Sie sind auf Seite 1von 3

BAB III PEMBAHASAN Berdasarkan skenario, pasien diantar keluarga ke IGD dikarenakan pasien tiba-tiba tidak sadar.

Pasien merupakan penderita DM dan hipertensi yang tidak terkontrol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil tekanan darah 240/140 mmHg yang merupakan krisis hipetensi yang membutuhkan penanganan segera. Suhu 39,9 derajat celcius disertai hasil pemeriksaan laboratorium leukosit 20.100/l menunjukkan adanya infeksi. Laju pernapasan 40x per menit dan adanya pernapasan kussmaul disertai nadi 130x per menit lemah dapat menunjukkan adanya asidosis metabolik. Pemeriksaan GDS pasien didapatkan hasil hiperglikemi yakni 432 mg/dl. Pemeriksaan trombosit, ureum, dan kreatinin masih dalam batas normal menunjukkan tidak adanya gangguan perdarahan maupun kerusakan pada ginjal. Namun pada pasien ditemukan adanya hipokalemia yang kemungkinan disebabkan karena adanya diuresis osmotik. Kemungkinan penyebab penurunan kesadaran pada pasien adalah karena adanya komplikasi akut diabetes melitus berupa ketoasidosis diabetikum dan adanya krisis hipertensi. Penyebab ketoasidosis diabetikum pada DM tipe 2 terbanyak adalah infeksi, hal tersebut terjadi pada pak Kabul dimana setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan suhu 39,9 derajat celcius dan leukosit 20.100/l. Pada pemeriksaan GDS didapatkan hasil 432 mg/dl, hal tersebut terjadi karena pak Kabul rutin minum glibenclamid tetapi tidak pernah kontrol. Glibenclamid merupakan obat DM golongan Sulfonilurea generasi II. Sulfonilurea merangsang ATP sensitive K channel pada membransel pancreas yang nantinya memicu granulsel untuk mengeluarkan insulin. Konsumi glibenclamid secara terus menerus dan tidak terkontrol akan menyebabkan kelelahan pada sel pancreas yang terus menerus dipicu untuk mensekresi insulin. Kelelahan yang terjadi dapat menyebabkan berkurangnya sekresi insulin dan pada tahap lebih lanjut sel sel pancreas akan rusak.

Ketoasidosis diabetikum merupakan kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan karena defisiensi insulin relatif atau absolut sehingga jumlah glukosa yang memasuki sel berkurang. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Selanjutnya kondisi defisiensi insulin ini akan menyebabkan glukoneogenesis sehingga terjadi peningkatan pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik. Asidodis metabolik akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi sehingga terjadi pernafasan Kussmaul. Kompensasi yang lain dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium) sehingga pada pasien dapat terjadi hiponatremi dan hipokalemi. Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit bahkan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Adanya asidosis dan syok hipovolemik pada pasien dapat menyebabkan gangguan sirkulasi oksigen ke otak dan jaringan sehingga dapat mempengaruhi tingkat kesadaran pasien. Ketosidosis diabetikum biasanya terjadi karena pasien tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, pengobatan yang tidak adekuat, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung dan stroke. Pasien juga mengalami kegawatan krisis hipertensi ditandai dengan tekanan darah 240/140 mmHg. Krisis hipertensi dibagi menjadi 2 yakni hipertensi emergensi/darurat dimana kenaikan tekanan darah terjadi secara mendadak (>180/120 mmHg) yang disertai kerusakan organ target dan hipertensi urgensi/mendesak dimana kenaikan tekanan darah secara mendadak tidak disertai kerusakan organ target. Pada pasien kemungkinan mengalami krisis hipertensi tipe emergensi. Hipertensi berkaitan dengan cardiac output serta resistensi vascular. Pada penderita hipertensi kronik terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah sehingga lebih rentan mengalami krisis. Sehingga dengan semakin beratnya

hipertensi, maka risiko iskemik pada jaringan akan semakin meningkat dan pada akhirnya menyebabkan organ yang mengalami gangguan akan semakin meningkat. Penanganan kedaruratan pada pasien meliputi penanganan untuk mengatasi ketoasidosis diabetikum dan hipertensi emergensi. Prinsip-prinsip pengelolaan ketoasidosis diabetikum meliputi: a) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi) dan penggantian cairan dan garam yang hilang dengan memberikan infus seperti ringer laktat. b) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin. Pemberian insulin dimulai dengan dosis rendah kemudian dimonitoring sampai didapatkan dosis yang sesuai. c) Mengatasi faktor pencetus KAD. Pada skenario didapatkan adanya infeksi pada pasien sehingga diperlukan terapi dengan antibiotik. d) Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. Sedangkan penganan pada hipertensi emergensi bertujuan untuk

memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Sehingga obat anti hipertensi parenteral seperti nitrogliserin, diltiazem, klonidin lebih dianjurkan untuk hipertensi emergensi. Perawatan hari ketiga pasien belum sadar penuh diberi minum oleh keluarganya akibatnya pasien tersedak. Air minum yang tersedak kemungkinan akan diaspirasi dan masuk ke paru-paru sehingga jalan nafas terganggu. Pasien kemudian batuk-batuk dan sesak nafas. Sianosis serta akral dingin diakibatkan karena hipoksemia.

Das könnte Ihnen auch gefallen