Sie sind auf Seite 1von 14

SEKSUALITAS DALAM IKLAN

MEDIA DAN SEKSUALITAS

Scholastica Gerintya Saraswati | 1206275175

Apa yang Anda pikirkan ketika melihat iklan Adidas pada gambar di samping ini? Apakah iklan tersebut mampu menarik perhatian Anda? Iklan yang mengandung unsur seksual telah digunakan lebih dari 150 tahun lalu. Sekitar tahun 1850, beberapa merek terkenal seperti Victorias Secret dan Calvin Klein telah memakai simbol-simbol seks untuk periklanan mereka, misalnya menggunakan ilustrasi ataupun foto yang menampilkan sosok perempuan seksi. Sebagai Gambar 1. Iklan yang mengandung unsur seksual. contoh, iklan Adidas di samping ini termasuk iklan

Mengapa banyak iklan menampilkan unsur-unsur yang berbau seksual? Mengapa iklaniklan tersebut masih dipertahankan sebagai upaya dan strategi pemasaran? Esai ini akan membahas topik mengenai penggunaan unsur seksualitas dalam iklan, terutama melalui sudut pandang pria. Terdapat dua bagian utama dalam esai, yaitu: konsep dan pembahasan. Konsep terdiri dari penjabaran konsep mengenai seksualitas, iklan, dan wanita dalam iklan. Bagian pembahasan akan membahas dan mengupas lebih dalam mengenai penggunaan unsur seksualitas dalam iklan.

SEKSUALITAS Apabila membahas topik mengenai seksualitas, orang cenderung berpikir mengenai seks. Hal tersebut benar adanya, tetapi seksualitas memiliki definisi yang jauh lebih luas daripada seks. Rahardjo (1996:259) menyatakan seks tersendiri diartikan sebagai ciri-ciri anatomi biologi yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan definisi seksualitas bukan hanya terkait hal genitalitas, seksualitas seseorang meliputi totalitas pribadinya. Lebih lanjut lagi, Rogacion (1996:96) melihat seksualitas sebagai kepribadian kualitas sebagai seorang lelaki atau perempuan. Tidak hanya anatomi tubuh, tetapi juga perilaku individu terhadap lawan jenis secara individu maupun dalam berkelompok. Definisi lain mengenai seksualitas adalah suatu konsep, kontruksi sosial terhadap nilai, orientasi perilaku yang berkaitan dengan seks. Sebagai contoh: seksualitas laki-laki itu harus jantan, agresif, memimpin. Lebih lengkapnya, Masland (1997:29) mendefinisikan seksualitas sebagai bagaimana laki-laki dan perempuan berbeda (dan mirip) satu sama lain, secara fisik, psikologis, dan dalam istilah-istilah perilaku aktivitas, perasaan dan sikap yang dihubungkan dengan reproduksi dan bagaimana laki-laki dan perempuan berinteraksi dalam berpasangan dan di dalam kelompok.

IKLAN Menurut Kasali (1995:9) iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat melalui suatu media. Sementara itu, Wiechmann (1992:4) dalam NTCs Dictionary of Advertising mendefinisikan iklan sebagai berikut: Advertise to attempt to persuade people to voluntarily produce a behavior pattern (such as puchasing a product) by presenting them with an openly sponsored, multiply reproduced message, generally delivered via paid periodical ore newspaper space, television or radio time, or outdoor boards.

Iklan adalah usaha untuk membujuk orang agar sukarela menghasilkan pola perilaku (seperti pembelian produk) dengan menghadirkan mereka pesan terbuka yang disponsori, biasanya disampaikan melalui televisi yang dibayarkan secara berkala, atau pada koran, radio, atau papan diluar ruangan.

Hakim (2006:27) menyatakan bahwa di dalam iklan, terdapat sebuah brand yang perlu dikomunikasikan oleh pengiklan dalam prospektif konsumen. Oleh sebab itu pengiklan harus mengenali status suatu brand dalam konteks hubungannya dengan konsumen yang di tuju. Beragamnya sasaran khalayak yang dituju oleh pengiklan membuat iklan dikelompokkan dalam beberapa golongan. Penggolongan iklan ini berdasarkan pada tujuan iklan tersebut dibuat. Kotler (2003:236) menggolongkan tujuan iklan menjadi tiga macam: 1. Iklan informatif (informative advertising) Iklan yang digunakan untuk memberi informasi kepada konsumen mengenai suatu produk atau kelengkapan baru atau membangun permintaan awal. 2. Ikan persuasif (persuasive advertising) Iklan yang digunakan untuk membangun permintaan selektif akan suatu merek. Iklan tersebut menjelaskan bahwa merek yang di iklankan adalah produk yang terbaik dikelasnya. Dalam hal ini, perusahaan yang beriklan ingin menciptakan kesan yg positif. Hal tersebut dilakukan dalam tahap persaingan. 3. Iklan pengingat (reminder advertising) Iklan yang bersifat mengingatkan ini dilakukan untuk mempertahankan merek suatu produk di hati masyarakat dan mengingatkan kosumen terhadap produk tersebut. Iklan jenis ini dilakukan jika suatu produk sudah sampai pada tahap yang mapan. Di dalam periklanan dikenal istilah advertising appeal atau daya tarik iklan. Advertising appeal mementingkan bagaimana pesan iklan dapat dikomunikasikan sehingga diperoleh efek yang besar pada khalayak. Oleh karena itu, advertising appeal

berkaitan dengan pendekatan yang digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan atau untuk mempengaruhi perasaan mereka terhadap produk, jasa atau masalah. Selain itu bisa juga dilihat sebagai sesuatu yang dapat menggerakkan seseorang dan mendorong mereka untuk berbicara tentang keinginan dan kebutuhannya, serta membangkitkan minat mereka (Belch, 2001). Secara umum pendekatan di dalam advertising appeal dibagi menjadi dua kategori, yaitu informational/rational appeal dan emotional appeal: Informational appeal Pendekatan ini difokuskan pada kebutuhan konsumen dari segi praktis, fungsi dan utilitatian need akan produk atau jasa. Konsumen menggunakan rasio untuk memilih dan menggunakan suatu produk yang ditekankan pada makna dan kegunaan khusus produk tersebut. Penyampaian isi pesan pun menekankan pada fakta maupun persuasi secara rasional. Informational appeal lebih bersifat informatif dalam meyakinkan konsumen bahwa produk atau jasa mereka mempunyai keuntungan lebih yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa motivasi rasional yang digunakan anatara lain adalah motivasi rasa nyaman, aman, sehat, atau sensory benefit (sentuhan, rasa, dan wangi). Selain itu motivasi rasional lainnya adalah kualitas, kekuatan, efisiensi dan penampilan dari produk itu sendiri.

Emotional appeal Sandra Moriarty mendefinisikan emotional appeal sebagai sebuah pesan tentang suatu kebutuhan yang memiliki kekuatan untuk menimbulkan keinginan atau hasrat yang terpendam. Daya tarik ini berkaitan dengan kebutuhan sosial dan psikologi konsumen dalam membeli produk atau jasa. Seringkali motivasi konsumen ketika memutuskan membeli sesuatu didasarkan pada emosional serta perasaan mereka akan suatu produk. Perasaan konsumen terhadap produk akan lebih penting dibandingkan pengetahuan mereka akan fitur atau atribut produk itu sendiri (Jorge Villages, emotional appeals, www.ciadvertising.org).

Penggunaan pendekatan emosi dalam periklanan sebagai cara untuk mempersuasi memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih menarik, membutuhkan usaha yang lebih sedikit dalam menarik perhatian, tidak menimbulkan perlawanan pada diri konsumen, dapat mendorong pada tindakan langsung serta mempermudah recall of message. Untuk dapat menimbulkan emosi dapat digunakan beberapa cara. Cara-cara tersebut biasanya menggunakan suatu rangkaian pemikiran yang didorong oleh stimuli yang berupa gambar, suara, serangkaian peristiwa dan aksi. Dalam menimbulkan emosi, terdapat banyak perasaan atau kebutuhan yang dapat digunakan sebagai dasar dari daya tarik iklan dalam mempengaruhi konsumen pada level emosional mereka, seperti:

PERSONAL STATES OF FEELINGS Safety Security Fear Love Affection Happiness Joy Nostalgia Ambition Approval Sentiment Excitement Arousal Sorrow Pride Achievement Self-esteem Actualization Pleasure Comfort Recognition Status Respect Involvement

Embarrassment Affiliation

Rejection acceptance

WANITA DALAM IKLAN Lawrence H Wortzel dan John Friesbie menyatakan adanya kategorisasi peran wanita yang muncul di dalam iklan. Mereka membagi lima kategori visualisasi wanita dalam iklan, yaitu: 1. Iklan dengan tema netral 2. Iklan dengan tema kekeluargaan/kerumahtanggan 3. Iklan dengan tema karir 4. Iklan dengan tema wanita sebagai objek keindahan 5. Iklan dengan tema wanita sebagai objek seks Iklan yang digolongkan dalam tema wanita sebagai objek seks dan objek keindahan adalah iklan tersebut mengeksploitasi daya tarik seks dan/atau keindahan fisik wanita. Gambaran wania sebagai objek seks merupakan gambaran yang meremehkan, merendahkan dan memperlakukan wanita tidak sebagai manusia. Wanita diperlakukan sebagai barang yang layak untuk dijual dan dipertontonkan pada publik. Salah satu caranya yaitu dengan menghadirkan wanita secara glamour dan memikat, bahkan dalam beberapa kasus, wanita digambarkan telanjang atau semi telanjang, dalam pose yang menggoda. Menurut Claire M Renzetti dan Daniel J Curran, peran yang sering muncul mengenai wanita di dalam iklan adalah sebagai obejek seks. Biasanya peran wanita ini murni sebagai sebuah peran penghias. Dalam kata lain, seringkali model wanita tidak mempunyai hubungan yang jelas dengan produk yang di iklankan. Wanita diperlihatkan hanya karena daya tarik fisik dan daya penarik seksnya ( sex appeal).

Dua stereotip utama mengenai wanita yang muncul di iklan adalah wanita dirumah dan wanita sebagai objek seks. Wanita sebagai objek seks berfungsi untuk menggunakan badan wanita (atau bagian dari badannya) dalam atraksi yang erotis untuk menarik pemirsa pria. Penggunaan badan wanita seringkali tidak ada kaitannya dengan produk yang diiklankan. Seperti pada Gambar 1, Adidas yang menjual sepatu sebagai produk andalannya membuat iklan yang mengandung unsur seksualitas. Iklan tersebut memperlihatkan kedua model (model wanita dan model pria) saling berdekatan dan pakaian dalam dari wanita tersebut terlihat diturunkan. Perilaku tersebut menunjukkan adanya aktivitas seksual yang dilakukan kedua model, walaupun penggambaran aktivitas seksual tersebut tidak secara langsung atau implisit. Apa yang digambarkan oleh iklan tidak ada kaitannya dengan produk sepatu Adidas. APAKAH SEKS MENJUAL? Pada tahun 1885, perusahaan tembakau W. Duke & Sons menggunakan unsur seksual pada tiap kemasannya. Strategi periklanan tersebut pada akhirnya membuat perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang paling unggul di tahun 1890. Perusahaan lainnya, yaitu Jovan Musk Oil (perusahaan parfum), mempromosikan produknya dengan memasukkan unsur seksual ke dalam iklan pada tahun 1971. Melalui strategi yang sama dengan strategi W. Duke & Sons, pendapatan Jovan Musk Oil meningkat drastis. [ada awalnya, Johan Musk Oil menghasilkan 1.5 juta dolar di tahun 1971 menjadi 77 juta dolar di tahun 1978 (Sloan & Millman, 1979). Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan diatas, penggunaan unsur seksual dalam iklan menunjukkan bahwa iklan tersebut cukup menjual. Apakah yang membuat iklan tersebut digemari, hingga mampu membuat penjualan produk meningkat? Iklan yang mengandung unsur seksual tergolong ke dalam iklan persuasif (persuasive advertising). Iklan ini bertujuan mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang mereka tawarkan. Berkaitan dengan hal seksualitas, pengiklan melakukan berbagai cara untuk mempersuasi konsumen. Penggunaan wanita sebagi objek yang dipercaya lebih menjual merupakan cara yang tergolong mudah untuk dilakukan.

Pengiklan akan menggunakan wanita untuk berpakaian ataupun berpose yang menggoda untuk dapat menarik perhatian konsumen. Tujuan utamanya adalah untuk menangkap perhatian konsumen, karena iklan yang mengandung unsur seksual dapat mempertahankan perhatian konsumen lebih lama. Konsumen akan segera berminat untuk melihat iklan dan mengenal produk yang ditawarkan. Dalam penjabaran konsep sebelumnya, telah dikenal istilah advertising appeal, yang mementingkan bagaimana pesan iklan dapat dikomunikasikan sehingga diperoleh efek yang besar pada khalayak. Advertising appeal akan menarik perhatian konsumen untuk mempengaruhi perasaan mereka terhadap produk. Salah satu pendekatannya adalah pendekatan emotional appeal. Emotional appeal yang merupakan pendorong untuk memunculkan hasrat atau keinginan konsumen untuk membeli produk, karena seringkali motivasi konsumen ketika memutuskan membeli sesuatu didasarkan pada emosional serta perasaan mereka akan suatu produk. Pleasure merupakan salah satu level emosional konsumen yang berkaitan dengan perasaan nikmat dan kesenangan. Di sini, pendekatan e motional appeal akan berusaha untuk menimbulkan perasaan nikmat atau pleasure ketika melihat iklan yang mengandung unsur seksual. Ketika konsumen merasa senang saat melihat iklan tersebut, maka kemungkinan konsumen untuk membeli produk akan lebih besar. Oleh karena itu, tidak sedikit produk memasukkan unsur seksual kedalam iklannya hanya untuk memunculkan hasrat dan keinginan konsumen untuk membeli produk.

Saya telah melakukan wawancara dengan beberapa teman saya, berkaitan dengan penggunaan unsur seksualitas dalam iklan. Saya bertanya kepada lima teman pria saya. Ketika melakukan wawancara, saya memperlihatkan kedua iklan dengan produk yang sama tetapi kemasan iklannya berbeda. Iklan tersebut merupakan iklan kamera Nikon yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi wajah sebanyak dua belas (12) wajah. Ke-dua iklan tersebut saya minta untuk diperbandingkan: iklan manakah yang lebih menarik iklan Nikon A atau iklan Nikon B. Berikut adalah foto kedua iklan:

Gambar 2. Nikon A

Gambar 3. Nikon B

Ke-lima teman saya sepakat bahwa Gambar3 atau iklan Nikon B jauh lebih menarik apabila dibandingkan dengan iklan Nikon A. Berikut adalah beberapa jawaban dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa iklan Nikon B lebih menarik dibandingkan iklan Nikon A: Iklan yang laki-laki terkesan membosankan, latar belakangnya kurang menarik. Objek kedua lebih menarik karena gender dari objek sendiri, yaitu perempuan. Yang dimana bisa menarik perhatian para lelaki, bukan wanita tentu saja. Objek pertama penggambaran laki-lakinya kurang maskulin, tidak berbadan bagus. Yang

kedua ini justru sebaliknya, wanita-wanita ini menunjukkan bahwa mereka memiliki badan yang bagus, wajah yang sangat komunikatif. (MM, wawancara, 7 Juni 2013)

Pernyataan lainnya dari teman saya yang mendukung bahwa Iklan Nikon B lebih menarik daripada Iklan Nikon A adalah dikarenakan objek wanitanya. Berikut kutipan jawabannya: Karena fokusku ke ceweknya tia hahaha lagian pesannya juga nyampe sih, adanya pornografi di iklan itu nambah menarik buat cowo sih. Mungkin karena naluri pejantan ya hahaha. (DS, wawancara, 7 Juni 2013) Melalui kedua pernyataan tersebut, iklan yang mengandung unsur seksual terbukti lebih menari. Iklan Nikon B telah mampu membangkitkan minat ke-lima teman saya dalam melihat produk Nikon. Hal inilah yang menjadi dasar alasan bagi pengiklan dalam memasukkan unsur seksual ke dalam konten iklan. Iklan yang mengandung unsur seksual, pada kenyataannya mampu memikat perhatian dan menjaga perhatian konsumen dalam waktu yang cukup lama melalui pose dan daya pikat model yang dipakai. Berkaitan dengan emotional appeal, iklan Nikon B mampu meningkatkan respon secara emosi (dalam kasus ini termasuk ke dalam pleasure) seperti getaran perasaan atau bahkan perasaan birahi. Hal ini dapat dibuktikan melalui hasil wawancara saya dengan DA dan DS ketika saya bertanya apakah iklan Nikon B mampu menimbulkan perasaan senang atau nikmat ketika melihat iklan tersebut: Menimbulkan sih, seneng aja sih. rasanya ya kayak liat cewe cakep di jalan pake pakaian mini-mini gitu. Rasanya sama. Namanya juga cowo hahaha. (DA, wawancara, 7 Juni 2013) Iya puas secara emosional, apabila masih sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh iklan tersebut (DS, wawancara, 7 Juni 2013) Ketika saya bertanya lebih lanjut, bagaimana perasaan tersebut bisa timbul, mereka menjawab bahwa perasaan senang atau nikmat tersebut timbul karena itu adalah sifat alamiah laki-laki: Itu uda sifat alamiah laki-laki ti, ga peduli apapun medianya, perempuan adalah sebuah makhluk yang menarik untuk sebagian besar mata lelaki. (RI, wawancara, 7 Juni 2013)

Sifat alamiah laki-laki tersebut berkaitan dengan mudahnya laki-laki terangsang. Ketika melihat iklan yang mengandung unsur seksual, secara tidak langsung laki-laki akan mendapatkan kesenangan seksual. Seorang ahli terapis dan seks, Russel Stambaugh PhD, menyatakan bahwa gambar-gambar atau suara yang mengandung unsur seksualitas akan membangkitkan rangsangan terkait dengan sejumlah bagian di otak. Neuron, sel-sel otak, akan bereaksi saat laki-laki melakukan aksi seperti mengamati iklan tersebut, kemudian sel-sel tersebutlah yang akan merangsang laki-laki untuk merasa senang ataupun nikmat. Ketertarikan konsumen pria saat melihat iklan yang mengandung unsur seksual, dilanjutkan dengan timbulnya perasaan senang dan nikmat ketika melihat iklan tersebut mampu menahan perhatian konsumen terhadap produk yang dijual. Namun, apakah seksualitas dalam iklan tersebut mampu membuat konsumen tertarik untuk membeli produk yang diiklankan? Riset di Iowa, Amerika Serikat, membuktikan bahwa penggunaan unsur seksual di dalam iklan ternyata tidak meningkatkan memori konsumen mengenai produk yang dijual. Hal ini disebabkan karena konsumen lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas yang ditampilkan dibandingkan dengan produk yang diiklankan. MM pun menyatakan hal yang sama ketika saya bertanya apakah ia tertarik untuk membeli produk kamera Nikon tersebut, ia mengatakan: Belum tentu ti. Tergantung harga sama kualitas produknya. Gue Cuma tertarik liat objeknya atau iklannya, tapi gatertarik beli kameranya. (MM, wawancara, 7 Juni 2013) Melalui data yang saya dapatkan, saat ini penggunaan seksualitas dalam iklan tidak selalu mampu membuat konsumen tergerak untuk membeli produk yang diiklankan. Kebanyakan konsumen hanya sebatas pada tertarik atau berminat untuk melihat iklan dan mengenal produk, tetapi tidak lagi sampai membeli produk. Iklan yang mengandung unsur seksualitas mampu membuat konsumen membeli produk apabila iklan tersebut memang ditujukan untuk mengiklankan produk yang mengandung unsur seksual, seperti misalnya iklan untuk produk kondom. Terlepas dari hal

itu, iklan yang memasukkan unsur seksual tetapi tidak ada kaitannya dengan produk yang diiklankan, tidak membuat konsumen ingin membeli produk tersebut.

SEKSUALITAS DALAM IKLAN DAN ETIKA FILSAFAT Etika yang berlaku disusun beradasarkan tata budaya yang ada disuatu masyarakat. Oleh karena itu ada etika yang bersifat global dan etika yang bersifat lokal. Etika akan mengatur hal-hal yang dianggap normatif (diterima/dibenarkan) dalam suatu masyarakat dan berlaku dalam hal apapun, baik perilaku ataupun profesi. Periklanan pun membutuhkan etika untuk dapat diterima dalam suatu masyarakat. Apabila membahas mengenai masalah periklanan di Indonesia, ada beberapa iklan yang mengandung unsur seksual, seperti misalnya iklan produk permen Mincoka, Sukoka dan Suteka. Selain itu, iklan lainnya adalah iklan pompa air dan iklan minuman cepat saji yang dibintangi oleh Jupe. Padahal etika periklanan di Indonesia yang menyangkut hal seksualitas telah diatur di dalam EPI. Dalam Tata Krama EPI (Etika Pariwara Indonesia) terdapat poin yang menyatakan bahwa iklan tidak boleh mengandung unsur pornografi dan pornoaksi, termasuk di dalamnya tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apapun dan untuk tujuan atau alasan apapun. Iklan selain mempersuasi konsumen, seharusnya bersifat mendidik, mengandung kebenaran (tidak menipu), dan disesuaikan dengan kebudayaan dimana iklan tersebut ditampilkan. Selain itu, iklan juga harus dapat menghargai khalayak: tidak merendahkan agama, budaya, negara dan golongan serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Iklan-iklan yang mengandung unsur seksual pada dasarnya melanggar etika yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Ada beberapa iklan yang memuat unsur seksualitas, yang pada awalnya beredar di televisi tetapi kemudian dilarang tampil, seperti misalnya

iklan produk permen Mincoka, Sukoka dan Suteka. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) merasa bahwa iklan tersebut tidak sesuai dengan nilai, norma dan budaya Indonesia. Iklan tersebut tidak sesuai dengan budaya Indonesia karena memuat unsur pornografi; seksualitas dan erotisme. Padahal, unsur-unsur tersebut masih dianggap tabu untuk diperlihatkan secara gamblang. Walaupun banyak orang (dalam kasus ini pria) mengaku menyukai melihat iklan yang mengandung unsur seksual, tetap saja topik seputar seksualitas tidak begitu diterima dalam kebudayaan Indonesia. Melalui pemaparan esai, dapat disimpulkan bahwa iklan yang mengandung unsur seksual dapat membangkitkan minat yang cukup tinggi untuk disimak lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena timbulnya emosi atau perasaan senang dan nikmat, yang didorong oleh stimuli-stimuli dalam otak ketika melihat iklan. Penggunaan wanita sebagai objek merupakan hal yang penting untuk dapat membangkitkan emosi tersebut. Wanita di dalam iklan ditunjukkan hanya sebatas pada objek seksual dan penghibur semata, yang berperan untuk menghias iklan tersebut. Pada dasarnya, penggunaan iklan yang mengandung unsur seksualitas tidak sesuai dengan etika periklanan di Indonesia. Hal ini dikarenakan materi atau isi dari iklan yang mengandung hal-hal berbau erotisme bertentangan dengan nilai dan norma budaya di Indonesia. Seksualitas dalam iklan dapat menjadi hal yang benar dan memiliki kemungkinan menjual yang lebih besar apabila penggunaan seksualitas dalam iklan sesuai atau relevan dengan produk yang ingin diiklankan, sebaliknya apabila ada ketidaksesuaian, iklan tersebut hanya mampu untuk menangkap perhatian konsumen, belum mampu mempersuasi konsumen untuk membeli produk tersebut.

DAFTAR PUSTAKA De Fleur, Melvin L dan Everette E dennis. 1985. Understanding Mass Communication. Boston: houghton mifflinh company

Rahardjo, Yulfita. 1996. seksualitas, Kesehatan Reproduksi Dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Rogacion , Mary Rebecca Rivkha E. 1996. Tumbuh Bersama Sahabat-Sahabat, Konseling Sebaya Sebuah Gaya Hidup. Kanisius. Masland, Robert P Dan David Estridge. 1997. Apa Yang Ingin Diketahui Remaja Tntang Seks. Jakarta: Bumi Aksara Harjanto, Rudi. 2009. Prinsip-Prinsip Periklanan. Jakarta: Stikom Itkp Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan: Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia. Jakarta: Pt Anem Kosong Anem Wiechmann, Jack G. 1992. Ntcs Dictionary Of Advertising Second Edition. Ntc Publishing Group. Cook, Guy. 1992. The Discourse Of Advertising. London: Routledge Hakim, Budiman. 2006. Lanturan Tapi Relevan. Jakarta: Galang Press Madjadikara, Agus S. 2004. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan: Bimbingan Praktis Penulisan Naskah Iklan (Copywriting) . Jakarta: PT.Gramedia. Wortzel, Lawrence H Dan John Friesbie. 1974. Womens Role Portrayals Preferences In Advertising 4. Davies, Katt, Julience Dickey Dan Teresa Stratford, Ed. Out Of Focus: Writing In Women And The Media. London: The Womans Press. 1987 Renzetti, Claiere M., Dan Daniel J. Curran. 1989. Women,Men And Society: The Sociology Of Gender. Boston: Allyn And Bacon, A Division Of Simon & Schuster.

Das könnte Ihnen auch gefallen