Sie sind auf Seite 1von 6

Biofarmasi 2 (1): 9-14, Pebruari 2004, ISSN: 1693-2242

 2004 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Pertumbuhan Kalus dan Kandungan Minyak Atsiri Nilam


(Pogostemon cablin (Blanco) Bth.) dengan Perlakuan Asam α-
Naftalen Asetat (NAA) dan Kinetin

Callus growth and essential oil of nilam (Pogostemon cablin (Blanco) Bth.) on
the treatment with α-naphtalen acetic acid and kinetin

GUNTUR TRIMULYONO1, SOLICHATUN1,♥, SOERYA DEWI MARLIANA2


1
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126.
2
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126.

Korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126. Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail: olich@mipa.uns.ac.id.

Diterima: 22 Juli 2002. Disetujui: 11 Maret 2003.

Abstract.The objectives of the research were to study the effect of adding of α - naphtalen acetic acid (NAA) and kinetin
on callus growth and essensial oil production from nilam (Pogostemon cablin (Blanco) Bth.) callus culture. The outline of
the research was the callus growth and secondary metabolite production from plant’s body could be triggered by the
occurrence of plant growth regulation. The addition NAA and kinetin in culture’s medium would influence cell proliferation
and synthesis of protein, so that both can induce callus growth and secondary metabolism production from the cell that
have been cultured. According to the research objectives, the research was done by using in vitro callus culture method
to obtain callus from explant P. cablin leaf and to induce essensial oil production. In vitro culture process consist of two
stages. First stage was the callus initiation medium induced the callus from explant. The experiment was done by
medium Murashige-Skoog (MS) with 2,4-D 0,5 mg/l and kinetin 0.5 mg/l; and the second stage was the medium
treatment induced callus growth and essensial oil production. The research used factorial completely randomized design
with two factors (NAA concentration: 0mg/l, 0,5 mg/l, 1,0 mg/l, 2,0 mg/l; and kinetin concentration: 0 mg/l, 0,5 mg/l,
1,0 mg/l, 2,0 mg/l) with 3 replicates. The collected data were qualitative data (callus morphology include texture and
colour callus) and quantitative data (callus growth rate, callus dry weight and essensial oil content). Data were analyzed
by Anova and followed by DMRT 5% confidence level and correlation regretion. The result of the research indicated the
treatment with addition plant growth regulation (NAA and kinetin) on Murashige-Skoog’s medium had significant effect on
callus growth rate but it didn’t have significant effect on callus dry weight and the increase of produced essential oil.

Keywords: Pogostemon cablin (Blanco) Bth., growth rate, in vitro, essential oil.

PENDAHULUAN dapat digantikan karena bioaktifitasnya sebagai


bahan penyembuh (Wattimena dkk., 1992).
Komoditas minyak nilam dalam dunia Penelitian ini diarahkan untuk mengkaji
perdagangan internasional sering disebut patchouli pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap
oil dan merupakan salah satu produk minyak atsiri pertumbuhan kalus dan produksi minyak atsiri nilam
(essential oil). Minyak nilam merupakan bahan baku (Pogostemon cablin (Blanco) Bth.), yang ditanam
yang penting untuk industri wewangian dan pada media MS secara in vitro. Dari penelitian ini
kosmetika. Minyak nilam mempunyai sifat-sifat diharapkan diketahui kombinasi zat pengatur
sukar tercuci, sukar menguap dibandingkan dengan tumbuh yang optimum bagi pertumbuhan kalus dan
minyak atsiri lainnya, dapat larut dalam alkohol dan sintesis minyak atsiri nilam. Jenis zat pengatur
dapat dicampur dengan minyak atsiri lainnya. tumbuh yang digunakan dari golongan auksin
Berdasarkan sifat itulah minyak nilam dipakai adalah NAA dan dari golongan sitokinin adalah
sebagai fiksatif untuk industri wewangian (Santoso, kinetin.
1991).
Minyak nilam sampai saat ini belum dapat dibuat
secara sintetis. Oleh karena itu minyak nilam BAHAN DAN METODE
konvensional mempunyai prospek yang cukup
cerah. Minyak nilam sebagian besar masih diekspor Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober
ke luar negeri karena di negara kita belum ada 2002 s.d. April 2003 di Laboratorium Pusat MIPA
industri parfum yang berarti (Daud, 1991). Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini
kimia terutama dalam hal ini adalah industri farmasi adalah penelitian kuantitatif. Rancangan percobaan
merupakan industri yang didukung oleh senyawa- yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
senyawa alami dari tumbuhan. Sampai batas (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah
tertentu senyawa-senyawa alami tumbuhan tidak konsentrasi NAA dengan macam konsentrasi 0; 0,5;
10 Biofarmasi Vol. 2, No. 1, Pebruari 2004, hal. 9-14

1,0; dan 2 mg/l. Sedangkan faktor kedua adalah Memasuki masa inkubasi pada minggu ketiga warna
konsentrasi kinetin dengan macam konsentrasi 0; kalus mulai bervariasi seiring dengan pertumbuhan
0,5; 1,0; dan 2 mg/l. Masing-masing perlakuan kalus, kebanyakan kalus berubah warna menjadi
dengan 3 ulangan. Dari kedua faktor perlakuan lebih coklat namun ada beberapa kalus yang tetap
tersebut didapatkan 16 macam kombinasi berwarna kuning kecoklatan dan coklat muda.
perlakuan. Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 3 Hasil tersebut memperlihatkan pengaruh
tahapan meliputi: tahap persiapan, tahap pemberian kinetin terhadap warna kalus berkaitan
penanaman eksplan serta tahap pengamatan, dengan peran kinetin dalam proses pembelahan sel
pengukuran dan pengujian. dan sintesis protein, disamping itu sitokinin (kinetin)
Analisis data dilakukan terhadap laju mampu memperlambat proses senesensi
pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan (Wattimena dkk., 1992). Warna kalus yang terlihat
minyak atsiri dengan menggunakan analisis varian lebih coklat atau mengarah ke coklat tua mungkin
pola dua arah untuk mencari beda nyata antar disebabkan adanya senyawa fenol dari jaringan.
perlakuan, dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf Menurut Wattimena (1991), senyawa-senyawa fenol
uji 5%. Sedangkan untuk mengetahui hubungan dapat menghambat pembelahan sel, pembesaran
antara laju pertumbuhan dan berat kering kalus sel dan pertumbuhan. Tekstur kalus yang
dengan kandungan minyak atsiri nilam dilakukan diperlihatkan pada media perlakuan mempunyai
analisis regresi dan korelasi. susunan sel-sel yang remah sehingga mudah
dipisah-pisahkan. Tekstur tidak berubah baik
sebelum maupun sesudah diperlakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian NAA mampu memacu pertumbuhan
kalus pada kultur daun P. cablin. Pemberian NAA
Morfologi kalus dan kinetin menjadikan kalus terus mengalami
Penggunaan auksin (2,4-D) dan sitokinin pertumbuhan. Kalus yang dihasilkan secara umum
(kinetin) dengan konsentrasi 0,5 mg/l mampu memperlihatkan pertambahan berat 3 kali lipat dari
menginduksi terbentuknya kalus dari eksplan yang berat kalus awal sebelum perlakuan. Sriyani dan
berasal dari daun nilam (Pogostemon cablin). Pada Wijayani (1994), auksin dapat meningkatkan
konsentrasi tersebut, 2,4-D dan kinetin mampu tekanan osmotik, meningkatkan sintesis protein,
merangsang sel daun melakukan proses dediferen- meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan
siasi membentuk kalus. Inisiasi kalus mulai terlihat melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya
pada perlukaan daun pada saat kultur berumur 7-9 tekanan dinding sel, sehingga air dapat masuk ke
hari. Kalus yang terbentuk memiliki kenampakan dalam sel yang disertai kenaikan volume sel.
tekstur yang remah dan berwarna putih Fosket dkk (1981) dalam Salisbury dan Ross
kekuningan. Pada kultur jaringan, morfogenesis dari (1991), mengatakan bahwa sitokinin mendorong
eksplan selalu tergantung dari interaksi dari auksin pembelahan sel dalam kultur jaringan dengan cara
dan sitokinin (Wattimena dkk., 1992). mempersingkat waktu berlangsungnya fase S dalam
Kalus setelah berumur 15-17 hari mengalami siklus sel (dari G2 ke mitosis), hal ini terjadi karena
perubahan warna menjadi kuning bening dengan sitokinin menaikkan laju sintesis protein. Beberapa
tekstur yang masih sama. Kalus menjadi berwarna protein tersebut berupa protein pembangun atau
kuning kecoklatan setelah berumur 28-30 hari, hal enzim yang dibutuhkan untuk mitosis.
ini kemungkinan karena terbentuknya senyawa
fenol dari jaringan dan semakin dewasanya umur Laju pertumbuhan kalus
kalus. Kalus harus disubkultur ke media yang sama Pemberian variasi konsentrasi NAA dan kinetin
dengan tujuan untuk mengganti media dengan yang menghasilkan laju pertumbuhan kalus yang berbeda
baru agar pertumbuhan kalus tidak terhambat nyata pada uji DMRT 5% (Tabel 1.). Laju
akumulasi senyawa fenol, hal ini sekaligus pertumbuhan kalus tertinggi adalah 151,1 mg/hari
digunakan untuk memperbanyak kalus. Subkultur pada perlakuan dengan pemberian 2 mg/l NAA dan
dilakukan pada saat kalus berumur 5 minggu dan 1 mg/l kinetin pada masa inkubasi 5 minggu
dilakukan hanya sekali. Semakin banyak disubkultur (Gambar 5). Pertumbuhan kalus mulai terlihat pada
maka kemampuan regenerasi (totipotensi) eksplan saat kalus berumur 7-9 hari dengan munculnya
semakin hilang (Sriyanti dan Wijayani, 1994). kalus-kalus baru yang berwarna kuning bening
Kalus yang diperoleh dari media inisiasi berwarna hingga selama masa inkubasi 4-5 minggu.
kuning kecoklatan yang merupakan warna awal
kalus pada saat dipindahkan ke dalam media Tabel 1. Laju pertumbuhan kalus P. cablin (mg/hari).
perlakuan. Warna kalus mengalami perubahan
setelah ditumbuhkan pada media perlakuan, Penambahan Penambahan NAA
Kinetin 0 mg/l 0,5 mg/l 1 mg/l 2 mg/l
penampakan kalus pada awal minggu kedua muncul
0 mg/l 69,40bcd 69,1bcd 79,9abcd 47,9d
warna kuning bening disebabkan tumbuhnya kalus
0,5 mg/l 130,2ab 123,5abc 119,6abcd 102,8abcd
baru setelah diperlakukan dalam media perlakuan. 1 mg/l 75,4bcd 126,5ab 100,3abcd 151,1a
Ukuran kalus baru yang muncul berbeda-beda 2 mg/l 118,6abcd 84,2abcd 48,7cd 106,5abcd
pada tiap perlakuan. Hal ini dimungkinkan karena Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda
masing-masing kalus memiliki kepekaan dan daya pada kolom dan baris menunjukkan ada beda nyata pada
serap terhadap media yang berbeda serta adanya uji DMRT taraf 5%.
pengaruh dari zat pengatur tumbuh yang diberikan.
TRIMULYONO dkk. – Perlakuan NAA dan kinetin terhadap kalus dan minyak atsiri Pogostemon cablin 11

Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai Pengaruh NAA terlihat tidak memiliki beda nyata
komponen media bagi pertumbuhan dan diferensiasi pada taraf uji 5% sedangkan pemberian kinetin
kalus. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh memberikan pengaruhnya yang berbeda nyata pada
dalam media, pertumbuhan akan terhambat bahkan taraf uji 5% terhadap laju pertumbuhan kalus P.
mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan cablin. Pemberian kinetin ternyata mampu memacu
kalus dan organ-organ ditentukan oleh penggunaan pembelahan sel yang ditunjukkan dengan
yang tepat dari zat pengatur tumbuh tersebut meningkatnya laju pertumbuhan kalus. Pengaruh
(Sriyanti dan Wijayani, 1994). kinetin terhadap laju pertumbuhan kalus P. cablin
Auksin (NAA) memberikan pengaruh terhadap diduga berkaitan dengan perannya dalam memacu
perkembangan sel karena auksin dapat menaikan pembelahan sel dan sintesis protein. Sifat paling
tekanan osmotik, meningkatkan permeabilitas sel, penting dari sitokinin adalah perangsangannya
meningkatkan sintesis protein, meningkatkan terhadap pembelahan sel (Wilkins, 1989). Menurut
plastisitas dan pengembangan dinding sel (Abidin, Sriyanti dan Wijayani (1994), macam dan kombinasi
1990). Sitokinin (kinetin) yang ditambahkan ber- penggunaan zat pengatur tumbuh pada media
peran dalam pembelahan sel dan sintesis protein. kultur jaringan sangat tergantumg pada jenis
Pemacuan pembelahan sel dan sintesis protein oleh tanamannya. Menurut Lakitan, (1996), pengaruh
kinetin menyebabkan sel berproliferasi, akibatnya zat pengatur tumbuh tergantung pada kondisi
volume sel bertambah sehingga menyebabkan anatomi dan fisiologi dari sel yang dipengaruhi dan
bertambahnya berat kalus yang dihasilkan. Adanya tidak semua sel menjadi sasaran hormon tertentu.
kenaikan sintesis protein akibat pengaruh NAA dan Tabel 1. terlihat beberapa perlakuan mempunyai
kinetin maka dapat digunakan sebagai sumber laju pertumbuhan yang lebih rendah daripada
tenaga dalam pertumbuhan (Wattimena, 1991). kontrol, hal ini mungkin disebabkan karena eksplan
Pertumbuhan memerlukan penyerapan air yang daun P. cablin yang dikulturkan tidak sama kondisi
berarti bahwa sel tersebut harus mempertahankan fisiologisnya meski sama-sama diambil dari daun
potensial airnya agar selalu negatif daripada ketiga. Kalus hasil inisiasi juga dimungkinkan
potensial air larutan disekitarnya. Pemberian auksin mempunyai daya serap yang berlainan karena sel
menyebabkan sel penerima mengeluarkan ion H+ ke yang telah tua mempunyai daya serap yang lebih
dinding sel yang mengelilinginya dan ion H+ ini rendah dibandingkan sel yang muda. Struktur kalus
kemudian menurunkan pH sehingga terjadi peng- yang merupakan kumpulan dari banyak sel
enduran dinding sel dan pertumbuhan yang cepat. menyebabkan sel-sel yang berada di lapisan dalam
Diduga pH rendah inilah yang bekerja mengaktifkan tidak dapat mengadakan kontak langsung dengan
beberapa enzim perusak dinding sel tertentu, yang media. Setiap jaringan tanaman mempunyai
tidak aktif pada pH yang lebih tinggi. Enzim tersebut perbedaan kepekaan terhadap zat pengatur tumbuh
diduga memutuskan ikatan pada polisakarida dan tergantung pada konsentrasinya.
dinding sel sehingga memungkinkan dinding sel Siklus sel berpengaruh terhadap proses
lebih meregang (Salisbury dan Ross, 1991). pembelahan sel dan sintesis protein, hal ini akan
Sel-sel dapat mengembang, dengan masuknya mempengaruhi laju pertumbuhan kalus. Menurut
air akan menyebabkan dinding sel mengembang Lakitan (1996), setiap sel dapat memiliki siklus sel
sampai pada suatu tekanan dinding sel tertentu yang berbeda tidak hanya antar spesies tetapi juga
yang dapat menghalangi absorpsi air selanjutnya. antar individu dari spesies yang sama, hal tersebut
Dinding-dinding sel yang retak oleh pengembangan dipengaruhi oleh lingkungan atau perlakuan saat
sel akan diperbaiki dengan penambahan bahan perkembangan pada pohon induknya dan saat
dinding sel baru. Longgarnya dinding sel menye- perkembangan pada pohon induknya. Sehingga
babkan berkurangnya tekanan dinding sel, sehingga perlakuan yang bervariasi dengan adanya kombinasi
air akan masuk ke dalam sel dan terjadilah keseim- NAA dan kinetin menunjukkan laju pertumbuhan
bangan yang baru. Bahan-bahan dinding sel yang yang berbeda.
baru, ditimbun kembali pada bagian-bagian dinding Pertumbuhan sel umumnya tinggi pada
sel yang telah menggeser atau retak itu. Pengaruh pemberian 0,5-2,0 mg/l kinetin pada semua
auksin dalam hal ini adalah pada proses yang konsentrasi NAA yang digunakan (Tabel 1.). Hal ini
menyebabkan bergesernya dinding sel tersebut mungkin dikarenakan pengaruh kinetin dalam
(Wattimena, 1991). pembelahan sel dan sintesis protein pada kalus
Menurut Wattimena dkk. (1992), terdapat disamping berpengaruh NAA terhadap pembesaran
sekelompok gen yang dapat mengatur perubahan sel, permeabilitas sel dan sintesis protein.
pola pertumbuhan sehingga proses proliferasi sel Sedangkan perlakuan dengan menggunakan NAA
dan morfogenesisnya dapat berjalan. Seperti gen- tanpa penambahan kinetin menunjukkan
gen yang mengatur konsentrasi yang efektif dari pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan
zat-zat yang dapat mendorong pertumbuhan. perlakuan NAA yang ditambahkan bersama dengan
Pengaruh zat pengatur tumbuh untuk suatu proses kinetin pada konsentrasi tersebut, mungkin
morfogenesis atau pertumbuhan dan perkembangan disebabkan pengaruh NAA jika ditambahkan tanpa
merupakan kerjasama dari dua atau lebih zat pemberian kinetin terhadap pertumbuhan kalus P.
pengatur tumbuh. NAA dan kinetin sangat dibutuh- cablin kurang begitu besar dibandingkan apabila
kan untuk proliferasi dan pertumbuhan kalus P. NAA ditambahkan bersama dengan kinetin. Data
cablin. tersebut menunjukkan interaksi sinergisme antara
NAA dan kinetin dalam memacu pertumbuhan kalus
12 Biofarmasi Vol. 2, No. 1, Pebruari 2004, hal. 9-14

P. cablin sehingga diperoleh laju pertumbuhannya Tabel 2. Berat Kering Kalus P. cablin (mg).
tinggi.
Hal sama ditunjukkan kultur Lyquidambar Pemberian Pemberian NAA
Kinetin 0 mg/l 0,5 mg/l 1 mg/l 2 mg/l
styraciflua pada media yang menggunakan NAA
0 mg/l 257,3a 243,5a 217,8a 235,7a
dengan konsentrasi 0,5 dan 2,0 mg/l yang
0,5 mg/l 254,1a 265,2a 265a 290,9a
dikombinasikan dengan 0 dan 0,1 mg/l BA 1 mg/l 245,8a 280,8a 256,5a 278,2a
memperlihatkan hasil yang menunjukkan bahwa 2 mg/l 262,5a 252,3a 198,2a 260,7a
kalus mengalami pertumbuhan tertinggi pada Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda
pemberian konsentrasi 0,5 mg/l NAA dan 0,1 mg/l pada kolom dan baris menunjukkan ada beda nyata pada
BA. Pemberian 2,0 mg/l NAA dan 0,1 mg/l BA juga uji DMRT taraf 5%.
menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi
dibandingkan perlakuan 0,5 dan 2,0 mg/l NAA tanpa NAA dan kinetin yang ditambahkan ke dalam
BA. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya sitokinin media diduga mempengaruhi produksi biomassa
disamping auksin dalam memacu pertumbuhan sel dengan jalan mempengaruhi kerja enzim-enzim
(Ishimaru, 1996). tertentu yang berhubungan dengan proses
Pentingnya peranan sitokinin juga ditunjukkan metabolisme dan sintesis protein. Pada penelitian
pada penelitian terhadap sel-sel dari biji tembakau yang dilakukan oleh Abdullah et al. (1998), pada
yang dipotong kemudian dikulturkan dalam media kultur Rubia cordifolia diketahui bahwa
buatan, ternyata tidak dapat tumbuh. Sel-sel pertumbuhan sel umumnya tinggi pada pemberian 0
tersebut memanjang tetapi tidak membelah pada dan 0,5 mg/l NAA yang dikombinasikan dengan 0,
saat auksin ditambahkan ke media kultur. Namun 0,5, 1,0 dan 2 mg/l kinetin, hal ini terlihat dari berat
sel-sel mulai membelah secara cepat dan kering kalus yang diperoleh yaitu sebesar 16-17%.
membentuk massa dari sel-sel yang tidak Hal yang sama terjadi pada penelitian kultur kalus
terorganisasi (kalus) pada saat kinetin ditambahkan Mentha piperita Linn. yang dilakukan oleh Gati dan
bersama-sama dengan auksin. Oleh karena itu, Mariska (1992), kombinasi 2,4-D dengan kinetin
kehadiran dari kedua zat tumbuh tersebut memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
diperlukan untuk pembelahan sel. Jumlah kombinasi 2,4-D dan BA. Kombinasi perlakuan yang
pembelahan sel meningkat secara proposional terbaik adalah pada 0,1 mg/l 2,4-D dan 1 mg/l
sesuai dengan konsentrasi penambahan sitokinin kinetin dengan berat basah sebesar 3,86 g dan
jika auksinnya tidak terbatas (Scragg, 1997). berat kering 0,27 g. Pemberian zat pengatur
Penelitian yang dilakukan Hernani dan Syahid tumbuh tersebut memberikan pengaruhnya yang
(2001), juga menunjukkan hal yang sama, pada berbeda nyata terhadap berat kering kalus.
kultur kalus Orthosiphon aristatus pemberian 0,1 Auksin berpengaruh terhadap pelonggaran atau
mg/l 2,4-D memberikan hasil terbaik dalam pergeseran dinding sel dengan melepaskan ikatan-
meningkatkan pertumbuhan. Pemberian 0,1 mg/l ikatan hidrogen pada xyloglucan. Ikatan-ikatan
2,4-D dan 0,5 mg/l BA dapat merangsang hidrogen ini dipengaruhi terutama oleh ion H+.
pertumbuhan kalus sehingga berat kalus yang Untuk perpanjangan suatu jaringan diperlukan pH
dihasilkan cenderung meningkat. Berat kalus sekitar 4,0 sehingga diperlukan adanya ion H+ pada
tertinggi diperoleh pada perlakuan 0,1 mg/l 2,4-D dinding sel. Peranan auksin pada proses ini adalah
dan 0,5 mg/l BA pada umur 5 minggu yaitu sebesar dengan mengaktifkan pompa ion yaitu proses
6,59 g dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan pengangkutan ion H+ melalui plasma membran yang
0,1 mg/l 2,4-D dan 1,0 mg/l BA yaitu 6,33 g. menyebabkan kenaikan atau penimbunan ion H+
pada dinding sel dan pelonggaran pada dinding sel.
Berat kering kalus Setelah sel membesar dan berelongasi dinding sel
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran berat diperbaiki dari retak-retak yang terjadi
kering ternyata tidak menujukkan beda nyata antar (distabilisasikan). Termasuk dalam proses ini adalah
perlakuan. Secara umum jika dilihat dari data yang pembuatan bahan-bahan dinding sel baru untuk
diperoleh berat kering kalus hampir seragam atau perbaikan komponen dinding sel yang retak yang
tidak terjadi perbedaan yang cukup jauh. Pemberian disebabkan oleh pergeseran penyusun dinding sel
2 mg/l NAA dan 0,5 mg/l kinetin terlihat efektif tersebut (Wattimena, 1991).
dalam memproduksi biomassa yang ditunjukkan Menurut Abidin (1990), auksin dapat merubah
dengan berat kering kalus sebesar 290,9 mg (Tabel aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam sintesis
2.). Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa komponen-komponen dinding sel dan menyusunnya
biomassa yang dihasilkan sejalan dengan laju kembali dalam suatu matriks dinding sel yang utuh
pertumbuhan kalus pada konsentrasi tersebut. sehingga akan berpengaruh terhadap berat sel.
Biomassa yang dihasilkan pada kultur jaringan Sitokinin berperan dalam metabolisme asam nukleat
sangat tergantung pada kecepatan sel-sel tersebut dan sintesis protein. Dengan perubahan
membelah diri, memperbanyak diri yang dilanjutkan metabolisme tersebut pada daerah tempat
dengan pembesaran sel. Kecepatan sel membelah diberikannya sitokinin akan menyebabkan
diri dapat dipengaruhi oleh adanya kombinasi terjadinya penimbunan asam-asam amino, fosfat,
auksin-sitokinin tertentu dalam konsentrasi yang gula dan bahan-bahan lain (Wattimena, 1991).
tertentu tergantung pada tanamannya, juga faktor- Berat basah kalus akhir yang diperoleh dari hasil
faktor dari luar lainnya seperti intensitas cahaya dan penelitian menunjukkan beda nyata antar perlakuan
temperatur (Wattimena dkk., 1992) (Tabel 2.). begitu juga dengan laju pertumbuhan kalus. Namun
TRIMULYONO dkk. – Perlakuan NAA dan kinetin terhadap kalus dan minyak atsiri Pogostemon cablin 13

berat kering kalus yang diperoleh tidak pertumbuhan sel tinggi, selanjutnya senyawa ini
menunjukkan beda nyata, hal ini dimungkinkan akan diubah menjadi diosgenin mengikuti
karena kalus yang diperoleh setelah perlakuan lebih menurunnya pertumbuhan sel. Oleh karena itu
banyak mengandung air sehingga pada saat proses produksi diosgenin sel tidak berkorelasi dengan
pengeringan, air akan menguap yang akan kecepatan tumbuh sel.
mempengaruhi berat kering kalus. Jika dilihat pada Berdasarkan hal tersebut kemungkinan
Gambar 5 dan 6 secara umum ada kesamaan pola pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan kinetin
antara produksi biomassa dengan laju pada media perlakuan oleh kalus lebih diarahkan
pertumbuhan, hal tersebut menunjukkan bahwa laju untuk pertumbuhan dan produksi biomassa kalus
pertumbuhan kalus sejalan dengan produksi dibandingkan untuk sintesis minyak atsiri. Sintesis
biomassa kalus. Pada kontrol (0 mg/l NAA dan 0 minyak atsri belum terjadi pada tahap pertumbuhan
mg/l kinetin) ternyata memperlihatkan produksi kalus dan baru disintesis pada saat sel mengalami
biomassa yang cukup tinggi. Kalus tersebut tidak diferensiasi menjadi suatu organ. Kandungan
dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh eksogen minyak atsiri kalus P. cablin dicantumkan pada
(NAA dan kinetin) sehingga menunjukkan biomassa Tabel 3.
yang dihasilkan juga akan berbeda dengan kalus
yang memperoleh perlakuan. NAA akan Tabel 3. Kandungan Minyak Atsiri Kalus P. cablin (%).
meningkatkan permeabilitas sel sehingga difusi
masuknya air ke dalam sel akan meningkat Pemberian NAA
Pemberian
sedangkan kinetin berperan dalam sintesis protein. 0,5
Kinetin 0 mg/l 1 mg/l 2 mg/l
mg/l
Kalus yang mendapatkan perlakuan lebih banyak
0 mg/l 0,146ab 0,165ab 0,329ab 0,114ab
menyimpan air sehingga berat keringnya ada yang 0,5 mg/l 0,257ab 0,094ab 0,314ab 0,084ab
dibawah kontrol. Galston (1941) dalam Abidin 1 mg/l 0,298ab 0,061ab 0,035b 0,123ab
(1990), menerangkan bahwa jumlah larutan yang 2 mg/l 0,158ab 0,295ab 0,190ab 0,417a
ada didalam sel meningkat pada sel yang diberi Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda
perlakuan auksin (IAA). Menurut Wattimena (1991), pada baris dan kolom menunjukkan ada beda nyata pada
auksin mendorong terjadinya elongasi sel yang uji DMRT taraf 5%.
diikuti dengan pembesaran sel dan meningkatnya
berat basah. Peningkatan berat basah terutama Produksi senyawa metabolit sekunder tergantung
disebabkan oleh meningkatnya penyerapan air oleh pada tahap-tahap perkembangan organisme yang
sel tersebut. menghasilkannya. Diferensiasi sel menentukan
sintesis senyawa tersebut. Pada kultur in vitro
Kandungan minyak atsiri P. cablin produksi senyawa metabolit sekunder seringkali
Data yang diperoleh ternyata tidak terdapat beda berasosiasi dengan deferensiasi sel atau jaringan
nyata terhadap kandungan minyak atsiri P. cablin. yang dikulturkan. Meskipun banyak senyawa
Pemberian NAA dan kinetin tidak berpengaruh nyata metabolit sekunder berhasil diproduksi oleh sel
terhadap sintesis minyak atsiri. Namun demikian tetapi jumlah senyawa tersebut kadang-kadang
kandungan minyak atsiri diperoleh pada pemberian lebih rendah daripada apabila sel tersebut
2 mg/l NAA dan 2 mg/l kinetin dapat mencapai berdiferensiasi membentuk organ lain. Hal ini
0,4173% (Tabel 3.). ditunjukkan pada kandungan senyawa vinblastin
Kandungan minyak atsiri yang diperoleh ternyata dan vincristin pada Catharantus roseus, daun hasil
memiliki korelasi yang negatif terhadap laju kultur jaringan lebih tinggi daripada kalus sehingga
pertumbuhan dan berat kering kalus. Hal tersebut untuk mendapatkan alkaloid tersebut dalam jumlah
menunjukkan bahwa minyak atsiri tidak disintesis besar dengan teknik kultur jaringan, eksplan yang
pada saat pertumbuhan memasuki fase ditanam harus diarahkan untuk membentuk daun
eksponensial. Pada fase ini, terjadi peningkatan laju daripada membentuk kalus (Wattimena dkk., 1992).
pertumbuhan yang diikuti dengan produksi Ernawati (1990) dalam Wattimena dkk. (1992)
biomassa. Hal ini menunjukkan bahwa sintesis menyebutkan bahwa pada kultur Polygonum
minyak atsiri tidak berhubungan dengan produksi tinchtorium Ait, senyawa anti jamur (antifungal
biomassa. compound) yang dihasilkan oleh akar berambut
Berbagai perlakuan pada kultur jaringan dapat jumlahnya lebih besar daripada yang dihasilkan oleh
dilakukan untuk menghasilkan senyawa yang kalus.
diinginkan sebanyak mungkin. Sebagai contoh Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati
betasianin dan senyawa pigmen dihasilkan (1999), pada kultur dengan eksplan daun P. cablin
maksimum pada saat fase log sedangkan antosianin untuk mengetahui pengaruh KH2PO4 terhadap
maksimum diproduksi pada saat fase stasioner sintesis minyak atsiri menunjukkan hal tersebut.
(Wattimena dkk., 1992). Menurut Drapeau et al. Penelitian diarahkan pada terbentuknya tunas yang
(1986) dalam Toruan et al. (1990), pada kultur diperoleh dari kultur in vitro. Hasil penelitian
Costus speciosus rendahnya sintesis diosgenin pada menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kandungan
awal masa inkubasi erat kaitannya dengan patchouli alcohol sejalan dengan kenaikan
terjadinya akumulasi hasil pengubahan salah satu konsentrasi KH2PO4. Jika dibandingkan dengan
prekusor perantara untuk pembentukan diosgenin penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
yaitu furostanol menjadi glikosida diosgenin. minyak atsiri nilam diproduksi pada saat sel
Senyawa ini diakumulasikan selama proses mengalami diferensiasi membentuk organ atau
14 Biofarmasi Vol. 2, No. 1, Pebruari 2004, hal. 9-14

tanaman dan bukan pada saat sel membentuk meskipun telah dapat memproduksi minyak atsiri
kalus. Rendahnya akumulasi senyawa atsiri dalam tetapi jumlahnya masih sangat sedikit.
kultur kalus mungkin disebabkan karena beberapa
bentuk diferensiasi dibutuhkan untuk produksi
minyak atsiri tersebut. Hal ini terlihat pada KESIMPULAN
beberapa kasus bahwa peningkatan diferensiasi
diikuti juga dengan akumulasi metabolit sekunder Penambahan NAA dan kinetin dalam media dapat
(Scragg, 1997) meningkatkan laju pertumbuhan kalus Pogostemon
Ozeki dan Komamine dalam Wattimena dkk. cablin (Blanco) Bth dan tidak dapat meningkatkan
(1992), melaporkan bahwa adanya korelasi antara kandungan minyak atsiri pada kalus Pogostemon
diferensiasi metabolik dengan diferensiasi cablin (Blanco) Bth. Pengaruh penambahan NAA dan
morfologis pada kultur suspensi wortel. Antosianin kinetin yang optimum terhadap laju pertumbuhan
yang dihasilkan berkorelasi dengan embriogenesis kalus Pogostemon cablin (Blanco) Bth. diperoleh
yang diinduksi dengan 2,4-D. Selain diferensiasi, pada konsentrasi 2 mg/l NAA dan 1,5 mg/l kinetin.
ekspresi senyawa metabolit sekunder juga
tergantung pada regulasi jumlah dan aktivitas
enzim yang terlibat dan biosintesis senyawa DAFTAR PUSTAKA
tersebut. Jumlah dan aktivitas enzim tersebut sering
diinduksi oleh pemicu (trigger) yang dalam kultur Abdullah, M.A, A.M. Ali, M. Marziah, N.H. Lajis, A.B. Ariff.
jaringan salah satunya adalah penggunaan zat 1998. Establishment of cell suspension cultures of
pengatur tumbuh. Pemicu ini akan menginduksi Morinda elliptica for production of anthraquinones.
Plant Cell Tissue and Organ Culture 54: 173-182.
sintesis protein enzim yang ekspresinya tergantung
Abidin, Z. 1990. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat
pada sintesis RNA dan protein. Peningkatan jumlah Pengatur Tumbuh. Bandung: Penerbit Angkasa.
enzim yang terlibat dalam metabolisme sekunder Daud, A. 1991. Nilam Budidaya dan Penyulingan. Jakarta:
juga akan meningkatkan senyawa metabolit CV Yasaguna.
sekunder. Tidak didapatkan pola-pola tertentu Gati, E. dan I. Mariska. 1992. Pengaruh auksin dan
penggunaan auksin maupun sitokinin untuk sitokinin terhadap pertumbuhan kalus Mentha
merangsang senyawa-senyawa metabolit sekunder. piperita Linn. Littri 3: 1-4.
Pemberian NAA dan kinetin sebenarnya Hernani dan S.F. Syahid. 2001. Pengaruh zat pengatur
tumbuh terhadap pembentukan dan pertumbuhan
diarahkan untuk meningkatkan pembesaran sel,
serta kandungan sinensetin dalam kalus pada tanaman
pembelahan sel dan sintesis protein dengan kumis kucing (Orthosiphon aristatus). Littri. 4: 99-
meningkatkan metabolisme enzim-enzim yang 103.
terdapat di dalam sel. Namun pada kenyataannya Ishimaru, K. 1996. Liquidambar styraciflua (Sweet
laju pertumbuhan dan berat kering tidak memiliki Gum): in vitro culture and the production of tanins and
pola perubahan yang sama dengan sintesis minyak other phenolic coumpounds. Biotechnology in
atsiri nilam. Hal ini dimungkinkan karena sel-sel Agriculture and Forestry 37: 169-185.
yang membangun kalus mempunyai fase Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkem-
bangan Tanaman. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
pertumbuhan yang tidak seragam, menyebabkan
Rahmawati, E.S. 1999. Variasi Kadar Kalium
aktivitas protein di dalam setiap sel juga berbeda Dihidrogenafosfat dalam Medium MS terhadap Sintesis
yang dapat mengurangi jumlah senyawa yang Minyak Atsiri pada Tunas Hasil Kultur In Vitro Daun
dihasilkan dan jumlah enzim yang berperan dalam Nilam Aceh (Pogostemon cablin (Blanco)Bth.).
sintesis minyak atsiri hanya sedikit. Menurut Skripsi. Yogyakarta. Fakultas Biologi UGM.
Rahmawati (1999), rendahnya kadar patchouli oil Salisbury, F. B dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan
dalam tunas hasil kultur in vitro mungkin Jilid 3. Bandung: ITB.
diakibatkan usianya yang masih terlalu muda (masa Santoso, H. B. 1991. Bertanam Nilam. Yogyakarta:
Kanisius.
penanaman yang terlalu singkat).
Scragg, A. H. 1997. The production of aromas by plant cell
Dodds dan Robert (1983) dalam Rahmawati culture. Advances in Biochemical Engineering
(1999), menyatakan bahwa sebelum inisiasi kultur Biotechnology. 55: 239-263. Berlin: Springer-Verlag.
jaringan terjadi tiga fase: fase log (fase Sriyanti, D. P. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur
penyesuaian), fase eksponensial (fase pembelahan Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
sel, kecepatan pertumbuhan sel mencapai Toruan, N., S. Solahudin, L. Winata, D. Sastradipradja, K.
maksimum), fase stasioner (fase dimana tidak ada Padmawinata. 1990. Pengaruh 2,4-D, kolesterol dan
lagi pertumbuhan) Pada fase stasioner pertumbuhan radiasi Co-60 terhadap pertumbuhan dan kandungan
diosgenin dalam kultur jaringan Costus speciosus.
sel terhenti dan selama inilah terjadi produksi
Forum Pasca Sarjana 13 (1): 1-14.
metabolit sekunder. Pada fase pertumbuhan Wattimena, G. A. 1991. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.
(eksponensial) biosintesis metabolit sekunder amat Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.
lambat bahkan seringkali belum dimulai. Diduga Wattimena, G.A., L.W. Gunawan, N.A. Mattjik, E. Syam-
pada akhir masa perlakuan (saat pemanenan) kalus sudin, N.M.A. Wiendi, A. Ernawati. 1992. Bioteknologi
masih berada pada awal fase stasioner atau bahkan Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.
masih berada pada fase eksponensial, sehingga Wilkins, M. B. 1989. Fisiologi Tanaman. Penerjemah:
Sutedja, M.M dan Kartosapoetra. Jakarta: PT. Bina
Aksara.

Das könnte Ihnen auch gefallen