Sie sind auf Seite 1von 4

AKTUALISASI NILAI-NILAI MORAL DAN ETIKA

DALAM KEHIDUPAN KAMPUS

Oleh: Siti Zulaicha

Seorang pakar Islam terkenal, Syed Naquib al-Attas, menyatakan bahwa masalah mendasar dalam pendidikan Islam adalah hilangnya nilai-nilai adab dalam arti luas (Wan Daud 2003:24). Hal ini lebih disebabkan oleh rancunya pemahaman konsep tarbiyah, talim dan tadib. Tarbiyah, sesuai makna etimologisnya berarti upaya dan proses menumbuhkan dan mematangkan sesuatu, sedangkan talim merupakan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari guru ke murid. Tadib, berasal dari kata-kata adab, peradaban, biadab dan lain-lain, tertuju pada upaya dan proses tumbuh-berkembangnya nilai-nilai peradaban dalam diri seseorang atau sekelompok orang.

Al-Attas lebih cenderung menggunakan istilah tadib untuk konsep pendidikan Islam, sebab jika konsep tadib ini dijabarkan dan diterapkan, perbagai persoalan umat Islam berada pada jalur yang tepat. Beliau mengingatkan bahwa tarbiyah lebih dipahami sebagai usaha dan proses pertumbuhan dan pendewasaan seseorang, sedangkan talim lebih tertuju pada upaya pengalihan ilmu pengetahuan dari satu pihak (yang disebut dengan guru) dengan pihak lain (yang disebut dengan murid).

Dalam sejarah Islam proses pendidikan umat Islam lebih didasarkan pada pengertian tadib. Alasan yang lebih mendasar adalah karena adab berkaitan erat dengn ilmu, sebab ilmu tidak dapat diajarkan atau ditularkan kepada anak didik kecuali jika orang tersebut memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam pelbagai bidang. Oleh karenanya al-Attas menekankan bahwa pendidikan adalah penyemaian dan penanaman adab dalam diri seseorang. Al-Quran menegaskan bahwa contoh ideal (uswah hasanah) bagi orang yang beradab adalah Nabi Muhammad SAW yang sering disebut sebagai insan al-kamil (manusia paripurna).

Pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 20/2003 adalah usaha sadar dan terencna untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) yang baru (no. 20/2003) disusun dengan semangat reformasi berlandaskan atas paradigma yang berbeda dari yang diperpegangi oleh Undangundang sisdiknas yang lama (no. 2/1989), yang terutama diantaranya adalah demokratisasi dan desentralisasi, peningkatan peran masyarakat, kesetaraan-keseimbangan, perluasan jalur dan peserta, di samping perhatian terhadap gelombang globalisasi.

Bila merujuk kepada badan resmi PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan ini menetapkan 4 (empat) pilar pembelajaran yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, menyeluruh dan berkesinambungan, yaitu: Belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan (learning to know) Belajar untuk menguasai ketrampilan (learning to do) Belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live together) Belajar untuk mengembangkan diri secara maksimal (learning to be).

Dari begitu banyak penamaan, barangkali istilah yang paling tepat dan terkait erat dengan topik perbincangan kita sekarang adalah knowledge-based society (masyarakat berbasis ilmu). Pada zaman dahulu, kekusaan bertumpu pada kekuatan fisik manusia, tokoh yang diidolakan pun seperti Goliath, Hercules dan Gatotkaca yang memiliki otot baja dan tenaga raksasa. Kemudian zaman beralih ke peradaban pertanian yang menaikkan para tuan tanah sebagai penguasa. Dan tolak ukur nilai beralih ke sarana bercocok-tanam, seperti halnya Lembu (di kalangan orang Hindu) dan Kerbau (di kalangan orang Melayu). Ketika zaman bergeser ke peradaban industri, kaum kapitalis yang menonjol, dan yang bernilai adalah saham perusahaan yang memproduksi komunitas secara massal.

Coba amati, apa yang terjadi perubahan mendasar beberapa dasawarsa belakangan ini? Banyak pengamat mengatakan ya, terutama di negara-negara yang industrinya lebih awal berkembang. Apa itu? Yang ada bukan lagi masyarakat industri, tetapi pasca industri, atau lebih tepatnya knowledge based society. Komoditas yang bernilai bukan lagi tanah yang luas, bukan lagi saham kapital yang menumpuk, tetapi ilmu pengetahuan. Memang bahan mentah ilmu itu informasi, tapi informasi baru bernilai setelah ia dikemas menjadi ilmu.

Knowledge based society adalah masyarakat yang belajar (a lerning society). Salah satu ciri pokok masyarakat belajar adalah yang setiap warganya menerapkan life-long education (pendidikan seumur hidup), sejak pendidikan usia dini hingga diklat capacity building bagi mereka yang telah bekerja, termasuk in job training, maupun continuing education bagi profesi, hingga pendidikan bagi lansia (lanjut usia). Apakah berarti seseorang harus terus menerus berada di bangku sekolah? Tidak sama sekali. Malah banyak pakar telah menyadari bagaimana pendidikan telah di-industrikan, dan sekolah telah dikomersialkan, hingga pada era pasca modern ini.

Pendidikan menjadi menyatu dengan masyarakat, pendidikan informal dan non-formal menjadi semakin berperan besar. Proses pembelajaran tidak lagi harus tatap muka dan klassikal (pakai kelas), tetapi lebih bersifat distant learning, e-learning dan sekolah terbuka. Tahukah kita , perguruan tinggi apakah yang paling besar, paling banyak mahasiswanya, paling luas jangkauannya dan paling cerah prospeknya di negeri kita tercinta ini? Ternyata bukan UI, UGM atau ITB, tetapi UT (Universitas Terbuka).

Posisi guru dan murid tidak lagi sekeras dan sekaku yang lalu, sekarang guru juga terus belajar dan murid berpartisispasi mengajar. Pendidikan bukan hanya kewajiban anak-anak dan remaja (pedagogy), tetapi juga bagian dari kegiatan kaum dewasa (andragogy). Dulu, guru sering memarahi muridnya: Jangan bermain, kalau sedang belajar. Sekarang ajakannya: Ayo, bermain sambil belajar. Dulu nasehatnya: tak mungkin belajar sambil bekerja, kini program bekerja sambil belajar malah lebih populer. Beberapa waktu yang lalu, kampus laksana menara gading terpisah dari masyarakat, sekarang yang berkembang adalah society-based campus. Malah beberapa perusahaan besar menjadikan kompleks pabrik dan perkantorannya sekaligus kampus. Rumah sakit paling besar di Los Angeles dengan berbagai fasilitas medis dan penelitiannya justru terletak di kampus UCLA atau bisa di balik, kampus berada di rumah sakit.

Trend perubahan lain yang menarik adalah dari sisi kurikulum. Dahulunya ada kecenderungan kerikulum dan silabus ditetapkan secara nasional dengan sentralisasi yang ketat dan berhasil-tidaknya pendidikan semua peserta didik di seluruh penjuru negeri ditentukan di ibukota. Sekarang kurikulum mengalami desentralisasi, muatan kurikulum lokal menjadi lebih banyak, keberhasilan pendidikan peserta diukur pada dirinya masing-masing. Di awal proses pendidikan guru-murid melakukan negosiasi dan kemudian menyepakati kontrak belajar, termasuk menyusun silabusnya dan SAP-nya.

Kurikulum juga dulunya cenderung menjadi tempat penampungan harapan generasi tua yang umumnya bernostalgia tentang apa yang tidak didapatkannya ketika masa muda mereka dan umumnya subyektif sepadan jangkauan pandangan mereka. Setiap siswa sering harus dijejali banyak sekali mata kuliah dan

harus mempelajari suatu disiplin ilmu dari awal perkembangannya. Sekarang kurikulum dikemas dalam bentuk modul sesuai dengan kebutuhan nyata peserta didik sekarang dan di masa yang akan datang.

EPILOG

Uraian di atas mudah-mudahan telah menyadarkan kita semua betapa pentingnya membina dan mengembangkan etika dan moral, terutama dalam membangkitkan kembali bangsa dan umat Islam di masa mendatang. Tuntutan itu tentu lebih besar lagi terhadap kalangan terpelajar dalam bangsa dan umat tersebut. Kalangan terpelajar diwakili utamanya oleh mereka yang berkiprah dalam lembaga pendidikan tinggi. Sedikit sekali jumlahnya dari bangsa dan umat ini yang berkesempatan memasuki dunia perguruan tinggi, dan tidak semua dapat keluar dengan sukses.

Dunia pendidikan di Barat yang banyak hal telah melangkah lebih jauh, penekanan terhadap etika-moral dan integritas akademis sangat dipentingkan. Dimana etika dan integritas akademis merupakan kajian dan hasil kajian tentang panduan dan pedoman pola pikir, pola sikap dan pola prilaku yang baik, tepat dan layak di kalangan insan pendidikan, terutama pendidikan tinggi.

Ternyata Islam juga sangat memuliakan upaya mendapatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan sembari sangat menekankan perlunya akhlak kehidupan dan adab keilmuan, di samping tradisi pendidikan yang begitu kaya. Namun ketika kita melihat apa yang ada dan berada dalam lembagalembaga pendidikan Islam, termasuk pendidikan tinggi, masih banyak yang belum menggembirakan hati, bahkan ada yang memilukannya. Oleh karenanya adalah kewajiban kita untuk membina, merubah, dan meningkatkanya. Seperti firman Allah yang artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib sesuatu kaum, hingga kaum itu sendiri yang merubahnya. Dari manakah kita memulai sesuatu yang sangat berat tetapi mulia ini? Nabi Muhammad SAW tokoh suri tauladan kita menyarankan, mulailah dengan dirimu sendiri (ibda binafsika). Wallahu alam

Das könnte Ihnen auch gefallen