Sie sind auf Seite 1von 9

Agro inovasI

Inovasi Terkini Kedelai dan Jagung Menambah Penghasilan Petani

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id

AgroinovasI

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih


Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya. Konsumsi per kapita pada tahun 2011 sebesar 9,87 kg dan diperkirakan meningkat menjadi 9.97 kg pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan kedelai cenderung meningkat. Kebutuhan kedelai pada tahun 2011 sebesar 2,466 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,890 juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar 1.576.000 juta ton. Hanya sekitar 64% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi telah tersedia dan SDM handal cukup tersedia. Upaya untuk menekan laju impor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Dari berbagai faktor penting untuk pengembangan kedelai yang terpenting adalah harga jual kedelai di tingkat petani. Pada kondisi panen raya harga kedelai jatuh antara Rp 3.750,- Rp 4.000,- pada tingkat harga yang seperti ini komoditas kedelai tidak mempunyai nilai kompetitif dengan komoditas pangan lain seperti jagung dan kacang tanah, yang pada akhirnya petani enggan menanam kedelai. Harga kedelai yang cukup menarik dan mempunyai nilai kompetitif dengan komoditas lain apabila harga kedelai Rp 6.500,- Rp 7.500,-. Mengingat Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di dalam negeri untuk menekan laju impor. Profile Kedelai Saat Ini Data statistik dari FAO menunjukkan bahwa selama periode 1990-1995, areal panen kedelai masih meningkat dari 1,33 juta ha pada tahun 1990 menjadi 1,48 juta ha pada tahun 1995, atau meningkat rata-rata 2,06 persen per tahun. Sejak tahun
Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

1995, terjadi penurunan areal panen secara tajam dari sekitar 1,48 juta ha menjadi sekitar 0,83 juta ha pada tahun 2000, atau menurun rata-rata 11,00 persen per tahun. Selama periode 20002004, areal panen kedelai masih terus menurun rata-rata 9,66 persen per tahun. Secara keseluruhan, selama periode 15 tahun terakhir (1990 2004) luas areal kedelai di Indonesia menurun tajam dari sekitar 1,33 juta ha pada tahun 1990 menjadi 0,55 juta ha pada tahun 2004, atau turun rata-rata 6,14 persen per tahun. Dan pada periode tahun 2007 ada suatu peningkatan luas areal seiring dengan meningkatnya harga kedelai dari Rp 3000,- tahun 2007 menjadi Rp 6000,yakni dari 0,5 juta ha menjadi 0,65 juta ha (Gambar 1).

2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0


L UA S P A NEN (J u ta Ha) P RODUKT IV IT A S (T o n /Ha) P RODUKS I (J u ta T o n )

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 1 Perkembangan areal, produktivitas, dan produksi kedelai di Indonesia, 19902010

Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan (snack). Data statistik FAO menunjukkan bahwa konsumsi per kapita kedelai selama 1 dekade terakhir menurun dari sekitar 11,38 kg/kapita pada tahun 1990 menjadi sekitar 8,97 kg/kapita pada tahun 2004, atau menurun rata-rata 1,69 persen per tahun, penurunan terjadi sejak tahun 1995. Selama periode 19952000, konsumsi per kapita menurun dari 11,82 kg/kapita pada tahun 1995 menjadi 10,92 kg/kapita pada tahun 2000, atau turun rata-rata 1,57 persen per tahun. Selanjutnya, penurunan paling tajam terjadi pada periode 20002004, yaitu rata-rata 4,81 persen per tahun. Penurunan total konsumsi jauh lebih rendah dari pada penurunan produksi. Implikasinya ialah bahwa tanpa terobosan yang berarti, Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar. Artinya, bahwa Indonesia akan makin tergantung dengan impor untuk menutupi defisit Indonesia selalu mempunyai net impor yang meningkat
Badan Litbang Pertanian Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII

AgroinovasI

dari sekitar 0,54 juta ton pada tahun 1990 menjadi sekitar 2,466 juta ton pada tahun 2011. Mengingat penurunan produksi kedelai jauh lebih tajam dari pada penurunan total konsumsi, maka ke depan impor untuk menutupi defisit diperkirakan akan terus meningkat. Padahal Indonesia pernah berswasembada kedelai sebelum tahun 1976, dengan indeks swasembada lebih besar dari satu (Swastika 1997) Peningkatan produksi kedelai menuju swasembada merupakan salah satu program utama empat sukses Kementerian Pertanian, yang harus didukung oleh semua pihak yang terkait, untuk mewujudkan pencapaian swasembada kedelai. Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Saat ini produktivitas nasional kedelai baru mencapai 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6-2,0 t/ha di tingkat petani, sedangkan di tingkat penelitian sudah mencapai 1,7-3,2 t/ha. Angkaangka ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas kedelai di tingkat petani masih bisa ditingkatkan melalui inovasi teknologi. Perluasan area tanam melalui ektensifikasi terutama diarahkan di lahan sawah maupun kering di luar Jawa. Kebutuhan akan pangan/kedelai yang terus meningkat tidak dapat mengandalkan lahan yang ada sekarang, apalagi dengan sulitnya membendung konversi lahan. Oleh karena itu, diperlukan terobosan pemikiran dan tindakan dalam perluasan areal tanam melalui pemanfaatan lahan hutan/perkebunan untuk penanaman kedelai. Potensi Pengembangan Kedelai di Lahan Hutan Pemanfaatan ruang di antara pohon di hutan jati, cukup potensial dikembangkan untuk produksi kedelai. Potret kedelai di areal hutan jati di bawah kepemilikan Perum Perhutani, telah diobservasi oleh peneliti Balitkabi pada tanggal 5 10 April di daerah Bojonegoro, Ngawi, Blitar, Malang, Jember dan Banyuwangi. Hasil observasi menyimpulkan bahwa produktivitas tanaman kedelai di kawasan hutan jati masih berpotensi untuk ditingkatkan. Potensi lahan Perum Perhutani yang dikelola sebagai hutan produksi adalah sebagai berikut : Tabel 1 : Hutan produksi Perum Perhutani

No 1 2 3

Keterangan Perhutani I (Jawa Tengah) Perhutani II (Jawa Timur) Perhutani III (Jawa Barat) Total

Luas (ha) 546.290 809.959 411.055 1,767.304

Berdasarkan hasil survey Tim Puslitbangtan potensi hutan yang dikelola Perum Perhutani yang sesuai untuk pertanaman tanaman pangan termasuk kedelai adalah seluas 290.103 ha, dengan rincian Perum Perhutani I Jawa Tengah 108.000
Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

ha, Perum Perhutani II Jawa Timur 111.000 ha dan Perum Perhutani III Jawa Barat 71.103 ha. Sedang potensi lahan hutan kayu putih yang bersifat permanen, yang dapat digunakan untuk produksi kedelai sepanjang tahun seluas 27.303 ha, dengan rincian di Perum Perhutani I Jawa Tengah 6.062 ha, Perum Perhutani II Jawa Timur 13.441 ha, dan Perum Perhutani III Jawa Barat 7.800 ha. Jika dilihat dari potensi areal hutan yang dapat ditanami kedelai hanya 290.103 ha cukup luas dan akan sangat bermanfaat dan sumbangan kedelai di hutan diperuntukkan untuk produksi benih dan menghidupkan program Jabalsim. Kendala Pengembangan Kedelai di Lahan Hutan Penguasaan teknologi petani hutan yang tergabung dalam LMDH belum sepenuhnya menerapkan teknik budidaya tanam kedelai dengan benar, sehingga tingkat produktivitas masih rendah. Oleh karena itu peningkatan kemampuan teknologi budidaya kedelai di kawasan hutan perlu ditingkatkan melalui pelatihan atau pendampingan teknologi oleh penyuluh pertanian. Nilai kompetitif / daya saing kedelai terhadap tanaman jagung atau kacang tanah lebih rendah, hal ini menyebabkan gairah petani untuk menanam kedelai kurang tertarik dan areal produksi berkurang/turun yang pada akhirnya produksi kedelai menurun. Nilai daya saing kedelai untuk dapat unggul dari jagung/kacang tanah, harga kedelai harus Rp 5000,-/kg dan dengan produktivitas 2,1 ton/ha. Sedang jika harga kedelai per kg Rp 7000,- maka produktivitas harus mencapai 1,5 ton/ha. Dari perhitungan ini maka penetapan harga dasar kedelai memegang peran yang sangat penting. Upaya pencapaian target luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi harus didukung oleh kesiapan teknologi produksi dan dukungan kebijakan untuk memberikan insentif untuk petani LMDH (bantuan benih dan sarana produksi, jaminan harga yang menarik, penampungan hasil panen malalui peran BULOG). Tanpa ada kebijakan tersebut di atas pencapaian target produksi kedelai akan sulit dicapai dan program swasembada kedelai tidak akan pernah tercapai. Inovasi Teknologi Produksi Kedelai Dalam rangka untuk peningkatan produktivitas kedelai di kawasan hutan jati muda, yang umumnya terkendala dengan naungan pohon jati menghalangi masuknya sinar matahari yang tidak dapat penuh diterima tanaman kedelai. Proses ini akan mengganggu proses fotosintesa, dan menyebabkan tanaman etiolasi. Untuk pertanaman pohon jati umur 1 sampai 2 tahun tidak bermasalah, namun setelah pohon jati berumur 3-5 tahun masalah naungan mengganggu pertumbuhan tanaman kedelai. Kawasan hutan yang sangat berpotensi untuk pengembangan kedelai adalah hutan kayu putih, hutan kayu putih bisa dikatakan lahan permanen untuk produksi kedelai sepanjang tahun. Keuntungan lahan hutan kayu putih selalu adalah pohon kayu putih selalu dipangkas daunnya untuk produksi minyak kayu putih, sehingga lahan di antara tegakkan kayu putih dapat ditanami kedelai
Badan Litbang Pertanian Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII

AgroinovasI

sepanjang tahun karena sinar matahari untuk fotosintesa daun kedelai tidak ternaungi. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 bekerjasama dengan BPTP Jawa Tengah telah mengadakan penelitian terapan berupa adaptasi varietas unggul baru dan penelitian galur harapan kedelai tahan terhadap naungan. Gelar teknologi kedelai hutan di antara tegakan kayu jati dan kayu putih telah dilaksanakan di Desa Jengrik, Desa Sidolaju, Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi tahun 2011, di KPH Telawa, Boyolali kedelai di antara tegakan kayu jati dan kedelai di antara tegakan kayu putih KPH Madiun di Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. Teknologi yang diimplementasikan budidaya kedelai di lahan jati dan kayu putih pada pola tanam kedua setelah jagung, padi gogo atau kacang hijau adalah : 1. Benih bermutu daya tumbuh >90%, 2. Varietas yang ditanam Wilis, Kaba, Argomulyo dan Grobogan, 3. Tanah ada yang diolah dan ada yang tidak diolah, 4. Saluran drainasi 4 8 m, 5. Jarak tanam 40 cm x 15 cm, 6. pemupukan dengan 50 kg Urea/ha, SP36 100 kg/ ha dan 100 kg KCl/ha, 7. pengendalian gulma dilakukan pada umur 2-3 minggu dan 4-5 minggu, pengendalian hama dan penyakit didasarkan atas dasar hasil pemantauan. Arahan Bapak Menteri Pertanian pada awal 2011, Litbang diharapkan untuk terus mengidentifikasi pusat-pusat produksi tanaman pangan, termasuk kedelai. Hasil penelusuran potensi hutan Perum Perhutani untuk tanaman kedelai seluas 290.103 ha, untuk bisa dimanfaatkan secara optimal. Dr Haryono Kepala Badan Litbang Pertanian menegaskan bahwa Badan Litbang Pertanian terus berupaya untuk memantapkan dan meningkatkan program diseminasi hasil-hasil penelitian, baik kepada pemangku kepentingan (stakeholder) maupun pengguna teknologi (beneficiaries). Dengan perderasan program tersebut, diharapkan berbagai inovasi hasil litbang dapat sesegera mungkin diketahui dan diadopsi oleh pengguna. Gelar Teknologi Budidaya Kedelai di Kawasan Hutan Jati merupakan kegiatan diseminasi Badan Litbang Pertanian. Hasil Demfarm pengembangan kedelai di kawasan hutan jati di KPH Ngawi pada areal seluas 5

Gambar 1. Pertanaman kedelai di antara lorong pohon Jati umur 3 tahun di Ngawi ( hasil 1,5 2 t/ha)
Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

Gambar 2. Pertanaman gelar teknologi kedelai di hutan jati, Kabupaten Ngawi

ha pada musim tanam Februari Mei 2011, menunjukkan hasil biji kedelai yang diperoleh 1.80 t/ha (pada tingkat populasi kedelai sekitar 75% dari populasi normal). Pada bulan Oktober 2011 yang lalu, dilakukan perluasan pengembangan budidaya kedelai di kawasan hutan jati yang mencakup 8.5 ha; di wilayah LMDH Wono Rukun Lestari, petak 57F dan 58B, RPH : Sidolaju, BKPH : Kedunggalar, KPH Ngawi. Teknologi budidaya kedelai untuk kawasan hutan jati berumur 1 hingga 5 tahun telah disusun dan diaplikasikan. Varietas yang diuji terdiri dari varietas berbiji besar (varietas Anjasmoro, Grobogan dan Argomulyo) serta varietas berbiji sedang yakni Wilis dan Kaba). Pada tanggal 9 Januari 2012 Bapak Menteri Pertanian, Bapak Bupati Ngawi, Kepala Badan Litbang Pertanian, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Timur dan Direktur Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani telah melakukan panen perdana kedelai di kawasan hutan dan diteruskan temu wicara di hadapan sekitar 600 orang terdiri dari para petani LMDH, penyuluh Pertanian, petugas kehutanan dan para undangan. Temu Wicara diawali dengan sambutan Bapak Bupati Kepala Daerah Kabupaten Ngawi yang mengatakan bahwa kabupaten Ngawi merupakan salah satu lumbung pangan yang cukup potensial di Jawa Timur. Oleh karena itu Bupati sangat mendukung kegiatan ini utamanya untuk peningkatan pemanfaatan lahan hutan untuk produksi pangan. Menteri Pertanian Dr. Suswono dalam kata sambutannya menekankan kita harus mendukung program empat sukses Kementerian Pertanian yang salah satunya adalah pencapaian swasembada kedelai pada tahun 2014. Demfarm kedelai di kawasan hutan jati yang seperti kita lihat bersama, bahwa keragaan tanaman kedelai di hutan jati cukup baik dan dapat diprediksi hasilnya dapat mencapai sekitar 2 t/ha, hal ini sekaligus menjawab keraguan bahwa di kawasan hutan bisa ditanami tanaman pangan khususnya kedelai dan hasilnya cukup menjanjikan.

Badan Litbang Pertanian

Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII

AgroinovasI

Gambar 3. Penjelasan peneliti kepada bapak Menteri Pertanian dan bapak Kepala Badan Litbang Pertanian tentang panen perdana kedelai hutan 2012

Gambar 4. Panen perdana kedelai di kawasan hutan oleh Menteri Pertanian di Ngawi 2012
Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

V. KAWASAN HUTAN SEBAGAI SUMBER BENIH KEDELAI Pengembangan tanaman kedelai di kawasan hutan sangat potensial untuk perbenihan karena : 1) menghidupkan jalur benih antar lapang dan antar musim, 2) kedelai di hutan di tanam pada bulan Februari-Maret dan panen pada bulan Mei/ Juni. 3) pola tanam kedelai sawah di tanam Juni/Juli dapat diharapkan benih dari produksi hutan, 4) kualitas benih dari hutan cukup baik, kadar air, daya tumbuh baik karena tanpa disimpan dalam waktu yang lama, 5) harga kedelai lebih baik karena untuk benih. Potensi hutan kayu putih potensi untuk produksi benih karena selalu di pangkas daunnya untuk minyak kayu putih. Pemangkasan daun tanaman kayu putih memberikan ruang dan cahaya matahari bisa masuk di antara pohon kayu putih. Artinya, lahan di bawah tegakan hutan kayu putih, berpotensi untuk produksi kedelai secara permanen atau sepanjang tahun. Berbeda dengan kawasan hutan jati, kawasan hutan jati hanya dapat ditanami pada tegakan pohon jati pada umur 0 5 tahun, lebih dari 5 tahun kanopi pohon jati sudah menutup. Hasil penelitian produksi kedelai di kawasan hutan dapat mencapai 1,5 2 t/ha. Dukungan Kebijakan Untuk mewujudkan impian kedelai hutan sebagai sumber benih diperlukan dukungan kebijakan diperlukan untuk memberikan insentif kepada petani berupa akses, modal, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), peningkatan pengetahuan tentang inovasi teknologi terkini (Pelatihan, Penyuluhan). Kebijakan penting lainnya adalah penetapan harga jual yang menarik, pembatasan impor atau diberlakukan tarif impor, meningkatkan peran BUMN untuk menampung hasil kedelai dengan harga yang layak pada saat panen raya, dukungan pengambil kebijakan di daerah untuk mendorong pengembangan kedelai dan menampung hasil panen kedelai. Perlu sinkronisasi program dengan GP3K (Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi), dimana pelaku atau pengelola GP3K adalah Perum Perhutani, PT SHS, PT Pertani dan Petrokimia.

Badan Litbang Pertanian

Edisi 15-21 Agustus 2012 No.3470 Tahun XLII

Das könnte Ihnen auch gefallen