Sie sind auf Seite 1von 58

PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN PANJANG STEK TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS PADA STEK

APOKAD (Persea americana Mill.)

Oleh: Septian Febriana A34304019

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN PANJANG STEK TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS PADA STEK APOKAD (Persea americana Mill.)

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : Septian Febriana A34304019

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN
SEPTIAN FEBRIANA. Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh dan Panjang Stek Terhadap Pembentukan Akar dan Tunas pada Stek Apokad (Persea americana Mill.) di bimbing oleh DARDA EFENDI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) dan panjang stek yang sesuai terhadap kemampuan berakar dan bertunas pada stek ranting tanaman apokad (Persea americana Mill.). Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Mei 2008. Penelitian tahap pertama Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam RootoneF) dan Panjang Stek Terhadap Pembentukan Akar dan Tunas pada Stek Apokad (Persea americana Mill.) dengan Menggunakan Metode Perendaman dilakukan di gedung Fakultas Pertanian IPB Darmaga, Bogor. Penelitian tahap kedua Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Penyetekan Tanaman Apokad (Persea americana Mill.) dengan Menggunakan Metode Celup Cepat dilakukan di gedung Fakultas Pertanian IPB Darmaga dan greenhouse Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Baranang Siang, Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian tahap pertama adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor yaitu konsentrasi NAA dalam Rootone-F (0, 100, 150, 200 ppm) dan panjang stek (10 dan 20 cm). Rancangan disusun secara faktorial sehingga terdapat 8 kombinasi perlakuan, perlakuan diulang sebanyak 3 kali yang diujikan terhadap 5 stek, jadi keseluruhan perlakuan dengan ulangannya membutuhkan 120 stek (satuan pengamatan). Hasil terbaik pada tahap pertama digunakan sebagai kontrol pada tahap kedua. Penelitian tahap kedua menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu konsentrasi IAA (2000, 3000 dan 6000 ppm) dan kontrol, setiap perlakuan dan kontrol akan diulang sebanyak 3 kali. Setiap perlakuan diujikan terhadap 10 stek tanaman, jadi keseluruhan perlakuan dan kontrol dengan ulangannya membutuhkan 120 stek tanaman (satuan pengamatan). Ukuran panjang stek yang digunakan adalah 20 cm dengan kontrol yang digunakan adalah perendaman stek menggunakan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm. Hasil penelitian penentuan konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek yang sesuai pada penyetekan tanaman apokad (Persea americana

Mill.) dengan menggunakan metode perendaman menunjukan bahwa interaksi perlakuan NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek nyata mempengaruhi peubah persentase tumbuh, persentase tumbuh tunas dan jumlah akar. Namun, tidak terdapat kombinasi perlakuan terbaik dari seluruh perlakuan yang diberikan.

Faktor tunggal NAA (dalam Rootone-F) nyata berpengaruh terhadap jumlah stek tumbuh dan persentase tumbuh tunas dengan konsentrasi 200 ppm lebih baik dari konsentrasi 0, 100 dan 150 ppm. Faktor tunggal panjang stek nyata mempengaruhi seluruh peubah yang diamati dengan panjang stek 20 cm lebih baik dari 10 cm. Panjang stek 20 cm nyata meningkatkan nilai seluruh peubah yang diamati dibanding pada panjang stek 10 cm. Pengamatan pada penelitian penentuan konsentrasi IAA yang sesuai pada penyetekan tanaman apokad (Persea americana Mill.) dengan menggunakan metode celup cepat hanya dilakukan selama satu kali yaitu pada minggu 4 setelah tanam karena percobaan hanya dilakukan selama 7 MST dari 10 MST yang direncanakan. Kegagalan pencatatan data disebabkan oleh banyaknya stek yang mati pada 8 MST. Kematian pada poses penyetekan berlangsung mungkin disebabkan oleh tingginya suhu di area penyetekan, tingkat kelembaban yang terlalu tinggi dan aerasi yang kurang dalam media pertumbuhan. Hasil pengukuran suhu rata-rata minggu ke 3 bulan juni minggu ke 2 bulan juli berkisar antara 27.8-29.6oC. Hasil penelitian menunjukan bahwa tolok ukur yang diamati seperti persentase stek tumbuh, persentase stek bertunas, jumlah tunas dan panjang tunas tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemberian IAA.

LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN PANJANG STEK TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS PADA STEK APOKAD (Persea americana Mill.)
Nama : Septian Febriana NRP

: A34304019

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr Ir Darda Efendi, MSi NIP: 131 841 755

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP.131 124 019

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang, Banten 08 Februari 1986. Penulis merupakan putra pertama pasangan bapak Endih Danial dan ibu Ayi Asroriah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kartasana dari tahun 1992 sampai tahun 1998. Pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Pagelaran. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Pandeglang dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, diantaranya penulis pernah aktif sebagai sekretaris Komunitas Speda Kampus periode 2005/2006, divisi PSDM Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) periode 2005/2006 serta aktif dalam kepanitiaan seminar FESTA XXVI, sekretaris Keluarga Mahasiswa Banten Bogor (KMB) periode 2007/2008. Pada tahun ajaran 2007/2008, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Dasar-Dasar Hortikultura.

KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat, hidayah, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN PANJANG STEK TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS PADA STEK APOKAD (Persea americana Mill.) dengan baik, tidak lupa shalawat dan salam selalu penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam kegiatan perkuliahan dan proses penyelesaian tugas akhir. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Keluarga tercinta, Bapak dan Mamah, adik-adiku Bayu Reksa dan Alfat Wirangga atas semua dukungan dan doanya. 2. Prof. Dr Roedhy Poerwanto, MS selaku dosen Pembimbing Akademik atas bimbingannya selama ini. 3. Bapak Dr Ir Darda Efendi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, terimakasih atas bimbingan, arahan dan waktu luangnya untuk memberi bimbingan dan dorongan bagi penulis. 4. Bapak Dr Ir Winarso Drajad Widodo, MS sebagai dosen penguji utama. 5. Bapak Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi sebagai dosen penguji wakil departemen. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi jalan kita dan memberikan kelancaran dalam setiap langkah yang ditempuh, Amin. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, 28 Januari 2009 Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x

PENDAHULUAN Latar belakang ...................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................. 2 TINJAUAN PUSTAKA Apokad ................................................................................................. Pembiakan Vegetatif ............................................................................ Faktor Bahan Tanam ............................................................................ Zat Pengatur Tumbuh .......................................................................... Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh ............................................................ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Stek di Areal Penanaman ..................................................................... BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ............................................................................... Bahan dan Alat ..................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................ Pelaksanaan .......................................................................................... Pengamatan ..........................................................................................

4 8 9 11 12 13

15 15 15 17 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ..................................................................................... 21 Percobaan 1 Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek Teradap Pembentukan Akar dan Tunas pada Stek Apokad (Persea americana Mill.) dengan Menggunakan Metode Perendaman ..... 24 Percobaan 2 Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Penyetekan Tanaman Apokad (Persea americana Mill.) dengan Menggunakan Metode Celup Cepat ............................................... 38 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................ 40 Saran ..................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41 LAMPIRAN ................................................................................................... 43

DAFTAR TABEL
Nomor Teks 1 2
Karakteristik Sifat-sifat Varietas Unggul Apokad Ijo Panjang dan Ijo Bundar .........................................................................................

Halaman

Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek yang Sesuai pada Penyetekan dengan Menggunakan Metode Perendaman .......................................................................... 24 Pengaruh Panjang Stek pada Pertumbuhan Tunas pada 4 MST ........ 27 Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada Pertumbuhan Kalus 4 MST ...... 29
Pengaruh Panjang Stek pada Pertumbuhan Kalus 4 MST .

3 4 5 6 7 8 9 10 11

30

Pengaruh Interaksi Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek Pada Persentase Stek Tumbuh 10 MST .. 32
Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada Penyetekan Tanaman Apokad 10 MST .... 32 Pengaruh Panjang Stek pada Penyetekan Tanaman Apokad 10 MST ...... 33

Pengaruh Interaksi Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek pada Persentase Stek Bertunas 10 MST ...... 33
Pengaruh Interaksi Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek pada Peubah Jumlah Akar 10 MST . 36

Rekapitulasi Nilai F dari Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Penyetekan Tanaman Apokad 4 MST .. 38

Nomor Lampiran 1 2 3 4

Halaman

Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Presentase Stek Tumbuh . 44
Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Presentase Tumbuh Stek Bertunas ......... 44

Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Jumlah Tunas .......................................... 45 Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Panjang Tunas ......................................... 45

5 6 7 8 9 10 11

Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Presentase Stek Berkalus ....................... 45 Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Jumlah Akar ........................................... 46 Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Panjang Akar .......................................... 46
Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Peubah Presentase Stek Tumbuh .................................................................... 46 Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Peubah Presentase Tumbuh Stek Bertunas .................................................... 46

Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Peubah Jumlah Tunas ..................................................................................... 47
Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Peubah Panjang Tunas ................................................................................... 47

DAFTAR GAMBAR
Nomor Isi 1 2 3 4 5 6 7 8 Bentuk Pangkal Bahan Stek : Datar, Sisi Dua dan Satu Sisi .............. 10 Langkah Proses Penyetekan dengan Metode Perendaman ................. 12 Kriteria Bahan Stek pada Tanaman Apokad ....................................... 18
Kematian Stek Akibat Tingginya Tingkat Transpirasi yang Disebabkan oleh Tingginya Suhu dan Pencahayaaan ...... 22

Halaman

Hama dan Penyakit yang Menyerang pada saat Penyetekan ...... 23


Pertumbuhan Tunas pada Stek Apokad 4 dan 10 MST . 26

Kalus pada Stek, (a) Panjang Stek 20 cm dan (b) Panjang Stek 10 cm ........................................................................................................ 31 Perkembangan Pembentukan Akar pada Stek Apokad, Inisiasi dan Pembentukan Kalus pada 4 MST (a) dan Akar Sempurna pada 10 MST (b) ............................................................................................... 37
Area Penanaman Stek Percobaan ke 2 (a) dan Kematian Stek Akibat Serangan Cendawan (b) ...................................................................... 39

9 10

Grafik Pertumbuhan Tunas Apokad Selama 7 MST ........................... 39

PENDAHULUAN Latar Belakang


Apokad (Persea americana Mill.) merupakan jenis tanaman polimorfik dengan genus Persea dan famili Lauraceae. Apokad termasuk buah utama yang diperdagangkan di dunia. Apokad merupakan tanaman asli Amerika tropis, tepatnya daerah selatan Meksiko (Chiapas) dan Guatemala-Honduras (Whiley, 1992). Apokad telah ditanam di Meksiko dan Amerika Tengah selama beratus-ratus tahun yang digunakan sebagai sumber makanan (Bender dan Whiley, 2002). Apokad terbagi menjadi tiga ras, yaitu: Persea americana Mill. Var. Americana (ras West Indian), Persea americana Var. Guatemalenensis L. Wans. (ras Guatemala) dan Persea americana Var. Drymifolia Blake (ras Mexican) (Morton, 1987). Apokad diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpokad dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat (Menegristek, 2000). Apokad dimanfaatkan sebagai sumber buah segar, selain itu pemanfaatan daging buah apokad yang biasa dilakukan adalah sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai masakan dan bahan dasar kosmetik. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daun muda yang digunakan sebagai obat tradisional (batu ginjal dan rematik). Permasalahan yang muncul pada perkembangan apokad sekarang ini adalah rendahnya tingkat produktivitas, rentan terhadap suatu penyakit tertentu dan banyaknya spesies apokad yang hampir punah akibat rendahnya perhatian masyarakat terhadap kelestarian apokad. Salah satu cara untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah perlu dikembangkan teknologi perbanyakan tanaman khususnya pada aspek perbanyakan vegetatif. Salah satu contoh pengembangan pada aspek perbanyakan vegetatif yaitu menggunakan teknik stek. Teknik stek dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dan pemilihan teknik stek juga dapat mempercepat mendapatkan bibit

tanaman sehat untuk digunakan sebagai tanaman induk pada proses kultur jaringan. Kelebihan lain dari perbanyakan tanaman menggunakan teknik stek yaitu dapat dikombinasikan dengan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) terutama yang berbahan aktif auksin seperti IAA, NAA dan IBA. Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan zat pengatur pertumbuhan yang biasa digunakan untuk memacu pertumbuhan seperti mempercepat pembungaan dan mempertinggi kemampuan berakar pada proses penyetekan ataupun dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan (Retardan). Zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dapat meningkatkan persentase stek yang berakar serta meningkatkan jumlah dan kualitas akar yang terbentuk (Hartmann dan Kester, 1983). Auksin seperti IAA, NAA dan IBA banyak dipakai pada tanaman berkayu dan tanaman berbatang lunak untuk mendorong pertumbuhan akar pada proses penyetekan (Wattimena, 1987). Rootone-F merupakan salah satu merk dagang zat pengatur pertumbuhan yang biasa digunakan sebagai sumber auksin (NAA dan IBA). Komposisi yang terkandung dalam Rootone-F antara lain 1- naphtalene-acetamide (0.06%), 2methyl- 1 -naphtalene- aceticacid (0.33%), 3- methil- 1 -naphtalene- acetamide (0,01%), indol-3-butirat (0,05%) serta tetramethyl-thiuram disulfide (4%).

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) dan panjang stek yang sesuai terhadap kemampuan berakar dan bertunas pada stek ranting tanaman apokad (Persea Americana Mill.).

Hipostesis
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas maka disusun suatu rumusan hipotesis sebagai berikut : 1. Penggunaan stek ranting dengan panjang 10 dan 20 cm akan memberikan pengaruh yang berbeda pada kemampuan berakar dan tunas stek ranting apokad.

2. Konsentrasi NAA dalam Rootone-F (0, 100, 150, 200 ppm) akan memberikan pengaruh berbeda terhadap kemampuan berakar dan tunas pada stek ranting apokad. 3. Terdapat interaksi antara konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan panjang stek terhadap kemampuan berakar dan tunas pada stek ranting apokad. 4. Konsentrasi IAA (2000, 3000, 6000 ppm) akan memberikan pengaruh berbeda terhadap kemampuan berakar dan tunas pada stek ranting apokad.

TINJAUAN PUSTAKA
Apokad Asal Usul dan Penyebaran Apokad merupakan tanaman asli Amerika bagian tropis, tepatnya daerah selatan Meksiko (Chiapas) dan Guatemala-Honduras. Apokad telah

dibudidayakan di area yang luas antara Rio-Grande sampai ke Peru Tengah jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Benua Amerika dan Apokad diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Sampai saat ini apokad telah dibudidayakan di berbagai negara tropis dan subtropis (Whiley, 1992). Taksonomi dan Botani. Klasifikasi lengkap tanaman apokad adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Keluarga Marga Varietas : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Ranales : Lauraceae : Persea : Persea americana Mill

Daun apokad bersifat tunggal, tersusun secara spiral, berpinggiran rata dan bervariasi dalam bentuk dan ukurannya. Daun muda berwarna kemerahan, lalu menjadi hijau gelap saat mencapai tahap flush akhir, lembaran bagian atas berlilin, dan bagian bawahnya berkilap dengan tulang daun yang jelas Bunga apokad tersusun dalam tandan dekat ranting, bunga berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan. Kelopak dan mahkotanya hampir serupa, 9 benang sari tersusun dalam 3 seri. Pada dasar setiap benangsari terdapat 2 kelenjar besar yang mengeluarkan madu untuk menarik serangga (Whiley, 1992). Menurut tipe bunga apokad terdapat 2 tipe bunga, yaitu tipe A dan tipe B. Tipe A merupakan bunga yang membuka pertama kali pada pagi hari dan menutup menjelang tengah hari dan membuka kembali keesokan paginya, kemudian benangsari pecah lewat tengah hari. Tipe B merupakan bunga yang

membuka pertama kali pada sore hari dan menutup pada malam hari dan membuka kembali pada pagi hari, kemudian kotak sari pecah tidak lama kemudian (Harjadi, 1989). Penyerbukan pada bunga apokad umumnya melalui perantara serangga (Entomophilus). Serbuk sari apokad relatif besar dan agak lengket, sehingga kemungkinan besar yang berperan utama dalam hal ini adalah serangga yang bertubuh besar (Whiley, 1992). Pembungaan tanaman apokad pada suatu pohon yang sama berlangsung hapir serentak selama dua bulan. Bunga mekar mulai dari bunga yang terletak pada ujung-ujung cabang utama diikuti dengan bunga-bunga pendampingnya. Buah apokad yang tua (matang fisiologis) dapat tetap menempel di tangkai buah beberapa waktu sebelum dipanen dan buah yang belum cukup tua tidak akan melunak atau matang dengan sempurna (Harjadi, 1989). Whiley (1992) menambahkan bahwa pematangan buah apokad akan terhambat jika masih berada di pohon, tetapi jika dipetik, buah akan melunak untuk dapat dimakan dalam waktu 4-14 hari. Ras dan Varietas Apokad terbagi menjadi tiga ras, yaitu: Persea americana Mill. Var. Americana (ras West Indian), P. americana var. guatemalenensis L. Wans. (ras Guatemalan) dan P. americana var. drymifolia Blake (ras Mexican) (Morton, 1987). Wolstenholme (2002) menyatakan bahwa ras Mexican berasal dari Meksiko dengan ketinggian 1.400-2.700 m di atas permulkaan laut (dpl) dengan suhu rata-rata tahunan 15,9 C dan curah hujan 860 mm/tahun. Ras Guatemalan berasal dari daerah Guatemala dengan ketinggian 1.500-2.350 m dpl dengan suhu rata-rata tahunan 19,6 C dan curah hujan 1.344 mm/tahun. Ras West Indian berasal dari daerah Colombia dengan ketinggian 100-450 m dpl, apokad jenis ini sering disebut juga apokad dataran rendah tropis dengan suhu rata-rata tahunan 28C , dimana suhu terpanas 29,2 C dan terdingin 26,9 C dan curah hujan 1.100-1.500 mm/tahun. Sebagian besar jenis apokad yang ditanam di Indonesia adalah keturunan ras West Indian dan beberapa mungkin ada yang keturunan ras Mexican ataupun silangannya dengan ras Guatemalan yang telah beradaptsi di dataran tinggi Indonesia (Whiley, 1992).

Varietas-varietas dari ras Mexican toleran terhadap suhu rendah musim dingin, daun dan buahnya berbau adas, buahnya kecil 100-200 g, berbentuk oval, bertangkai pendek, berkulit tipis dan licin. Kandungan lemak apokad varietas dari ras ini tinggi dibandingkan ras lainnya, dan lebih mengarah kepada rasa dari minyak ikan, sehingga kurang enak untuk dinikmati tanpa pengolahan. Varietas dari ras Guatemalan kurang tahan terhadap suhu dingin, daunnya tidak berbau adas, buahnya berukuran sedang 200-2.300 g, berkulit tebal 3-6 mm, kasar, agak berbintil, tangkai buah panjang, dan kandungan lemak sedang, sedangkan untuk varietas dari ras West Indian sangat peka terhadap suhu rendah, daun tidak berbau adas, bentuk buah menarik dan cenderung besar 400-2.300 g, kadangkadang mirip dengan ras Guatemalan tetapi tekstur lebih lembut, kulit buah licin dan agak liat, tangkai buah pendek, bijinya besar, dan kandungan lemak rendah (Whiley, 1992). Varietas-varietas apokad di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Varietas unggul Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Berdasarkan SK Mentan No.519, 520 dan 521 Kpts/PD.210/10/2003 menteri pertanian telah menetapkan Varietas Mega Murapi, Mega Paninggahan dan Mega Gaguan sebagai varietas unggul dengan sifat-sifat ketiga varietas tersebut antara lain: a. Mega Murapi Memiliki keunggulan produksi tinggi, bentuk buah bulat lonjong, ukuran buah besar, daging buah tebal berwarna mentega, pulen, permukaan kulit kasar, warna kulit buah hijau tua. b. Mega Paninggahan Memiliki keunggulan produksi tinggi, bentuk buah bulat lonjong, ukuran sendang, daging buah tebal berwarna kuning mentega, pulen, permukaan kulit halus, warna kulit buah merah maron.

c. Mega Gaguan Memiliki keunggulan produksi tinggi, bentuk buah bulat, ukuran buah besar daging buah tebal berwarna kuning, agak pulen, permukaan agak halus, kulit buah kemerahan. Menteri pertanian juga telah menetapkan beberapa varietas unggul diantaranya Ijo Panjang dan Ijo Bundar sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain: Tabel 1. Karakteristik Sifat-sifat Varietas Unggul Apokad Ijo dan Panjang Ijo Bundar No Karakteristik Ijo Panjang Ijo Bundar 1 2 Tinggi pohon (m) Bentuk daun 5-8 Bulat panjang dengan tepi rata 3 Berbuah Terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan 4 5 6 7 8 9 Berat buah (kg) Bentuk buah Rasa buah Diameter buah (cm) Panjang buah (cm) Hasil (kg) 0,3-0,5 Bentuk pear (pyriform) Enak, gurih, agak lunak 6,5-10 (rata-rata 8) 11,5-18 (rata-rata 14 ) 40-80 kg/pohon/tahun (rata-rata 50 kg) b. Varietas lain Varietas apokad kelompok ini adalah varietas yang banyak tersebar dimasyarakat yang merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas apokad yang terdapat di kebun percobaan Tlekung, Malang adalah apokad Merah Panjang, Merah Bundar, Dickson, Butler, Winslowson, Benik, Puebla, Fuerte, Collinson, Waldin, Ganter, Mexcola, Duke, Ryan, Leucadia, Queen dan Edranol (Prastowo et al., 2006). 6-8 Bulat panjang dengan tepi berombak Terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan 0,3-0,4 Lonjong (oblong) Enak, gurih, agak kering 7,5 9 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg)

Ekologi dan Kesesuaian Lahan Whiley (2002) menyatakan bahwa apokad umumnya ditanam di tiga iklim yang berbeda, yaitu: 1) iklim dingin semi-arid dengan curah hujan dominan pada musim dingin (Claifornia, Chile dan Israel), 2) iklim humid subtropis dengan curah hujan dominan pada musim panas (Australia bagian timur, Meksiko dan Afrika Selatan), dan 3) iklim tropis dan semitropis dengan curah hujan dominan pada musim panas (Brazil, Florida dan Indonesia). Wolstenhome (2002) juga menyatakan bahwa perlunya bulan kering untuk terjadinya pembungaan. Curah hujan yang berlebihan selama pembuangaan dapat menunda dan memperpanjang periode pembungaan menjadi 4-6 bulan di daerah dataran rendah tropis. Hal ini mungkin dapat menyebabkan produksi yang rendah dengan sebaran produksi merata sepanjang tahun di Indonesia. Tanah dengan drainase yang cepat merupakan kriteria utama untuk pemilihan lahan penanaman apokad. Tanah andosol memenuhi kriteria ini, tetapi apokad dapat ditanam pada berbagai jenis tanah lainnya dengan syarat mempunyai lapisan olah 1 m, bahkan apokad dapat ditanam ditanah berpasir (Wolstenhome, 2002). Namun Lahav dan Whilley (2002) menyatakan bahwa perkembangan tunas baru sangat bergantung kepada ketersediaan air, dimana flush dapat terjadi 3-4 kali semusim pada pohon yang diberi air irigasi secara teratur dengan hanya terjadi 1-2 kali semusim pada tanaman yang kekurangan air. Pembiakan Vegetatif Pembiakan vegetatif adalah proses pembiakan tanaman tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dengan sel kelamin betina, hanya menggunakan bagian-bagian vegetatif tanaman induk. Bagian-bagian tanaman yang biasa digunakan adalah batang, cabang, akar, daun dan pucuk. Pembiakan vegetatif yang sering digunakan selama ini adalah teknik grafting, budding dan stek. Teknik grafting dan budding adalah suatu teknik perbanyakan tanaman yang menggabungkan 2 tanaman menjadi satu individu (composite plant). Dimana terdapat batang bawah (rootstock) yang digunakan untuk sumber sistem perakaran dan batang atas (scion atau entres) yang akan digunakan sebagai sistem tajuk (Prastowo et al., 2006).

Penyetekan adalah cara pembiakan tanaman dengan menggunakan bagianbagian vegetaif yang dipisahkan dari induknya. Apabila ditanam pada kondisi yang menguntungkan stek akan berkembang menjadi suatu tanaman yang sempurna dengan sifat yang sama dengan pohon induk (Soerianegara dan Djamhuri, 1979). Tingkat perkembangan jaringan tanamaman, umur tanaman dan kandungan zat tumbuh mempengaruhi kemempuan tanaman stek membentuk akar (Mahlsteder and Haber, 1976). Perbanyakan vegetatif dengan stek mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan. Secara umum keuntungan yang diperoleh antara lain: 1). Bibit yang diperoleh dalam jumlah dan waktu yang diinginkan, 2). Tanaman cukup homogen dan dapat dipilih dari bahan tanaman yang berkualitas tinggi dan nilai genetik yang diturunkan sesuai dengan induk, 3). Beberapa tanaman baru dapat dibuat dari sedikit induk, 4). Dihasilkan populasi tanaman dengan kemampuan tumbuh yang relatif seragam, 5). Tidak mahal dan tidak memerlukan teknik khusus (Hartmann and Kester, 1978). Perbanyakan vegetatif dengan stek juga memiliki kerugian. Kerugian bibit dari setek adalah: 1). Perakaran dangkal dan tidak ada akar tunggang, saat terjadi angin kencang tanaman menjadi mudah roboh, 2). Apabila musim kemarau panjang, tanaman menjadi tidak tahan kekeringan, 3). Lamanya induksi perakaran pada tanaman berkayu seperti alpokad (Prastowo et al., 2006). Faktor Bahan Tanaman Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), stek dapat dibedakan menurut bagian tanaman yang diambil sebagai bahan stek, yaitu stek akar, stek batang, stek daun dan stek bentuk-bentuk khusus seperti stek akar tunggal. Mahlstede dan Haber (1976) menambahkan, bahwa tingkat perkembangan jaringan tanaman, umur tanaman dan kandungan zat tumbuh mempengaruhi kemampuan stek membentuk akar. Perkembangan akar dan tunas stek dipengaruhi oleh kandungan bahan stek terutama persediaan karbohidrat dan nitrogen. Hartmann and Kester (1978) mengatakan bahwa stek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan membentuk akar dan tunas.

Menurut Ashari (1995) proses pertumbuhan akar adventif terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) Diferensiasi sel yang diikuti dengan inisiasi akar (2) Diferensiasi sel-sel meristematis sampai terbentuk primordia akar dan (3) Munculnya akarakar baru. Stek batang pada umumnya sangat mudah dan sangat menguntungkan, karena batang mempunyai persedian bahan seperti karbohidrat dan nitrogen yang cukup dan terdapat mata tunas untuk pertumbuahan tajuk. Perumbuhan akar akan diinisiasi oleh jaringan meristem yang aktif oleh adanya hormon seperti auksin. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai, stek batang lebih mudah membentuk bagian-bagian vegetatif yang lain dan tumbuh menjadi individu yang sempurna (Hartmann dan Kester, 1978). Bentuk pangkal entres pada bahan stek sangatlah bermacam-macam, namun yang paling umum digunakan adalah datar, sisi dua dan satu sisi (Gambar 1). Penggunaan bentuk pangkal entres ini ditujukan dalam hal luas penampang permukaan potongan stek dengan media tanam dan metode pengapikasian zat pengatur pertumbuhan (Prastowo et al., 2006).

a.

b.

c.

Gambar 1. Bentuk Pangkal Bahan Stek : Datar (a), Sisi Dua (b) dan Satu Sisi (c) (Prastowo et al., 2006). Beberapa jenis tanaman buah-buahan tertentu sampai saat ini hanya berhasil diperbanyak dengan cara tertentu pula. Ada jenis tanaman tertentu yang tidak bisa di stek karena sulit untuk berakar. Rambutan dan kapulasan selalu gagal kalau disambung (enten) karena pengaruh asam fenolat yang teroksidasi dapat menimbulkan pencoklatan (browning). Resin dan asam fenolat ini bersifat racun terhadap pembentukan kalus. Sedangkan contoh lainnya adalah belimbing dan

manggis yang sulit sekali berakar bila dicangkok dan di stek karena kalusnya hanya menggumpal dan tidak mampu membentuk inisiasi (bakal) akar (Prastowo et al., 2006). Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah tertentu aktif merangsang ataupun merusak pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (Kramer and Kozlowsky, 1960). Hartmann and Kester (1978), menambahkan bahwa zat pengatur tumbuh adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses fisiologis. Pengaturan pertumbuhan ini dilakukan dengan cara pembentukan hormon-hormon yang sama, mempengaruhi sintesis hormon internal, perusakan translokasi atau dengan cara perubahan tempat pembentukan hormon. Menurut Heddy (1986), auksin adalah senyawa organik yang dapat mengatur segala bentuk gejala pertumbuhan tanaman dan dapat aktif diluar titik tumbuhnya dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga auksin tidak dapat terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Wattimena (1987) beberapa golongan senyawa organik sebagai zat-zat penggerak atau pemacu ini dikenal sebagai fitohormon, yang mengawali reaksi-reaksi biokimia mengubah komposisi di dalam tanaman. Sebagai akibat dari perubahan komposisi kimia, terjadilah pembentukan organ-organ tanaman seperti tunas, daun, akar, dan lain-lain. Hormon alami yang terdapat di dalam jaringan stek umumnya kurang memadai dan aktivitasnya relatif lambat sehingga tidak dapat langsung berfungsi dengan cepat untuk menginduksi pembentukan akar. Oleh karena itu, diperlukan penambahan hormon yang berasal dari luar jaringan stek. Rootone-F merupakan salah satu merk dagang zat pengatur pertumbuhan yang biasa digunakan sebagai sumber auksin pada proses penyetekan. Komposisi yang terkandung dalam Rootone-F antara lain 1-naphtalene-acetamide, 2-methyl1-naphtalene- aceticacid , 3-methil-1-naphtalene- acetamide, indol-3-butirat serta tetramethyl-thiuram disulfide. Aplikasi Rootone-F sebagai ZPT telah dilakukan pada berbagai tanaman berkayu seperti jeruk, jambu air dan jambu batu (Prastowo et al., 2006). dan tanaman berbatang lunak seperti tanaman sambung nyawa (Gyunura procumbens)

dan pohpohan. Hasil dari aplikasi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Rootone-F dapat meningkatkan persentase stek yang berakar serta meningkatkan jumlah dan kualitas akar yang terbentuk. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Ada tiga cara yang sering digunakan dalam pengaplikasian ZPT yaitu: 1.) Commercial Powder Preparation (pasta); 2.) Dilute Solution Soaking Method (perendaman); 3.) Concentrated Solution Dip Method (pencelupan cepat). Pada pencelupan cepat konsentrasi yang digunakan adalah 500-10000 ppm, pangkal batang dicelupkan dalam larutan ZPT kurang lebih selama lima detik. Cara perendaman menggunakan konsentrasi 20-200 ppm, pangkal batang direndam dalam larutan selama 24 jam (Gambar 2). Bila menggunakan cara pasta, konsentrasi yang digunakan adalah 200-1000 ppm untuk stek berbatang lunak, sedangkan stek berbatang keras membutuhkan konsentrasi lima kali lebih tinggi (Weaver, 1972). Metode perendaman adalah metode praktis yang paling awal ditemukan dan sampai saat ini masih dipandang paling efektif.

a.
Stek siap disemai (a)

b.
Pencelupan kedalam Rootone-F (b)

c.
Stek yang sudah berakar (c)

Gambar 2. Langkah Proses Penyetekan dengan Metode Perendaman (Prastowo et al., 2006). Penggunaan metode tepung atau bubuk merupakan metode yang paling sederhana, tidak memerlukan perendaman dan jumlah auksin yang diapliksikan relatif konstan tetapi sifat zat pembawa (carrier) berpengaruh besar terhadap

bahan aktif dan zat pembawa yang berbeda dapat menyebabkan respon tanaman yang sangat berbeda walaupun pada konsentrasi yang sama (Audus, 1963). Disamping itu, hasil yang seragam sulit diperoleh mengingat adanya keragaman dalam jumlah tepung atau bubuk yang lekatkan pada stek (Weaver, 1972). Penggunaan metode celup cepat memungkinkan aplikasi auksin dalam jumlah yang konstan, kurang dipengaruhi kondisi lingkungan dan larutan yang sama dapat digunakan berulang kali, namun karena metode celup cepat menggunakan konsentrasi tinggi, sehingga apabila konsentrasinya tidak tepat maka akan menimbulkan penghambatan tunas, daun menguning dan jatuh ataupun kematian stek (Weaver, 1972). Dalam mengaplikasikan zat pengatur tumbuh perlu diperhatikan ketepatan dosis, karena apabila dosis yang diaplikasikan terlalu tinggi bukannya memacu pertumbuhan tanaman tetapi malah menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan keracunan pada seluruh jaringan tanaman. Beberapa hasil penelitian penggunaan zat pengatur tumbuh Rootone-F terhadap stek dengan metode perendaman menunjukkan bahwa pemberian

Rootone-F untuk stek pucuk tanaman meranti putih (Shorea asamica, Dyer) dan tanaman meranti merah (Shorea selanica, B. L.) pada kosentrasi 75 ppm memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian kosentrasi 100 ppm dan 0 ppm. Pada pemberian kosentrasi 100 ppm menunjukkan penurunan hasil, namun masih lebih baik dari pemberian kosentrasi 0 ppm. Dalam penelitian ini pemberian Rootone-F sangat efektif dengan sistim perendaman sebab menghemat biaya, waktu dan tenaga (Lewerissa, 1996). Hasil penelitian Sumiasri dan Indarto (2001) menunjukkan bahwa

pengaruh pemberian hormon IBA dengan metode perendaman lebih baik dibandingkan dengan IAA pada proses penyetekan tanaman berkayu seperti bambu betung (Dendrocalamus asper). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Stek di Area Penanaman Menurut Prastowo et al. (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan stek adalah :

A. Faktor Luar 1. Air dan mineral. Berpengaruh pada pertumbuhan tajuk dan akar. Diferensiasi salah satu unsur hara atau lebih akan menghambat atau menyebabkan pertumbuhan yang tidak normal. 2. Kelembaban dan angin. Berpengaruh terhaap tingkat evepotranspirasi. 3. Suhu. Mempengaruhi kerja enzim, suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan degradasi pada beberapa enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk tiap jenis tumbuhan. 4. Angin, Mempengaruhi tingkat transpirasi pada stek. 5. Cahaya. Mempengaruhi fotosintesis. Secara umum merupakan faktor penghambat. - Etiolasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat di tempat yang gelap. - Fotoperiodisme adalah respon tumbuhan terhadap intensitas cahaya dan panjang penyinaran. B. Faktor Dalam 1. Faktor hereditas. 2. Hormon. a. Auksin Adalah senyawa asam indol asetat (IAA) yang dihasilkan di ujung meristem apikal (ujung akar dan batang). Auksin dapat merangsang pembentukan akar pada proses penyetekan. b. Sitokinin Pertama kali ditemukan pada tembakau. Hormon ini merangsang pembelahan sel pada tanaman.

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Mei 2008. Penelitian tahap pertama pengaruh konsentrasi NAA (dalam RootoneF) dan panjang stek terhadap pembentukan akar dan tunas pada stek apokad (Persea americana Mill.) dengan menggunakan metode perendaman dilakukan di gedung Fakultas Pertanian IPB Darmaga, Bogor. Penelitian tahap kedua penentuan konsentrasi IAA yang sesuai pada penyetekan tanaman apokad (Persea americana Mill.) dengan menggunakan metode celup cepat dilakukan di gedung Fakultas Pertanian IPB Darmaga dan greenhouse Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Baranang Siang, Bogor. Bahan danAlat Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini terdiri atas ranting tanaman apokad (bahan diambil di kampus IPB Baranang Siang Bogor), IAA, Rootone-F, pupuk (cair), fungisida (Daconil 75 WP dengan bahan aktif klorotalonil 75%) dan pestisida (Decis 2,5 EC). Alat yang digunakan antara lain polybag, tray semai, label, pisau, cangkul, alat siram, penggaris dan alat semprot. Metode Penelitian Percobaan 1. Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek Terhadap Pembentukan Akar dan Tunas pada Stek Apokad (Persea americana Mill.) dengan Menggunakan Metode Perendaman Metode yang digunakan dalam penelitian tahap pertama ini adalah metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor yaitu konsentrasi NAA dalam Rootone-F (0, 100, 150, 200 ppm) dan faktor kedua adalah panjang stek (10 dan 20 cm). Rancangan disusun secara faktorial sehingga terdapat 8 kombinasi perlakuan, dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Setiap perlakuan diujikan terhadap 5 stek, jadi keseluruhan perlakuan dengan ulangannya membutuhkan 120 stek (satuan pengamatan). Dalam hal ini, perlakuan yang diberikan adalah konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan panjang stek:

R1 : NAA (dalam Rootone-F) 0 ppm

R2 : NAA (dalam Rootone-F) 100 ppm

R3 : NAA (dalam Rootone-F) 150 ppm R4 : NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm S1 : Panjang stek 10 cm S2 : Panjang stek 20 cm

Data di uji ragam dengan menggunakan uji F, jika terdapat perbedaan antar perlakuan akan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan Duncans Multiple Range Test (DMRT). Model aditif linier dalam Rancangan Acak Kelompok ini adalah sebagai berikut : Yijk = + Si + Zj + Yk + (SZ)ij + ijk i = 1, 2, 3, , t
j = 1, 2, , r

k = 1, 2, ...., s Yijk Nilai pengamatan (respon pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf ke-i dari faktor pemberian NAA (dalam Rootone-F), taraf ke- j dari faktor panjang stek).
Nilai rata-rata umum.

Si Zj

Pengaruh aditif dari taraf ke ke-i faktor pemberian NAA (dalam RootoneF).

Pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor panjang stek.

Yk Pengaruh aditif dari perlakuan dalam kelompok ke-k. (AB)ij Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor pemberian NAA (dalam RootoneF), dan taraf ke-j faktor panjang stek. ijk Pengaruh galat pada kelopok ke-k yang memperoleh taraf ke-i dari faktor

pemberian NAA (dalam Rootone-F), dan taraf ke-j dari faktor panjang stek. Percobaan 2. Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Penyetekan Tanaman Apokad (Persea americana Mill.) dengan Menggunakan Metode Celup Cepat Hasil terbaik pada percobaan pertama digunakan sebagai kontrol pada percobaan kedua. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor dengan konsentrasi IAA (2000, 3000 dan 6000 ppm) dan kontrol sebagai perlakuan serta ulangan sebagai kelompok. Setiap perlakuan dan kontrol akan diulang sebanyak 3 kali dimana perlakuan diujikan terhadap 10

stek tanaman, jadi keseluruhan perlakuan dengan ulangannya membutuhkan 120 stek tanaman (satuan pengamatan). Dalam hal ini, ukuran panjang stek yang digunakan adalah 20 cm dengan kontrol yang digunakan adalah perendaman stek menggunakan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm. Dimana : R0 : kontrol, pemberian NAA (dalam Rootone-F) menggunakan metode perendaman 200 ppm (hasil terbaik pada tahap pertama). R1 : pemberian IAA (2000 ppm), metode celup cepat. R2 : pemberian IAA (3000 ppm), metode celup cepat. R3 : pemberian IAA (6000 ppm), metode celup cepat. Data di uji ragam dengan menggunakan uji F, jika terdapat perbedaan antar perlakuan akan dilanjutkan dengan uji lanjutan menggunakan Duncans Multiple Range Test (DMRT). Model aditif linier dalam Rancangan Acak Kelompok ini adalah sebagai berikut : Yij i j
= + Ai + ij = 1, 2, 3, , t = 1, 2, , r

Yij Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I (IAA) dan ulangan ke-j.

Rataan umum.

A i Nilai tambah pengaruh perlakuan ke-I (IAA).


ij Galat percobaan (nilai tambah pengaruh acak pada perlakuan ke-I (IAA)

dan ulangan ke-j. Pelaksanaan Persiapan pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah persiapan media tanam di rumah stek (greenhouse), dalam persiapan ini digunakan pasir dan tanah dengan perbandingan 3:1 karena media kombinasi pasir dan tanah memiliki kemampuan lebih baik dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan stek dibandingkan dengan media lain. Persiapan kedua adalah pembuatan sungkupan, pembuatan sungkupan sangatlah penting dimana sungkupan dapat berguna untuk menjaga kelembaban lingkungan stek, mengurangi cahaya yang terlalu terik, mengurangi tingginya

transpirasi akibat suhu dan angin yang terlalu kencang serta melindungi serangan hama dan penyakit pada saat penyetekan berlangsung. Persiapan ketiga adalah pembuatan larutan NAA (dalam Rootone-F) dan larutan IAA. Larutan NAA dalam Rootone-F dibuat dengan konsentrasi 0, 100, 150 dan 200 ppm untuk perendaman kurang lebih 24 jam, sedangan larutan IAA dibuat dengan konsentrasi 2000, 3000 dan 6000 ppm. Larutan 100 ppm dibuat dengan cara melarutkan 100 mg bahan aktif (NAA) yang terkandung dalam Rootone-F kedalam 1 liter air. Larutan NAA dibuat dengan konsentrasi 2000, 3000 dan 6000 ppm untuk pencelupan kurang lebih 5-6 detik. Larutan IAA 2000 ppm dibuat pertama-tama dengan cara melarutkan 2 gram IAA serbuk kedalam NaOH 1M, setelah larut ditambahkan air sampai 1 liter. Persiapan ketiga adalah pengambilan bahan stek yaitu dengan cara memotong ranting tanaman apokad sepanjang 10 dan 20 cm dengan potongan miring ( 450) dari tanaman induk yang siap untuk di stek. Bahan stekan pada tanaman apokad terdiri dari 3 macam dimana 2 dari 3 bahan tersebut dapat dilakukan penyetekan. Pembagian bahan stekan dipisahkan berdasarkan warna pada bahan stek (umur bahan stek), warna tersebut adalah coklat, hijau tua dan hijau muda. Penyetekan hanya dapat dilakukan untuk bahan stek yang berwarna hijau tua dan hijau muda sedangkan untuk bahan stek yang berwarna coklat tidak dapat dilakukan penyetekan. Pada penelitian ini hanya digunakan bahan stek yang berwarna hijau tua (Gambar 3).

Coklat (a)

Hijau tua (b)

Hijau muda (c)

Gambar 3. Kriteria Bahan Stek pada Tanaman Apokad. Bahan stek yang berwarna hijau tua dipilih karena pada bahan tersebut memiliki kandungan karbohidrat yang cukup dengan jaringan sklerenkim lebih sedikit dari bahan stek yang berwarna coklat. Bahan stekan yang digunakan pada

penelitian merupakan tanaman apokad yang berada di kampus IPB Baranang Siang Bogor. Kegiatan pemeliharaan seperti penyiraman akan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari, penyiangan gulma akan dilakukan setiap minggu bertepatan dengan dengan pemberantasan hama dan pemupukan akan dilakukan secara bertahap sesuai keperluan. Pengamatan Pengamatan dan pencatatan data dilakukan sama untuk kedua penelitian yaitu pengamatan harian dan pengamatan mingguan selama 10 MST (minggu setelah tanam). Peubah yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Presentase stek tumbuh, dilihat apabila stek masih segar. Pengamatan dan pencatatan data dilakukan tiap hari selama 10 MST. =

x 100%

2. Waktu muncul tunas, diamati dan dicatat ketika tunas tersebut pertama kali muncul. Pengamatan dan pencatatan data dilakukan tiap hari selama 10 MST. 3. Persentase stek bertunas, dilihat apabila stek masih segar dan telah tumbuh tunas. Pengamatan dan pencatatan data dilakukan tiap hari selama 10 MST. =

x 100%

4. Banyaknya tunas yang tumbuh, pengamatan dan pencatatan data dilakukan setiap minggu dan dimulai sejak 3 MST. 5. Panjang tunas (cm), diamati dari ketiak batang sampai ujung tunas. pengamatan dimulai pada minggu ke 4 sampai minggu ke 10 MST. 6. Persentase stek berkalus, dilihat dengan mencabut stek dari media (dilakukan hanya pada 4 MST). =

x 100%

7. Jumlah Kalus, pengamatan dilakukan hanya pada minggu ke 4 setelah tanam yang dilakukan dengan mencabut stek pada meda perakaran dan menghitung jumlah gerombol kalus yang terdapat pada bahan stek. 8. Panjang akar stek (cm), pengamatan dilakukan hanya pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada minggu ke 10 setelah tanam.

9. Jumlah akar stek, pengamatan dilakukan terhadap jumlah akar primer dan jumlah akar sekunder. Pengamatan dilakukan hanya pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada minggu ke 10 setelah tanam.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek. Suplai air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan stek dimana kekurangan suplai air akan mempengaruhi pertukaran metabolit, mekanik dan oksidatif pada tanaman. Pertukaran metabolit, mekanik dan oksidatif ini berkaitan dengan proses fisiologi dan biokimia yang terjadi pada sel tanaman. Abidin (1992) menambahkan, transpirasi yang tinggi akan membuat sel-sel kehilangan turgornya sehingga ukuran sel-sel panjang akan berkurang, stomata menutup, difusi CO2 menurun dan fotosintesis juga menurun sehingga fotosintat yang dihasilkan juga menurun. Rendahnya kandungan fotosintat ini dapat menyebabkan kematian sel dan jaringan. Kelebihan air juga dapat menyebabkan bahan stek mengalami cekaman aerasi, rentan serangan penyakit dan menjadi busuk (terjadi kematian sel) akibat kondisi anaerobik. Suhu, kecepatan angin dan pencahayaan yang tinggi dapat meningkatkan transpirasi pada stek dimana tingkat transpirasi yang terlalu besar dapat mematikan stek (Gambar 4). Disamping itu pencahayaan merupakan salah satu faktor penghambat kerja hormon tanaman, dalam hal ini adalah menghambat pembentukan akar.

1 MST

3 MST

7 MST yang

Gambar 4. Kematian Stek Akibat Tingginya Tingkat Transpirasi Disebabkan oleh Tingginya Suhu dan Pencahayaan.

Cahaya merupakan salah satu unsur iklim yang memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan cahaya merupakan sumber energi primer bagi tumbuhan dalam proses fotosintesis. Cahaya mempengaruhi kerja enzim pembentuk hormon khusunya hormon yang menstimulasi terbentuknya sistem perakaran dan mempengaruhi terhadap penyebaran hormon tersebut. Pencahayaan terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya degradasi enzim pembentuk hormon seperti auksin endogen yang terdapat pada stek. Menurut Smith dan Yasman (1987), intensitas cahaya matahari yang baik bagi stek adalah 50%. Selanjutnya stek yang diberi naungan akan berakar lebih banyak daripada yang menerima cahaya matahari langsung (Rochiman dan Harjadi, 1973). Selain itu, cahaya juga mempengaruhi terhadap pemberian hormon eksogen yang diberikan, dimana intensitas cahaya yang tinggi dapat menyababkan terjadinya degradasi terhadap hormon yang diberikan. Dalam percobaan ini hormon eksogen yang diberikan terdapat pada perlakuan perendaman menggunakan NAA dalam Rootone-F dan pencelupan menggunakan IAA. Rata-rata suhu harian di area penyetekan (rumah stek) adalah 27.5-29.6 C dengan kelembaban relatif 69-74%. Perkembangan tanaman pada awal penanaman stek di rumah stek menunjukkan kondisi yang cukup baik. Hal ini dikarenakan kondisi lahan yang mendukung meskipun di akhir penanaman stek terdapat serangan hama dan penyakit (Gambar 5). Penyakit yang menyerang pada saat penyetekan salah satunya adalah cendawan. Gejala serangan cendawan dapat dilihat pada stek yang terserang dimana banyak terdapat spora-spora dan tubuh buah berwarna putih sampai kemerahan. Serangan yang disebabkan cendawan dari famili Moniliales mungkin diakibatkan oleh banyaknya spora yang terbawa oleh bahan stek, kelembaban yang tinggi dan aerasi yang kurang dari media tanam. Serangan meliputi area disekitar pangkal stek dan ujung stek yang menyebabkan kematian jaringan mulai dari pangkal atau ujung tanaman. Serangan cendawan ini dapat ditanggulangi dengan menyemprotkan fungisida di area penaman secara teratur serta mengatur kelembaban serta aerasi pada media sehingga pertumbuhan jamur dapat diminimalisir. Kondisi media yang kurang steril juga dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan stek dimana pada penelitian ini terdapat stek yang mengalami busuk batang akibat serangan Phytopthora. Serangan hama yang menyerang pada saat penyetekan berlangsung adalah kutu daun (Apis spp.). Larva serangga dari famili Aphididae ini menyerang daun pada stek apokad dimana Apis spp. berdiam dibagian bawah daun sebagai parasit yang menyerap cairan di dalam daun sehingga daun yang terserang mengalami bercak-bercak kuning akibat kematian jaringan. Serangan yang disebabkan kutu daun ini mungkin diakibatkan karena area penyetekan berada dekat dengan lokasi penanaman tanaman lain seperti manggis, pisang, nenas dan beberapa tanaman hias seperti aglaonema dan anthurium sehingga kutu daun tersebut dapat terbawa atau pindah ke area penyetekan. Selain itu terdapat lubang pada dinding sungkupan memungkinkan hama untuk masuk karena banyak pohon buah-buahan di sekitar area penyetekan yang dapat menjadi inang dari kutu daun. Serangan kutu daun ini dapat ditanggulangi dengan melakukan penyemprotan pestisida di area penyetekan secara teratur.

Cendawan (Kemerahan)
(a)

Cendawan (Putih) (b)

Kutu daun (c)

Gambar 5. Hama dan Penyakit yang Menyerang pada saat Penyetekan. Serangan Cendawan Famili Moniliales (a dan b), Serangan Kutu Daun Famili Aphididae (c).

Percobaan 1. Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek Terhadap Pembentukan Akar dan Tunas pada Stek Apokad (Persea americana Mill.) dengan Menggunakan Metode Perendaman Setelah dilakukan analisis ragam pada 4 dan 10 MST (Minggu Setelah Tanam) terhadap pengaruh konsentrasi dan panjang stek yang sesuai pada penyetekan dengan menggunakan metode perendaman (Tabel Lampiran 1-7), didapatkan bahwa peubah yang diamati seperti persentase stek tumbuh, persentase stek bertunas, jumlah tunas, panjang tunas, persentase stek berkalus dan jumlah kalus tidak dipengaruhi secara nyata oleh interaksi pemberian NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek. Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada 4 MST mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek berkalus dan jumlah kalus. Faktor tunggal panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek bertunas, jumlah tunas, panjang tunas, persentase stek berkalus dan jumlah kalus. Tabel 2. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek yang Sesuai pada Penyetekan dengan Menggunakan Metode Perendaman. Perlakuan Peubah KK NAA Panjang Interaksi (dalam Rootone-F) Stek Persentase stek tumbuh (%)x Persentase stek bertunas (%)x Jumlah tunasy Panjang tunas (cm)y Persentase stek berkalus (%) Jumlah kalusy Persentase stek tumbuh (%)x Persentase stek bertunas (%)x Jumlah tunasy Panjang tunas (cm)y Jumlah akary Panjang akar (cm)y
Ket

tn tn tn tn * * ** ** tn tn tn tn

4 MST tn ** ** * ** ** 10 MST ** ** ** ** ** *

tn tn tn tn tn tn ** * tn tn * tn

37.7 39.7 17.2 18.1 33.0 19.7

29.8 26.7 20.4 19.5 11.1 26.4

* berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak berbeda nyata, MST = Minggu Setelah Tanam. Data diatas ditransformasi dengan arcsin % (x) dan 0.5 (y).

Keseluruhan stek pada pengamatan 4 MST belum menunjukkan pertumbuhan akar namun kalus dan tunas telah terbentuk secara sempurna untuk

beberapa stek. Hal ini mungkin disebabkan pada 4 MST tanaman yang berada di area penyetekan belum menunjukkan pertumbuhan sempurna sehingga belum terdapat keragaman yang nyata dalam pengamatan. Pengamatan 4 MST pada inisiasi tunas dan akar, kondisi sebagian besar stek masih tumbuh dengan baik. Hal ini diduga kondisi persedian fotosintat pada sel (karbohidrat) dan kondisi propagation area masih optimum untuk pertumbuhan stek namun ada sebagian kecil stek yang mengalami kematian atau mengering dikarenakan gagalnya stek dalam tahap inisiasi perakaran (gagal membentuk kalus) dan tingginya tingkat transpirasi menyebabkan tanaman mengalami kehilangan air yang berlebihan. Dari analisis ragam pada 10 MST Tabel Lampiran 1 sampai dengan 7, peubah yang diamati seperti jumlah tunas, panjang tunas dan panjang akar tidak dipengaruhi secara nyata oleh interaksi pemberian NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek. Sedangkan peubah persentase stek tumbuh, persentase stek bertunas dan jumlah akar dipengaruhi secara nyata oleh interaksi pemberian NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek. Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada 10 MST mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek tumbuh dan persentase stek bertunas. Faktor tunggal panjang stek pada 10 MST mempengaruhi secara nyata keseluruhan peubah yang diamati (Tabel 1.). Perkembangan pembentukan akar pada stek apokad tergolong

membutuhkan waktu yang relatif lama, dimana akar sempurna baru terbentuk rata-rata setelah 8-10 MST. Lamanya waktu yang dibutuhkan stek untuk membentuk sistem perakaran disebabkan apokad merupakan tanaman berkayu yang memiliki jaringan sklerenkim rapat sehingga sangat sulit dalam proses pembentukan kalus serta perakaran. Peubah pada 4 MST Persentase Stek Tumbuh Berdasarkan hasil uji F pada 4 MST, interaksi antara perlakuan konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek tidak mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek tumbuh. Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-

F) dan faktor tunggal panjang stek juga tidak mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek tumbuh (Tabel 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada minggu ke 4 pengamatan terdapat sejumlah stek yang mengering (kematian jaringan). Pertumbuhan stek yang terhambat ini mungkin disebabkan karena gagalnya stek membentuk kalus sebagai awal mula pembentukan sistem perakaran yang berfungsi untuk mensuplai air dan hara untuk perkembangan stek (Waluyo 2000). Pertumbuhan Tunas Tunas terbentuk akibat adanya proses morfogenesis menyangkut interaksi pertumbuhan dan diferensiasi oleh beberapa sel yang memacu terbentuknya organ. Rata-rata jumlah tunas pada stek apokad adalah 2-3 tunas (Gambar 6) dan waktu muncul tunas pada penyetekan apokad rata-rata terjadi pada minggu ke-2 setelah tanam dengan nilai rata-rata sebesar 41% untuk keseluruhan stek yang tumbuh.

Tunas pada 4 MST

Tunas pada 10 MST

Gambar 6. Pertumbuhan Tunas pada Stek Apokad 4 dan 10 MST Pembentukan tunas sangatlah penting sebagai tahap awal pembentukan primordia daun dimana daun merupakan organ tanaman yang memiliki jumlah klorofil terbesar yang berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat sebagai sumber makanan. Pertumbuhan tunas yang dihasilkan pada stek ranting apokad dipengaruhi oleh jumlah mata tunas, jenis warna bahan stek (umur bahan stek) dan jumlah hormon endogen yang terkandung didalam bahan stek. Tunas pada stek apokad muncul pada mata tunas yang sebagian besar berada di daerah ketiak daun namun

ada juga yang muncul diluar bagian tersebut tergantung jumlah hormon endogen yang menstimulir pembentukan tunas. Warna pada bahan stek mempengaruhi kemampuan stek dalam pembentukan akar dan tunas. Hal ini disebabkan warna pada bahan stek tanaman apokad dapat menggambarkan tingkat perkembangan jaringan tanaman (umur bahan stek) dan kandungan karbohidrat, nitrogen dan zat tumbuh khususnya auksin endogen dan komposisi sitokinin yang mempengaruhi pertumbuhan tunas. Hal ini dipertegas oleh Hartmann and Kester (1978) yang mengatakan bahwa bahan stek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan membentuk akar dan tunas. Persentase stek bertunas Berdasarkan hasil uji F pada 4 MST terhadap interaksi antara perlakuan konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek tidak mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek bertunas. Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) tidak mempengaruhi secara nyata persentase stek bertunas dan faktor tunggal panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek bertunas pada taraf 1% terhadap (Tabel 2). Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase stek bertunas pada panjang stek 20 cm memperlihatkan nilai yang lebih besar yaitu 68.33% dibandingkan persentase stek bertunas pada panjang stek 10 cm yaitu sebesar 36.67%. Hal ini berkaitan dengan cadangan makanan yang terdapat pada stek, dimana stek yang lebih panjang memiliki cadangan makanan yang lebih banyak. Cadangan makanan ini akan digunakan untuk memacu pertumbuhan tunas (Hartman dan Kester, 1978). Tabel 3. Pengaruh Panjang Stek pada Pertumbuhan Tunas pada 4 MST. Panjang Stek Peubah 10 cm 20 cm x Persentase stek bertunas (%) 36.67b 68.33a (29.11) (50.12) Jumlah tunasy 0.52b 2.17a (0.98) (1.62) Panjang tunas (cm)y 0.50b 1.03a (0.97) (1.22)
Ket Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. (..) ditransformasi dengan arcsin % (x) dan 0.5 (y).

Jumlah Tunas Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada 4 MST tidak mempengaruhi secara nyata peubah jumlah tunas dan faktor tunggal panjang stek pada 4 MST mempengaruhi secara nyata peubah jumlah tunas pada taraf 1% (Tabel 2). Tabel 3 menunjulkan bahwa panjang stek 20 cm memiliki nilai rataan jumlah tunas terbanyak (2.17) daripada rata-rata jumlah tunas pada panjang stek 10 cm (0.52). Pada pengamatan 4 MST rata-rata tunas yang tumbuh pada stek ranting apokad adalah 2-3 tunas. Panjang Tunas Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada 4 MST tidak mempengaruhi secara nyata peubah panjang tunas dan faktor tunggal panjang stek pada 4 MST mempengaruhi secara nyata peubah jumlah tunas pada taraf 5% (Tabel 2). Rata-rata panjang tunas pada 4 MST menunjukkan bahwa panjang stek 20 cm memiliki nilai rataan tertinggi untuk panjang tunas yaitu 1.03 daripada ratarata panjang stek 10 cm yaitu 0.50 walaupun angka ini tidak menunjukkan perbedaan yang sangat besar (Tabel 3). Pertumbuhan tunas pada stek dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan seperti bahan stek yang digunakan, lingkungan tumbuh dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan stek (Prastowo et al., 2006). Pertumbuhan Kalus Kalus adalah jaringan yang belum terorganisir sebagai respon tumbuhan untuk menutupi luka. Diketahuinya stek telah berkalus adalah mencabut stek terutama stek yang telah bertunas karena menurut Waluyo (2000) stek yang telah bertunas pasti berkalus. Munculnya kalus pada penyetekan apokad terjadi setelah stek bertunas yaitu pada minggu ke 2 dan ke 3 setelah tanam. Nilai rata-rata persentase stek berkalus sampai minggu ke 4 MST adalah 50%. Kalus merupakan jaringan yang pertama terbentuk sebelum tumbuhnya akar pada penyetekan. Pemberian auksin seperti IAA, NAA dan IBA memiliki

bahan aktif yang dapat merangsang proses pembentukan kalus, meningkatkan persentase stek berakar dan meningkatkan jumlah serta kualitas akar yang terbentuk. Proses pembentukan kalus mempunyai bebarapa syarat, yaitu : Hasil assimilasi yang tersedia dalam keadaan yang berlebihan untuk dapat dimanfaatkan pada kegiatan metabolisme, temperatur medukung serta terdapat sistem enzim dan hormon endogen yang tepat untuk menstimulir proses pembentukan kalus. Kalus pada awal pembentukan akar sekunder akan terbentuk diantara celah yang terdapat pada jaringan sklerenkim sehingga bahan stek yang memiliki jaringan berkayu lebih banyak akan sulit untuk berakar. Tanaman berkayu seperti apokad memiliki satu atau beberapa lapisan xilem sekunder dan floem sekunder, inisiasi perakaran biasanya muncul dari floem sekunder masih muda dengan terlebih dahulu membentuk kalus dilanjutkan dengan pembentukan jaringan kambium. munculnya jaringan kambium tidak terlepas dari jaringan sklerenkim yang terdapat pada bahan stek. Jaringan sklerankim ini mempengaruhi kemampuan stek untuk membentuk sistem perakaran dimana kerapatan jaringan sklerankim membatasi pertumbuhan kalus untuk membentuk primordia akar sekunder pada stek. Persentase Stek Berkalus Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada 4 MST mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek berkalus (5%) dan faktor tunggal panjang stek pada 4 MST mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek berkalus pada taraf 1% (Tabel 2). Hasil penelitian menunjukkan stek yang direndam dengan larutan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm memunculkan persentase stek berkalus terbanyak pada stek, pengaruh nyata ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada Pertumbuhan Kalus 4 MST. NAA (dalam Rootone-F) Peubah Kontrol 100 ppm 150 ppm 200 ppm Persentase stek berkalus (%) 30b 43.33b 50b 73.33a Jumlah kalus 1.76ab 1.43b 1.16b 2.70a (1.46) (1.31) (1.23) (1.77)
Ket Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. (..) ditransformasi dengan 0.5.

Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm meningkatkan persentase stek berkalus pada stek dibandingkan pemberian NAA (dalam Rootone-F) 0, 100, 150 ppm. Konsentrasi yang sesuai berhubungan dengan optimalnya bahan aktif yang diserap oleh bahan stek serta efek toksik apabila konsentrasi yang diberikan melebihi konsentrasi yang seharusnya diberikan. Bahan aktif yang terkandung di dalam Rootone-F dapat meningkatkan respon pertumbuhan kalus sehingga dapat mempercepat pula proses pembentukan akar. Perlakuan tunggal panjang stek 20 cm pada 4 MST memberikan nilai persentase pertumbuhan kalus terbesar yaitu 75% dibandingkan penyetekan dengan panjang stek 10 cm yaitu 23.33% (Tabel 5). Nilai persentase tersebut searah dengan jumlah kalus yang terbentuk pada proses penyetekan dimana panjang stek 20 cm menunjukkan rata-rata jumlah kalus sebesar 1.66 cm dibandingkan penyetekan dengan panjang stek 10 cm yaitu sebesar 2.30 cm (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh Panjang Stek pada Pertumbuhan Kalus 4 MST. Panjang Stek Peubah 10 cm Persentase stek berkalus (%) 23.33b Jumlah kalus 1.23b (1.23)
Ket

20 cm 75.00a 2.30a (1.66)

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. (..) ditransformasi dengan 0.5.

Jumlah Kalus Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada 4 MST mempengaruhi secara nyata peubah jumlah kalus pada taraf 5% dan faktor tunggal panjang stek pada 4 MST mempengaruhi secara nyata peubah jumlah kalus pada taraf 1%. Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm menghasilkan rata-rata jumlah kalus terbanyak (2.70). Sedangkan nilai rataan terendah ditunjukan pada perlakuan perendaman 150 ppm (1.16) walaupun perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm tidak lebih baik dari perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 150 ppm.

Dijelaskan oleh Abidin (1982) konsentrasi auksin endogen berpengaruh dalam proses pembentuan kalus pada awal penyetekan, auksin diproduksi dalam jumlah besar dibagian pucuk dan ditranspor secara polar kebagian bawah tanaman (basipetal). Komposisi auksin berubah secara gradual dari bagian pucuk, bagian batang yang masih membesar hingga bagian batang yang telah tua. Tingginya kandungan fotosintat dan hormon endogen seperti sitokinin pada bahan stek memungkinkan pembentukan tunas lebih awal terjadi daripada pembentukan kalus dimana keseimbangan kandungan fotosintat sangat

mempengaruhi pertumbuhan stek apokad di lapang (Abidin 1982). Tabel 5 menunjukkan bahwa panjang stek 20 cm menghasilkan rata-rata jumlah kalus terbanyak (2.30) dibandingkan panjang stek 10 cm (1.23).

(a) (b) Gambar 7. Kalus pada Stek, (a) Panjang Stek 20 cm dan (b) Panjang Stek 10 cm. Gambar 7 dapat dilihat bahwa proses pembentukan kalus pada panjang stek 20 cm lebih banyak daripada panjang stek 10 cm dan rata-rata pertumbuhan tunas melebihi proses pertumbuhan kalus. Peubah Pada 10 MST Persentase Stek Tumbuh Berdasarkan hasil uji F pada 10 MST, interaksi antara perlakuan konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek tumbuh pada taraf 1% (Tabel 2). Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan faktor tunggal panjang stek juga mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek tumbuh pada taraf 1%.

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek Pada Persentase Stek Tumbuh 10 MST. NAA (dalam Rootone-F) Peubah Stek Kontrol 100 ppm 150 ppm 200 ppm 10 cm 0.00b 0.00b 0.00b 33.33ab (0.00) (0.00) (0.00) (35.00) Persentase Stek Tumbuh(%) 20 cm 46.67ab 46.67ab 26.67ab 46.67a (43.07) (42.70) (30.79) (43.07)
Ket Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. (..) Ditransformasi dengan arcsin %.

Hasil uji DMRT pada 10 MST terhadap interaksi antara perlakuan konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek (Tabel 6) didapat bahwa perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm dengan panjang stek 20 cm dapat meningkatkan persentase stek tumbuh dibandingkan perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 100, 150 ppm dengan panjang stek 10 cm tetapi tidak lebih baik dari perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 0, 100, 150 ppm dengan panjang stek 20 dan perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm dengan panjang stek 10 cm. Tabel 7. Pengaruh Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada Penyetekan Tanaman Apokad 10 MST. NAA (dalam Rootone-F) Peubah Kontrol 100 ppm 150 ppm 200 ppm 23.33b 23.33b 13.33b 40.00a Persentase stek tumbuh (%) (21.54) (21.35) (15.39) (39.04) 20.00b 20.00b 13.33b 40.00a Persentase stek bertunas (%) (21.53) (21.35) (15.39) (39.04)
Ket Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. (..) Ditransformasi dengan arcsin %.

Tabel 7 menunjukkan bahwa pengaruh faktor tunggal perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm meningkatkan persentase stek tumbuh dibandingkan perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 0, 100, 150 ppm. Dengan pemberian sumber auksin seperti NAA (dalam Rootone-F) pada konsentrasi yang tepat akan lebih memacu proses biokimia dan fisiologis cadangan makanan yang memiliki karbohidrat yang cukup, sehingga pertumbuhan tanaman lebih baik dan selanjutnya akan memacu perkembangan tunas dan akar (Wargadipura dan Solehudin, 1983).

Tabel 8. Pengaruh Panjang Stek pada Penyetekan Tanaman Apokad 10 MST. Peubah Persentase stek tumbuh (%)x Persentase stek bertunas (%)x Jumlah tunasy Panjang tunas (cm)y Jumlah akary Panjang akar (cm)y
Ket

Panjang Stek 10 cm 8.33b (8.75) 8.33b (8.75) 0.33b (0.87) 0.20b (0.81) 0.05b (0.73) 0.26b (0.84) 20 cm 41.67a (39.91) 38.33a (39.91) 1.38a (1.34) 0.96a (1.18) 0.52a (1.00) 0.95a (1.16)

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. (..) ditransformasi dengan arcsin % (x) dan 0.5 (y).

Tabel 8 menunjukkan bahwa faktor tunggal panjang stek nyata mempengaruhi persentase stek tumbuh pada penyetekan ranting tanaman apokad. Persentase tumbuh pada panjang stek 20 cm (41.67%) lebih tinggi dari persentase tumbuh pada panjang stek 10 cm (8.33%). Pertumbuhan Tunas Persentase stek bertunas Berdasarkan hasil uji F pada 10 MST, interaksi antara perlakuan konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek bertunas pada taraf 1%. Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek bertunas pada taraf 1% dan faktor tunggal panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah persentase stek bertunas pada taraf 1% (Tabel 2). Tabel 9. Pengaruh Interaksi Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek pada Persentase Stek Bertunas 10 MST. NAA (dalam Rootone-F) Peubah Stek Kontrol 100 ppm 150 ppm 200 ppm Persentase stek bertunas (%) 10 cm 0.00b 0.00b 0.00b 33.33ab (0.00) (0.00) (0.00) (35.00) 20 cm 40.00ab 40.00ab 26.67ab 46.67a (39.23) (38.85) (30.78) (43.07)
Ket Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. (..) ditransformasi dengan arcsin %.

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm dengan panjang stek 20 cm meningkatkan persentase stek tumbuh dibandingkan perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 0, 100, 150 ppm dengan panjang stek 10 cm tetapi tidak lebih baik dari perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 0, 100, 150 ppm dengan panjang stek 20 dan perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm dengan panjang stek 10 cm. Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) didapat bahwa pemberian NAA (dalam Rootone-F) 200 ppm meningkatkan persentase stek bertunas dibandingkan perlakuan NAA (dalam Rootone-F) 0, 100, 150 ppm (Tabel 7). Persentase stek bertunas pada panjang stek 20 cm menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 38.33% sementara pada panjang stek 10 cm yaitu sebesar 8.33%. Hal ini juga sama pada nilai persentase tumbuh tunas dimana, panjang stek 20 cm memiliki nilai lebih besar dibandingkan panjang stek 10 cm (Tabel 8). Pada pengamatan 10 MST terdapat stek yang masih belum bertunas (stek dorman) hal ini menunjukkan bahwa pengaruh keseimbangan komposisi hormon yang terdapat pada bahan stek dan perlakuan serta kesiapan bahan untuk di stek (umur dan genetik) sangat mempengaruhi pertumbuhan tunas pada penyetekan ranting apokad. Jumlah Tunas Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada 10 MST tidak mempengaruhi secara nyata peubah jumlah tunas dan faktor tunggal panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah jumlah tunas pada taraf 1% (Tabel 2). Faktor tunggal panjang stek pada 10 MST (Tabel 8) menunjukkan bahwa panjang stek 20 cm memiliki rata-rata jumlah tunas lebih banyak (1.38) dibandingkan rata-rata panjang stek 10 cm (0.33). Panjang stek 20 cm memungkinkan lebih banyaknya jumlah mata tunas dibandingkan panjang stek 10 cm sehingga pada pertumbuhan tunas panjang stek 20 cm memiliki jumlah tunas yang lebih banyak daripada panjang stek 10 cm.

Panjang Tunas Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) pada 10 MST tidak mempengaruhi secara nyata peubah panjang tunas dan faktor tunggal panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah panjang tunas pada taraf 1% (Tabel 2). Faktor tunggal panjang stek pada 10 MST (Tabel 8) didapat bahwa panjang stek 20 cm menunjukkan rata-rata panjang tunas lebih panjang (0.96) daripada rata-rata panjang tunas pada panjang stek 10 cm (0.20). Pertumbuhan Akar Munculnya akar pada stek merupakan penentu tingkat keberhasilan pada proses penyetekan karena akar merupakan suatu organ pada tanaman yang memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi akar secara umum adalah: Penyerap air dan mineral terlarut, pengokoh batang, konduksi (penghubung jaringan dengan tanah) dan penyimpan cadangan makanan. Jumlah stek tumbuh pada akhir pengamatan adalah 42 stek dari 120 stek yang ditanam. Rendahnya jumlah stek tumbuh pada penyetekan apokad disebabkan oleh tanaman seperti apokad memiliki struktur anatomi bahan stek dengan jaringan cincin sklerenkim yang rapat (tidak bercelah). Jaringan sklerenkim yang rapat merupakan penghalang pamunculan akar, dimana jaringan cincin sklerenkim pada tanaman berkayu jauh lebih banyak daripada tanaman berbatang lunak (Hartmann dan Kester, 1978). Atas dasar fisiologi, pertumbuhan akar dipengaruhi oleh: 1) perimbangan zat pengatur pertumbuhan yang dikandung yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan zat penghambat, dan 2) ko-faktor perakaran yang berasal dari daun dan tunas (Hartmann dan Kester, 1985). Akar pada proses penyetekan merupakan akar yang terbantuk akibat aktivitas kalus yang terinduksi dari adanya hormon tanaman baik endogen yang terdapat pada bahan stek maupun eksogen yang diberikan sebagai perlakuan. Pembentukan akar pada proses penyetekan pada stek ranting tanaman apokad dipengaruhi oleh warna pada ranting yang mempengaruhi tingkat perkembangan jaringan tanaman (umur bahan stek) dalam hal ini adalah tinggkat kerapatan jaringan sklerenkim dan kandungan karbohidrat, nitrogen serta zat tumbuh khususnya auksin endogen yang berbeda pada setiap bahan stek.

Jumlah Akar Berdasarkan hasil uji F pada 10 MST terhadap interaksi antara perlakuan konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah jumlah akar pada taraf 5%. Faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) tidak mempengaruhi secara nyata peubah jumlah akar dan faktor tunggal panjang stek mempengaruhi secara nyata peubah jumlah akar pada taraf 1% (Tabel 2). Tabel 10. Pengaruh Interaksi Konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan Panjang Stek pada Peubah Jumlah Akar 10 MST. NAA (dalam Rootone-F) Peubah Stek Kontrol 100 ppm 150 ppm 200 ppm Jumlah akar 10 cm 0.00ab 0.00ab 0.00ab 0.20ab (0.71) (0.71) (0.71) (0.82) 20 cm 0.60a 0.53a 0.67a 2.67a (1.02) (1.02) (1.06) (0.87)
Ket Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. (..) ditransformasi dengan 0.5 .

Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah akar tidak cukup dipengaruhi oleh berbagai konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek yang digunakan. Faktor tunggal panjang stek pada 10 MST (Tabel 8) menunjukkan bahwa panjang stek 20 cm memiliki rata-rata jumlah akar lebih besar (0.52) daripada rata-rata jumlah akar 10 cm (0.06). Panjang Akar Faktor tunggal panjang stek pada 10 MST mempengaruhi secara nyata peubah jumlah akar pada taraf 5% dan faktor tunggal konsentrasi NAA (dalam Rootone-F) tidak mempengaruhi secara nyata peubah jumlah akar (Tabel 2). Faktor tunggal panjang stek pada 10 MST menunjukkan bahwa panjang stek 20 cm menghasilkan rata-rata jumlah akar lebih banyak yaitu 0.95 daripada rata-rata jumlah akar 10 cm yaitu 0.26 (Tabel 8). Perkembangan pembentukan akar pada stek apokad tergolong

membutuhkan waktu yang relatif lambat, dimana akar sempurna baru terbentuk rata-rata setelah 8-10 MST (Gambar 8). Lamanya waktu yang dibutuhkan stek untuk membentuk sistem perakaran disebabkan karena apokad merupakan

tanaman berkayu yang memiliki jaringan sklerenkim rapat sehingga sangat sulit dalam proses pembentukan kalus serta perakaran.

4 MST (a)

10 MST (b)

Gambar 8. Perkembangan Pembentukan Akar pada Stek Apokad, Inisiasi dan Pembentukan Kalus pada 4 MST (a) dan Akar Sempurna pada 10 MST (b).

Percobaan 2. Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Penyetekan Tanaman Apokad (Persea americana Mill.) dengan Menggunakan Metode Celup Cepat Setelah dilakukan analisis ragam pada 4 MST terhadap peubah yang diamati seperti persentase stek tumbuh, persentase stek bertunas, jumlah tunas dan panjang tunas tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemberian IAA (Tabel 11). Hal ini mungkin disebabkan pada 4 MST stek belum menunjukkan pertumbuhan yang sempurna sehingga belum terdapat keragaman yang nyata. Tabel 11. Rekapitulasi Nilai F dari Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Penyetekan Tanaman Apokad 4 MST. No Peubah F Hitung KK (%) x tn 1 Persentase stek tumbuh 0.59 11.6365 2 Persentase stek bertunasx 1.11tn 38.1543 3 Jumlah tunasy 0.58tn 25.8706 4 Panjang tunasy 0.89tn 16.7084
Ket * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak berbeda nyata, Data diatas ditransformasi dengan arcsin % (x) dan 0.5 (y). Sidik ragam (Tabel Lampiran 8 sampai dengan 11)

Pengamatan dilakukan selama satu kali yaitu pada minggu 4 setelah tanam karena percobaan hanya dilakukan selama 7 MST dari 10 MST yang direncanakan. Kegagalan pencatatan data disebabkan oleh banyaknya tanaman mati pada 8 MST. Kematian pada poses penyetekan berlangsung mungkin disebabkan oleh tingginya suhu di area penyetekan, tingkat kelembaban yang terlalu tinggi dan aerasi yang kurang dalam media pertumbuhan. Hasil dari pengukuran suhu rata-rata minggu ke 3 bulan juni minggu ke 2 bulan juli berkisar antara 27.8-29.6oC. Tingkat kelembaban yang terlalu tinggi dan aerasi yang kurang dalam media pertumbuhan stek juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan proses penyetekan karena kondisi tersebut dapat meningkatkan serangan hama dan penyakit. Pada saat proses penyetekan terdapat terdapat serangan phytopthora dan cendawan yang menyebabkan kematian pada sebagian besar bahan stek (Gambar 9).

(a)

(b)

Gambar 9. Area Penanaman Stek Percobaan ke 2 (a) dan Kematian Stek Akibat Serangan Cendawan (b) Serangan hama dan penyakit pada pangkal stek menyebabkan kematian jaringan sehingga akan terputusnya suplai air dan zat hara dari daerah perakaran ke daerah tunas dan daun. Tingginya suhu dan kelembaban di area penyetekan diduga meningkatkan serangan hama dan penyakit terhadap stek setelah 5 MST sehingga stek hanya bisa bertahan sampai 7 MST (Gambar 10).
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 MST 5 6 7

% Tumbuh

SK SR1 SR2 SR3

Gambar 10. Grafik pertumbuhan tunas apokad selama 7 MST.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Percobaan pertama menunjukkan bahwa faktor tunggal NAA (dalam RootoneF) nyata berpengaruh terhadap peubah persentase stek tumbuh dan persentase tumbuh tunas pada 10 MST, dengan konsentrasi 200 ppm lebih baik dari konsentrasi 0, 100 dan 150 ppm.

Faktor tunggal panjang stek nyata mempengaruhi seluruh peubah yang diamati
dengan panjang stek 20 cm lebih baik dari 10 cm. Panjang stek 20 cm nyata meningkatkan nilai seluruh peubah yang diamati dibanding pada panjang stek 10 cm.

Interaksi perlakuan NAA (dalam Rootone-F) dan panjang stek nyata


mempengaruhi peubah persentase tumbuh, persentase tumbuh tunas dan jumlah akar. Namun, tidak terdapat kombinasi perlakuan terbaik dari seluruh perlakuan yang diberikan.

Percobaan kedua menunjukkan bahwa peubah yang diamati seperti persentase


stek tumbuh, persentase stek bertunas, jumlah tunas dan panjang tunas tidak dipengaruhi oleh pemberian IAA (2000, 3000 6000 ppm). Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap pemberian auksin dan metode


aplikasi berbeda pada penyetekan ranting tanaman apokad (Persea americana Mill.), karena tingkat keberhasilan stek ranting apokad pada percobaan ini masih tergolong rendah (40%).

Perlu diperhatikannya jeda waktu setelah bahan stek di potong, lamanya jeda
waktu pengambilan bahan stek dan perlakuan dapat menyebabkan kegagalan stek untuk tumbuh.

Tingkat pertumbuhan apokad (bahan stek) dan lingkungan penelitian misalnya


(media, suhu, Rh, angin dan pencahayaan) harus diperhatikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan stek dan meminimalisir gagalnya stek

membentuk perakaran.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Penerbit Angkasa. Bandung. Ashari. 1995. Fungsi Auksin. http://mukhtarom-ali.blogspot.com. [9 Maret 2008]. Audus, L. J. 1963. Plant Growth Substances. Interscience Publ. Inc. New York. pp 123-143. Bender, G.S. dan A.W. Whiley. 2002. Propagation, p198-211. Dalam: A.W. Whiley, B. Schaffer dan B.N. Wolstenholme (Eds.). The Avovado: Botany, Production and Uses. CAB International. Walingford. Departemen Pertanian. 2003. SK Mentan No.519, 520 Kpts/PD.210/10/2003. http:// deptan.go.id. [6 Maret 2008]. dan 521

FAOSTAT. 2004. Food and Agricultural Organization. Unitid Nations. Rome. Fitter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada Univ. Press. Yogyakarta. 286 hal. Gomez. K.C dan A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian.Edisi Kedua. Universitas Indonesia. Harjadi, S. S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Program Studi Hortikultura. Departemen Budidaya Pertanian. IPB. Bogor. Hartmann, H. T. and D. E. Kester. 1975. Plant Propagation. Prentice Hall International Inc. London. ----------------------------------------------.1978. Plant Propagation, Principles and Practice. Prentice Hall of India. New Delhi. 702p. Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta. Hal 2-76. Kramer, P. J. and T. T. Kozlowsky. 1960. Phsiology of Tree. McGraw and Hill Book Co. Inc. New York. 511p. Lahav, E. and W. Whiley. 2002. Irrigation and Mineral Nutrition. P. 259-297 in: A.W. Whiley, B. Schaffer dan B.N. Wolstenholme (Eds.). The Avovado: Botany, Production and Uses. CAB International. Walingford. Lewerissa, E. 1996. Penggaruh Penggunaan Rootone- F Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Tanaman Meranti Putih (Shorea asamica, Dyer) dan Meranti Merah (Shorea selanica, BL) Pada Kebun Pangkas PT. MANGTIP UNID II. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon. 36 hal. Mahlstede, J. P. and T. L. E. S. Haber. 1976. Plant Propagation. Jhon Wiley and Sons Inc. New York. 413p. Menegristek. 2000. Apokad, p 1-18. Dalam: Kemal Prihatman (Ed.). Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. BAPPENAS. http://www.ristek.go.id. [6 Maret 2008].

Morton, J. F. 1987. Fruits of Warm Climates. Creative Resource System, Inc. Winterville NC. Prastowo, N. H . , J. M. Roshetko dan G. E. S. Maunrung. 2006. Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock International. Bogor. Rochiman, K dan S. S. Harjadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Dept. Agron, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 76 hal. Sorianegara, I. dan E. Djamhuri. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 82 hal. Smits, W. T. M. dan I. Yasman. 1986. Pedoman Sistem Cabutan Bibit Dipterocarpaceae. Tenaga Ahli Departeman Kehutanan. Agricultural University Wageningen. Penerbit Asosiasi Panel Kayu Indonesia. 12 hal. Sumiasri, N. dan N. S. Indarto. 2001. Tanggap Sstek Cabang Bambu Betung (Dendrocalamus asper) pada Penggunaan Berbagai Dosis Hormon IAA dan IBA. Jurnal Natur Indonesia III. 8 hal. Waluyo, R. 2000. Studi Pengaruh Bahan Pelembab Pada Penyimpanan dan Lama Penyimpanan Terhadap Presentase Tumbuh Stek. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. 38 hal. Wargadipura, R. dan S. Salahudin. 1983. Pengaruh mixtasol dan atonik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Stevia rebaudiana berto. Bulletin Agronomi. 14 (2). Watimena, G.A.1987. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Dept. Agron, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Weaver, R. J. 1972. Plant Growth Substances in Agriculture. W. H. Freeman Co. San Fransisco. Pp 119-131. Whiley, A. W. 1992. Persea americana Miller, p. 249-254. In: E. W. M. Verheij and R. E. Coronel (Eds). Plants Resource of South-East Asia No. 2: Edible Fruits and Nuts. Pudoc. Wageningen. ----------------. 2002. Crop Managemen, p. 231-258. In: A.W. Whiley, B. Schaffer dan B.N. Wolstenholme (Eds.). The Avocado: Botany, Production and Uses. CAB International. Walingford. Wolstenhome, B. N. 2002. Ecology: climate and the edaphic environment, p. 71100. In: A.W. Whiley, B. Schaffer dan B.N. Wolstenholme (Eds.). The Avocado: Botany, Production and Uses. CAB International. Walingford.

LAMPIRAN

Tabel lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Presentase Stek Tumbuh. Minggu Sumber Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Db Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
4 MST Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total 2 3 1 3 14 23 2 3 1 3 14 23
1118.8724 559.4362 1.12 556.8042 185.6014 0.37 1101.7543 1101.7543 2.21 846.0330 282.0110 0.56 6993.7315 499.5522 10617.1956 36.6394 18.3197 0.34 1878.0590 626.0196 11.76 5825.0062 5825.0062 109.42 1212.8914 404.2971 7.59 53.2346 745.2856 9697.8818

0.3539tn 0.7748tn 0.1597tn 0.5tn

37.7064

10 MST

0.7147tn 0.0004** 0.0001** 0.0030**

29.9867

Tabel lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Presentase Stek Bertunas. Minggu Sumber Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Db Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
4 MST Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total 2 3 1 3 14 23 2 3 1 3 14 23
253.1759 126.5879 0.51 1336.6388 445.5462 1.80 2648.4563 2648.4563 10.70 1264.1770 421.3923 1.70 3465.1254 247.5089 8967.5736 48.8171 24.4085 0.62 2033.4708 677.8236 17.35 5128.2476 5128.2476 131.26 964.40168 321.4672 8.23 39.0679 546.9519 8721.8893

0.6104tn 0.1934tn 0.0056* 0.2122tn

39.7068

10 MST

0.5497tn 0.0001** 0.0001** 0.0021*

26.7455

Tabel lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Jumlah Tunas. Minggu Sumber Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Db Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
4 MST Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total 2 3 1 3 14 23 2 3 1 3 14 23
0.0325 0.1624 2.4858 0.2576 0.7053 3.6439 0.2681 0.4316 1.3195 0.2677 0.7201 3.0072 0.0162 0.0541 2.4858 0.0858 0.0503 0.1340 0.1438 1.3195 0.0892 0.0514 0.32 1.07 49.34 1.70

0.7293tn 0.3915tn 0.0001** 0.2117tn

17.2396

10 MST

2.61 2.80 25.65 1.74

0.1091tn 0.0788tn 0.0002** 0.2057tn

20.42463

Tabel lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Panjang Tunas. Minggu Sumber Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Db Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
4 MST Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total 2 3 1 3 14 23 2 3 1 3 14 23
0.1661 0.1660 0.3858 0.0145 0.5581 1.2906 0.0911 0.2489 0.8264 0.1558 0.5381 1.8605 0.0830 0.0553 0.3858 0.0048 0.0398 0.0455 0.0829 0.8264 0.0519 0.0384 2.08 1.39 9.68 0.12

0.1614tn 0.2874tn 0.0077** 0.9459tn

18.1231

10 MST

1.19 2.16 21.50 1.35

0.3345tn 0.1385tn 0.0004** 0.2980tn

19.5641

Tabel lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Panjang Stek pada Peubah Presentase Stek Berkalus. Minggu Sumber Db Jumlah Kuadrat FPengamatan Keragaman Kuadrat Tengah Hitung 4 MST Ulangan 2 33.3333 16.6667 0.06 Rootone-F 3 5916.6667 1972.2222 7.46 Stek 1 16016.6667 16016.6667 60.60 Stek*Rootone-F 3 2316.6667 772.2222 2.92 Galat 14 3700.0000 264.2857 Total 23 27983.3333

Rootone-F dan Pr>F 0.9391tn 0.0032** 0.0001** 0.0708tn Koefisien Keragaman 33.06481

Tabel lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Jumlah Akar. Minggu Sumber Db Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
10 MST Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total 2 3 1 3 14 23
0.0046 0.0065 0.4288 0.0946 0.1310 0.6657 0.0023 0.0021 0.4288 0.0315 0.0093 0.25 0.23 45.80 3.37

0.7854tn 0.8714tn 0.0001** 0.0489*

11.1317

Tabel lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi NAA dalam Rootone-F dan Panjang Stek pada Peubah Panjang Akar. Minggu Sumber Db Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
10 MST Ulangan NAA (Rootone-F) Stek Stek* NAA Galat Total 2 3 1 3 14 23 0.0630 0.1302 0.6287 0.4576 1.1717 2.4514 0.0315 0.0434 0.6287 0.1525 0.0836 0.38 0.52 7.51 1.82 0.6928tn 0.6762tn 0.0159* 0.1893tn 26.4344

Tabel lampiran 8. Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Peubah Presentase Stek Tumbuh. Minggu Sumber Db Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
4 MST Ulangan IAA Galat Total 2 3 6 11
92.6373 179.7664 604.3955 876.7992 46.3186 59.9221 100.7325 0.46 0.59

0.6519 0.6411

11.6365

Tabel lampiran 9. Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Peubah Presentase Stek Bertunas. Minggu Sumber Db Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
4 MST Ulangan IAA Galat Total 2 3 6 11
264.3821 1157.5910 2085.7630 3507.7362 132.1910 385.8636 347.6271 0.38 1.11

0.6991 0.5712

38.1543

Tabel lampiran 10. Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Peubah Jumlah Tunas. Minggu Sumber Db Jumlah Kuadrat FPr>F Koefisien Pengamatan Keragaman Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
4 MST Ulangan IAA Galat Total 2 3 6 11
0.3954 0.3118 1.0845 1.7918 0.1977 0.1039 0.1807 1.09 0.59

0.3935 0.6521

25.8706

Tabel lampiran 11. Sidik Ragam Penentuan Konsentrasi IAA yang Sesuai pada Peubah Panjang Tunas. Pr>F Koefisien Minggu Sumber Db Jumlah Kuadrat FPengamatan Keragaman Kuadrat Tengah Hitung Keragaman
4 MST Ulangan IAA Galat Total 2 3 6 11
0.2642 0.1783 0.4018 0.8444 0.1321 0.0594 0.0669 1.97 0.88

0.2196 0.5111

16.7084

Keterangan :

* ** tn

Berbeda nyata Berbeda sangat nyata Tidak berbeda nyata

Das könnte Ihnen auch gefallen