Sie sind auf Seite 1von 13

ASTEROID SI PLANET KECIL(*)

Widya Sawitar - Himpunan Astronomi Indonesia - Himpunan Astronom Amatir Jakarta - Planetarium & Observatorium Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta

Sebelum tahun 1772 tidak diketahui ada benda langit mengedari Matahari di antara Mars Jupiter, sampai akhirnya pada tahun itu Johann Elert Bode (1747-1826) dan Johann Daniel Titius (1729-1796) dari Jerman menduga ada planet di sana melalui perumusan matematis yang dikenal sebagai Hukum Titius-Bode. Berawal dari team Lilienthal Detectives, akhirnya Giuseppe Piazzi (1746 1826) tanggal 1 Januari 1801 berhasil menemukan obyek langit mengembara di rasi bintang Taurus. Awalnya diduga komet. Penelitian terhadap jarak ternyata bersesuaian dengan ramalan Titius-Bode, di antara Mars Jupiter sekitar 2,67 s.a. Benda ini diberi nama Ceres Ferdinandea (Dewi Sisilia) berdiameter 933 km. Selang setahun Olber menemukan Pallas (610 km), tahun 1804 Harding menemukan Juno (190 km), dan tahun 1807 Olber menemukan Vesta (540 km). Ternyata semuanya terletak di antara Mars Jupiter. Karena ukurannya kecil, Herschell (penemu Uranus) menyebutnya asteroid. Baru abad 20, benda langit ini disebut planetoid atau planet minor (diindonesiakan planet kecil) sebagai pembanding planet major. Namun julukan asteroid sampai kini masih terus dipakai. Kembali pada perburuan asteroid, bahwa uniknya sejak tahun 1807 setelah penemuan Vesta hingga tahun 1845 ternyata tidak ada lagi penemuan asteroid. Baru pada tanggal 8 Desember 1845 ditemukan sebuah lagi oleh K. L. Hencke dari Driesen. Asteroid ini dinamakan Astraea, dan sampai akhir tahun 1880 (rentang 35 tahun) ditemukan 214 asteroid. Sementara dalam rentang 20 tahun, antara 1881 (19 Mei 1881, oleh J. Palisa Viena, asteroid Stepania) sampai tahun 1900 (31 Oktober 1900, oleh Max Wolf Heidelberg, asteroid Lola) ditemukan 244 asteroid. Bisa dilihat bahwa penemuan asteroid mengalami perkembangan jumlah yang pesat. Dan ini terus berlangsung, dan tahun 1960 total jumlah asteroid yang didata baik telah mencapai lebih dari 1.500 buah. Hampir semua terletak di daerah si planet hilang. Proses penemuan ini semakin terbantu dengan penemuan teknologi fotografi yang dikembangkan oleh Wolf dan Charlois dari Nice Perancis pada tahun 1891. Apabila dengan pemotretan panjang semisal setengah jam atau lebih, hasil citra bintang tetap sebagai sumber titik, namun biasanya citra asteroid tidak berupa cahaya titik melainkan berbentuk garis. Sekarang ini telah ada data fotografi lebih dari 500.000 buah asteroid, tentu saja jauh lebih banyak lagi bila segala ukuran asteroid yang ada di jalur tersebut dimasukkan. Daerah sebaran asteroid di antara Mars dan Jupiter ini sekarang disebut Sabuk Asteroid (Asteroid Belt) berada pada jarak antara 2,1 hingga 3,3 s.a terhitung dari Matahari. Formasi mirip cincin planet Saturnus atau cenderung seperti donat raksasa. Ditaksir bahwa apabila semua asteroid baik berukuran besar maupun yang kecil (orde meter) dimasukkan, maka jumlah asteroid tersebut ditaksir mencapai jutaan buah. Hampir semua memiliki lintasan orbit layaknya planet. Awal penamaan yang berlaku sejak 1 Januari 1925 adalah berdasarkan urutan tanggal ditemukan dan diberi label tahun dan abjad. Misal antara 1 15 Januari 2006 dinamakan: 2006AA, 2006AB, ... 2006AZ, 2006AA1, dst. Penemuan
(*)

Disiapkan hanya sebagai kerangka pemikiran pada acara Talk Show - Astro Party dalam rangka Menyambut Pekan Antariksa Dunia (World Space Week) 2006 yang diselenggarakan oleh Himpunan Astronom Amatir Jakarta di Pusat Kebudayaan Jepang Jakarta tanggal 4 September 2006.

tanggal 16 31 Januari 2006: 2006BA, 2006BB, dst. Sampai pada tahun yang sama, tanggal 16 31 Desember diberi nama: 2006YA, 2006YB, dst. (abjad J dan Z tidak digunakan). Setelah jelas identitasnya yang biasanya diteliti ulang setelah ditemukan lagi di jalur lintasan yang telah dihitung, baru diberi nama dengan angka tertentu. Misal Ceres diidentifikasi dengan 1 Ceres, Pallas ditulis 2 Pallas, dst. Tentang nama khusus, biasanya diberi nama feminin dan ditemukan dalam mitologi. Dalam beberapa kasus tidak selalu diberi nama dengan cara demikian. Bahkan awalnya sempat membingungkan dalam mencapai kesepakatan ini, karena sang penemu terkadang mengusulkan nama sesuai dengan keinginannya yang terkait misalnya dengan nama pahlawan politiknya, temannya, bahkan nama binatang kesayangannya. Semisal asteroid 724 Hapag (akronim garis navigasi Hamburg-Amerika-Paketfarht-Aktien-Gesellschaft), atau 694 Ekard (Ekard adalah ejaan terbalik dari Drake, diberikan oleh team dari Drake University di Amerika Serikat). Pada tahun 1900, pusat data asteroid dikembangkan di Berlin dan Kiel. Unsur Penyusun Penelitian berbasis spektrum terhadap unsur asteroid telah dilakukan sejak dulu terlebih saat teknologi fotografi mulai diperkenalkan. Secara terpadu hal ini dilakukan sejak Bobrovnikoff tahun 1929. Pekerjaan penelitian unsur pada asteroid ini sedemikian asteroid dapat diklasifikasikan dalam beragam tipe sering disebut taksonomi (taxonomy). Dalam penelitian ini sering disinkronkan berdasar keterkaitannya dengan meteorit. Pada awal tahun 1975, Clark R. Chapman dari Planetary Science Institute Amerika Serikat memperkenalkan adanya 2 tipe utama asteroid berdasarkan unsur penyusunnya. Pertama tipe C (hampir semua asteroid di Sabuk Asteroid). Praktis hanya ~10% saja cahaya Matahari yang diterima dipantulkan kembali. Unsur utama adalah karbon (carbonaceous chondrites), sangat gelap dan mengandung materi yang mudah menguap. Perkembangan selanjutnya dikenal dalam kelompok ini adalah tipe yang mirip C (C-like material) yaitu tipe B, G, dan F (lebih karena tingkat berkurangnya komposisi unsur air atau H2O. Yang dekat klasifikasi ini adalah tipe P dan tipe D (lebih merah dalam warna, diketemukan di Sabuk Asteroid bagian terjauh dari Matahari). Sementara itu yang kedua memiliki sifat albedo lebih dari 10% (tersusun atas unsur silikat: silicaceous atau stony-iron, campuran antara batuan dan besi). Dikelompokkan sebagai tipe S. Banyak dijumpai di bagian tengah Sabuk Asteroid. Selain dua tipe utama di atas ( ~80% total asteroid), dikenal adanya tipe A. Unsurnya mirip dengan tipe S. Ada pula tipe M dengan albedo menengah, namun unsurnya yang dominan bahkan seluruhnya adalah murni logam (metal). Juga ada tipe E (enstatite, tidak ada unsur besi; mirip tipe R, yaitu miskin sekali unsur besi). Sementara itu ~10% asteroid memang tidak dapat dikelompokkan, disebut tipe U (Unclassified). Dalam kasus tertentu, ada yang menunjukkan ragam karakter dan digolongkan secara beragam pula. Semisal asteroid 4 Vesta yang dikategorikan tipe U. Atau cukup jelas, namun sulit dikategorikan semisal asteroid 210 Isabella yang diklasifikasikan sebagai CMEU. Penelitian lanjut bahwa keberadaan ragam tipe ini dapat dikaitkan dengan lokasi asteroid tersebut ke Matahari. Daerah sabuk terdekat didominasi tipe E. Sampai pada jarak 1/3 bagian sabuk utama, didominasi tipe S. Sementara 2/3 selebihnya didominasi tipe C dan ada kecenderungan bahwa semakin jauh semakin dominan asteroid bertipe ini. Asteroid Trojan pada umumnya tipe D. Sampai akhirnya timbul dugaan bahwa distribusi komposisi ini berkait dengan saat terkondensasinya nebula atau materi pembentuk Tata Surya. Bentuk asteroid praktis tidak beraturan. Berbeda dengan planet yang mirip bola. Bentuk mereka umumnya seperti kentang atau batuan raksasa yang ujudnya tidak teratur dan permukaannya mirip Bulan yang berkawah.

Kini ada pikiran, asteroid adalah sumber potensial untuk bahan tambang. Terlebih saat penelitian intensif dilakukan dengan wahana antariksa seperti Galileo yang diluncurkan Oktober 1989 dan berjumpa asteroid Gaspra Oktober 1991 dan Ida Agustus 1993, NEAR (Near-Earth Asteroid Rendezvous) atau NEAR-Shoemaker, 1996 2002 dengan misi terakhir mendarat di asteroid Eros, Deep Space 1 (2001), Stardust (1999 2002). Sifat Orbit Walau barisannya tak beraturan, ada keunikannya. Ternyata ada daerah yang seolah kosong disebut Kirkwood Gap. Kirkwood sendiri adalah astronom Amerika Serikat yang meneliti kecenderungan ini sejak tahun 1866. Hal ini berkait dengan adanya gangguan gravitasi Jupiter. Struktur ini mirip Cassini Division pada cincin Saturnus. Ada kesebandingan lokasi gap ini dengan rasio (jarak: 2,06 s.a), 1/3 (2,5 s.a), 2/5 (2,82 s.a), 3/7 (2,96 s.a), 4/9 (3.03 s.a) dan (3,28 s.a) periode edar Jupiter (1 banding 4, 1 banding 3, dst.; kadang ditulis 1:4 atau 4/1 atau 4:1, 1:3 atau 3/1 atau 3:1). Fenomena resonansi yang dimaksud di sini semisal pada indikator berlaku: sebuah asteroid dengan jarak 2,06 satuan astronomi memiliki periode edar kali periode edar planet Jupiter. Memang hampir semua asteroid ada di sabuk asteroid, tapi banyak pula yang menyimpang. Hal ini karena eksentrisitasnya besar (lintasannya ellips yang sangat lonjong). Mereka mengembara sampai bahkan ke dekat Merkurius. Yang melintas dekat Bumi sering dijuluki EGA (Earth Grazer Asteroid). EGA termasuk kelompok NEO (Near Earth Object). Terlacak sekitar 600 ribu EGA, namun sebagian besar berdiameter kurang dari 100 m hingga susah dilacak secara rinci. EGA pun sebenarnya terbagi 3 jenis disebut gugus AAA (Apollo Amor Aten). Kelompok Aten bersifat memotong garis edar Bumi, kelompok Apollo bergaris edar tumpang tindih dengan Bumi. Sementara kelompok Amor sering mendekati Bumi dan memotong lintasan edar planet Mars. Tahun 1932 asteroid Apollo mendekat Bumi sejarak 3,2 juta km. Tahun 1936 Adonis 1,6 juta km, dan tahun 1937 Hermes lebih dekat lagi mencapai 780 ribu km. Saat pelacak makin maju, diketahui tanggal 18 Januari 1991, asteroid 1991BA melintas dekat sekitar 160.000 km, tanggal 20 Mei 1993 asteroid 1993KA2 memotong garis orbit Bumi sejarak 140.000 km, tanggal 15 Maret 1994 giliran asteroid 1993ES1, bahkan tanggal 9 Desember 1994 ada yang berjalan-jalan di antara Bumi Bulan sejarak 104.000 km saja. Atau seperti asteroid Toutatis yang pada bulan September 2004 akan mendekat sampai ~ 1.549.720 km. Uniknya bahwa penampakannya saat mereka mendekati kita (atau Matahari) dapat berujud seperti penjelajah kecil Tata Surya lainnya yaitu komet. Tipe lain adalah Asteroid Trojan yang bukan tergolong pengembara biasa, juga bukan EGA. Posisinya di lintas edar Jupiter, terjebak medan gravitasi Jupiter. Ada sekitar 700 di depan Jupiter (Grup Achilles); dan sekitar 400 di belakang Jupiter (Grup Patrocles). Formasi dan jarak masing-masing ke Jupiter tidak berubah walau Jupiter mengedari Matahari atau equilateral. Berlaku layaknya pengawal Jupiter . Kondisi ini dirumuskan secara matematis oleh Lagrange dari Perancis tahun 1772, sedemikian titik-titik konsentrasi seperti yang terjadi pada Asteroid Trojan disebut Titik Lagrange (Catatan, tiap planet punya Titik Lagrange-nya sendiri). Contohnya 588 Achilles. Kasus serupa adalah Mars Trojan Asteroid. Bahkan 2 satelitnya, Phobos (artinya ketakutan) dan Deimos (teror) diduga adalah asteroid yang terperangkap gravitasi Planet Merah tersebut (satelit tangkapan). Satelit lain yang diduga kuat sama dengan peristiwa tangkapan ini adalah satelitnya Jupiter, yaitu Ananke, Carme, Pasiphae, dan Sinope. Arah edar satelit ini berlawanan (retrograde) dengan gerak edar satelit lainnya. Berlawanan dengan arah rotasi Jupiter. Kasus sama pada Phoebe (Saturnus) dan Nereid (Neptunus). Sementara ada lagi yang unik yaitu 2060 Chiron (awalnya 1977 UB) yang ditemukan Kowal (18 Oktober 1977). Lintasannya antara Jupiter dan Uranus dengan
3

perihelion 1,3 milyard km dan aphelionnya 2,8 milyard km. Periode edarnya 5/9 kali periode edar Uranus (50,7 tahun) dan berdiameter 300 km. Sampai kini statusnya masih diragukan. Apakah komet, asteroid, satelit Saturnus yang terlempar, atau benda baru di Tata Surya ? Yang sejenis adalah 944 Hidalgo. Asteroid Trojan Selain adanya keluarga Hirayama, ada yang dikategorikan sebagai Trojan Asteroids (Asteroid Trojan). Bila ditilik keterkaitannya dengan planet Jupiter dan fenomena resonansi di atas, maka kelompok ini terkait dengan resonansi 1/1. Untuk asteroid ini diketahui memiliki periode edar yang sama dengan periode edar planet Jupiter. Mereka juga berada pada jarak yang sebanding dengan jarak planet tersebut. Artinya lokasi lintas edarnya pastilah berbagi dengan Jupiter. Dari ratusan buah yang ditemukan, ternyata asteroid ini berkelompok dan terbagi 2 gugus. Sebuah di depan Jupiter dan sebuah lagi di belakangnya. Jupiter layaknya punya 2 gugus asteroid sebagai pengawalnya di sepanjang lintas edarnya mengedari Matahari. Lebih unik lagi, kedua gugus ini senantiasa menjaga jarak yang selalu sama terhadap Jupiter. Posisi gugus seperti ini disebut pada posisi equilateral, dan adanya titik posisi seperti dalam penelitian terhadap dinamika planet sebenarnya sudah dianalisis secara matematis oleh Lagrange (1736 1813, Perancis). Posisi gugus ini 600 dihitung atas dasar vektor radialnya, baik di depan maupun di belakang Jupiter. Sederhananya, bila kita (anggap sebagai Matahari) memandang lurus ke suatu benda (anggap Jupiter) padamana benda ini sama tinggi dengan mata kita, maka garis hubung khayal antara kita dan benda tadi dapat dianggap sebagai vektor radial. Apabila benda tadi bergeser ke kiri namun tetap dalam jarak yang sama terhadap kita, maka vektor radialnya bergeser pula. Kalau benda tadi memutari kita, artinya vektor radial benda tadi sudah bergeser berputar sebesar 360 0 (1 lingkaran penuh). Ini pun berarti vektor radialnya selama putaran tersebut akan membentuk sebuah bidang khayal berupa bidang lingkaran (anggap bidang orbit Jupiter). Dalam kasus Asteroid Trojan, seolah ada 3 benda di hadapan kita berjarak sama terhadap kita dan yang ditengah adalah planet Jupiter (anggap benda ke 2). Jarak gugus asteroid di depan dan di belakang (anggap benda 1 dan benda 3) terhadap Jupiter selalu sama, yaitu vektor radialnya membentuk sudut 60 0 (1/6 panjang busur lingkaran). Dan mereka bertiga bergeser berbarengan mengelilingi Matahari dengan senantiasa menjaga jarak satu sama lain (jarak sama, kecepatan sudut sama, sebidang atau inklinasi sama, bentuk lintasan sama atau eksentrisitas sama). Titik-titik setimbang ini sekarang disebut Titik Lagrange (notasi L). Sebenarnya dalam kasus penelitian matematis, ada 5 titik setimbang yang dimiliki sebuah benda seperti planet. Kendati dalam kasus Jupiter, keberadaan titik Lagrange yang menonjol hanya 2 titik padamana diketemukan Asteroid Trojan (AT) layaknya pengawal planet tersebut, yaitu L4 (depan) dan L5 (belakang). Asteroid dalam kelompok ini yang pertama ditemukan adalah 588 Achilles, oleh Wolf dari Heidelberg tanggal 22 Februari 1906. Achilles adalah nama pahlawan dalam kisah perang Trojan dalam epik Iliad karangan Homer. Penelitian fotografi dari van Houten dan rekan-rekannya (1970) menunjukkan bahwa ada sekitar 700 AT yang berada di depan Jupiter (dinamakan keluarga Achilles), dan sekitar 300 buah di belakang Jupiter (keluarga Patrocles). Namun yang sudah benar-benar dibuat datanya secara cermat di L4 baru 35 asteroid, sementara keluarga Patrocles baru 9 buah. Dari penelitian berkelanjutan, akhirnya juga diketahui keluarga sejenis di Mars (Mars Trojan Asteroid) dan Merkurius (Mercury Trojan Asteroid). Hirayama Kelompok asteroid ini merupakan kelompok asteroid yang memilik kecenderungan jarak yang sama terhadap Matahari. Selain itu juga beberapa elemen orbit yang mirip seperti periode orbit, inklinasi, dan eksentrisitasnya. Jika diibaratkan daerah distribusi asteroid ini seperti ban sepeda. Maka asteroid ini seperti kerikil-kerikil kecil yang menempel di kulit ban sepeda tadi. Bila ban sepeda berputar, otomatis kerikil tadi
4

ikut berputar dan kecepatan-sudut putarnya sama antara satu dengan lainnya. Bidang orbit asteroid adalah bidang yang dibuat atau disapu oleh jejari sepeda yang berpusat di poros ban tersebut. Poros ban sepeda sebagai Matahari. Maka kelompok Hirayama ini memiliki inklinasi bidang orbit yang mirip. Bila kita melihat sepeda berjalan dari samping, maka ada sisi ban sepeda yang kita lihat dan ada yang tidak. Anggap kerikil sebagai asteroid tadi berada di satu sisi yang dapat kita lihat. Jadi dapat dianggap kerikil tersebut punya inklinasi sama (sebidang). Sementara mengenai eksentrisitas, ibarat ban sepeda dengan bentuk ideal pastilah berbentuk lingkaran. Dalam hal ini harga eksentrisitas-nya berharga 0. Berarti semua kerikil tadi punya eksentrisitas berharga sama yaitu nol. Hal ini menjadi unik apabila lintasannya tidaklah lingkaran sempurna, melainkan sedikit saja agak lonjong (lintasan ellips). Mengibaratkan distribusi atau sebaran asteroid tadi layaknya kerikil yang tersebar di sepanjang lingkaran ban sepeda tadi menjadi tidak berlaku. Hal ini karena jarak kerikil-kerikil tersebut ke poros berbeda-beda, kecuali kerikil yang berdekatan. Sekarang hanya kita tinjau sebaran kerikil yang berdekatan saja, sedemikian jarak mereka ke pusat atau poros dapat kita anggap sama (dalam skala Tata Surya dapat dikatakan sama). Saat ban sepeda berputar, jadi berlaku jarak ke pusat sama, inklinasi sama, dan kecepatan sudut sama. Satu lagi bahwa bentuk lintasan sama, yaitu ellips. Dalam hal bentuk ellips ini berlaku harga eksentrisitas yang sama. Hanya saja harga eksentrisitas tidak sama dengan nol, melainkan antara 0 dan 1 padamana harga 0 dan 1 tidak termasuk didalamnya (Lihat bahasan tentang orbit benda langit). Nyatanya, tiap kelompok ini biasa ditemukan berdekatan layaknya kerikil-kerikil yang bergerombol atau berdekatan di ban sepeda tadi. Asteroid dengan sifat-sifat ini pertama kali diamati oleh astronom Jepang Kiyotsugo Hirayama pada tahun 1918 (berlanjut sampai 1933). Awalnya ditemukan ada 9 kelompok dengan ciri sama dalam hal jarak, periode orbit, inklinasi, dan eksentrisitasnya. Kelompok ini yang lalu biasa disebut (asteroid) keluarga Hirayama. Sekarang ini telah ada sekitar 100 keluarga Hirayama yang masing-masing keluarga ini terdiri dari sekitar 70 asteroid. Setelah diteliti sifat fisiknya, ternyata ada pula kemiripan antar anggotanya yang berlaku untuk masing-masing keluarga. Anggap saja ini keluarga manusia. Kita perhatikan sebuah keluarga. Satu keluarga, anggotanya punya rambut keriting semua dengan tinggi badan rata-rata 175 cm. Sementara keluarga lain rambutnya lurus, namun tinggi rata-rata sama 175 cm. Keluarga lain lagi rambutnya ikal, dan tinggi rata-rata hanya 160 cm. Namun ke tiga keluarga tadi sama-sama berkulit sawo matang. Dari kombinasi perbedaan dan kemiripan di atas, lahirlah dugaan bahwa asteroid keluarga Hirayama berasal dari sebuah asteroid yang pecah. Pecahanpecahan ini tetap berkelompok membentuk satu keluarga. Contoh asteroid keluarga Hirayama adalah kelompok 8 Flora (jarak 2,2 2,3 s.a), Koronis (2,9 s.a), Eos (3,0 s.a), 24 Themis (3,2 s.a), Maria (2,25 s.a), dan 25 Phocaea. Melihat kecenderungannya, bahwa setengah dari total jumlah asteroid yang telah diteliti ternyata membentuk keluarga Hirayama. Yang menarik dari kasus ini adalah pecahnya asteroid menjadi kelompok asteroid. Hal ini pada satu sisi memperkuat dugaan tentang adanya proses pecahnya asteroid besar menjadi remah-remah yang akhirnya menjadi materi Sabuk Asteroid. Salah satunya yang menanggapi hal ini adalah Dirk Brouwer (1951) atas dasar ketidakstabilan di daerah jalur Sabuk Asteroid akibat gangguan planet gas raksasa Jupiter (juga terkait dengan hipotesa tumbukan pada Celah Kirkwood). Penelitian dilanjutkan oleh J.R. Arnold (1969). Sementara J.C. Gradie dan kawankawan pada tahun 1982 berhasil menunjukkan bahwa memang sebagian keluarga asteroid berasal dari pecahan asteroid. Dilanjutkan penelitian ini sampai era sekarang ini oleh Andrea Carusi dari Istituto di Astrofisica Spaziale Reparto di Planetologia Roma, Italia. Caruzi sendiri secara terus terang menyatakan bahwa penelitian ini, dalam kelengkapan datanya dirasa masih sangat kurang. Kerjasama
5

semua observatorium ternyata masih sangat diharapkan. Khususnya dalam menemukan kelompok yang bersifat sama secara dinamika orbitnya. Selain itu tentunya sekaligus penelusuran ini berdasarkan susunan atau komposisi unsur asteroid itu sendiri. AAA Ada permasalahan menarik saat kita pertanyakan tentang ke mana asteroid pergi ketika terjadi tumbukan atau terganggu lintasannya akibat gangguan gravitasi tersebut. Salah satu dugaan ini muncul ketika menguraikan ketiadaan asteroid pada Celah Kirkwood seperti yang telah dibahas sebelumnya. Mereka akhirnya mengembara akibat lintasan edarnya berubah. Para asteroid pengembara inilah yang sekarang biasa dikelompokkan sebagai kelompok AAA (Apollo-Amor-Aten). Penemuan asteroid pengembara ini bermula dari penemuan asteroid 1862 Apollo oleh K. Reitmuth tahun 1932. Asteroid yang berdiameter 1,4 km ini diketahui sedang mendekati Bumi, dan akhirnya diketahui mendekat sampai jarak 3,2 juta km saja. Akhirnya diketahui bahwa lintasannya senantiasa memotong lintas edar Bumi, atau perihelionnya (jarak terdekatnya dengan Matahari) lebih dekat ke Matahari dibandingkan dengan perihelion Bumi. Giliran 2101 Adonis tahun 1936 sampai pada jarak 1,6 juta km. Asteroid ini ditemukan oleh E. Delporte dari Uccle 12 Februari 1936. Sempat menghilang, namun diketemukan lagi tahun 1977. Dengan sifat edarnya akhirnya Adonis dikelompokkan dengan Apollo yang kemudian disebut kelompok Apollo. Disusul asteroid Hermes tahun 1937 yang mendekat hingga jarak 780 ribu km (termasuk kelompok Apollo. Namun telah hilang dari pengamatan karena kesulitan dalam mengikuti lintasan edarnya). Contoh lain 1978 SB, 1566 Icarus, 1620 Geographos, 1864 Daedalus, 2063 Bacchus, 1986 JK, 5025 P-L. Keunikan lintas edar ini dijumpai pula saat 1221 Amor ditemukan oleh Delporte tanggal 12 Maret 1932. Keunikannya bahwa jarak terdekatnya dengan Matahari sejarak lintasan edar planet Mars. Jadi dapat disimpulkan antara Mars dan Amor berbagi lokasi lintasan edarnya. Contoh lain 1978 DA, 2061 Anza, 1915 Quetzalcoatl, 1943 Anteros, 1580 Betulia, 5201 1983 XF, 5370 1986RA. Dari kasus ini kemudian dikenal kelompok Amor. Pada tanggal 7 Januari 1976, E. F. Helin dari Palomar menemukan asteroid yang cukup aneh, yaitu 2062 Aten. Hal ini karena jaraknya ke Matahari tidak lebih dari 1 s.a, dan periode edarnya kurang dari 1 tahun. Atau lintasan edarnya berada di antara Matahari dan Bumi. Namun demikian, bila dilihat rentang jaraknya akan muncul permasalahan. Katakanlah jarak terjauhnya ke Matahari dapat berharga sama dengan jarak terdekat Bumi ke Matahari (sekitar 0,983 s.a). Jadi lintasan edar asteroid ini berbagi dengan Bumi. Contoh lainnya adalah 1976 UA, 2100 Ra-Shalom. Dari penemuan kasus-kasus yang sama, muncullah istilah kelompok Aten. Akhirnya sekarang berdasarkan 3 kasus di atas dikenallah kelompok Apollo-Amor-Aten atau kelompok AAA. Memang dari penemuan ini tampak bahwa pembagian atau klasifikasi asteroid sedemikian dikenal kelompok AAA adalah atas dasar lintasan edarnya. Namun, penelitian lanjutan juga memperlihatkan keunikan demi keunikan seperti penelusuran pada unsur pembentuknya serta asal muasalnya. Penemuan kelompok ini juga menjadi perhatian S. Siregar (Indonesia) yang pada kurun waktu 1989 hingga 1994 menunjukkan penemuan asteroid yang dapat dikelompokkan pada kelompok AAA (perihelion antara 0,18 s.a hingga 1,38 s.a, dengan konsentrai terbesar di antara 0,63 s.a hingga 0,94 s.a). Kelompok Aten terdiri tidak kurang dari 14 buah (tahun 1989 baru 6), Apollo mencapai 113 buah (1989 ada 38), dan Amor sebanyak 155 buah dari hanya 45 buah di tahun 1989. Penelitiannya juga menunjukkan bahwa ada 26 anggota kelompok AAA berkelakuan mirip dengan benda langit yang disebut komet (bintang berekor, lihat bahasan tentang komet). Secara global juga ditunjukkan bahwa ada 77 buah komet yang berasal dari asteroid. Dalam prosesnya, saat asteroid tersebut bergerak mendekati Matahari, maka

sifatnya dapat berubah menyerupai komet yang sangat khas dengan selubung gas dan debunya ataupun unik dengan keberadaan ekornya. Terkait dengan penelitian di atas, bahwa kelompok Apollo tidak semua berasal dari celah Kirkwood. Hal ini merupakan tanggapan atas hipotesa ketiadaan asteroid di celah tersebut, yang sempat mengindikasikan bahwa asteroid di celah tersebut menjadi pengembara di luar Sabuk Asteroid. Selain dugaan di atas tentu ada hal yang cukup mengganggu kita. Hal ini karena ternyata banyak benda bersliweran di sekitar Bumi. Bila lintasan mereka para asteroid ini tumpang tindih atau senantiasa melintasi lintasan edar Bumi tentu muncul pertanyaan. Apakah meraka akan menabrak Bumi? Asteroid seperti ini kadng disebut Earth Grazer Asteroid (EGA) atau Earth Crossing Asteroid (ECA). Kalau ukuran mereka relatif kecil, tentu saat ke Bumi akan dikikis dan terbakar habis di atmosfer sebagai meteor. Ataupun seandainya cukup besar, jatuh laksana bolide meteor atau fireball (baca bahasan meteor). Punahnya dinosaurus diduga berkait dengan jatuhnya asteroid ke Bumi 65 juta tahun yang lalu. Kekawatiran tentu muncul. Hal ini dipertegas lagi dengan penemuan semisal tanggal 18 Januari 1991 padamana asteroid 1991 BA melintas dekat Bumi sejarak 160.000 km dengan Bumi. Pada tanggal 20 Mei 1993, asteroid 1993 KA2 memotong lintasan orbit Bumi dengan jarak hanya 140.000 km demikian pula dengan 1993ES1 tanggal 15 Maret 1993. Bahkan pada tanggal 9 Desember 1994 ada yang melintas di antara Bumi dan Bulan, yaitu asteroid 1994 XM11 dengan jarak ke Bumi hanya 104.000 km. Sementara bulan September 2004, asteroid Toutatis mendekat sejarak 1.549.720 km. Adapun asteroid temuan Scotti (6 Desember 1997), yaitu 1997XF11 ditaksir mendekati Bumi 26 Oktober 2028. Asteroid 2002 MN dengan diameter sekitar 1km mendekat sejarak 121.000 km bulan Juni 2002. Sementara asteroid 2002 NT7 yang berdiameter 2 km dengan periode edar 837 hari. Prediksi tumbukan sekitar bulan Februari 2019. Asteroid semacam ini biasa dikategorikan sebagai Potentially Hazardous Asteroids (PHA). Penelitian saat ini menunjukkan bahwa ada lebih dari 180 asteroid golongan ini. Chiron Pada tanggal 18 Oktober 1977, astronom Amerika Serikat Charles T. Kowal (Hale Observatory) menemukan benda langit di rasi bintang Aries. Setelah diteliti cermat diidentifikasi sebagai 1977 UB, yangmana lintasan edarnya berada di antara planet Jupiter dan Uranus. Secara fotografis sebenarnya sudah terekam sejak tahun 1895. Jarak perihelionnya sekitar 1,3 milyar km (Jupiter 778 juta km), sementara aphelionnya (jarak terjauh dari Matahari) sekitar 2,8 milyar km (Uranus 2,8 milyar km). Periode edarnya 50,7 tahun, namun perkiraan rata-ratanya hanya 49 tahun. Resonansi dengan planet Saturnus adalah 3:5. Keterkaitan ini karena dianggap planet tersebut besar pengaruhnya pada asteroid ini. Dari sini pula disimpulkan bahwa lintasan orbit Chiron tidak stabil (chaotic). Dapat terlempar keluar Tata Surya atau dapat pula jatuh ke planet Saturnus. Diameter Chiron diperkirakan 300 km. Setelah pendataan lengkap, benda ini diberi nama pada katalog sebagai 2060 Chiron. Chiron (baca: ki-ron) dalam mitologi adalah Centaur, putra Cronos atau Saturn sang Dewa Waktu dan cucu dari Uranus.. Berdasarkan perhitungan bahwa pada abad 17 sempat mendekati planet Saturnus sejarak 16 juta km saja (mendekati salah satu satelit milik Saturnus, yaitu Phoebe). Sementara lintasannya praktis senantiasa memotong lintasan edar planet tersebut. Selain itu, sifat fisiknya menampakkan ciri seperti komet. Namun dari penelitian lanjutan, salah satunya oleh Lubor Krezak dari Astronomical Institute of the Slovak Academy of Science bahwa karena keunikannya, maka hubungan antara asteroid ini dengan komet sukar dilakukan baik secara fisik maupun dinamika orbitnya, khususnya bila dilihat asal muasalnya. Sebenarnya keberatan bahwa asteroid ini berkait dengan komet semata karena ukuran asteroid yang sangat besar dibanding komet pada umumnya. Namun analisis lain tentu tidak diabaikan. Misal kecerlangannya yang 6 skala magnitudo
7

lebih terang (beda 5 berarti beda 100 kali kecerlangannya) dibanding semisal komet Halley yang di antara komet termasuk cemerlang. Sementara Kowal sendiri mengaitkan dinamika edar Chiron terkait dengan Phoebe. Sifat ini memunculkan dugaan bahwa asteroid seperti ini memiliki keluarganya sendiri terlebih ditemukan yang mirip yaitu 944 Hidalgo (ditemukan oleh W. Baade dari Bergedorf tanggal 30 Oktober 1920, berdiameter 39 km). Namun, dalam hal kasus Hidalgo agak berbeda dengan Chiron karena dinamika orbitnya juga unsurnya mirip dengan sifat yang dimiliki oleh komet periode pendek. Bahkan Hidalgo akhirnya dianggap asal muasalnya adalah sebuah komet yang bertransformasi menjadi asteroid. Asal usul obyek langit seperti Chiron masih diliputi misteri walau sudah banyak dugaan dianalisis. Satu teori mengatakan keberadaannya akibat peristiwa tumbukan berkelanjutan akibat gangguan Jupiter. Bila demikian pastilah banyak asteroid seperti Chiron di daerah tersebut. Nyatanya baru Hidalgo, inipun karakternya berbeda. Teori lain (cataclysmic hypotheses) mengatakan bahwa Chiron (juga planet Pluto) adalah satelit planet Neptunus yang terlontar akibat adanya benda langit besar mendekati Neptunus. Akibat gaya pasang surutnya akhirnya melontarkan Chiron ke orbitnya sekarang. Sekaligus kedatangan benda langit ini membuat arah edar satelit Neptunus lainnya yaitu Nereid dan Triton menjadi retrograde (mundur), berbeda dengan arah edar satelit lainnya. Namun dengan diketahui adanya fenomena resonansi antara Neptunus dan Pluto, kecil kemungkinan Pluto pernah dekat dengan Neptunus. Selain itu keberadaan satelit planet Pluto bernama Charon (tahun 2005 ditemukan 2 kandidat lagi), maka dipertanyakan bagaimana bisa dalam peristiwa tersebut satelit-satelit tersebut dapat eksis. Demikian pula analisis bahwa Chiron berasal dari satelitnya planet Saturnus ataupun Uranus. Teori lainnya adalah bahwa Chiron berkait erat dengan adanya titik Lagrange dari Saturnus atau Uranus. Untuk dugaan ini masih terbuka kemungkinan karena pencarian akan keberadaan Saturnian ataupun Uranian Trojan Asteroid belum lengkap. Dari analisis ini Wallerstein bahkan menduga bahwa di daerah di tepian, di daerah lingkup Chiron ke luar sana, ada banyak asteroid keluarga Chiron. Sementara Chiron yang terdekat, dan bahkan planet Pluto dianggapnya sebagai keluarga Chiron yang terbesar (Pluto sendiri penuh kontroversi, dikategorikan sebagai planet atau bukan. Ada yang menyebutnya termasuk keluarga Plutino yang terbesar). Celah Kirkwood Seperti telah disebutkan bahwa kumpulan asteroid ini membentuk lintasan utama berarak-arakan mengedari Matahari dengan formasi layaknya cincin Saturnus yang disebut Sabuk Asteroid antara 2,1 hingga 3,3 s.a (320 495 juta km). Sementara pada tahun 1866, astronom Amerika Serikat Daniel Kirkwood menunjukkan bahwa pada daerah sabuk tersebut terdapat jalur yang tidak stabil (cenderung tidak ada benda yang mapan berada pada jalur tersebut, biasa disebut Kirkwood Gap atau Celah Kirkwood). Setelah dilakukan perhitungan pada elemen orbitnya, diketahui bahwa hal ini terkait erat dengan fenomena resonansi padamana keberadaan planet gas raksasa Jupiter diduga sebagai penyebabnya. Jarak Celah Kirkwood ini dari Matahari memiliki resonansi kesetaraan dengan (jarak: 2,06 s.a), 1/3 (2,5 s.a), 2/5 (2,82 s.a), 3/7 (2,96 s.a), 4/9 (3.03 s.a) dan (3,28 s.a) periode edar Jupiter (1 banding 4, 1 banding 3, dst.; kadang ditulis 1:4 atau 4/1 atau 4:1, 1:3 atau 3/1 atau 3:1). Fenomena resonansi yang dimaksud di sini semisal pada indikator berlaku: sebuah asteroid dengan jarak 2,06 satuan astronomi memiliki periode edar kali periode edar planet Jupiter. Pada angka 1/4 terkait dengan daerah sekitar perbatasan-dalam pada jarak ke Matahari sekitar 320 juta km, tidak ditemukan asteroid. Sementara adalah dekat perbatasan luar dari Sabuk Asteroid pada jarak sekitar 491 juta km, juga tidak
8

ditemukan. Yang juga tuna asteroid (tetap dijumpai asteroid) adalah yang terkait dengan angka 1/3 (374 juta km), 2/5 (422 juta km), 3/7 (433 juta km), dan 4/9 (3,03 s.a). Sebenarnya ada lagi yang terkait dengan resonansi seperti di atas. Namun pada resonansi ini justru ditemukan asteroid, yaitu (kelompok) asteroid Hilda (3,97 s.a, resonansi 2/3, lainnya 334 Chicago dan 1256 Normannia), (kelompok) asteroid 279 Thule (4,29 s.a, resonansi 3/4), dan kelompok Trojan (5,2 s.a, sejarak planet Jupiter dengan resonansi 1/1). Jadi ada kelompok asteroid yang berada di jalur utama Sabuk Asteroid (tipe 1) padamana ditemukan Celah Kirkwood yang tuna asteroid, dan satu lagi yang berada pada 3 jalur resonansi ini yang ditemukan konsentrasi asteroid (tipe 2). Sementara itu di luar 3 jalur ini praktis dapat dikatakan tidak dijumpai asteroid. Banyak hipotesa menyangkut keunikan orbit asteroid yang terkait Celah Kirkwood tersebut. Ada 4 dugaan terkait dengan kondisi ini yang telah ditelusuri oleh R. Greenberg dan H. Scholl (tahun 1979), yaitu: 1. Hipotesa Statistik. Memang sebenarnya ada yang berada dalam celah tersebut. Namun, asteroid mengalami gerak osilasi di celah tersebut dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar celah tersebut. Layaknya bandul pada pendulum yang menghabiskan waktunya lebih banyak di luar posisi setimbangnya. Inilah akhirnya yang membuat pengamat tidak melihat keberadaan asteroid di celah tersebut. Namun, dari penelitian P.J. Message (1966), F. Schweizer (1969), dan W.E. Wiesel (1976) diperoleh bahwa hipotesa statistik ini kurang sahih dijadikan landasan untuk menjelaskan ketiadaan asteroid di celah. 2. Hipotesa Gravitasi. Diduga dulu terdapat asteroid di daerah celah. Akibat adanya gangguan graviatasi planet Jupiter sedemikian mereka tersingkir dari daerah tersebut (teori gangguan). Hal ini dicoba penelusurannya oleh W.H. Jefferys, V.G. Szebehely, T. Kiang, S. Aoki tahun 1978 secara simultan. Hasilnya pun dianggap kurang memuaskan dalam menjelaskan adanya Celah Kirkwood di Sabuk Asteroid, dan pada kondisi sebaliknya terdapat 3 jalur resonansi yang justru berisi asteroid yang dipisahkan dengan daerah yang kosong (Hecuba gaps atau celah Hecuba). 3. Hipotesa Tumbukan. Dalam hipotesa ini bahwa asteroid saling bertumbukan sedemikian terlempar dari jalur celah tersebut. Efek gangguan gravitasi Jupiter dapat jadi mengubah pola edar asteroid, sedemikian perubahan letak asteroid terjadi. Hal ini memungkinkan asteroid saling menumbuk satu sama lain. Belum lagi pola garis edar asteroid yang sedemikian banyak berbeda. Ada yang mendekati lintasan edar lingkaran, ada yang ellips. Ini pun dicoba ditelusuri, khususnya oleh W.H. Ip tahun 1977. Hasilnya malah sebaliknya, pekerjaan beliau menunjukkan hasil yang berlawanan dengan hipotesa ini. Termasuk hasil perhitungan para pelopornya. Asteroid yang cenderung lintasannya ellips justru memiliki kemungkinan terbesar dalam proses terjadinya tumbukan, sementara kondisi asteroid ini menjalani hidupnya di daerah luar sabuk utama padamana hanya sedikit sekali jumlah asteroid. Bandingkan dengan sabuk utama yang terisi begitu banyak asteroid, bahkan dapat dikatakan hampir semua asteroid terkonsentrasi di Sabuk asteroid (terkecuali di Celah Kirkwood). Seharusnyalah daerah padat ini sering terjadi tumbukan asteroid. 4. Hipotesa Kosmogoni. Hipotesa ini menunjukkan bahwa adanya Celah Kirkwood telah ada sejak pembentukan Tata Surya (planetesimal, lihat bahasan teori pembentukan Tata Surya), bersamaan dengan rentetan terbentuknya Matahari, planet,
9

satelit, dan yang lainnya. Dalam hal ini memang harus diakui bahwa landasan penelitian belum mencakup data observasi terhadap keseluruhan asteroid. Dari penelitian yang dilakukan Heppenheimer dan Greenberg (1978), memang dapat terbentuk daerah asteroid (Sabuk Asteroid). Adapun yang saat ini berada di luar jalur tersebut, dapat terbentuk di mana saja tergantung kondisi awal nebula (materi antar bintang) pembentuk Tata Surya. Terpisah dari pembentukan asteroid di Sabuk Asteroid. Adapun Sabuk Asteroid yang terbentuk cenderung memiliki distribusi atau sebaran asteroid membentuk konfigurasi seperti cincin Saturnus, lebar namun tipis. Namun demikian, tetap tidak dapat terbentuk Celah Kirkwood. Ataupun 3 jalur seperti bahsan sebelumnya (kelompok Hilda, Thule, dan Trojan). Hipotesa di atas masih terus diteliti para ahli hingga kini. Tentu saja dengan semakin banyaknya data asteroid yang disertakan serta peranti pengamatan dan perhitungan yang semakin maju diharapkan sedikit demi sedikit terkuak cakrawala baru mengenai misteri celah tersebut. Memang persoalan seputar asteroid ini terus menerus mengusik, terlebih semakin banyaknya asteroid yang memiliki lintasan orbit yang unik. Asal Usul Asteroid Penelusuran terhadap dari mana asal muasal asteroid pun penuh dinamika sejak penemuannya. Olbers, sang penemu Pallas, menyatakan bahwa asteroid berasal dari sebuah planet yang meledak. Memang dalam hal ini akan muncul pertanyaan, mekanisme apa yang menyebabkan planet itu meledak. Pada sisi lain ketika penelusuran asteroid terkait erat dengan meteorit, sementara penelusuran meteorit sendiri secara umum tidak pernah dikaitkan dengan pembentukan ataupun riwayat planet, maka harusnya asteroid pun tidak bisa dikaitkan dengan planet. Kembali pada dugaan nebula pembentuk Tata Surya, sebagian astronom berkeyakinan bahwa asteroid berkaitan erat dengan nebula cikal bakal Tata Surya, namun gagal berkondensasi membentuk planet. Hanya saja masalahnya, mengapa gagal. Bagaimana penelusuran akan besarnya pengaruh Jupiter masih terus diteliti. Namun, bila mereka terbentuk bersamaan apakah gumpalan materi calon Jupiter sudah sanggup mengganggu calon planet yang sekarang didiami oleh asteroid? Hal ini menjadi perhatian Kuiper tahun 1950. Atau apakah hal ini terkait dengan kurangnya materi nebula pembentuk planet, sedemikian yang muncul bukan planet seperti yang dikenal melainkan sebaran asteroid seperti kondisi saat sekarang. Atau proses pembentukannya terhenti di tengah jalan. M.W. Ovenden tahun 1972 mencoba merespon teori ledakan planet dengan hasil bahwa seandainya ada planet yang meledak, massanya sekitar 90 kali massa Bumi dan berjark 2,79 s.a dari Matahari yang terjadi 16 juta tahun lalu. Keberatan muncul lagi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, akan memerlukan 31.000 benda seperti Ceres untuk membentuk planet seukuran planet Merkurius. Sementara jumlah massa total asteroid yang kini diketahui (sekaligus dalam prediksi keberadaan asteroid) diperkiraan hanya seorde dengan massa Bulan. Belum lagi masalah kestabilan di daerah tersebut setelah semisal Jupiter terbentuk yang demikian besar pengaruh gravitasinya. Sanggahan lain, bahwa ini hanya dapat berlangsung hanya jika planet tersebut sangat dekat Jupiter. Namun, bagaimana eksistensi satelit milik Jupiter. Ada pula yang justru berkebalikan dalam arti, asteroid yang ada sekarang ini sebenarnya sedang dalam taraf akresi (menggumpal) membentuk planet (atau minimal benda yang lebih besar). Namun, keberadaan keluarga asteroid yang justru terpecah-pecah membentuk keluarga-keluarga asteroid (Hirayama, dsb,) justru menunjukkan sebaliknya. J.R. Arnold tahun 1969 mencoba melihat statistik ini dengan kesimpulan yang menunjukkan bahwa 42% dari asteroid membentuk beragam keluarga asteroid seperti ini.
10

Sementara itu dugaan bahwa proses terbentuknya asteroid ini sudah sejak awal pembentukan Tata Surya kembali mencuat saat A.G.W. Cameron tahun 1979 mengajukannya. Kegagalan pembentukan planet adalah ketidakstabilan secara internal dari materi calon planet seperti adanya turbulensi dan gangguan gravitasi secara internal. Terlepas dari beragam analisis ini tampaknya masih panjang perjalanan untuk mengambil sebuah kesimpulan seragam yang dapat dijadikan acuan teori. Hal ini lebih karena data pengamatan terhadap asteroid masih sangat minim. Kembali pada pendapat Caruzi di atas. Ada anggapan bahwa dulu di antara Mars Jupiter ada sebuah planet lalu hancur. Bahkan Ovender astronom Amerika Serikat tahun 1972 menyatakan kejadian meledaknya planet sekitar 16 juta tahun lalu. Bila demikian, butuh minimal 31 ribu asteroid sebesar Ceres untuk membentuk planet seperti Merkurius. Syarat ini belum terpenuhi, tapi penemuan asteroid 2000-EB173 berdiameter 644 km tahun 2000 mungkin akan memberi harapan walau lokasi asteorid ini di antara Neptunus dan Pluto (termasuk plutino). Namun ada teori yang sebaliknya, saat ini justru mereka semua sedang dalam proses penyatuan atau akresi. Sebagian besar saat ini berkeyakinan karena gagalnya materi untuk berkondensasi (bergumpal) membentuk planet. Atau bila ditambah faktor lain selain kurangnya massa, adalah akibat gangguan Jupiter dan Saturnus. Hal ini dikemukakan Kuiper tahun 1950 yang terkenal dengan teori pembentukan Tata Surya. Kuiper juga dikenal dengan hipotesis keberadaan materi di luar orbit Neptunus yang sekarang dikenal sebagai Materi Sabuk Kuiper. Namun, ada juga yang unik lainnya. Lintasan orbit asteroid 1998 DK36 berada di antara Matahari dan Bumi dan termasuk EGA. Satelit Bulan adalah satelit alam milik Bumi. Sistem planet dan satelit sudah diketahui. Tapi ternyata asteroid pun ada yang punya satelit. Contohnya 532 Herculina (diameter 220 km, pertama ditemukan), 243 Ida (satelitnya Baby Ida atau Dactyl), 45 Eugenia, 3671 Dionysus, 762 Pulcova, 90 Antiope, 1996 FG3, dan 2000 DP107. Bahkan ada asteroid ganda, saling mengedari satu sama lain. Atau ganda-kontak semisal 4769 Castalia dan 4179 Toutatis. Ancaman bagi Bumi ? Biasanya bila asteroid mengembara mendekati Matahari, sifatnya bisa mirip komet. Mereka pun bisa menjadi sumber meteor. Kalau begitu, apakah bisa terjadi tabrakan dengan Bumi ? Bisa saja. Kejadian hujan meteor pun sekaligus menunjukkan bahwa lintasan edar Bumi tumpang tindih dengan lintasan asteroid walau yang terbanyak adalah akibat komet. Yang jelas seandainya calon meteor atau meteoroid-nya besar akan berdampak luar biasa karena kecepatan jatuhnya bisa berkisar 20 hingga 75 km per detik. Hal ini bisa kita tengok dari contoh berikut. Terbentuknya kawah Barringer Arizona dengan dalam 200 m dan diameter 1.250 m. Kawah Manicouagan Quebec, Sudbury Ontario, Vredeport Afrika yang rata-rata berdiameter 150 km. Punahnya dinosaurus diduga berkait dengan jatuhnya asteroid berdiameter sekitar 10 km dalam ujud meteor raksasa ke Bumi 65 juta tahun yang lalu (Peralihan periode Cretaceous dan Tertiary). Jatuh di daerah Jazirah Yucatan Meksiko membentuk Kawah Chicxulub (Ekor Setan) berdiameter antara 200 300 km dan dalam sekitar 3 km yang menjadi juga sebagian dari Teluk Meksiko. Namun, sekitar 8 juta tahun sebelumnya telah didahului dengan terbentuknya kawah Manson di Ohio bergaris tengah 35 km. Penemuan terakhir team ilmuwan internasional menemukan bukti bahwa kepunahan massal seperti itu pernah terjadi sekitar 250 juta tahun lalu juga akibat asteroid yang berdiameter antara 6 12 km (The Great Dying, julukan mereka dan

11

terjadi pada peralihan jaman Permian Triassic). Dari penelitian, dampak yang ditimbulkan saat itu jauh lebih parah dibanding saat dinosaurus musnah. Bagaimana kecemasan muncul tidak lepas dari hasil perhitungan matematis. Atas dasar perhitungan bila ada asteroid (atau komet) jatuh di laut Atlantik, maka seluruh pantai timur Amerika Serikat akan tersapu gelombang laut sampai 200-an km ke arah daratannya. Di Eropa gelombang ini menjangkau sampai Perancis dan Portugal. Sementara dalam perhitungan lainnya, Owen Toon dan koleganya dari ARC-NASA mendapatkan bahwa bila besarnya 1 km dan jatuh di laut berkedalaman 4 km, maka efek gelombang pasang menjangkau daerah seluas laut Pasifik. Bagaimana bila diameternya 200 m dengan kecepatan jatuh 50 km/s? Adushkin dan Nemchinov dari Rusia menghasilkan gambaran mencemaskan. Sibakan air laut dalam tempo 40 detik dapat setinggi 35 km. Hal ini pula yang menyebabkan Ballistic Missile Defence Organization atau Strategic Defence Initiative Organitation (Star War) mengusulkan kerjasama dengan NASA guna merancang satelit penghancur berpeluru kendali sejak awal tahun 90 an. Proyek ini dikenal sebagai Clementine-2 dengan sistem LEAP (Light Exo Atmospheric Projectiles). Wahana ini memakai teknologi pendahulunya Clementine-1 yang berhasil meneliti ulang Bulan. Saat ini sudah banyak yang diwaspadai tentang asteroid yang tergolong EGA, atau dari grup AAA yang digolongkan semua ini sebagai kelompok PHAs (Potentially Hazardous Asteroids). Contohnya asteroid temuan Scotti tanggal 6 Desember 1997, yaitu asteroid 1997XF11 yang ditaksir akan mendekati Bumi tanggal 26 Oktober 2028. Atau yang baru-baru ini dilacak yaitu asteroid yang pada tahun 2019 konon akan berkenalan dengan penghuni Bumi. Memang ancaman dari langit ini terasa mengerikan bagi manusia. Namun, ditilik dari fenomena astronomis adalah sesuatu yang wajar saja. Walaupun menimbulkan kekhawatiran, namun lebih mengerikan lagi apabila kehancuran Bumi ini bukan dari kedatangan benda langit seperti asteroid. Malah akibat ulah tingkah penghuninya sendiri yang justru biasanya berlangsung pelan tapi pasti. Jelas populasi manusia bertambah besar. Memang teknologi makin maju, namun konsekuensinya bahan pangan dan papan makin terkuras. Polusi udara, air dan tanah justru seolah menjadi alternatifnya. Belum lagi pertikaian dan mesin perang semakin canggih, senjata nuklir pun semakin populer. Inilah yang saat sekarang menjadi pola hidup manusia di sebuah kapal raksasa yang dijuluki Planet Biru, yang tidak lain Bumi. Bisa jadi ancaman benda langit seperti dibahas di atas toh kalau terjadi hanyalah sekedar untuk menggugah kesadaran nurani terdalam kita semua. Atau bahkan sekedar gong penutup semata? Daftar Pustaka Sawitar, W., 1995, Asteroid, dalam Forra No.08/Th.III/1995, ___ penerbit ?, p.33-36 Gehrels, T., 1982, The Asteroids: History, Surveys, Techniques, and Future Work , dalam Asteroid (T. Gehrels, ed.), New York, p.1-24, 253-282, 289-333, 359390, 418-420, 436-439, 655-657, 711-723, 975-1007 Delsemme, A.H. (ed.), 1977, Comets, Asteroids, Meteorites: Interrelations, evolution and origins, University of Toledo, Toledo, p.323-325 Dunham, W., 1994, The Mathematical Universe, John Wiley & Sons, New York, p.4, 10, 52, 71, 199-200, 245, 263, 265, 294-295 Groser, M., 1979, The Discovery of Neptune, Dover, New York, p.27-38 Illingworth, V. (ed.), 1980, The Anchor Dictionary of Astronomy, Anchor Press, p.5, 73, 204, 235-236, 466-467 Maran, S. (ed.), 1992, The Astronomy and Astrophysics Encyclopedia, van Nostrand Reinhold New York Cambridge Univ. Press, Cambridge, p.28-34 Mitton, S. (ed.), 1977, The Cambridge Encyclopaedia of Astronomy, Crown, Tucson, p.237-243

12

Siregar, S., 1995, Kontroversi Pendapat di Sekitar Asal Mula Apollo-Amor-Aten, dalam Prosidings Seminar Sehari Astronomi, editor B. Dermawan, H.L. Malasan, M. Putra, Jurusan Astronomi ITB dan Himpunan Astronomi Indonesia, p.97-104 Woolfson, M.M., 2000, The Origin and Evolution of the Solar System , Institute of Physics Pub., Bristol, p.30-35, 316-317 - - - dmswk - - -

13

Das könnte Ihnen auch gefallen