Sie sind auf Seite 1von 18

HUBUNGAN KEBUDAYAAN DENGAN AGAMA

Nama Kelompok :

Ayesha Apriliana Mirna Cathryna Putri Gracelia Hayu Setya Putri Soebiyanto Reyz Pasenda Muljadi

021011085 021011098 021011100 021011120 021011128

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita sebagai manusia tidak akan lepas dengan adanya budaya yang ada di sekitar. Karena budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya itu sendiri terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk didalamnya politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni, serta agama. Agama termasuk faktor yang mempengaruhi suatu budaya karena agama membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda. Tetapi agama bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan. Dan gereja sangat erat sekali kaitannya dalam Agama Kristen sebagai bangunan tempat dimana jemaat bersekutu namun lebih dari hal itu, gereja memiliki hubungan dengan budaya itu sendiri. Gereja (baca: Injil) selalu berurusan dengan manusia sedangkan manusia memiliki warisan budaya (baca: adat-istiadat), baik budaya tradisional (warisan nenek moyang) maupun budaya modern (warisan zaman moderen). Karena itu di manapun dan kapan pun gereja selalu dilingkupi oleh budaya. Sementara itu gereja sendiri mempunyai nilai-nilai yang disebut Injil. Nilai-nilai itu bisa sama dan atau bisa bertentangan dengan nilai-nilai budaya setempat. Karena itu ada nilai-nilai budaya yang bisa diterima oleh gereja karena mempunyai kesamaan dengan injil. Tetapi ada juga nilai budaya yang berseberangan dengan Injil dan karena itu ditolak oleh gereja. Maka dari itu peran gereja sangatlah besar dalam memilah mana yang baik dan yang buruk suatu budaya tertentu. B. Rumusan Masalah a. Apakah Agama, Gereja, dan kebudayaan? b. Apakah hubungan antara agama dengan kebudayaan? c. Apakah hubungan antara gereja dengan kebudayaan? d. Bagaimanakah hubungan iman Kristen dengan kebudayaan?

C. Tujuan a. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Agama, Gereja, dan kebudayaan b. Untuk mengetahui hubungan antara agama dengan kebudayaan. c. Agar kita mengerti hubungan antara gereja dengan kebudayaan. d. Untuk mengetahui hubungan iman Kristen dengan kebudayaan. e. Agar kita semakin menghayati nilai-nilai kebudayaan di sekitar

BAB II PEMBAHASAN

2.1.

AGAMA

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta gama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. 2.1.1 DEFINISI AGAMA

Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan namanama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya. Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.

Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri , yaitu :

menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan

Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama. 2.1.2. CARA BERAGAMA Berdasarkan cara beragamanya : 1. Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orangorang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya. 2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya. 3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun. 4. Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.

2.1.3 AGAMA DI INDONESIA Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen (Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Tetapi sampai kini masih banyak penganut ajaran agama Konghucu yang mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat pemerintah. Ada juga penganut agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit. Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undangundang No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agamaagama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut. Sebenarnya tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan) Menteri dalam negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat Keputusan) tersebut telah dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas. 2.2 AGAMA KRISTEN 2.2.1 DEFINISI AGAMA KRISTEN Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Mereka beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus pertama kali dipanggil Kristen di Antiokia (Kisah Para Rasul 11:26). Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan hidup, ajaran, kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam

Perjanjian Baru, umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi). Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal. Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I. Kata Kristen sendiri memiliki arti "pengikut Kristus atau "pengikut Yesus". Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa Almasih adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi (Injil Matius 18: 18-19) Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh Perintah Tuhan.Murid-murid Yesus Kristus untuk pertama kalinya disebut Kristen ketika mereka berkumpul di Antiokia (Kisah Para Rasul 11: 26c). Sepeninggal Yesus, kepemimpinan orang Kristen diteruskan berdasarkan penunjukan Petrus oleh Yesus. Setelah Petrus meninggal kepemimpinan dilanjutkan oleh para uskup yang dipimpin oleh uskup Roma. Pengakuan iman mereka menyebutkan kepercayaan akan Allah Tritunggal yang Mahakudus, yakni Bapa, Anak (Yesus Kristus), Roh kudus, Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik; pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal. Setelah itu, Gereja Kristen mengalami dua kali perpecahan yang besar: yang pertama terjadi pada tahun 1054 antara Gereja Barat yang berpusat di Roma (Gereja Katolik Roma) dengan Gereja Timur (Gereja Ortodoks Timur) yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Turki). Yang kedua terjadi antara Gereja Katolik dengan Gereja Protestan pada tahun 1517 ketika Martin Luther memprotes ajaran Gereja yang dianggapnya telah menyimpang dari kebenaran. Banyak denominasi Gereja kini menyadari bahwa perpecahan itu justru menyimpang dari pesan Yesus yang mendoakan kesatuan di antara para pengikutnya (lihat Injil Yohanes 17:20-21, "Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.") Doa ini kemudian menjadi dasar dari gerakan ekumenisme yang dimulai pada awal abad ke-20. 2.2.2. SEJARAH AGAMA KRISTEN Agama Kristen bermula dari pengajaran Yesus Kristus sebagai tokoh utama agama ini. Yesus lahir di kota Betlehem yang terletak di Palestina sekitar tahun 4-8 SM, pada masa kekuasaan raja Herodes. Yesus lahir dari rahim

seorang wanita perawan, Maria, yang dikandung oleh Roh Kudus. Sejak usia tiga puluh tahun, selama tiga tahun Yesus berkhotbah dan berbuat mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas rasulnya. Yesus yang semakin populer dibenci oleh orang-orang Farisi, yang kemudian berkomplot untuk menyalibkan Yesus. Yesus wafat di salib pada usia 33 tahun dan bangkit dari kubur pada hari yang ketiga setelah kematiannya. Setelah kebangkitannya, Yesus masih tinggal di dunia sekitar empat puluh hari lamanya, sebelum kemudian naik ke surga. Setelah naiknya Yesus Kristus ke surga, rasul-rasul mulai menyebarkan ajaran Yesus ke mana-mana, dan sebagai hasilnya, jemaat pertama Kristen, sejumlah sekitar tiga ribu orang, dibaptis. Namun, pada masa-masa awal berdirinya, agama Kristen cenderung dianggap sebagai ancaman hingga terus-menerus dikejar dan dianiaya oleh pemerintah Romawi saat itu. Banyak bapa Gereja yang menjadi korban kekejaman kekaisaran Romawi dengan menjadi martir, yaitu rela disiksa maupun dihukum mati demi mempertahankan imannya, salah satu contohnya adalah Ignatius dari Antiokia yang dihukum mati dengan dijadikan makanan singa. Saat itu, kepercayaan yang berkembang di Romawi adalah paganisme, di mana terdapat konsep balas jasa langsung. Namun dengan gencarnya para rasul menyebarkan ajaran Kristen, perlahan agama ini mulai berkembang jumlahnya, sehingga pemerintah Romawi semakin terancam oleh keberadaan agama Kristen. Romawi pun berusaha menekan, dan bahkan melarang agama Kristen, karena umat Kristen saat itu tidak mau menyembah Kaisar, dan hal ini menyulitkan kekuasaan Romawi. Selain itu, paganisme dan ramalan-ramalan yang sejak zaman Republik sudah dipakai sebagai alat-alat propaganda dan pembenaran segala tingkah laku penguasa atau alasan kegagalan penguasa, sudah tidak efektif lagi dengan keberadaan agama Kristen. Maka, di masa-masa ini, banyak umat Kristen yang dibunuh sebagai usaha pemerintah Romawi untuk menumpas agama Kristen. Penyebar utama agama Kristen pada masa itu adalah Rasul Paulus, yang paling gencar menyebarkan ajaran Kristen ke berbagai pelosok dunia. Pada masa inilah, datang masa-masa kegelapan (192-284), mulai dari Kaisar Commodus hingga Kaisar Diocletian. Pada masa inilah orang-orang masa itu kehilangan kepercayaan terhadap konsep balas jasa langsung yang dianut di Paganisme, sehingga agama Kristen pun semakin diminati. Hingga akhirnya pada tahun 313, Kaisar Konstantinus melegalkan agama Kristen dan bahkan minta untuk dipermandikan, dan 80 tahun setelahnya, Kaisar Theodosius melarang segala bentuk paganisme dan menetapkan agama Kristen sebagai agama negara. Sebagai agama resmi negara Kekristenan menyebar dengan sangat cepat. Namun Gereja juga mulai terpecah-pecah dengan munculnya berbagai aliran (bidaah). Salah satu upaya untuk menekan bidaah adalah dengan diadakannya Konsili Nicea yang pertama pada tahun 325 M. Konsili Nicea mencetuskan pengakuan iman umat Kristen keseluruhan pertama kali, sebagai tanda persatuan Kristen universal yang dibedakan dari umat-umat Kristen yang bidaah. Salah satu contohnya adalah bidaah Arianisme, yang

merupakan salah satu krisis bidaah terbesar saat itu yang menjadi alasan utama diadakannya Konsili Nicea yang pertama. Ketika Kerajaan Romawi runtuh dan tercerai-berai, Gereja Kristen tetap bertahan. Pada abad ke-11 terjadilah Perang Salib, di mana kekejaman prajurit perang salib menjadi sejarah kelam Kristen yang hingga kini masih banyak disesali. Perang Salib adalah perang agama antara Kristen dan Islam. Dicetuskan pertama kali oleh Paus Urbanus II, Perang Salib I bertujuan merebut kembali kota suci Yerusalem dari kekuasaan Islam, yang merupakan tempat penting umat Kristen sebagai tujuan ziarah saat itu. Sementara itu, bagian timur dari Kerajaan Romawi, bertahan sebagai Gereja yang disebut Yunani atau Ortodoks, yang mewartakan kabar gembira di Rusia dan memisahkan diri dari belahan barat yang berada di bawah pimpinan Gereja Roma. Pemisahan ini terjadi pada tahun 1054. Sementara itu, pada tahun 1460 penemuan percetakan oleh Gutenberg membuat Kitab Suci terjangkau bagi semua orang. Sebelumnya, Kitab Suci dibatasi oleh Gereja kepada umat dengan tujuan untuk menekan bidaah yang merupakan salah satu krisis besar dalam tubuh Gereja saat itu. Kitab Suci hanya dibacakan di Gereja dan menjadi sumber kotbah. Saat itu, banyak pihak-pihak tidak bertanggungjawab memanfaatkan kedudukan di dalam Gereja Barat (Katolik) sebagai sumber kekuasaan, sehingga secara tidak langsung mencoreng nama baik Gereja. Pejabatpejabat tinggi di dalam Gereja semakin terpengaruh untuk mementingkan kepentingan duniawi sehingga semakin menyeleweng dari ajaran dasar Gereja Katolik. Banyak oknum yang menduduki posisi penting di dalam Gereja menggunakan kekuasaannya secara semena-mena sehingga merugikan banyak umat saat itu. Hal ini membuat banyak umat Kristen kecewa dan memprotes serta menuntut pembaharuan. Banyak umat yang berpikir bahwa salah satu cara mendatangkan pembaharuan di dalam Gereja ialah dengan memberikan Kitab Suci kepada semua orang. Puncak dari penyalahgunaan ajaran Gereja diawali dengan jual beli surat indulgensia. Praktik ini sendiri sesungguhnya bertentangan dengan ajaran iman Gereja Katolik. Martin Luther, seorang rahib, memutuskan untuk melakukan pembaharuan dengan melakukan pemberontakan terhadap Gereja Katolik dan membangun gereja tandingan baru. Sedangkan Ignatius Loyola, pendiri ordo Jesuit dalam Gereja Katolik, berusaha melakukan pembaharuan dari dalam, salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan teologi Kristen yang ketat kepada para klerus, terutama dalam kepatuhan penuh pada otoritas dan ajaran Gereja, agar praktek korup dalam Gereja berkurang dan tidak menjadi-jadi. Konsili Trente merupakan konsili yang diadakan sebagai reaksi dari reformasi Martin Luther, di mana reformasi Martin Luther dianggap oleh Gereja Katolik sebagai tindakan yang memperparah kondisi kekristenan. Dalam Konsili Trente-lah ajaran iman Gereja Katolik dipertegas (termasuk kanonisasi terakhir Alkitab Katolik) demi menekan dan mengurangi berbagai macam penyalahgunaan yang sewenang-wenang dalam tubuh Gereja.

Ketika Martin Luther menerjemahkan Kitab Suci menjadi bahasa Jerman, pengikut-pengikutnya mulai memiliki pandangan yang berbeda-beda akan Kitab Suci tersebut, lalu terjadilah pertentangan penafsiran antara umat satu dengan yang lain, salah satu kasusnya adalah pertentangan antara denominasi protestan reformed-nya Zwingli dan denominasi anabaptis, reformed-nya Calvinis dengan Arminian, dan masih banyak lagi. Inilah yang membuat agama Kristen Protestan sekarang banyak terbagi-bagi lagi menjadi denominasi-denominasi lagi. 2.3 GEREJA Gereja merupakan kata pungut dalam Bahasa Indonesia dari Bahasa Portugis igreja. Bahasa Portugis selanjutnya memungutnya dari Bahasa Latin yang memungutnya dari Bahasa Yunani ekklsia yang berarti dipanggil keluar (ek=keluar; klesia dari kata kaleo=memanggil). Jadi, ekklesia berarti kumpulan orang yang dipanggil ke luar (dari dunia ini). Kata gereja dalam Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti: 1. Arti pertama ialah umat atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti ini diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertamatama bukan sebuah gedung. 2. Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, atau pun tempat rekreasi. Jadi, tidak melulu mesti di sebuah gedung khusus ibadah. 3. Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama Kristen. Misalkan Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll. 4. Arti keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah mazhab Kristen. Misalkan kalimat Gereja menentang perang Irak. 5. Arti terakhir dan juga arti umum adalah sebuah rumah ibadah umat Kristen, di mana umat bisa berdoa atau bersembahyang. Gereja (untuk arti pertama) terbentuk 50 hari setelah kebangkitan Yesus Kristus pada hari raya Pentakosta, yaitu ketika Roh Kudus yang dijanjikan Allah diberikan kepada semua yang percaya pada Yesus Kristus. 2.4 KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Menurut E.B. Taylor (seorang antropolog) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan

mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut J. Verkuyl (seorang teolog) kebudayaan adalah pengerjaan (pengusahaan, pengolahan) kemungkinan-kemungkinan dalam alam ciptaan oleh manusia. Jadi, di mana pun manusia mengubah dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jasmani dan rohani di dalam alam yang Tuhan ciptakan, di situlah terdapat kebudayaan. Ciri-ciri khas kebudayaan adalah: 1. Bersifat historis Manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju, yang diwariskan secara turun-temurun. 2. Bersifat geografis Kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban, dan ada pula yang mandeg (stagnan) yang nyaris berhenti kemajuannya. Di dalam interaksi dengan lingkungan, kebudayaan kemudian berkembang pada komunitas tertentu, lalu meluas ke dalam kesukuan dan kebangsaan/ras. Kemudian kebudayaan itu meluas dan mencakup wilayah/regional, dan makin meluas dengan belahan bumi. Puncaknya adalah kebudayaan kosmo (dunia) pada era informasi, di mana terjadi saling melebur dan berinteraksinya kebudayaan-kebudayaan. 3. Bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu Di dalam perjalanan kebudayaan, manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasannya. Di sinilah manusia terbentur pada nilai, nilai yang mana, dan seberapa jauh nilai itu bisa dikembangkan. 2.4.1ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI SERTA SENI SEBAGAI BAGIAN DARI KEBUDAYAAN Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bagian dari kebudayaan. Ilmu pengetahuan berhubungan dengan dorongan manusia atas pengetahuan, pengenalan, dan pemahaman. Teknologi berhubungan dengan dorongan manusia atas kemampuan dan penguasaan dunia. Selain itu, di dalam diri manusia ada juga dorongan akan keindahan untuk melihat dan mewujudkan apa yang dilihat, dirasakan atau dialami sebagai keindahan itu. Di dalam penginderaan kesan-kesan keindahan dan dalam kecenderungan untuk mewujudkan kesan-kesan itu terletak dasar-dasar kesenian. Kesadaran akan keindahan itu disebut kesadaran estetis atau kesadaran keindahan, dan dorongan atas penyataan atau pemberian wujud itu disebu dorongan ekspresi estetis. Di sinilah kemudian timbul seni, yaitu keahlian mewujudkan keindahan itu dengan alat-alat tertentu. 2.5 HUBUNGAN ANTARA AGAMA DENGAN KEBUDAYAAN Menurut Geertz (1992), bahwa agama membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku

mereka

dan

membentuk

budaya

mereka

masing-masing.

Budaya yang digerakkan oleh agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Faktor tersebut menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama.

2.6 HUBUNGAN ANTARA GEREJA DENGAN KEBUDAYAAN Sikap gereja terhadap kebudayaan dibagi menjadi 5 sikap oleh H. Richard Niebuhr dari Yale University di Amerika serikat , yaitu : 1. Gereja anti kebudayan Sikap menentang kebudayaan ini telah dilancarkan oleh Tertullianus tokoh Gereja abad ke 2. Ia mengatakan bahwa konflik-konflik orang percaya bukan dengan alam tetapi dengan kebudayaan. Dosa asal itu menurut Tertullianus disebarkan oleh kebudayaan melalui pendidikan anak. Olehn karena itu kata tertullianus tugas Gereja adalah menerangi semua orang yang sudah berada di bawah ilusi kebudayan, supaya mereka dibawa kepada pengetahuan akan kebenaran 2. Gereja dari kebudayaan Kelompok yang menganut paham ini merasa tidak ada ketegangan besar antara gereja dan dunia, antara Injil dan hukum-hukum sosial, antara karya rahmat Illahi dengan karya manusia. Mereka menafsirkan kebudayaan melalui Kristus dan berpendapat bahwa pekerjaan dan pribadi Kristus adalah sangat sesuai dengan kebudayaan. Dipihak lain, kelompok ini berpendapat jika Kristus ditafsirkan melalui kebudayaan, maka hal-hal yang terbaik dalam kebudayaan adalah cocok dengan ajaran dan kehidupan Kristus. 3. Gereja diatas kebudayaan Menurut Thomas Aquinas (1225-1274), kebudayaan menciptakan aturan suatu kehidupan sosial yang ditemukan oleh akan budi manusia yang dapat dikenal oleh semua yang berakal sehat sebab bersifat hukum alam. Tapi disamping hukum alam ada hukum Ilahi yang dinyatakan Allah melalui para Nabi yang melampaui hukum alam. Sebagian hukum Ilahi adalah harmonis dengan hukum alam dan sebagaian lagi melampauinya dan itulah menjadi hukum dari hidup supernatural manusia (ordo supernaturalis). Kemudian Thomas Aquinas menyimpulkan bahwa hukum alam yang ditemui yang terdapat dalam kodrat hidup manusia berada dibawah ordo supernaturalis. 4. Gereja dan kebudayaan dalam hubungan paradoks

Dalam pandangan ini, iman dan kebudayaan dipisahkan. Orang beriman (Kristen) berada dalamdua suasana yaitu berada dalam kebudayaan dan sekaligus berada dalam anugerah Allah dalam Kristus. Oleh sebab itu orang beriman dihimpit oleh dua suasana yaitu hidup dalam iman dan hidup dalam kebudayaan. 5. Gereja pengubah kebudayaan Sikap gereja yang tepat menurut H. R. Niebuhr adalah sikap gereja pengubah kebudayaan. Seorang teolog bernama Augustinus (354-430) telah mempelopori sikap gereja pengubah kebudayaan. Posisi ini berangkat dari pendirian bahwa tidak ada suatu kodrat yang tidak mengandung kebaikan, karena itu kodrat setan sendiripun tidaklah jahat, sejauh itu adalah kodrat, tapi ia menjadi jahat karena dirusak (Niebuhr, 239). Apabila kita mempelajari sejarah kebudayaan dan agama, kita akan mengetahui adanya hubungan dan pengaruh timbal balik antara agama dan kebudayaan. Perlu disadari bahwa agama mencaku lingkup yang lebih luas dari kebudayaan, namun kebudayaan lebih cepat mengalami perubahan daripada agama. Kebudayaan adalah hasil usaha manusia sedangkan agama dipercaya bukan berasal dari manusia, melainkan diwahyukan oleh Yang Ilahi. Di sinilah interaksi kedanya menjadi menarik, sesuatu yang berbeda, namun saling terikat. Dipandang dari sudut Alkitab, kebudayaan dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain: 1. Tugas Manusia dan Kebudayaan

Allah mengangkat manusia sebagai mahkota ciptaan-Nya dan memberi mandat (kuasa) kepadanya dan manusia harus mempertanggungjawabkannya kepada Dia. Mandat atau kuasa yang diberikan-Nya itu dinyatakan dalam perkataan, Taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi (Kejadian 1:28). Mandat itu ternyata tidak hanya menaklukkan dan menguasai, tetapi juga mengusahakan dan memelihara taman (bumi) itu (Kejadian 2:15). Artinya, kuasa itu juga mencakup menata hidup, memberi nama bagi setiap makhluk hidup, mengelola alam, dan bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya serta mengusahakan kesejahteraan dirinya dan alam semesta. Tugas dan tanggung jawab manusia yang diberikan Allah sangat penting, juga mulia. Sejak awal penciptaan, Allah senantiasa menyatakan bahwa ciptaan-Nya itu sungguh baik adanya, sehingga sebagai ciptaan yang serupa dan segambar dengan Allah (Kejadian 1:26), hendaklah tugas dan tanggung jawab itu dijalankan sesuai dengan tujuan penciptaan itu sendiri. Di sinilah terletak dasar pemahaman alkitabiah dari kebudayaan menurut iman Kristen. Guna memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan fisik maupun rohaninya, manusia mengusahakan segala hal yang ada di bumisehingga tercipalah hasil-hasil yang budaya, yang secara populer

didebut peradaban manusia. Manusia mengembangkan cipta dan karsanya bagi kesejahteraan hidupnya. Inilah mandat kebudayaan yang dipercayakan Allah kepada manusia 2. Tujuan Kebudayaan

Disamping tugas kebudayaang yang mulia itu, Tuhan Allah memberikan tujuan kebudayaan yang harus dicapai manusia. Tujuan ideal dari kebudayaan terlihat dalam ungkapan pemazmur (Mzm. 150) yang menekankan bahwa tujuan manusia adalah untuk Memuji Tuhan; dengan seruan, Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya (ayat1), dan usaha itu juga dicapai dengan menggunakan hasil-hasil kebudayaan yang disebut sebagai nyanyian, tari-tarian, dan dengan menggunakan berbagai alat musik, Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya (ayat 6). Di dalam mencapai tujuan kebudayaan itu, manusia harus senantiasa mendasarkan segala upaya dan pemikirannya pada hukum kasih. Hukum kasih memiliki dua dimensi, yaitu dimensi vertikal yang ditujukan untuk memuliakan Allah, dan dimensi horizontal yang ditujukan untuk melayani sesama manusia. Kedua dimensi kebudayaan itu sangat penting dalam menentukan kemana kebudayaan itu diarahkan, mengingat bahwa banyak sekali hasil ebudayaan yang digunakan bukan untuk tujuan mengasihi Allah dan sesama manusia, melainkan untuk penyembahan berhala dan kebanggaan atau ambisi diri/kelompok. Inilah salah satu bukti dari keberdosaan manusia. 3. Kuasa Dosa dan Iblis dalam Kebudayaan

Sejak kejatuhan manusia kedalam dosa, sebagaimana disaksikan dalam Kitab Kejadian, kita melihat betapa manusia dapat mengarahkan kebudayaan itu bukan untuk memuliakan Allah. Manusia dapat menciptakan kebudayaan untuk menjadikan hasil kebudayaan sebagai berhala, misalnya uang. Manusia menciptakan uang sebagai alat tukar resmi antar-anggota masyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa alat ini sangat berguna bagi kesejahteraan manusia. Akan tetapi, dalam kenyataannya tidak sedikit orang yang menganggap uang adalah segalanya. Mereka melakukan dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Uang sudah menggantikan Tuhan bagi dirinya. Ingatlah pesan Rasul Paulus kepada Timotius, Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka (1Timotius 6:10). Selanjutnya Rasul Paulus juga mengatakan, Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orangtua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama (2Timotius 3:2). Selain sebagai berhala, kebudayaan dan hasil-hasilnya dapat juga diarahkan untuk kesombongan diri/kelompok pencipta atau orang yang menguasai teknologinya. Teknologi nuklir, misalnya telah menjadi harapan dan sekaligus menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan kehidupan

manusia. Bagi negara-negara yang sudah memiliki dan menguasai teknologi nuklir, hasil kebudayaan ini dapat saja dijadikan sebagai alasan untuk menyombongkan diri terhadap negara-negara lain; hal yang sangat tidak dikehendaki Allah. Sebab, hasil kebudayaan itu bukan saja tidak memuliakan Allah, sebaliknya malah digunakan sebagai alat meninggikan diri. Bagaimana dan di mana kuasa dosa itu kelihatan di dalam kebudayaan? Tidaklah mudah untuk melihat bagaimana dan di mana kuasa dosa itu kelihatan di dalam kebudayaan. Kadang-kadang kuasa dosa itu kelihatan pada hasil kebudayaan itu sendiri. Kuasa dosa dapat pula dilihat pada cara menggunakan hasil itu. Para nabi dan rasul sering mengkritik kebudayaan yang sudah tidak lagi sesuai dengan tugas dan tujuan yang diberikan Allah. Yesaya mengkritik nafsu kemewahan dan wanita yang memperagakan dirinya di Yerusalem (Yesaya 3:16-24). Amos mengecam gejala mamonisme, kemabukan, dan nafsu kemewahan yang berkecamuk di Samaria (Amos 6:1-10). Nabi Yunus juga mengecam hawa nafsu yang merajalela dalam kebudayaan masyarakat Niniwe (Kitab Yunus). 2.7. HUBUNGAN IMAN KRISTEN DAN KEBUDAYAAN Di dalam menghadapi kebudayaan dengan berbagai kecenderungannya, kita patut memperhatikan bagaimana hubungan dan sikap iman Kristen menghadapi kebudayaan. Ada 5 macam sikap umat Kristen terhadap kebudayaan, sebagaimana diungkapkan oleh Dr. J. Verkuyl di dalam bukunya, Etika Kristen dan Kebudayaan, dan Richard Niebuhr dalam bukunya, Christ and Culture: 1. Antagonistis atau Oposisi

Sikap antagonistis atau oposisi (menentang, menolak) terhadap kebudayaan ialah sikap yang melihat pertentangan yang tidak terdamaikan antara agama Kristen dan kebudayaan. Sebagai akibatnya, sikap ini menolak dan menyingkirkan kebudayaan pada semua ungkapannya. Gereja dan umat beriman sebagai individu memang kerap kali harus berkata tidak atau menolak ungkapan kebudayaan tertentu, yakni kebudayaan yang: (1) menghina Tuhan; (2) menyembah berhala; dan (3) yang merusak kemanusiaan. Namun, itu tidak berarti bahwa semua aspek kebudayaan perlu ditentang. 2. Akomodasi atau Persetujuan

Kebalikan dari sikap antagonistis adalah mengakomodasi, menyetujui atau menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada. Dengan demikian, agama Kristen dikorbankan untuk kepentingan kebudayaan yang ada. Terjadilah sinkretisme. Salah satu sikap demikian ditujukan untuk membawa orang pada suatu cara berpikir, cara hidup dan berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain sedemikian rupa sehingga seolah-olah semua agama sama saja. Di dalam pergaulan hidup disingkirkanlah unsur -unsur agama Kristen yang sekiranya dapat menimbulkan keengganan golongan lain untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di sekelilingnya.

3.

Dominasi atau Sintesis

Ada juga sikap dominasi gereja terhadap kebudayaan, seperti yang dengan jelas terlihat dalam gereja yang mendasari ajarannya pada teologi Thomas Aquinas. Ia menganggap bahwa sekalipun kejatuhan manusia ke dalam dosa telah membuat citra ilahinya meroso, pada dasarnya manusia tidak jatuh total, manusia masih memiliki kehendak bebas yang mandiri. Itulah sebabnya di dalam menghadapi kebudayaan kafir sekalipun, umat bisa melakukan akomodasi secara penuh dan menjadikan kebudayaan kafir itu sebagai bagian iman, namun kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan oleh sakramen yang menjadi alat anugerah ilahi. 4. Dualisme atau Pengutuban

Yang dimaksudkan dengan sikap dualistis/pengutuban (mendua) terhadap kebudayaan ialah pendirian yang hendak memisahkan iman dari kebudayaan. Pada satu pihak, terdapat pada kehidupan kaum beriman kepercayaan kepada karya Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, namun manusia tetap berdiri di dalam kebudayaan kafir dan hidup di dalamnya. Peran penebusan Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia berdosa menjadi manusia yang hidup di dalam iman tidak lagi berarti dalam menghadapi kebudayaan. Manusia beriman hidup dalam kedua suasana atau lapangan, baik agama maupun kebudayaan secara bersama-sama. 5. Pengudusan atau Pentobatan Sikap pengudusan adalah sikap yang tidak menolok (antagonistis), namun juga tidak menerima (akomodasi), tetapi sikap keyakinan yang teguh bahwa kejatuhan manusia ke dalam dosa tidak menghilangkan kasih Allah atas manusia. Allah menawarkan pengampunan dan kesembuhan bagi manusia untuk bertobat, memulai suatu kehidupan yang lebih baik dengan mengalami transformasi kehidupan etika dan moral sesuai dengan kehendak Allah. Manusia dapat menerima hasil kebudayaan selama hasilhasil itu memuliakan Allah, tidak menyembah berhala, mengasihi sesama dan kemanusiaan. Sebaliknya, bila kebudayaan itu memenuhi salah satu atau keempat sikap budaya yang salah itu, umat beriman harus menggunakan firman Tuhan untuk menguduskan kebudayaan itu, sehingga terjadi transformasi budaya ke arah yang memuliakan Allah.

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Jadi, dari makalah yang telah kami buat dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah suatu kumpulan nilai atau norma yang sudah di akui oleh masyarakat dan dianggap baik, jika di hubungkan dengan agama, agama sebagai patokan dan landasan dalam memutuskan nilai atau norma yang ada pada kebudayaan tersebut itu baik atau buruk, agama juga sebagai pemberi tujuan hidup kepada orang-orang berupa cara atau event dan karena telah dipercaya sehingga dilakukan berulang kali sehingga menjadi budaya. Kebudayaan juga mempengaruhi perkembangan agama dari diri seseorang sampai pada suatu kelompok orang yang membuat adanya perbedaan pandangan terhadap hubungan agama dengan kebudayaan.

3.2 Saran Kita sebagai pengikut Kristus, kita harus bisa menilai suatu kebudayaan dengan iman kita, iman seorang pengikut Kristus. Juga kita harus bisa menyelesaikan masalah-masalah kebudayaan ditempat yang kita tinggali dengan memakai penilaian dengan iman kita sebagai pengikut Kristus. Juga karena Negara Indonesia termasuk Negara multi cultural atau berbagai macam kebudayaan, kita harus mampu menyelesaikan permasalah kebudayaan karena adanya perbedaan kebudayaan dari satu kelompok masyarakat dengan kelompok lain.

DAFTAR PUSTAKA
-http://www.oaseonline.org/artikel/ngelow-perspektif.htm -http://www.scribd.com/doc/35582182/Gereja-Dan-Budaya-Lokal-Masyarakat-Kei -Suluh siswa SMA II. Direktorat Jenderal Bimas Protestan. 1982. Jakarta -http://www.halmaherautara.com/artl/86/kebudayaan-sebagai-alat-perekatmasyarakat -prasetijo.wordpress.com culture -ukpkstain.multiply.com/journal/item/49 -http://www.scribd.com/doc/28301551/Agama-Dan-Kebudayaan-Dalam-Kristen

Das könnte Ihnen auch gefallen