Sie sind auf Seite 1von 9

BAB I PENDAHULUAN

Sindrom Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di oritisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura. Belum diketahui secara pasti penyebab dari penyakit ini. Diduga salah satu penyebabnya adalah karena alergi obat secara sistemik, seperti : penisilin, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat berespons sampai koma. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :

Kelainan kulit Kelainan selaput lendir di orifisium Kelainan mata

Pada sindrom Stevens Johnson pengangannya harus tepat dan cepat. Penggunaan obat kostikosteroid merupakan tindakan life-saving. Biasanya digunakan Deksamethason secara intravena, dengan dosis permulaan 4-6 X 5 mg sehari. Pada umumnya masa kritis dapat diatasi dalam beberapa hari dengan perubahan keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi.

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN Sindrom Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di oritisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura. B. ETILOGI Penyebab yang pasti belum diketahui, ada angapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multifome mayor. Salah satu penyebabnya ialah alergi obat secara sistemik. Obat-obatan yang disangka sebagai penyebabnya antara lain : penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik, (misal : derivate salisil / pirazolon, metamizol, metapiron, dan parasetamol) klorpromasin, karbamasepin, kinin antipirin, tegretol, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan infeksi (bakteri,virus, jamur, parasit) neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi dan makanan. C. PATOFISIOLOGI Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibody yang membentuk mikro presitipasi sehingga terjadi aktivasi neutrofil yang kemudian melepaskan lysozim dan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ sasaran (target organ). Reaksi tipe IV terjadi akibat lysozim T yang tersensitisasi berkontrak kembali dengan antigen yang sama kemudian lysozim dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. D. TANDA DAN GEJALA Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat berespons sampai koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :

Kelainan kulit Kelainan selaput lendir di orifisium Kelainan mata

1. Kelainan Kulit Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura. 2. Kelainan Selaput lender di orifisium Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan. Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas. 3. Kelainan Mata Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

F. KOMPIKASI Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, kehilangan cairan / darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimal. G. PENATALAKSANAAN Pada sindrom Stevens Johnson pengangannya harus tepat dan cepat. Penggunaan obat kostikosteroid merupakan tindakan life-saving. Biasanya digunakan Deksamethason secara intravena, dengan dosis permulaan 4-6 X 5 mg sehari. Pada umumnya masa kritis dapat diatasi dalam beberapa hari dengan perubahan keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi.

Dampak dari terapi kortikosteroid dosis tinggi adalah berkurangnya imunitas, karena itu bila perlu diberikan antibiotic untuk mengatasi infeksi. Pilihan antibiotic hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspekrum luas dan bersifat bakterisidal. Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah mengatur kseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi. Bila perlu dapat diberikan infuse berupa Dekstrose 5% dan larutan Darrow. Tetapi topical tidak sepenting terapi sistemik untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit pada tempat yang erosif dapat diberikan sofratul atau betadin.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN a. Data Subyktif

Klien mengeluh demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan tenggorokan / sulit menelan.

nyeri

b. Data Obyektif

Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura. Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan pseudomembran di faring Konjungtiva, perdarahan sembefalon ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.

c. Data Penunjang

Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis. Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. 2. 3. 4. 5. Gangguan rasa nyaman, demam, nyeri kepala, tenggorokan s.d adaya bula Gangguan pemenuhan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d sulit menelan Gangguan integritas kulit s.d bula yang mudah pecah Kurang pengetahuan tentang proses penyakit s.d kurang informasi Potensial terjadi infeksi sekunder s.d efek samping terpasangnya infus dan terapis steroid

C. RENCANA KEPERAWATAN

No

Diagnosa

Perencanaan Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil

Rencana Tindakan

1.

Keperawatan Gangguan rasa Tujuan : nyaman, demam, nyeri kepala, Klien merasa nyaman dalam tenggorokan s.d waktu 2 x 24 jam adaya bula Kriteria hasil : Nyeri berkurang / hilang Ekpresi muka rileks

Berikan kompres dingin Berikan pakaian yang tipis dari bahan yang menyerap Hindarkan lesi kulit dari manipulasi dan tekanan Usahakan pasien bias istirahat 7-8 jam sehari. Monitor balance cairan Monitor suhu dan nadi tiap 2 jam Kaji kemampuan klien untuk menelan Berikan diet cair Jelaskan pada klien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi bagi kesembuhan klien Monitoring balance cairan Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi dan gangguan elekrolit K/P kolaborasi untuk pemasangan NGT Kaji tingkat lesi Hindarkan lesi dari manipulasi dan tekanan Berikan diet TKTP Jaga linen dan pakaian tetap kering dan bersih Berikan terapi topical sesuai dengan program

2.

Gangguan Tujuan : pemenuhan nutrisi : Kurang dari Kebutuhan nutrisi kebutuhan tubuh s.d selama perawatan sulit menelan Kriteria hasil :

terpenuhi

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi Diet yang disediakan habis Hasil elektrolit serum dalam batas normal 3. Gangguan integritas Tujuan : kulit s.d bula yang mudah pecah Kerusakan integritas kulit menunjukan perbaikan dalam waktu 7-10 hari Kriteria hasil : Tidak ada lesi baru Lesi lama mengalami involusi Tidak ada lesi yang infekted Tujuan :

4.

Kurang

Kaji

tingkat

pengetahuan

pengetahuan tentang proses Pengetahuan klien/keluarga penyakit s.d kurang akan meningkat setelah informasi diberikan penyuluhan kesehatan Kriteria hasil : Klien/keluarga mengerti tentang penyakitnya Klien/keluarga kooperatif dalam perawatan /pengobatan Potensial terjadi Tujuan : infeksi sekunder s.d efek samping Tidak terjadi infeksi sekunder terpasangnya infus selama dalam perawatan dan terapis steroid Kriteria hasi : Tidak ada tanda infeksi

klien/ keluarga tentang penyakitnya Jeslakan proses penyakit dengan bahasa yang sederhana Jelaskan tentang prosedur perawatan dan pengobatan Berikan catatan obat-obat yang harus dihindari oleh klien

5.

Hindari lesi kulit dari kontaminasi Dresing infus dan lesi tiap hari Kaji tanda tanda infeksi lokal maupun sistemik Ganti infus set dan abocatin tiap 3 hari Kolaborasi untuk pemeriksaan Ro thorax dan labortorium

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Sindrom Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di oritisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura. Penyebab yang pasti belum diketahui, ada angapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multifome mayor. Salah satu penyebabnya ialah alergi obat secara sistemik. Obat-obatan yang disangka sebagai penyebabnya antara lain : penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :

Kelainan kulit Kelainan selaput lendir di orifisium Kelainan mata

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, kehilangan cairan / darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimal.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/16/askep-sindrom-stevens-jhonsen/ Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Das könnte Ihnen auch gefallen