Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1. Komposisi zat gizi dalam 100 gram kacang kedelai Komponen Jumlah Air 11.7 g Protein 33.0 g Lemak 19.0 g Karbohidrat 30.8 g Abu 4.8 g Serat kasar 17.0 g Kalsium 240 mg Fosfor 480 mg Besi 8.6 mg Magnesium 230 mg Natrium 1 mg Kalium 1800 mg Sumber: Sugano (2006) Kedelai dikenal sebagai sumber protein nabati karena memiliki kadar protein yang sangat tinggi dibandingkan pangan nabati lainnya, yaitu dapat mencapai 35% tergantung varietasnya. Protein kedelai sebagian besar terdiri dari globulin, dan bila dibandingkan dengan kacang-kacangan lain, kedelai memiliki susunan asam amino yang lebih lengkap dengan asam amino pembatas berupa metionin dan sistin, sedangkan kandungan lisin dan treoninnya sangat tinggi (Sugano, 2006). Hal tersebut sangat menguntungkan karena pada umumnya makanan pokok masyarakat seperti beras sangat rendah kandungan lisinnya. Selain kadarnya yang tinggi, protein kedelai juga memiliki kualitas yang hampir menyamai kualitas protein hewani. Menurut Koswara (1992) protein pada susu kedelai memiliki mutu protein sebesar 80% dari susu sapi jika diberikan sebagai makanan tunggal. Nilai gizi protein pada kedelai dibatasi oleh faktor antitripsin serta kompaknya struktur kuartener dan tersier protein kedelai (Liu, 1997). Selain protein, kedelai juga mengandung karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu sekitar 2535%, namun hanya 12-14% saja yang dapat digunakan tubuh secara biologis (Koswara, 1992), sedangkan menurut Stevenson et al. (2007) kandungan karbohidrat yang dapat dicerna oleh tubuh dalam bentuk pati hanya mencapai 11% dari berat kering. Karbohidrat pada kedelai terdiri dari golongan monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari rafinosa, dan stakiosa yang larut dalam air, sedangkan golongan polisakarida terdiri dari erabinogalaktan dan selulosa yang tidak larut dalam air dan alkohol (Koswara, 1992). Komposisi karbohidrat pada kedelai dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi karbohidrat kedelai Komponen Patia Glukosa+fruktosab Sukrosab Rafinosab Stakiosab
a b
Oligosakarida pada kedelai dapat mencapai sekitar 5% dari berat kering. Kandungan oligosakarida pada kedelai terutama dalah stakiosa (3.10-5.70%), rafinosa (0.50-0.74%), dan sedikit kandungan verbaskosa (0.12-0.20%) (Grieshop et al., 2003). Pada awalnya oligosakarida kedelai dikelompokkan sebagai senyawa antinutrisi karena dapat menyebabkan flatulensi, yaitu keadaan menumpuknya gas seperti metana dan hidrogen dalam saluran pencernaan. Gas tersebut terbentuk sebagai hasil metabolisme mikroorganisme yang ada pada saluran pencernaan. Namun, saat ini oligosakarida telah diketahui memberikan efek yang menguntungkan pada tubuh seperti menekan pertumbuhan bakteri yang merugikan serta mencegah kanker kolon. Kedelai mengandung kadar abu sekitar 5%, yaitu terdiri dari komponen mineral yang terdapat pada kedelai. Mineral utama yang terdapat pada kedelai adalah kalium, kemudian fosfor, magnesium, sulfur, kalsium, klorida, dan natrium. Kandungannya rata-rata dapat mencapai 0.2-2.1%. Selain itu kedelai juga mengandung komponen mineral mikro, yaitu mineral dengan jumlah yang sangat kecil sekitar 0.01-140 ppm seperti silikon, besi, zink, mangan, kobalt, arsen, dan iodin. Seperti komponen lainnya, kandungan mineral pada kedelai juga sangat beragam tergantung dari varietas kedelai, lokasi pertumbuhan, dan musim (Liu, 1997).
yaitu pada pH 4.2 - 4.6 dan meningkat seiring meningkatnya pH. Selain itu, proses produksi protein kedelai juga sangat berpengaruh pada tingkat kelarutannya, seperti proses pemanasan dalam inaktifasi lipoksigenase dan tripsin inhibitor dapat mengurangi kelarutan protein kedelai (Liu, 1997).
C. Dekstrin
Dekstrin adalah produk hidrolisa zat pati, berbentuk zat amorf berwarna putih sampai kekuning-kuningan (SNI, 1992). Dekstrin merupakan produk degradasi pati yang dapat dihasilkan dengan beberapa cara yaitu memperlakukan suspensi pati dalam air dengan asam atau enzim pada kondisi tertentu atau degradasi pati dalam bentuk kering dengan menggunakan perlakuan panas atau kombinasi antara panas dan asam atau katalis lain. Dekstrin mempunyai rumus kimia (C6H10O5)n. Berdasarkan reaksi warnanya dengan iodin, dekstrin dapat diklasifikasikan menjadi amilodekstrin, eritrodekstrin dan akrodekstrin. Pada tahap awal hidrolisis, akan dihasilkan amilodekstrin yang masih memberikan warna biru bila direaksikan dengan iodin. Bila hidrolisis dilanjutkan akan dihasilkan eritrodekstrin yang akan memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan iodin. Sedangkan pada tahap akhir hidrolisis, akan dihasilkan akrodekstrin yang tidak memberikan warna bila direaksikan dengan iodin (Doublier dan Cuvelier, 2006). Pada prinsipnya, pembuatan dekstrin dilakukan dengan memotong rantai panjang pati dengan katalis asam atau enzim menjadi molekul-molekul yang berantai pendek. Menurut Doublier dan Cuvelier (2006), dekstrin dapat dihasilkan dari hidrolisa pati dengan enzim-enzim tertentu atau dengan hidrolisis pati secara basah yang dikatalis dengan asam. Dekstrin mengandung dua bentuk polimer D-glukosa, yaitu linier (amilosa) dan bercabang (amilopektin), mempunyai sifat sangat larut dalam air dingin atau panas, dengan viskositas yang relatif rendah. Dekstrin memiliki struktur molekul yang lebih pendek dan lebih bercabang dibandingkan dengan pati. Struktur yang lebih pendek ini mengakibatkan dekstrin mempunyai sifat mudah larut dalam air (Tharanathan, 2002). Dekstrin umumnya ditambahkan sebagai bahan pengisi dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah total padatan dalam larutan. Peningkatan jumlah total padatan terutama pada produk cair yang dikeringkan diperlukan karena kandungan air yang sangat tinggi. Semua jenis pati dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan dekstrin. Namun perlu diperhatikan bahwa sifat dasar pati akan mempengaruhi sifat dan mutu dekstrin yang dihasilkan (Tharanathan, 2002). Maltodekstrin merupakan jenis dari dekstrin yang banyak dimanfaatkan pada produk bubuk. Selain maltodekstrin dikenal juga sirup glukosa padat yang juga merupakan hasil hidrolisis pati. Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung -D-glukosa unit yang sebagian besar terikat melalui ikatan (1-4) glikosidik dengan DE kurang dari 20. Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan pengisi. Pada umumnya maltodekstrin sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE kurang dari 20 menghasilkan rasa yang manis. Maltodekstrin dapat diaplikasikan pada makanan low callory atau khusus untuk diet. Penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak akan meningkatkan kemanisan produk seperti halnya gula (Kennedy et al., 1995).
D. Oligosakarida
Oligosakarida didefinisikan berbeda-beda berdasarkan jumlah unit sakaridanya. Menurut Manning et al. (2004), oligosakarida disebut juga sebagai rantai pendek polisakarida, yaitu kelompok gula dengan 2 hingga 20 unit sakarida seperti sukrosa, stakiosa, rafinosa, fruktooligosakarida, dan galaktooligosakarida. Sedangkan menurut Weijers et al. (2008), oligosakarida merupakan bagian dari polimer karbohidrat dengan berat molekul yang rendah dan mengandung molekul gula dengan 3 hingga 10 unit sakarida. Sako et al. (1999) menambahkan bahwa senyawa oligosakarida terdiri dari susunan monosakarida seperti glukosa, galaktosa, xylosa, dan fruktosa, serta memiliki berat molekul yang lebih rendah dibandingkan polisakarida. Oligosakarida dapat diklasifikasi berdasarkan jumlah monomer monosakarida penyusun komponen tersebut. Disakarida adalah oligosakarida yang terdiri dari dua buah monosakarida,
trisakarida terdiri dari tiga buah, tetrasakarida terdiri dari empat buah dan seterusnya. Oligosakarida juga terdiri dari dua jenis, yaitu homooligosakarida dan heterooligosakarida. Homooligosakarida adalah tipe oligosakarida yang tersusun dari hanya satu jenis monosakarida seperti maltooligosakarida (MOS) yang tersusun dari glukosa, sedangkan heterooligosakarida terdiri dari dua atau lebih jenis monosakarida seperti fruktooligosakarida (FOS) dan galaktooligosakarida (GOS). Oligosakarida sangat mudah larut di dalam air dan pelarut polar lainnya (Patel dan Goyal, 2011). Oligosakarida mempunyai tingkat kemanisan sebesar 0.3-0.6 kali dibandingkan sukrosa sehingga sering digunakan sebagai pengganti sukrosa atau sebagai bulking agent. Oligosakarida juga banyak dimanfaatkan sebagai humektan karena kemampuan oligosakarida dalam menjaga kelembaban tanpa meningkatkan kandungan airnya (Patel dan Goyal, 2011). Berdasarkan kemampuannya untuk dicerna, oligosakarida merupakan kelompok karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia. Oligosakarida tidak dapat dihidrolisis dan diserap usus halus, karena mokusa mamalia tidak memiliki enzim pencernaan untuk oligosakarida (-galaktosidase) (Muchtadi, 1989), tetapi bakteri seperti bifidobakteria dan laktobasili memiliki enzim pencernaan untuk mencerna oligosakarida menjadi komponen volatil seperti gas hidrogen dan metana. Menurut Ruprez (2006), manusia tidak memiliki enzim -galaktosidase yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan galaktosidik pada oligosakarida, sehingga oligosakarida yang dikonsumsi tidak dapat dicerna. Pada saluran pencernaan, oligosakarida tersebut difermentasi oleh bakteri yang menguntungkan seperti bifidobakteri yang memiliki enzim untuk mencernanya. Hasil fermentasi tersebut berupa gas seperti karbon dioksida, hidrogen, metana, dan asam lemak rantai pendek lainnya. Walaupun keberadaan gas tersebut cukup mengganggu karena dapat menyebabkan flatulensi, namun aktivitas bakteri tersebut dapat memberikan efek yang menguntungkan pada saluran pencernaan yaitu dapat meningkatkan sistem imun tubuh dan menekan pertumbuhan bakteri patogen. Berbagai penelitian telah dilakukan berhubungan dengan pengaruh oligosakarida dalam tubuh. Menurut Tomomatsu (1994) oligosakarida dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri baik dalam saluran pencernaan, serta mencegah kanker dan menurunkan kolesterol darah. Nzeussea et al. (2006) menambahkan bahwa oligosakarida juga berperan dalam mengatur respon imun tubuh dan meningkatkan penyerapan mineral. Menurut Kim et al. (2003) oligosakarida pada kedelai berupa kelompok galaktooliosakarida (GOS), yaitu oligosakaida yang mengandung galaktosa pada struktur molekulnya seperti rafinosa, stakiosa. Rafinosa merupakan trisakarida yang memiliki satu buah monomer galaktosa pada ujung struktur sukrosa (galaktosa-sukrosa-fruktosa), sedangkan stakiosa merupakan tetrasakarida yang memiliki 2 buah monomer galaktosa (galaktosa-galaktosa-sukrosa-fruktosa). Rafinosa dan stakiosa memiliki ikatan (1-6)-galaktosidik (Koga, 1993). Menurut Middelbos dan Fahey (2008) oligosakarida pada kedelai dapat mencapai 5% dari berat kering. Liu (1997) yang menerangkan bahwa oligosakarida termasuk komponen yang cukup stabil terhadap panas.
(a)
(b)
Gambar 2. Struktur molekul rafinosa (a) dan stakiosa (b) (Anonim, 2005) Menurut Chen et al. (2000) rafinosa dan stakiosa pada kedelai digolongkan kedalam Soybean Meal Oligosaccharides (SMO) yang mempunyai struktur molekul (galaktosa)nglukosafruktosa. Rafinosa dan stakiosa pada kedelai dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan dengan meningkatkan pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti bifidobakteri, mengurangi stress oksidatif yang dapat menyebabkan kanker, serta mengurangi resiko penyakit jantung. Tenorio et al. (2010) melaporkan konsumsi stakiosa dan rafinosa dari kedelai sebanyak 120 mg/hari pada tikus dapat berperan sebagai prebiotik dan dapat meningkatkan penyerapan mineral seperti kalisum dan magnesium.
Sistem injeksi pada HPLC menggunakan syringe dengan volume 5-50 l. Terdapat dua jenis kolom, yaitu kolom pelindung (guard coloum) dan kolom pemisah. Kolom pelindung berfungsi untuk menyaring zat pengotor yang dapat menyumbat kolom pemisah. Kolom pelindung sering mengandung bahan yang serupa dengan kolom pemisah tetapi dengan ukuran butiran yang lebih keras dan besar (20-40 m). Sedangkan kolom pemisah merupakan kolom utama dalam memisahkan komponen dalam sampel. Sistem deteksi pada HPLC terdapat beberapa jenis seperti detektor ultraviolet, detektor flourescens, atau detektor refraktive index. Sistem deteksi yang berbeda tergantung dari jenis analisanya (Meloan, 1999).
10