Sie sind auf Seite 1von 8

A. Makna Kalimat Tayyibah (Tasbih) Subhanallah Kata tasbih berasal dari kata sabaha, yang berarti berjalan cepat.

Ia merupakan bentuk turunan sabaha - yasabihu sabahatun. Sabahah bias terjadi bdi air (renang) dan di udara (terbang), sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, dan masing-masing beredar pada garis edarnya (QS Ya Sin) (36): 40). Sementara itu, tasbih dalam konteks ibadah adalah menyucikan Allah SWT. Akar maknanya adalah berlalu dengan cepat di dalam ibadah kepada Allah, seolah-olah orang yang bertasbih dengan mengulang-mengulang kalimat Mensuci Allah itu menyelam dengan cepat di dalam Ibadah kepada-Nya, seperti perenang yang pandai. Kata tasbih juga bias berasal dari kata sabaha yang berarti jauh dan tinggi. Maksudnya adalah jauh dari segi ungkapan dan tingkatan yang memiliki arti tinggi. Jadi kata subhanallah mengandung arti ketinggian dan kesucian maqam Allah dari segenap kekurangan. Tasbih bisa dengan ucapan dan bisa amal, dan bisa dengan kedua-duanya. Karena itu shalat di sebut tasbih sebagaiman dalam firman-Nya: Maka kalau sekiranya ia tidak termasuk orang yang banyak-banyak mengingant Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (QS Al: Shaffat [37]: 143-144). Menurut Ibn Jarir Al-Thabari maksud dari kata musabbin pada ayat tersebut adalah orang-orang yang shalat karena Allah Taala. Thalhah ibn Ubaidillah berkata, saya bertanya kepada Rasulullah SAW tentang tafsir Subhanallah, maka beliau menjawab , Kata itu merupakan bentuk penyucian kepada Allah SWT dari segala keburukan.

Berdasarkan pengajaran Nabi SAW, mengucapkan Subhanallah berarti, Saya menyucikan Allah dari segala sifat yang sesuai dengan keagungan uluhiyyah dan rububbiyah, berupa klaim batil bahwa Tuhan memiliki anak, pendamping atau jin. Juga berkeyakinan salah bahwa Tuhan memiliki sekutu bagi-Nya, atau mencampurkan antara sifat-sifat khalik dan sifat-sifat makhluk. Memang Allah SWT Hanya Dialah yang berhak untuk memiliki uluhiyyah, rububiyyah dan keesaan dalam Zat-Nya, sifat-sifat-Nya, nama-nama-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan kemutlakan kekuasaan-Nya. Kekuasaan yang tak di batasi oleh sesuatu dalam menguasai semua sifat kesempurnaan yang mutlak, kebersihan-Nya ats semua kekurangan, aib dan keburukan, dan dari butuhnya seluruh makhluk kepada-Nya, sementara Dia sama sekali tidak membutuhkan mereka. Dialah sang Khalik, pencipta, pelukis, maha kekal yang tidak di batasi oleh tempat dan, zaman tidak di buat oleh materi , dan tidak di bentuk oleh energi. Sementara itu, segala sesuatu selain-Nya adalah makhluk yang binasa, yang di batasi oleh tempat dan zaman, dan di bentuk oleh materi dan energi. B. Posisi Kalimat Thaiyyibah (Tasbih) Dalam Rukun Iman Kalimat Subhanallah mengidentifikasikan bahwa Allah Maha Agung dengan segala kebesaran-Nya, sebagaimana Allah mengagungkan diri-Nya dalam kitabNya. Sebgaimana para Rasul, malaikat, dan hamba-hambanya yang mengagungkan kebesaran-Nya. C. Kisah Nabi Yunus a.s. dan Kalimat Tasbih Sebagaimana dalam Al-Quran, dan ingatlah kisah Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat

gelap, Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesumgguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim (QS Al-Anbiya [21]:87) Ayat ini menerangkan tentang kisah Nabi Yunus a.s. yang di telan oleh seekor ikan besar, tetapi Allah menyelamatkannya dari bahaya dan malapetaka. Mengenai kisah Nabi Yunus ini bnayak sekali riwayat yang di sampaikan oleh ulama tafsir, di antaranya adlah seperti yang berikut ini. Nabi Yunus adalah seorang Rasul yang pada suatu ketika di utus kepada penduduk negeri Nainawa . namun malangnya, penduduk negeri tersebut tidak mau menerima kebenaran. Akhirnya, Nabi Yunus mendapat wahyu dari Allah bahwa apabila mereka masih saja berada dalam kekufuran, dalam tiga hari lagi mereka akan di timpa azab dan kebinasaan. Lalu Nabi Yunus menyampaikan ancaman Allah tersebut kepada mereka, tetapi mereka juga tetap enggan beriman, Nabi Yunus meninggalkan mereka dalam keadaan marah sisebabkan sikap bodoh dank keras kepala yang mereka tunjukkan. Sesungguhnya tidak ada lagi yang akan di harapkan apabila mereka tidak mau menerima kebenaran, melainkan azab seperti yang di janjikan. Akhirnya Nabi Yunus pergi meninggalkan penduduk negeri tersebut sebelum azab menimpa mereka. Nabi Yunus pergi menaiki perahu yang sesak dengan isi penumpang. Nabi yunus yakin bahwa Allah tidak akan mempersempit dan menyusahkannya. Dia pergi bukan karena putus asa, melainkan karean berharap mudah-mudahan di sana ada sebuah energy yang penduduknya mau menerima kebenaran, mau mengikuti petunjuk. Namun di tengah pelayaran perahu yang di tumpangi Nabi Yunus mendapat halangan untuk meneruskan perjalanan di sebabkan ombak dan muatan yang sarat. Salah satu penyelesaiannya adalah dengan mengurangi penumpangnya. Setelah di undi, maka keluarlah nama Nabi Yunus sebagai orang yang akan di keluarkan dari perahu untuk di campakkan ke laut. Undian di ulang sampai tiga kali, tetapi keputusan tidak berubah juga, akhirnya, Nabi Yunus di buang ke laut. Tidak lama kemudian seekor ikan besar dating menghampiri dan menelan Nabi Yunus ke

dasar laut. auf Al-Arabi meriwayatkan bahwa Nabi Yunus menyangka bahwa dia telah mati, tetapi ketika ia menggerakkan kakinya, maka sadarlah dia masih hidup. Lalu segera bersujud dan berkata, Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menjadikan tempat ini sebagai tempat bersujud, yaitu tempat yang tidak pernah di datangi oleh siapapun. Ibn Masud dan Ibn Abbas meriwayatkan pula bahwa ketika di bawa kedasar laut, Nabi Yunus mendengar batu-batu kecil bertasbih memuji Allah. Dan karenanya, pada saat itu yakni di dalam kegelapan malam dan bahkan dalam kegelapan laut dan kegelapan perut ikan, Nabi Yunus bezikir mengucapkan:


Tidak ada Tuhan (yang patut di sembah, selain engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk kedalam golongan orang-orang yang zalim) (QS AlAnbiya [21] - 87) Imam Al-Qurthubi dalam kitabn tafsirnya menulis sebuah riwayat yang menerangkan bahwa Allah memerintahkan ikan besar itu dengan firmannya, Jangan kamu menyakitinya sedikitpun. Sesugguhnya aku menjadikan perutmu hanya sebagai kurungan baginya, dan tidak menjadikan hamba-Ku itu sebagai makanan bagimu! jadi jika bukan pertolongan dari Allah, niscaya Nabi Yunus tidak akan mungkin hidup lagi. Dan pertolongan Allah itu pula adalah karena Nabi Yunus bertasbih memuji Allah. Allah berfirman, Maka kalau sekiranya dia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah (dengan bertasbih), niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (QS Al-Shaffat [37]: 143-144) Demikianlah kisah Nabi Yunus yang menampakkan kedudukan tasbih. Dengan tasbih yang di ucapkan di perut ikan, Nabi Yunus dapat kembali kedaratan dan meneruskan perjuangan dan hidup di muka bumi

D. Asmaul Husna Menjadi Dasar Teologis Kalimat Thayyibah ( Subhanallah ) Asmaul Husna artinya nama-nama Allah swt yang baik. Asmaul Husna jumlahnya ada 99. Asmaul Husnabaik dibaca ketika berdoa dan bertasbih kepada Allah swt. Mengucapkan Asmaul Husna bertujuan untuk memuji atau mengagungkan kebesaran Allah swt. Berikut ini akan dijelaskan hanya 4 Asmaul Husna E. Kekuatan Tasbih Zikir dan kalimat-kalimat tasbih amatlah beragam. Meskipun demikian, tujuannya adalah upaya menyucikan Allah dari segala macam keburukan . keragaman tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali kalimat tasbih yang dapat di ucapkan oleh seseorang sekaligus ganjaran yang berbeda-beda pula. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW, bersabda: ada dua kalimat yang ringan di ucapkan, tetapi berat dalam timbangan dan di sukai oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu:


Maha suci Allah dan dengan segala pujian kepada-Nya, Maha Suci Allah yang Maha Agung (HR Al-Bukhari dan Muslim). Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang membaca:


Maha Suci Allah dengan segala pujian kepada-Nya seratus kali, maka di hapuslah segala dosanya walaupun laksana buih air laut (HR Al-pBukhari dan Muslim). Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Maukah saya beri tahukan kepadamu kalimat yang paling di sukai Allah (untuk

diucapkan)? Abu Dzar menjawab, Ya Rasulullah beri tahukanlah kepadaku kalimat yang paling disukai Allah itu. Beliau bersabda. Kalimat yang paling disukai Allah ialah Subhanallah wa bi hamdih (Maha Suci Allah dengan segala pujian kepada-Nya) (HR Muslim, Al-NasaI, dan Al-Tirmidzi). Juwairiyyah r.a. meriwayatkan bahwa rasulullah SAW, keluar dari rumahnya, lalu beliau kembali lagi pada waktu dhuha, sementara juwairiyyah sedang duduk. Beliau bertanhya,Apakah kamu dalam keadaan seperti ini sejak aku meninggalkanmu? juwairiyyah menjawab benar. Nabi SAW bersabda, Aku beri tahukan kepadamu tiga kalimat yang jika ditimbang dengan apa yang kamu ucapkan sejak hari ini, tentu timbangannya akan lebih berat, yaitu:


Maha Suci Allah dengan segala pujian kepada-Nya, sejumlah bilangan makhluk-Nya, keridhaan-Nya, timbangan Arasy-Nya, dan pena-pena (untuk mencatat) kalam-Nya (HR Muslim, Al-Nasai, Ibn Majah, dan Al-Tirmidzi) Abu Hasan Al-Naisaburi mengutip banyak perkataan tentang fadilah (keutamaan) bertasbih, diantaranya, Jika engkau menginginkan selamat dari api neraka, bertasbihlah dengan membaca :


Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS Ali Imran [3]:191) Jika engkau ingin di bebaskan dari cobaan bencana, bertasbihlah seperti tasbihnya Nabi Yunus, yakni;

Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim (QS Al-Anbiya [21]: 87) F. Meneladani Tasbih Dalam Kehidupan Kalimat tasbih bermakna menyucikan Allah. Sementara para ulama menyatakan bahwa kesucian mengandung tiga aspek, yakni kebenaran, keindahan, dan kebaikan sehingga Allah Yang Maha suci itu adalah Dia Yang Mahaindah, Mahabaik, Mhabenar dalam Zat, sifat, perbuatan-Nya, keindahan, kebenaran, dan kebaikan yang tidak di nodai oleh sesuatu apapun. Dari sini kemudian dating perintah menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan. Kini kita bertanya apakah buah dari upaya manusia meneladani dari sifat kesucian Allah itu? Jika kita memahami kesucian dalam arti yang di kemuikakan Imam Gahazali, menurut Hjjatul Islam (Penguraian Kebenaran Islam) ini kesucian seorang hamba adalah dengan menyucikan kehendak dan pengetahuannya. Pengetahuannya disucikan sehingga pandangan dan pengetahuannya berkisar pada persolan-persoalan keabadian. Ia hendaknya bebas dari persoalan-persoalan yang bersifat indrawi atau imajinatif. Ia hendaknya meraih pengetahuan yang seandainya indra dan daya imajinasinya di cabut, ia tetap haus akan pengetahuan ilahiyyah yang bersifat kulli dan berkaitan dengan persoala-persoalan azali (yang kekal), bukan menyangkut hal-hal duniawi yang sifatnya berubah-ubah atau wujudnya mustahil. Adapun kehendaknya, maka ini di sucikan dengan kisaran hal-hal yang bersifat kelezatan syahwat, amarah, kenikmatan makan, kawin, pakaian, sentuhan, dan pandangan serta semua kelezatan yang tidak dapat di raih kecuali dengan indra dan kalbu. Bahkan, ia hendaknya tidak menghendaki kecuali Allah dan tidak memili sesuatu kecuali Allah, dan juga memiliki kecuali kerinduan bertemu dengan Allah serta tidak memiliki kegembiraan kecuali mendekat kepada-Nya. Bahkan seandainya di tawarkan kepadanmya surga dan seluruh kenikmatannya,

kehendaknya tidak mengarah kesana. Ia tidak puas dengan rumah tempat tinggal,

kecuali jika Rabb al-bait (pemilik rumah) hadir bersamanya. Walhasil, menurut AlGhazali, karena pengetahuan yang bersifat indrawi atau khayaliyah (imajinasi), ketika bintangpun dapat meraihnya, maka hendaknya manusia meningkatkan diri menuju apa yang bersifat khas manusiawi. Dmikian juga dengan syhwat manusiawi yang sama dengan syahwat binatang, hendaknya di hindari oleh manusia yang meneladani sifat kesucian Tuhan itu. Keagungan seorang manusia di tentukan oleh keagungan kehendaknya. Siapa kehendaknya yang berkisar pada apa yang masuk kedalam perut, mak nilai kemanusiaannya sama dengan apa yang keluar dari perutnya. Siapa yang tidak m Empunyai kehendak keculai pada Allah, maka derajat manusianya sesuai dengan kadar kehendaknya. Demikian lebih kurang penjelasan Al-Ghazali. Boleh jadi, ketika anda membaca penjelasan Al-ghazali, anda merasa bahwa yang demikian terlalu sulit untuk di raih. Ia hanya dapat di raih oleh seorang sufi yang telah lebur bersama Allah SWT. Untuk itu pul;a telah di ingatkan kembali pandangan sementara ulama yang telah di singgung tadi, yakni bahwa kesucian adalah gabungan dari tiga hal : benar, indah, dan baik. Nah buah dari sifat suci dalam makna tadi san diteladani, akan dapat mengantar manusia menjadi ilmuan, seniman dan budiman. Karena mencari yang benar menciptakan ilmu, berbuat yang baik membuahkan etika, dan

mengekspresikan yang indah melahirkan seni. Meneladani Allah dalam sifat kesucian-Nya bahkan bukan saja menurut anda menjadi ilmuan, budiman, sekaligus seniman, melainkan juga menuntut untuk menghadirkan Allah, pada ilmu yang anda pikirkan dan amalkan, melalui seni yang anda ekspresikan, serta dalam setiap budi daya yang anda lakukan. Ini agaknya tiodak sulit apa ynag di kemukakan Al-ghazali tersebut.

Das könnte Ihnen auch gefallen