari perawatan yang diterima harus diperhatikan agar tidak menambah beban dan rasa sakit pada penderita.(8) Perawatan secara klinis yang teratur sangat penting untuk identifikasi dini dari komplikasi rongga mulut dari penyakit ginjal. Perawatan yang diindikasikan adalah perawatan periodontal yang teratur, dan non-bedah. Selain itu, meskipun memiliti tingkat kebutuhan untuk perawtan gigi yang tinggi, kehadiran pasien ketempat perawatan gigi tidak lebih baik dibandingkan mereka yang tanpa penyakit ginjal.(3, 14) Dokter gigi harus membentuk komunikasi dengan dokter penyakit dalam, terutama konsultasi dengan nefrologis untuk memberikan informasi mengenai status penyakit, jenis pengobatan, dan waktu yang tepat untuk perawatan gigi, ataupun mengenai komplikasi kesehatan apabila terjadi. Setiap adanya perubahan pengobatan yang digunakan oleh pasien atau aspek lain dari pengobatan mereka harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan nefrologis.(3, 13) Kondisi hematologik yang paling membutuhkan perhatian adalah perdarahan yang berlebihan dan anemia pada penyakit ginjal kronis sehingga disarankan agar tes hematologi seperti darah rutin dan tes koagulasi dilakukan sebelum perawatan invasif dilakukan. Infeksi rongga mulut harus dieliminasi dan profilaksis antibiotik harus dipertimbangkan apabila risiko endokarditis infektif (pada penderita yang menjalani hemodialisis) dan septimia meningkat. Contohnya, pada saat pencabutan gigi, perawatan periodontal dan bedah. Demi mengurangi risiko perdarahan, perawatan dapat dijadwalkan pada hari setelah hemodialisis supaya heparin dalam darah berada pada tingkat paling
8

minimal. Sebelum perawatan dimulai, tekanan darah penderita harus diperhatikan dan disaran untuk mengurangi perasaan cemas pada penderita dengan sedasi.(3, 13) Kebersihan mulut yang teliti dapat menurunkan plak yang berhubungan dengan penyakit gusi, tetapi mungkin masih ada beberapa penyakit pembesaran gusi yang diakibatkan oleh obat. Penatalaksanakan pembesaran gusi akibat efek obat idealnya adalah dengan mengganti dengan obat lain, tetapi ini tidak selamanya dapat dilakukan, satu penelitian melaporkan penggunakan obat kumur antimikrobial seperti metronidazole untuk mengurangi pembesaran gusi, tetapi metronidazole juga dapat meningkatkan konsentrasi siklosporin dan berpotensial untuk nefrotoksik. Rekurensi sering terjadi sehingga disarankan agar melakukan kontrol plak yang efektif dan dapat dibantu dengan pemberian klorheksidin glukonat topikal atau triklosan. KESIMPULAN Prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat di seluruh dunia. Komplikasi oral dan sistemik dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit ginjal kronis atau pengobatannya. Dalam beberapa tahun terakhir, pola manifestasi oral telah berubah, terutama sebagai konsekuensi dari mulut yang merugikan efek samping dari terapi obat dan obat imunosupresan. Kejadian pembesaran gusi yang diakibatkan obat menurun seiring dengan penggunaan tarcolimus (dan agen yang serupa) untuk menggantikan cycosporin. Penanganan gigi dari pasien penyakit ginjal kronis dipersulit oleh beberapa dampak sistemik dari penyakit ginjal kronis tersebut, khususnya, anemi, kecenderungan untuk perdarahan, dan penyakit jantung atau endokrin, tetapi dengan menggunakan protokol pengobatan yang bagus dan pengawasan yang baik, penanganan gigi penderita penyakit ginjal kronis dapat berjalan dengan efektif dan aman.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 2006. p. 570 - 3. Scott S. DeRossi D, S. Garry Cohen D. Renal Disease. In: Martin S. Greenberg D, Michael Glick D, editors. Burkett's Oral Medicine. 11th ed. Ontario: BC Decker Inc; 2008. p. 407 - 28. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. Oral and dental aspects of chronic renal failure. J Dent Res. 2005 Mar;84(3):199-208. Suhardjono. The development of a continuous ambulatory peritoneal dialysis program in Indonesia. Perit Dial Int. 2008 Jun;28 Suppl 3:S59-62. Hamid MJ, Dummer CD, Pinto LS. Systemic conditions, oral findings and dental management of chronic renal failure patients: general considerations and case report. Braz Dent J. 2006;17(2):166-70. Craig RG, Spittle MA, Levin NW. Importance of periodontal disease in the kidney patient. Blood Purif. 2002;20(1):113-9. Akar H, Akar GC, Carrero JJ, Stenvinkel P, Lindholm B. Systemic consequences of poor oral health in chronic kidney disease patients. Clin J Am Soc Nephrol. Jan; 6(1):218-26. Guzeldemir E, Toygar HU, Tasdelen B, Torun D. Oral health-related quality of life and periodontal health status in patients undergoing hemodialysis. J Am Dent Assoc. 2009 Oct;140(10):1283-93. Seymour RA, Smith DG. The effect of a plaque control programme on the incidence and severity of cyclosporin-induced gingival changes. J Clin Periodontol. 1991 Feb; 18(2):107-10. Westbrook P, Bednarczyk EM, Carlson M, Sheehan H, Bissada NF. Regression of nifedipine-induced gingival hyperplasia following switch to a same class calcium channel blocker, isradipine. J Periodontol. 1997 Jul;68(7):645-50. de la Rosa Garcia E, Mondragon Padilla A, Aranda Romo S, Bustamante Ramirez MA. Oral mucosa symptoms, signs and lesions, in end stage renal disease and non-end stage renal disease diabetic patients. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2006 Nov-Dec;11(6):E467-73. King GN, Healy CM, Glover MT, Kwan JT, Williams DM, Leigh IM, et al. Prevalence and risk factors associated with leukoplakia, hairy leukoplakia, erythematous candidiasis, and gingival hyperplasia in renal transplant recipients. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1994 Dec;78(6):718-26. Jover Cervero A, Bagan JV, Jimenez Soriano Y, Poveda Roda R. Dental management in renal failure: patients on dialysis. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2008 Jul;13(7):E419-26. King GN, Thornhill MH. Dental attendance patterns in renal transplant recipients. Oral Dis. 1996 Jun;2(2):145-7.

12.

13. 14.

10

Das könnte Ihnen auch gefallen