Sie sind auf Seite 1von 9

FISIOLOGI METABOLISME BILIRUBIN Dalam keadaan fisiologis pada manusia dewasa 1-2x108 eritrosit dihancurkan setiap jamnya.

Ketika hemoglobin dihancurkan di dalam tubuh, globin akan diuraikan menjadi asam amino pembentuknya yang akan digunakan kembali dan zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali. Bagian porfirin tanpa-besi pada heme juga akan diuraikan, terutama di dalam sel-sel retikuloendotel hati, limpa, dan sumsum tulang. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Pembentukan bilirubin tiap hari pada manusia dewasa kurang lebih berjumlah 250-350mg. Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15 - 20 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropoesis yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase, peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas. Bilirubin yang terbentuk di jaringan perifer akan diangkut ke hati oleh albumin plasma. Metabolisme bilirubin lebih lanjut terutama terjadi di hati. Proses metabolisme ini dapat dibagi menjadi 3 proses: (1) ambilan bilirubin oleh sel parenkim hati, (2) konjugasi bilirubin dalam reticulum endoplasma halus, (3) sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu. 1. Hati mengambil bilirubin Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air, tetapi kelarutan bilirubin di dalam plasma ditingkatkan oleh pengikatan nonkovalen dengan albumin. Dalam 100ml plasma, kurang lebih 25mg bilirubin dapat diikat erat oleh albumin dengan afinitas tinggi. Beberapa obat bersaing dengan bilirubin untuk dapat berikatan dengan albumin. Didalam hati bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh sistem dapat-jenuh (saturable) yang diperantarai oleh zat pembawa. 2. Konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat di hati Bilirubin bersifat nonpolar dan akan bertahan di dalam sel (missal, terikat dengan lipid) jika tidak dibuat dapat-larut di dalam air. Hepatosit akan merubah

bilirubin menjadi bentuk polar yang dapat diekskresikan dengan mudah ke dalam empedu dengan penambahan molekul asam glukoronat (missal, sulfat). Hati mengandung sedikitnya 2 buah isoform enzim glukoronosiltransferase yang keduanya bekerja pada bilirubin. Enzim ini terutama terletak pada retikulum endoplasma halus dan menggunkan UDP-asam glukornat sebagai donor glukoronosil. 3. Bilirubin diekskresikan ke dalam getah empedu Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu terjadi melalui mekanisme pengangkutan yang aktif yang membatasi kecepatan bagi keseluruhan proses metabolisme bilirubin hepatic. Dalam keadaan fisiologis, pada hakekatnya seluruh bilirubin yang diekskresikan ke dalam empedu berada dalam bentuk terkonjugasi. Hanya setelah fototerapi dapat ditemukan bilirubin tak terkonjugasi dengan jumlah bermakna di dalam empedu. 4. Bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi urobilinogen di usus oleh bakteri usus. Setelah bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminalis dan usus besar, glukoronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik (enzim B glukoronidase) dan pigmen tersebut selanjutnya direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrrapirol tidak berwarna yang dinamakan urobilinogen. Di dalam ileum terminalis dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen diserap kembali dan diekskresikan kembali lewat hati untuk menjalani siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, khususnya kalau terbentuk pigmen empedu yang berlebihan dan atau terdapat penyakit hati yang mengganggu system enterohepatik ini, urobilinogen dapat pula diekskresikan ke dalam urine. Ikterus Ikterus berarti gejala kuning karena penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning.Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum mencapai 2 - 3 mg/dl. Kadar bilirubin serum normal 0,3 1 mg/dl.

Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini : Over produksi, Penurunan ambilan hepatic, Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik) 1. Over produksi Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravascular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan. 2. Penurunan ambilan hepatic Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. 3. Penurunan konjugasi hepatic. Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II 4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).

Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis, alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.

Sindrom Dubin-Johnson
Sindrom Dubin Johnson merupakan gangguan hiperbilirubinemia yang bersifat herediter yang pertama kali diketahui oleh Dubin dan Johnson pada tahun 1945. Hiperbilirubinemia yang bersifat herediter dikelompokan menjadi bilirubin konjugasi dan bilirubin unkonjugasi.Sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjah merupakan salah satu contoh dari hiperbilirubinemia unkonjugasi. Sindrom Dubin-johnson dan sindrom Rotor merupakan tipe dari hiperbilirubinemia konjugasi yang bersifat familial.

Dubin-Johnson syndrome (DJS) and Rotor syndrome have a relatively benign course, but establishing the diagnosis is important to spare patients from undergoing multiple unnecessary procedures and to exclude other more serious causes of hyperbilirubinemia. For excellent patient education resources, visit eMedicine's Liver, Gallbladder, and Pancreas Center and Children's Health Center. Also, see eMedicine's patient education articles Jaundice and Newborn Jaundice.

Patofisiologi
Sindrom Dubin-Johnson merupakan gangguan autosomal resesif yang disebabkan oleh mutasi dari gen gene responsible for the human canalicular multispecific organic anion transporter (cMOAT) protein. Hal ini juga disebut the multidrug resistance protein 2 (MRP2).1,2,3 This protein mediates adenosine triphosphate (ATP)-dependent transport of certain organic anions across the canalicular membrane of the hepatocyte.

Gen MPR2 terletak pada to band 10q23-10q2. Defek dari protein cMOAT (MRP2) berakibat hepatobiliary transport of nonbile salt organic anions and is thought to be responsible for the conjugated hyperbilirubinemia and for the accumulation of hepatocellular pigment. Beberapa mutasi yang berbeda dari gen MPR2 telah diidentifikasi pada pasien dengan sindrom Dubin Johnson. Mutasi pada regio ATP-binding, yang critical for the functioning of the protein. form a significant proportion of the genetic lesions identified to date. One mutation causes impaired transcription and mislocalization of the protein.

Epidemiologi
Sindrom Dubin-Johnson jarang terjadi, prevalensi hanya 1:1300 menderita sindrom Dubin-Johnson. Life expectancy is normal in Dubin-Johnson syndrome (DJS). Penurunan aktifitas protrombin dengan menurunan nilai faktor koagulasi faktor VII, dapat ditemukan pada 60% pasien dengan sindrom Dubin-Johnson. Dubin-Johnson syndrome (DJS) has been described in all nationalities, ethnic backgrounds, and races. Prevalence reportedly is highest among Iranian Jews (1:1300). This group may have an associated deficiency in clotting factor VII that is not observed in other populations.5 Sindrom Dubin-Johnson dapat terjadi pada semua populasi, latar belakang etnik, dan ras di seluruh dunia. Prevalensi yang dilaporkan penyakit ini banyak terjadi pada ras Iranian Jews (1:1300). This group may have an associated deficiency in clotting factor VII that is not observed in other populations.5 Jenis kelamin tidak berpengaruh pada angka kejadian penyakit ini. Pasien dengan sindrom ini biasanya timbul ikterik nonpruritik selama usia remaja.

Gejala Klinis

Das könnte Ihnen auch gefallen