Sie sind auf Seite 1von 45

HALAMAN PENGESAHAN Laporan Lengkap ini disusun sebagai salah satu syarat penilaian praktikum Fitokimia Lanjutan dan

untuk mengikuti ujian Praktikum Fitokimia Lanjutan semester VI (enam) Tahun 2013/2014.

Asisten I

Asisten II

Asisten III

Muh. Nofar Lembah G 701 09 003

Apriyanti Anastasia G 701 09 021 Asisten IV

Alfred Trisakti G 701 09 037

Deniarta Lakengke G 701 09 042 Mengetahui

Penanggung jawab Praktikum

Koordinator Praktikum

Syariful Anam, S.Si., M.Si., Apt. NIP.1980 02 26 2005 01 1 001

Deniarta Lakengke NIM G 701 09 042

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Lengkap Praktikum Fitokimia ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan Laporan Lengkap Fitokimia ini baik keluarga, temanteman dan terutama kepada para asisten yang telah membimbing penulis selama proses prakikum dan penyusunan laporan. Penulis berharap, laporan ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan bagi para pembacanya. Dan saran serta kritik yang membangun sangat diharapakan guna perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan laporan yang sangat sederhana ini.

Palu, Juni 2013

Penulis

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.1 KATA PENGANTAR.2 DAFTAR ISI3 BAB I PENDAHULUAN I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 BAB II Latar Belakang..5 Rumusan Masalah.7 Maksud Percobaan7 Tujuan Percobaan..8 Prinsip Percobaan..8

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Uraian Bahan..10 II.1.1 Klasifikasi.......13 II.1.2 Morfologi....13 II.1.3 Nama Daerah...14 II.1.4 Kandungan Kimia...14 II.1.5 Kegunaan14 II.2 Metode Ekstraksi.15 II.2.1 Maserasi II.3 Ekstraksi Cair-Cair..16 II.4 Kromatografi...17 II.4.1 Kromatografi Kolom.18 II.4.2 Kromatografi Vakum Cair21 II.4.3 Kromatografi Lapis Tipis..24 II.4.4 KLT Preparatif......25

BAB III

METODOLOGI KERJA III.1 Waktu Dan Tempat.28 III.2 Alat dan Bahan...28
3

III.3 Prosedur Kerja.30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Praktikum..34 IV.2 Pembahasan37 BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan.41 V.2 Saran...42 DAFTAR PUSTAKA...43 LAMPIRAN Surat bebas laboratorium.44 Semua laporan Fitokimia Lanjutan

BIOGRAFI45

BAB I
4

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Hampir segala jenis tumbuhan dapat tumbuh di wilayah negara ini. Sebagian besar sudah dimanfaatkan sejak nenek moyang kita untuk mengobati berbagai penyakit. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dalam penggunaannya dikenal dengan obat tradisional (Anonim, 2011). Masyarakat Indonesia ini biasanya menggunakan obat-obatan tradisional yang umumnya berasal dari tumbuhan untuk mencegah dari serangan penyakit atau mengobati penyakit. Aplikasi dari obat-obatan ini bisa dengan cara meminum ekstrak air dari tanaman tersebut atau meletakkan simplisia yang sudah ditumbuk halus pada daerah di tubuh yang sakit. Kurangnya informasi ilmiah mengenai komponen-kompenen kimia yang terdapat dalam tanaman untuk obat tradisional ini mengakibatkan nilai ekonomi dari tanaman-tanaman ini sangat rendah. Selain itu penggunaannya yang biasanya menggunakan dosis sembarang bisa mengakibatkan efek yang tidak diinginkan. Penggunaan obat tradisional dalam pengobatan secara umum dinilai lebih aman daripada pengobatan modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern. Situasi ini yang mendorong penulis untuk meneliti tanaman yang sudah dikenal baik oleh masyarakat sebagai obat tradisional (Anonim, 2011). Salah satu bahan alam yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional adalah sambiloto. Di Indonesia sendiri tanaman ini sudah sering digunakan dalam pengobatan tradisional oleh masyarakat di daerah tertentu. Berdasarkan informasi tersebut, sangat perlu untuk melakukan ekstraksi dan identifikasi kandungan kimia dari sambiloto yang bertujuan untuk mendapatkan isolat-isolat suatu senyawa atau kumpulan senyawa sehingga dapat mempermudah untuk melakukan identifikasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan,

sehingga diketahui senyawa apa yang bertanggungjawab dalam aksi farmakologi tumbuhan sambiloto ini. Metode-metode yang digunakan dalam mendapatkan senyawa aktif dari suatu tanaman yaitu dimulai dari ekstraksi, partisi, isolasi, pemurnian, dan identifikasi. Salah satu cara yang paling sering dilakukan dalam metode-metode di atas adalah kromatografi. Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium. Metode kromatografi dipilih karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan, dan kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Dalam bidang farmasi, kromatografi memiliki banyak manfaat, seperti pemurnian protein, pemisahan molekul-molekul penting seperti asam nukleat, karbohidrat, lemak, vitamin dan molekul penting lainnya, peningkatan mutu obat, pengontrol kondisi obat, penemuan produk obat baru, dan pemeriksaan kesehatan dari fluida tubuh (darah, urin, air liur). Oleh karena itu, untuk lebih memperjelas tahap-tahap pengolahan diatas maka dilakukanlah praktikum ini untuk memperoleh dan mengetahui zat berkhasiat yang ada dalam tanaman tersebut dengan menggunakan metode yang telah disebutkan sebelumnya.

I.2 Rumusan Masalah a. Percobaan I


6

Bagaimana

cara

pemisahan

metode

partisi

suatu

simplisia

dengan

menggunakan corong pisah? b. Perconaan II Bagaimana cara mengorientasi eluen? c. Percobaan III Bagaimana cara penggunaan kolom konvensional dalam metode isolasi komponen bahan alam? d. Percobaan IV Bagaimana cara mendapatkan senyawa-senyawa metabolit sekunder malalui metode isolasi menggunakan VC (Vacum Cair)? e. Percobaan V Bagaimana cara isolasi dengan KLT Preparatif? I.3 Maksud Percobaan a. Percobaan I Mengetahui b. Percobaan II Mengetahui berbagai cara orientasi eluen. c. Percobaan III Menentukan cara penggunaan kolom konvensional dalam metode isolasi komponen bahan alam. d. Percobaan IV Mengetahui dan memahami cara mendapatkan senyawa-senyawa metabolit sekunder melalui metode isolasi menggunakan VC (Vacum Cair). e. Percobaan V Menentukan cara isolasi dengan KLT Preparatif. I.4 Tujuan Percobaan a. Percobaan I cara pemisahan metode partisi suatu simplisia dengan menggunakan corong pisah.

Memahami cara pemisahan metode partisi suatu simplisia dengan menggunakan corong pisah. b. Percobaan II Memahami cara orientasi eluen . c. Percobaan III Mengetahui dan memahami cara penggunaan kolom konvensional dalam metode isolasi komponen bahan alam. d. Percobaan IV Mendapatkan senyawa-senyawa metabolit sekunder malalui metode isolasi menggunakan VC (Vacum Cair). e. Percobaan V Mengetahui dan memahami cara isolasi dengan KLT Preparatif. I.5 Prinsip Percobaan a. Percobaan I Pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut yaitu n-heksan dan etil asetat, dimana zat terlarut (solut) yakni ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) terdistribusi diantara kedua lapisan (organik dan air) berdasarkan kelarutan relatifnya.Hasil pemisahannya di uapkan. b. Percobaan II Penotolan ekstrak n-heksan dan etilasetat dengan menggunakan beberapa perbandingan eluen yakni n-heksan:etilasetat (5:1, 3:1, 1:1, dan 1:5) dengan melihat tampakan noda pada lempeng dan nilai Rf yang dihasilkan yang akan menunjukkan pemilihan eluen yang baik.

c. Percobaan III Pemisahan komponen secara kolom konvensional dilakukan dalam suatu kolom yang diisi dengan fase stasioner (diam) berupa serbuk silika yang
8

dimampatkan pada kolom yang terlebih dahulu dimasukkan kapas untuk mencegah silikanya turun, dan digunakan kertas saring agar proses partisi dapat berjalan baik dan lebih selektif karena lewat pori-pori sedangkan sebagai fase mobile (gerak) adalah cairan (pereaksi) yakni eluen n-heksan; nheksan:etilasetat etilasetat:methanol (20:1, (1:1), 15:1, dan 10:1, metanol 5:1, 3:1, 1:1), 10 etil asetat, sebanyak ml,penggunaan

perbandingan eluen tertentu berguna untuk mempartisi ekstrak dan digunakan dari yang paling nonpolar lalu paling polar agar proses pemisahan lebih baik dan dibantu dengan bantuan gaya gravitasi. Hasil fraksinya ditampung pada botol vial kemudian diuapkan dan di KLT. d. Percobaan IV Pemisahan komponen secara kromatografi vakum cair yang didasarkan atas adsorpsi atau serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan pada senyawasenyawa yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak dalam perbandingan yang berbeda-beda yakni n-heksan, n-heksan:etilasetat (25:1, 20:1, 15:1, 10:1, 5:1, 3:1, 1:1), etil asetat, etilasetat:metanol (1:1), dan metanol sebanyak 50 ml. menggunakan alat bantu yang berupa pompa vakum untuk mempercepat laju alir fase gerak selama proses pemindahan zat terlarut. Hasil fraksinya ditampung pada gelas kimia kemudian diuapkan dan di KLT. e. Percobaan V Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi secara selektif karena adanya perbedaan daya serap terhadap adsorben dan kelarutan komponen kimia terhadap cairan pengelusidan cara penotolan cuplikan yang berkesinambungan yang memberikan hasil elusi berupa pita. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Uraian Bahan 1. Air suling (FI III hal.96)
9

Nama resmi Nama lain Pemerian Kelarutan Kegunaan Penyimpanan Nama resmi Nama lain Pemerian Kelarutan Kegunaan Penyimpanan Nama resmi Nama lain Pemerian

: AQUA DESTILLATA : Air suling / Aquadest : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa :: sebagai pelarut : dalam wadah tertutup baik : ETHYLIS ACETICUM : Etil asetat : cairan, tidak berwarna, bau khas : larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur dengan etanol (95%) P dan dengan eter P : sebagai Eluen : dalam wadah tertutup rapat : AETHANOLUM : alkohol / etanol : cairan tidakberwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap

2. Etil asetat (FI III hal.673)

3. Etanol (FI III, hal. 65)

Kelarutan Kegunaan Penyimpanan

: sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan eter P : sebagai pelarut dan eluen : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api

4. Asam sulfat (FI III, hal. 653) Nama resmi Nama lain : ACIDUM SULFURICUM : asam sulfat
10

RM BM Pemerian Kelarutan Kegunaan Penyimpanan Nama resmi Nama lain RM BM Pemerian Kelarutan

: H2SO4 : 98,07 : cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan dalam air menimbulkan panas :: pereaksi semprot : dalam wadah tertutup rapat : PETROLEUM BENZIN : petroleum eter P / n-heksana : C6H14 : 86,18 : cairan jernih, mudah menguap, berbau seperti eter lemah atau bau seperti petroleum : praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol mutlak, dapat bercampur dengan eter, dengan kloroform, dengan benzena dan dengan sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri

5. N-heksan (FI IV, hal.1159)

Kegunaan Penyimpanan

: sebagai eluen : dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan jauhkan dari nyala api

6. Eter (FI III, hal. 66) Nama resmi Nama lain RM BM : AETHER : Etoksietana / eter : C4H10O : 74,12

11

Pemerian

: cairan transparan, tidak berwarna, bau khas, rasa manis dan membakar. Sangat mudah menguap, sangat mudah terbakar, campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida pada kadar tertentu dapat meledak.

Kelarutan

: larut dalam 10 bagian air, dapat campur dengan etanol (95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak lemak dan dengan minyak atsiri.

Kegunaan Penyimpanan

: sebagai pelarut : dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk.

7. Kloroform (FI III, hal.151) Nama resmi Nama lain RM BM Pemerian Kelarutan : CHLOROFORMUM : kloroform : CHCL3 : 119,38 : cairan, mudah menguap, tidak berwarna, bau khas, rasa manis dan membakar. : larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak. Kegunaan Penyimpanan : sebagai pelarut : dalam wadah tertutup baik tersumbat kaca, terlindung dari cahaya. 8. Metanol (FI III,hal. 706) Nama resmi Nama lain RM : Metanol P : metanol : CH3OH
12

Pemerian Kelarutan Kegunaan Penyimpanan Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies

: cairan tidak berwarna, jernih, bau khas : dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih tidak berwarna. : sebagai pelarut : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. : Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Asteridae : Scrophulariales : Acanthaceae : Andrographis : Andrographis paniculata Nees

II.1.1 Klasifikasi (Anonim, 2013)

II.1.2 Morfologi (Yuniarti, 2008) Tumbuhan sambiloto merupakan tumbuhan semusim, dengan tinggi 50-90 cm, batang yang disertai dengan banyak cabang berbentuk segi empat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas daun berwarna hijau tua, bagian bawah daun berwarna hijau muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm. Bunga tumbuh dari ujung batang atau ketiak daun, berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Memiliki buah kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Biji gepeng, kecil-kecil, warnanya cokelat muda. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan dengan biji atau stek batang. II.1.3 Nama Daerah (Yuniarti, 2008)
13

Nama umum tumbuhan adalah sambiloto. Tumbuhan ini dikenal masyarakat Indonesia dengan nama daerah yaitu: ki oray, ki peura, takilo (Sunda), bidara, sadilata, sambilata, takila (Jawa), pepaian (Sumatera). II.1.4 Kandungan Kimia (Yuniarti, 2008) Daun tumbuhan sambiloto yang memiliki sifat kimiawi berasa pahit, dingin, memiliki kandungan kimia sebagai berikut: daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14deoksi-11-12-didehidroandrografolid dan homoandrografolid. Terdapat juga flavonoid, alkane, keton, aldehid, mineral (kalium, akarnya mengandung flavotioid, dimana hasil isolasi terbanyaknya adalah polimetoksiflavon, andrografin, panikulin, mono-0-metilwithin dan apigenin-7,4-dimetileter. II.1.5 Kegunaan (Yuniarti, 2008) Daun tumbuhan sambiloto bermanfaat untuk menurunkan demam tinggi dan malaria. Selain itu, daun tumbuhan sambiloto berkhasiat untuk mengatasi: Hepatitis, infeksi saluran empedu Disentri basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsilitis), Abses paru, radang paru (pneumonia), radang saluran napas (Bronkitis), radang ginjal akut (pielonefritis akut), radang telinga Kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus) Tumor trofoblas (trofoblas ganas), serta tumor paru Kanker: penyakit trofoblas seperti kehamilan anggur (mola hidatidosa) Batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma) Darah tinggi (hipertensi)

II.2 Metode Ekstraksi


14

II.2.1 Maserasi (Anonim, 2011) Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode ini dilakukan untuk menyari simplisa yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena ada perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan yang lebih pekat akan didesak keluar, terjadi secara berulang-ulang sampai tercapai kesetimbangan konsentrasi antara di dalam dan di luar sel. II.3 Ekstraksi Cair-Cair (Anonim, 2011) Ekstraksi cair-cair sangat berguna untuk memisahkan analit yang dituju dari penganggu dengan cara melakukan partisi sampel antar 2 pelarut yang tidak saling campur. Salah satu fasenya seringkali berupa air dan fase yang lain adalah pelarut organik. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan di dalam fase air, sementara senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk pada
15

pelarut organik. Analit yang terekstraksi ke dalam pelarut organik akan mudah diperoleh kembali dengan cara penguapan pelarut, sementara analit yang masuk ke dalam fase air seringkali diinjeksikan secara langsung ke dalam kolom. Di samping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya. Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu alikuot larutan air digojog dengan pelarut organik yang tidak campur dengan air. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fase air ke dalam pelarut organik yang bersifat non polar atau agak polar seperti heksana, metilbenzen atau diklorometan. Meskipun demikian proses sebaliknya (ekstraksi analit dari pelarut organik non polar ke dalam air) juga mungkin terjadi. Dengan kata lain, dalam ekstraksi cair-cair ini tidaklah mungkin untuk mencapai 100% analit terekstraksi pada salah satu fase/pelarut. Karena ekstraksi merupakan proses kesetimbangan dengan efisiensi terbatas, maka sejumlah tertentu analit akan tertahan di kedua fase. Kesetimbangan kimia yang melibatkan perubahan pH, kompleksasi, pasangan ion, dan sebagainya dapat digunakan untuk meningkatkan perolehan kembali analit dan/atau menghilangkan pengganggu. Berbagai jenis metode pemisahan yang ada, ekstraksi pelarut atau juga disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer.pemisahan ini dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Prinsip distribusi ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua zat pelarut yang tidak saling bercampur. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase terlarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua kerja. Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang menyatakan bahwa pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit
16

akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling tidak campur. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fase disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi. II.4 Kromatografi (Ibnu Gholib, 2008) Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. Kromatografi juga merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Fase diam cenderung menahan komponen campuran, sedangkan fase gerak cenderung menghanyutkannya. Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fase diam dan perbedaan kelarutannya dalam fase gerak, komponenkomponen suatu campuran dapat dipisahkan. Komponen yang kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih kuat terserap atau terabsorpsi pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang terserap akan bergerak lebih cepat. II.4.1 Kromatografi Kolom

17

Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala besar untuk pemisahan campuran. Kromatografi kolom seringkali digunakan untuk pemurnian senyawa di laboratorium (Harbone, 1987). Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampelsampel tanpa melalui fasa diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum bahwa panjang kolom harus sekurang-kurangnya 10 kali ukuran diameternya. Jika kita mempunyai kolom dengan panjang 20 cm, dan diameternya 1 atau 2 cm. Bahan pengemasnya suatu adsorben seperti alumina atau resin penukar ion, dimasukkan dalam bentuk suspensi ke dalam porsi fasa bergerak dan dibiarkan diam di dalam hamparan basah dengan sedikit cairan (Harbone, 1987). Kolom harus dikondisikan dengan jalan mengoperasikan sampai keadaan stabil pada suhu yang lebih tinggi dari suhu yang digunakan seperti yang tertera pada masing masing monografi. Suatu uji yang sesuai terhadap sifat inert penyangga, yang perlu untuk fase cair dengan polaritas yang rendah, ada kalanya suatu kolom dapat dikondisikan dengan menyuntikkan ulang senyawa yang dikromatografi (Harbone, 1987). Kolom untuk analisis farmasi umumnya digunakan kolom isi dan sebaiknya hanya isi kolom yang mempengaruhi gerak relatif zat terlarut melalui sistem. Kolom terbuat dari kaca, kecuali jika dinyatakan lain. Kolom dengan beragam ukuran dapat digunakan, tetapi umumnya antara 0,6 m hingga 1,8 m serta diameter dalam 2 mm hingga 4 mm. Sebagai fase cair dapat digunakan beraneka ragam senyawa kimia, seperti poly etilen glikol, ester dan amida berbobot molekul tinggi, hidro karbon, gom, dan cairan silikon (Hostettmann, 1995).

18

Kromatografi

kolom

digunakan

untuk

memisahkan

suatu

campuran senyawa. Kolom yang terbuat dari gelas diisi dengan fase diam berupa serbuk penyerap (seperti selulosa, silika gel, poliamida). Fase diam dialiri (dielusi) dengan fase gerak berupa pelarut. Kromatografi kolom terdiri dari 2 fase yaitu (Gemini, 2011): Fase Diam Fase stationer dalam kromatografi kolom adalah zat padat (adsorben). Fase diam yang paling umum digunakan adalah silica gel yang diikuti alumina. Fungsi dari fase diam adalah untuk menahan sampel bergerak di sepanjang kolom. Fase Gerak Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi kolom berupa campuran pelarut atau pelarut murni (eluen). Fungsi fase gerak adalah mengalirkan analit (sampel) untuk bergerak di sepanjang fase diam sampai akhirnya terelusi. Ukuran penyerap untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Kemasan kolom biasanya 63-250 m, untuk kolom yang dijalankan dengan gaya tarik bumi, kolom yang dijalankan dengan tekanan, apakah menggunakan udara atau pompa, biasanya mengandung partikel 40-63 m atau lebih halus (Kisman dkk., 1994)). Kromatografi kolom dari larutan dibutuhkan tabung pemisah tertentu yang diisi dengan bahan sorpsi dan juga pelarut pengembang yang berbeda. Tabung pemisah yang diisi dengan bahan sorpsi disebut kolom pemisah. Tergantung dari masalah bahan pemisahan dapat digunakan tabung filter dengan gelas berpori yang pada ujung bawah menyempit (tabung Allihn) atau tabung gelas, yang pada ujung bawah menyempit dan dilengkapi dengan kran. Tabung bola jarang digunkan.Perbandingan

19

panjang tabung terhadap diameter pada umumnya adalah 40:1. Harga 20 berlaku sebagai batas bawah (Johnson, 1991). Pengisisan tabung pemisah dengan adsorben, yang juga disebut kemasan kolom, harus dilakukan secara hati-hati, harus rata. Aluminium oksida atau silika gel dapat diisikan kering ke dalam tabung pemisah. Agar pengisian rata, tabung setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkan lemah pada pelat kayu. Adsorben lainnya harus diisikan sebagai suspensi, terutama jika zat ini menggelembung dengan pelarut pengembang. Yang umum dilakukan adalah, adsorben dibuat seperti bubur dengan pelarutelusi, kemudian dimasukkan ke dalam tabung pemisah. Sebagai bahan sorpsi digunakan bahan yang sama dengan kromatografi lapis titpi yaitu silika gel, aluminium oksida, poliamida, selulosa, selanjutnya juga arang aktif dan gula tepung. Tergantung dari cara pengembangan dapat dibedakan kromatografi elusi, kromatografi garis depan dan kromatografi pendesakan (Johnson, 1991). Kolom kromatografi berkerja berdasarkan skala yang lebih besar menggunakan material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertikal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan dengan kromatografi kolom adalah fase diam yang digunakan, kepolaran pelarut (fase diam), ukuran kolom (diameter dan panjang kolom), kecepatan alir elusi membantu mengatasi permasalahan dalam dunia bioteknologi, farmasi, klinik dan kehidupan manusia secara umum (Soediro, 1986). Sebagian besar prinsip pemisahan kromatografi kolom didsarkan pada afinitas kepolaran analite dengan fase diam, sedangkan fase gerak selalu memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam. Pada sebagian besar kromatografi kolom menggunakan fase diam yang bersifat polar dengan fase gerak yang non-polar dengan begitu waktu retensi akan menjadi lebih singkat. Semakin cepat pergerakan fase gerak akan meminimalkan waktu yang diperlukan untuk bergerak di sepanjang
20

kolom. Laju aliran kolom dapat ditingkatkan dengan memperluas aliran eluent di dalam kolom dengan mengisi fase diam pada bagian bawah atau dikurangi dengan mengontrol keran (Adriana, 2009). Pada metode kromatografi kolom, mempunyai keuntungan dan kerugian yaitu (Gritter dkk., 1991): Keuntungan Kromatografi Kolom yaitu : Dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi preparatif Digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran Digunakan untuk memisahkan dan purifikasi substansi

Kerugian kromatografi kolom yaitu : Untuk mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan manual Metode ini sangat membutuhkan waktu yang lama. Kromatografi kolom vakum merupakan kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak daripada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi biaya (Johnson, 1991). Kromatografi cair-vakum merupakan kromatografi kolom yang dikemas kering biasanya dengan penyerap mutu kromatografi lapis tipis10-4 g pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan
21

II.4.2 Kromatografi Vakum Cair

maksimum. Setelah diperoleh kemasan yang maksimum, kemudian vakum dihentikan dan pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan kedalam permukaan penjerap lalu divakum lagi, kolom dihisap sampai kering dan kolom sekarang siap dipakai (Johnson, 1991). Salah satu cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum, kromatografi cair vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5 cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan dalam pelarut organik yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot ekstrak. Campuran ini digerus sampai homogen, dikeringkan dan dimasukkan ke dalam corong G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup dengan kertas saring. Elusi diawali dengan pelarut nonpolar dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat. Jumlah pelarut yang digunakan setiap kali elusi adalah sebagai berikut: untuk bobot ekstrak sampai lima gram diperlukan 25 ml pelarut, untuk 10-30 g ekstrak diperlukan 50 ml pelarut. Dalam hal ini diameter corong dipilih sedemikian rupa sehingga lapisan ekstrak dipermukaan kolom setipis mungkin dan rata. Masing-masing pelarut dituangkan ke permukaan kolom kemudian dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah terpisah sehingga menghasilkan sejumlah fraksi (Soediro, 1986). Kromatografi cair vakum dapat digunakan untuk fraksinasi dan memurnikan fraksi. Metode KCV digunakan karena lebih efektif dan efisien dalam pemisahan dibandingkan kromatografi kolom gravitasi. Kromatografi cair vakum (KCV) pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan dari Australia untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan
22

untuk separasi menggunakan kolom kromatografi klasik. Pada dasarnya metode ini adalah kromatografi lapis tipis preparatif yang berbentuk kolom. Aliran fase gerak dalam metode ini diaktifkan dengan bantuan kondisi vakum. Kromatografi cair vakum pada awalnya digunakan untuk separasi senyawaan steroid dan produk-produk natural dari laut. Kromatografi cair vakum terdiri dari suatu corong Buchner yang memiliki kaca masir. Corong Buchner ini diiisi dengan fase diam yang tingkat kehalusannya seperti yang umumnya dipakai dalam kromatografi lapis tipis (70-230 mesh) (Adriana, 2009). Corong Buchner yang berisi fase diam ini digunakan dalam kondisi vakum/bertekanan, yang berakibat pada kemampuan yang dihasilkan oleh kromatografi cair vakum akan sama dengan kromatografi gravitasi namun diperlukan waktu yang lebih singkat. Cara asli yang diperkenalkan oleh Coll menggunakan corong Buchner kaca masir atau kolom pendek sedangkan target menggunakan kolom yang lebih panjang untuk meningkatkan daya pisah (Adriana, 2009). Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan kolom konvensional yaitu (Merondah, 2008) :
Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100l/menit). Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spectrometer massa. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas missal sampel klinis.

Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) yaitu (Merondah, 2008) : Membutuhkan waktu yang cukup lama

23

Sampel yang dapat digunakan terbatas. Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan

II.4.3 Kromatografi Lapis Tipis (Anonim, 2011) partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan. Prinsip Penampakan Noda adalah sebagai berikut. a. Pada UV 254 nm Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. b. Pada UV 366 nm Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang

24

tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. c. Pereaksi Semprot H2SO4 10% Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata. II.4.4 KLT Preparatif (Soediro, 1986) Absorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara penotolan cuplikan yang berkesinambungan dengan hasil akhir membentuk pita. Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan metode isolasi dari suatu simplisia untuk mendapatkan senyawa tunggal. (15: 54) Lapisan preparatif normalnya adalah lapisan KLT yang lebih tebal dari 0,5. Seperti aturan umumnya dimana ketebalan maksimumnya adalah 2 mm meskipun beberapa pengerjaan melibatkan penggunaan lempeng yang tebalnya mencapai 10 mm. Pembuatan lempeng KLTP haruslah resisten terhadap abrasi. KLTP dibahas dalam beberapa literatur dimana metode ini masih menjadi metode yang populer. Ada perbedaan utama antara KLTP dan KLT konvensional yakni sampel ditotolkan berupa pita, biasanya bila memungkinkan ditotolkan selebar lempeng. Deteksi dari pemisahan senyawa biasanya dilakukan dengan absorbansi UV atau flouresensi. Biasanya multi elusi diperlukan untuk memperoleh resolusi pemisahan yang baik dari komponen sampel. Karena besarnya volume yang diaplikasikan pada KLTP bila dibandingkan dengan KLT, penggunaan alat penotolan seperti yang dibicarakan nanti diperlukan untuk keakuratan. Larutan sampel dapat ditotolkan sepanjang lempeng KLTP. Ini memungkinkan jumlah maksimum volume yang ditotolkan (volume hingga 500 ml larutan dapat
25

dicapai dengan penggunaan alat). Bagaimanapun juga sangat penting untuk membiarkan sekitar 2 cm dari ujung pita dengan tepi lempeng. Ini dapat menghindarkan efek tepi yang dapat terjadi selama pengembangan karena perbedaan ketebalan sorben pada tepi lempeng. Ketebalan dari lapisan dan kemampuan sampel untuk melintasi jarak dari lempeng menyebabkan miligram samapi satu berat yang sangat rendah dapat diaplikasikan tetapi sayangnya waktu pengembangan yang panjang tidak dapat dihindarkan dari penggunaan gaya kapilaritas normal. Biasanya pemisahan yang memakanwaktu 30-60 menit pada KLT akan memakan waktu beberapa jam pada KLTP dengan lapisan setebal 2 mm. Ini tidak serta merta menjadi kerugian dari KLTP karena pemisahan dapat dilakukan semalaman dan kromatografer tidak perlu melakukan banyak hal selama pengembangan. Biasanya pemilihan eluen ditentukan berdasarkan percobaan KLT sebelumnya. Pengembangan dari lempeng KLTP dapat dilakukan beberapa kali (biasanya 3 sampai 5 kali) jika diperlukan dengan pengeringan bersalang. Resolusi biasanya ditingkatkan dengan cara ini. Sering digunakan campuran pelarut sebagai fase gerak yang memiliki kepolaran di bawah profil KLTnya. Pada pengembangan pertama senyawa dipisahkan sampai bergerak kurang lebih 2 cm. Pengembangan kedua dan selanjutnya, polaritas dari fase gerak dapat ditingkatkan sedikit untuk menaikkan resolusi. Suatu lempeng kecil yang tajam dapat digunakan untuk menandai posisi lapisan. Selalu diingat bahwa penandaan dilakukan agak di bawah zona pemisahan. Zona ini dapat dikerok dengan spatula besi atau alat lain yang cocok. Sejumlah pelarut diperlukan untuk melarutkan analit. Sorben dapat dipisahkan dengan penyaringan dan pelarut dapat diuapkan untuk memperoleh senyawa yang diinginkan.

26

BAB III METODOLOGI KERJA III.1 Waktu Dan Tempat Praktikum Fitokimia lanjutan dilaksanakan pada : Hari/Tanggal : Jumat, 12 April 2013 10 Mei 2013 Waktu Tempat : 14.00 WITA selesai : Laboratorium Farmakognosi - Fitokimia FMIPA UNTAD

III.2 Alat dan Bahan a. Percobaan I - Alat 1. Corong Pisah 2. Timbangan analitik 3. Batang pengaduk 4. Cawan porselin - Bahan 1. Ekstrak kental 2. Aquadest 3. n-heksan 4. etilasetat
27

5. Gelas Kimia 6. Gelas Ukur 7. Mangkok 8. Sendok tanduk 9. Kipas angin b. Percobaan II - Alat 1. Lampu UV 254 nm 2. Timbangan analitik 3. Batang pengaduk 4. Gelas ukur 5. Gelas Kimia 6. Sendok tanduk Metanol 7. Pipa kapiler 8. Mistar 9. Pensil c. Percobaan III - Alat , 1. Kolom Konvensional 2. Timbangan analitik 3. Batang pengaduk 4. Erlenmeyer 5. Gelas Kimia 6. Gelas Ukur 7. Vial 8. Sendok tanduk 9. Kipas angin 10. Corong
28

- Bahan 1. Ekstrak kental 2. n-heksan 3. etilasetat 4.Lempeng KLT 5. Kertas saring 6. 7. Kloroform

- Bahan 1. Ekstrak kental 2. Metanol 3. n-heksan 4. etilasetat 5. Silika gel 6. Kertas saring 7.Lempeng KLT 8. Asam Sulfat

11. Tabung Reaksi + rak tabung 12. Lampu UV 254 nm 13. Pipa kapiler 14. Chamber 15. Mistar 16. Pensil d. Percobaan IV - Alat 1. Pompa vakum 2. Timbangan analitik 3. Batang pengaduk 4. Cawan porselin 5. Gelas Kimia 6. Gelas Ukur 7. Erlenmeyer 8. Sendok tanduk 9. Corong Buchner 10. Selang 11. Lampu UV 254 nm 12. Mistar 13. Pensil 14. Chamber e. Percobaan V - Alat 1. Sentrifus 2. Timbangan analitik 3. Batang pengaduk 4. Pipet mikro 5. Gelas Kimia - Bahan 1. Fraksi 4 2. Metanol p.a 3. n-heksan 4. etilasetat 5. Lempeng KLT kaca (20x20 cm)
29

- Bahan 1.Ekstrak n-heksan 2. Eter 3. n-heksan 4. Etilasetat 5. Metanol 6. Silika gel 7. Lempeng KLT 8. Kertas saring

6. Gelas Ukur 7. Sendok tanduk 8. Mistar 9. Pensil 10. Cutter 11. Lampu UV 254 nm 12. Erlenmeyer III.3 Prosedur Kerja a. Percobaan I

6. Aluminium foil 7. Silika gel

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Ditimbang 1 g ekstrak kental. 3. Dimasukkan dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 30 ml aquadest kemudian dimasukkan dalam corong pisah. 4. Ditambahkan 30 ml n-heksan ke dalam corong pisah. 5. Di kocok seksama campuran selama 5 menit dengan lapisan. 6. Lapisan bawah dipisahkan dengan lapisan atas. Diamati. 7. Lapisan larut n-heksan ditampung, lapisan air dimasukkan kembali ke dalam corong pisah. 8. Ditambahkan 30 ml n-heksan ke dalam corong pisah, lalu di kocok, lalu didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan larut n-heksan ditampung kembali, lapisan air dimasukkan kedalam corong pisah untuk dipartisi ketiga kalinya. 9. Lapisan air dimasukkan lagi ke corong pisah, lalu ditambahkan 30 ml etilasetat lalu kocok, didiamkan hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan larut etilasetat di tamping. 10. Di partisi dengan etilasetat, dilakukan kembali dua kali. 11. Ekstrak n-heksan dan etilasetat di uapkan hingga kering lalu di timbang.
30

sekali-kali

membuka sumbat. Didiamkan beberapa menit sehingga terbentuk 2

b. Percobaan II 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Dibuat perbandingan eluen n-heksan:etilasetat (5:1, 3:1, 1:1, dan 5:1). 3. Di jenuhkan chamber, kemudian dilarutkan ekstrak n-heksan dan ekstrak etilasetat dengan metanol. 4. Dimasukkan ke dalam chamber dan dibiarkan terelusi. 5. Diamati pada lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. 6. Dihitung nilai Rf. c. Percobaan III 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Dimasukkan kertas saring kedalam kolom konvensional. 3. Ditimbang silika gel sebanyak 5,18 g dan ekstrak methanol sebanyak 0,052 g.. 4. Dimasukkan ke dalam kolom konvensional pertama fase diam kemudian ekstraknya kemudian dimasukkan kertas saring ke dalamnya. 5. Ditambahkan fase gerak (eluen) dengan urutan n-heksan; nheksan:etilasetat (20:1, 15:1, 10:1, 5:1, 3:1, 1:1), etil asetat, etilasetat:methanol (1:1), dan metanol sebanyak 10 ml. 6. Hasil fraksinasi di tamping pada vial sebanyal 5 ml kemudian diuapkan. 7. Diidentifikasi menggunakan metode KLT dan dihitung nilai Rf. d. Percobaan IV 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Fase diam berupa silica gel dimasukkan ke dalam kolom kemudian dihisap dengan pompa vakum hingga mampat. 3. Setelah mampat, cairan pengelusi pertama yakni n-heksan dimasukkan ke dalam kolom lalu dihisap untuk memastikan cairan dapat melalui fase diam.

31

4. Sampel disiapkan dengan cara; sampel (ekstrak n-heksan) ditambahkan sedikit pelarut eter lalu ditambahkan fase diam (serbuk silika) hingga terbentuk serbuk sampel. 5. Serbuk sampel dimasukkan ke bagian atas fase diam, lalu di tutup dengan kertas saring. 6. Ditambahkan eluen atau cairan pengelusi dengan urutan n-heksan, nheksan:etilasetat (25:1, 20:1, 15:1, 10:1, 5:1, 3:1, 1:1), etil asetat, etilasetat:methanol (1:1), dan metanol sebanyak 50 ml.. 7. Kemudian pompa vakum dijalankan hingga eluen turun mengelusi komponen kimia. 8. Eluen yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi pada gelas kimia. 9. Diidentifikasi menggunakan metode KLt dan dihitung nilai Rf. e. Percobaan V 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Dibuat lempeng kaca KLT ukuran 20x20 cm kemudian dibuat batas atas dan batas bawah. 3. Sampel (fraksi 4) ditotol secara horizontal memanjang pada bagian bawah lempeng. 4. Lempeng lalu dikembangkan pada chamber dengan fase gerak nheksan:etilasetat (1:1). 5. Setelah pengembangan, bercak senyawa yang diinginkan dikeruk dari lempeng. 6. Serbuk fase diam dari lempeng dilarutkan dengan pelarut metanol, lalu disentrifus. 7. Cairan supernatan yang diperoleh merupakan isolat, lalu dipantau dengan KLT. 8. Dihitung nilai Rf.

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Praktikum a. Percobaan I No. 1. 2. 3. b. Percobaan II No. Penampakan Noda Lampu UV 254 nm 1. n-heksan:etilasetat (5:1) Nilai Rf - n-heksan: - etilasetat: Rf1 = 0,08 Rf1 = 0,07 Rf2 = 012 Rf3 = 0,19 Rf4 = 0,33 Hasil Ekstraksi (Perlakuan) Metanol n-heksan Etilasetat Bobot Ekstrak (gram) 1 0,25 0,38 Persentase Ekstrak (%) 100 25 38

33

2.

n-heksan:etilasetat (3:1)

- n-heksan: Rf1 = 0,07 Rf2 = 0,11 Rf3 = 0,17 Rf4 = 0,21 Rf5 = 0,28 Rf6 = 0,31

- etilasetat: Rf1 = 0,07 Rf2 = 0,23 Rf3 = 0,57 Rf4 = 0,59 Rf5 = 0,80

3.

n-heksan:etilasetat (1:1)

- n-heksan: Rf1 = 0,71 Rf2 = 0,96 Rf3 = 0,83 Rf4 = 0,97

- etilasetat: Rf1 = 0,08 Rf2 = 0,17 Rf3 = 0,23 Rf4 = 0,45 Rf5 = 0,85 Rf6 = 0,98 - etilasetat: Rf1 = 0,07 Rf2 = 0,52 Rf3 = 0,64 Rf4 = 0,94

4.

n-heksan:etilasetat (1:5)

- n-heksan: Rf1 = 0,08 Rf2 = 0,59 Rf3 = 0,76 Rf4 = 0,90 Rf5 = 0,94

c. Percobaan III No. Gambar Ekstrak Eluen n-heksan:etil asetat (1:5) UV 254 nm H2SO4 10% Ekstrak Ekstrak metanol Nilai Rf Rf1 = 0,43 Rf2 = 0,71 Rf3 = 0,92
34

Tampak1. Visual

2. 3. 4. 5. 6. 7 d. Percobaan IV No. 1. 2. 3. Fraksi I II III Gambar Noda

Vial ke-3 Vial ke-6 Vial ke-9 Vial ke-12 Vial ke-15 Vial ke-17

Rf1 = 0,92 Rf1 = 0,92 Rf1 = 0,89 Rf1 = 0,92 Rf1 = 0,44 Rf2 = 0,94 Rf1 = 0,44 Rf2 = 0,94

Nilai Rf Rf1 = 0,81 Rf1 = 0,83 Rf1 = 0,15 Rf2 = 0,71 Rf3 = 0,88 Rf1 = 0,17 Rf2 = 0,34 Rf3 = 0,43 Rf4 = 0,57 Rf5 = 0,76 Rf6 = 0,93 Rf1 = 0,32 Rf2 = 0,93 Rf1 = 0,93

4.

IV

5. 6. 7.

V VI VII Eluen n-heksan : etil asetat (1:5)

Rf1 = 0,93

e. Percobaan V

35

No.

Sampel

Gambar

Keterangan

1.

Fraksi 4 n-heksan : etil asetat (1:1) Eluen n-heksan:etil asetat (1:5)

Nilai Rf : 0,75 Warna noda : ungu tua

IV.2 Pembahasan Fitokimia adalah ilmu yang biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pelindung atau pencegahan penyakit. Dalam fitokimia I telah diajarkan bagaimana cara memperoleh ekstrak aktif dari suatu tanaman, sedangkan dalam fitokimia II lebih ditekankan pada proses isolasi dari ekstrak yang didapatkan untuk mengetahui senyawa murni yang bertanggungjawab terhadap aksi farmakologis dari suatu tanaman yang dipercaya berkhasiat obat. Adapun proses yang dilakukan dalam memperoleh senyawa murni tersebut adalah melalui proses ekstraksi, partisi dengan metode corong pisah, identifikasi dengan KLT, dan isolasi dengan berbagai metode yaitu kromatografi kolom konvensional, vakum cair, dan metode KLT preparatif. Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang dipreparasi hingga menjadi simplisia kering yang siap untuk diekstraksi. Adapun ekstraksi yang dipilih adalah maserasi karena sampel yang digunakan berupa daun yang bertekstur lunak dan juga diinginkan jumlah ekstrak yang banyak. Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia sebanyak 100 gram dalam pelarut metanol selama tiga hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya untuk menghindari kerusakan metabolit sekunder akibat paparan sinar UV. Ekstrak yang diperoleh
36

kemudian disaring dan diuapkan pada rotavapor untul mendapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian dipartisi dengan metode corong pisah menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Tujuan dari proses partisi ini adalah untuk mengetahui sifat kepolaran dari tiap kandungan kimia dalam ekstrak. Dimana prinsip metode corong pisah yaitu pemisahan yang menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur. Proses partisi biasanya diulang sebanyak tiga kali bertujuan untuk menghasilkan ekstrak yang lebih banyak disbanding hanya satu kali partisi. Dari hasil partisi diperoleh ekstrak nheksan sebesar 0,25 gram dengan presentase 25% dan ekstrak etil asetat sebesar 0,38 gram dengan presentase 38%. Kesalahan dalam proses ini dipengaruhi oleh proses pengerjaan yang tidak baik, seperti ekstrak kental yang tidak larut sempurna dan proses pemisahan yang tergesa-gesa. Dari ekstrak n-heksan dan etil asetat yang diperoleh dilakukan suatu orientasi eluen dengan metode kromatografi lapis tipis. Orientasi eluen ini bertujuan untuk mengetahui pada eluen dengan gradien kepolaran yang bagaimana ekstrak dapat terelusi dan menunjukkan pemisahan yang baik. Orientasi eluen ini sangat penting karena akan menentukan tipe eluen yang digunakan pada proses selanjutnya. Adapun gradien eluen yang dibuat berurutan dari yang nonpolar ke yang polar yakni n-heksan : etil asetat (5:1, 3:1, 1:1, dan 1:5). Setelah proses elusi, diperoleh pemisahan yang baik ditampakkan pada lempeng KLT dengan eluen n-heksan : etil asetat (1:5). Hal tersebut didukung dengan data nilai Rf yang diperoleh menunjukkan nilai Rf yang baik yakni 0,1-0,8. Tahap selanjutnya adalah dengan mengisolasi sampel dengan menggunakan berbagai metode diantaranya isolasi dengan metode kolom konvensional, kromatografi vakum cair (KVC), dan KLT Preparatif. Dari ketiga metode tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing.
37

Kolom konvensional adalah suatu pemisahan yang dilakukan dalam suatu kolom yang diisi dengan fase diam dan fase gerak berupa cairan (pereaksi) untuk mengetahui banyaknya komponen yang keluar melalui kolom. Pada metode ini adsorben (fase diam) yang berupa silika gel dikemas secara basah atau dibuat slurry. Ekstrak kental yang digunakan juga dipreparasi menjadi serbuk yang kemudian dimasukkan ke dalam kolom di atas fase diam. Fase gerak dengan tingkat kepolaran yang berurutan dari nonpolar ke polar dituangkan ke dalam kolom dan akan mengelusi sampel. Penambahan eluen harus dilakukan 2 cm di atas sampel untuk menghindari sampel dan silika kering. Sebab jika ada bagian yang kering akan menyebabkan tidak meratanya eluen selanjutnya. Eluen akan mengalir sesuai dengan gaya gravitasi dan ditampung dalam wadah vial. Hal inilah yang membuat proses ini memakan waktu lama. Dari 17 vial yang diperoleh, dipilih enam vial berdasarkan kelipatan untuk diidentifikasi dengan KLT. Pengamatan lempeng akan dilakukan secara visual, UV 254 nm, dan dengan pereaksi semprot H2SO4 10%. Pengamatan ini sangat penting dalam penegasan pemisahan yang terjadi dari tampaknya noda. Dari tiap noda yang diamati, diperoleh noda dengan nilai Rf yang baik yaitu 0,44; 0,92; dan 0,94. Vakum cair merupakan pemisahan dengan prinsip adsorbsi atau serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan pada senyawa-senyawa yang akan terdistribusi di antara fase diam dan fase gerak dalam perbandingan yang berbeda-beda. Vakum cair menggunakan alat bantu pompa vakum untuk mempercepat laju alir fase gerak sehingga dapat mempersingkat waktu pemisahan. Dalam metode ini, fase diam dikemas kering dan dimasukkan dalam corong Buchner dengan diberi tekanan untuk mendapatkan kerapatan maksimum dari silika. Ekstrak dipreparasi menjadi bentuk serbuk yang dimasukkan di atas fase diam dan ditutupi kertas saring untuk mencegah percikan saat eluen dituangkan. Eluen yang digunakan juga dibuat dengan tingkat kepolaran yang berurutan dari nonpolar ke polar untuk memperoleh
38

senyawa dengan sifat yang berurutan pula. Dari tujuh fraksi yang diperoleh kemudian diidentifikasi lebih lanjut dengan metode KLT. Diperoleh nilai Rf yang baik pada fraksi keempat yakni 0,93. KLT Preparatif adalah suatu pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi secara selektif karena adanya perbedaan daya serap terhadap adsorben dan kelarutan komponen kimia terhadap cairan pengelusi. Berbeda KLT biasa, KLT preparatif menggunakan lempeng kaca ukuran 20x20 cm yang dilapisi silika sebagai fase diam. Lempeng kaca ini juga dapat dibuat secara manual. Sampel yang digunakan dalam metode ini relatif sedikit, dimana sampel hanya ditotolkan di sepanjang batas bawah lempeng kaca. Penotolan seperti ini akan menghasilkan noda yang berbentuk pita memanjang. Setelah proses elusi, dilakukan pengamatan di bawah lampu UV 254 nm. Pita yang nampak jelas akan dipilih sebagai noda yang paling baik dan dilakukan analisis lebih lanjut. Noda ini memiliki nilai Rf 0,75 dengan warna noda ungu tua. Proses analisis selanjutnya dilakukan dengan mengeruk noda dan dipisahkan menggunakan sentrifuge hingga diperoleh supernatan jernih. Metode KLTP ini merupakan metode yang cukup presisi dan memiliki proses pengerjaan yang mudah serta murah. Dari hasil diperoleh dari setiap metode isolasi dapat diamati bahwa ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) memiliki kandungan kimia yang bersifat nonpolar. Hal ini didukung dengan nilai Rf yang diperoleh semakin besar. Adapun faktor-faktor kesalahan yang menyebabkan hasil yang diperoleh tidak akurat atau tidak baik selama praktikum ini dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai penggunaan alat, kesalahan dalam preparasi sampel, tidak terelusi dengan baik sehingga noda yang dihasilkan kurang baik dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.

39

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan pada daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa: a. Partisi dengan metode corong pisah menghasilkan ekstrak n-heksan 25% dan ekstrak etil asetat 38%. b. Orientasi eluen yang baik adalah eluen n-heksan:etil asetat (1:5) dengan nilai Rf 0,52; 0,59; 0,62; dan 0,76. c. Prinsip kerja kromatografi kolom yaitu adsorbsi atau serapan, sedangkan pemisahan didasarkan pada senyawa-senyawa yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak dalam perbandingan yang berbeda-beda. d. Prinsip kerja kromatografi vakum cair adalah adsorbsi atau serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan pada senyawa-senyawa yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak dalam perbandingan yang berbeda-beda. e. Eluen yang digunakan pada vakum cair yaitu n-heksan; n-heksan:etil asetat (20:1 ; 10:1 ; 1:1); etil asetat; etil asetat:metanol (1:1) dan metanol. Eluen yang digunakan pada KLT yaitu n-heksan:etil asetat (1:5) f. Hasil sentrifugasi diperoleh supernatan yang jernih yang menunjukkan pemisahan celah sempurna. g. KLT preparatif merupakan metode pemisahan untuk memperoleh suatu senyawa murni atau isolat secara kualitatif dan kuantitatif.

40

h. Diperoleh senyawa dengan nilai Rf besar yang menunjukkan bahwa senyawa yang difraksinasi dan ekstrak sambiloto bersifat nonpolar karena nilai Rfnya besar. V.2 Saran Diharapkan selama proses praktikum dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan prosedur agar dapat menghindari kesalahan sehingga diperoleh hasil yang representatif.

41

Daftar Pustaka
Adriana, Renalitha Devri. 2009. Skripsi : Aktivitas Antiplasmodium Fraksi Non Polar Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga. Universitas Muhammadiah Fakultas Farmasi. Surakarta Alam, Gemini, dkk. 2011. Penuntun Pratikum Senyawa Bioaktif. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin : Makassar Anonim, 2011. http:///G:/ekstraksi-cair-cair.html (diakses pada hari Senin, 3 Juni 2013) Anonim, 2011. http:///G:/ekstraksi-cair-cair.htmlm (diakses pada hari Senin, 3 Juni 2013) Anonim, 2011. http:///G:Kromatografi-Lapis-Tipis.html (diakses pada hari Senin, 3 Juni 2013) Anonim, 2011. http:///G:/ekstraksi/prinsip-kerja-dan-tujuan-ekstraksi.html (diakses pada hari Senin, 3 Juni 2012) Anonim. 2007. Kromatografi Kolom . (Online) http://www.chem-is-try.org. Diakses tanggal 3 Juni 2013 Dalimartha, S. 2007. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6 . Trubus Agriwidya: Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. J. B. Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan . Penerbit ITB: Bandung. Johnson, Edward. 1991.Dasar Kromatografi Cair Penerbit ITB. Bandung K. Hostettmann, M. Hostettmann, A. Marston. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB: Bandung. Kisman .Dr. Sastro ,ddk .1994. Analisis Farmasi Cet. 2 , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Meronda, G.Rahmah. 2008. Kromatografi, Makalah. FFUH. Dikutip dari Kromatografi Makalah journal. Makassar Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung. Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical Chemistry . 7th edition. New York: Saunders College Publishing. Hal. 17-25. Soediro. I., dkk. 1986. Kromatografi Cepat Sebagai Cara Fraksinasi Ekstrak Tanaman . Acta Pharmaceutica Indonesia
42

Surat Keterangan Bebas Laboratorium Dengan ini menerangkan bahwa praktikan dibawah ini : Nama NIM Kelompok : Gietha Naurandini Pasaribu :G 701 10 022 : VI (Enam) Telah memenuhi segala kewajiban laboratoriun selama mengikuti praktikum Fitokimia Lanjutan.

Palu 05 Juni 2013 Menyetujui No 1 2 3 4 5 Nama Laboran Ian Santoso, AMKL Ni Wayan Madya N. Wirahatni, Sp Hasrat Fitria, S.Si Laboratoriun Fitokimia/Farmakognosi Farmasetika Farmakologi/Biofarmasi Mikrobiologi Farmasi Kimia Farmasi TTD

43

BIOGRAFI

Penulis bernama Gietha Naurandini Pasaribu, lahir di Poso tanggal 23 Maret 1993. Alamat jalan Tanggul Utara. Memulai pendidikan pertama pada umur 5 tahun di TK Imanuel Palu. Setelah lulus, kemudian memulai pendidikan selanjutnya di SDK Imanuel Palu pada tahun 1998 selama 6 tahun. Setelah lulus, kemudian melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Palu pada tahun 2004 dan selesai pada tahun 2007. Setelah lulus dari SMP Negeri 1 Palu, kemudian pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi di SMA Negeri 2 Palu dan lulus pada tahun 2010. Setelah lulus, kemudian melanjutkan studi ke Universitas Tadulako pada tahun 2010 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan farmasi, dan sementara menjalani pendidikan pada semester 6.

44

45

Das könnte Ihnen auch gefallen