Sie sind auf Seite 1von 77

3

PRODUKSI ALKOHOL OLEH Saccharomyces ellipsoideus DENGAN


TETES TEBU (MOLASE) SEBAGAI BAHAN BAKU UT AMA
Oleh
WAHYUDI L--
F 30.1573
1997
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
W AHYUDI. F 30. 1573. Produksi A1kohol Oleh Saccharomyces ellipsoideus Dengan
Tetes Tebu (Molase) Sebagai Bahan Baku Utama. Di bawah bimbingan Abdul Aziz
Darwis dan Khaswar Syamsu.
RINGKASAN
Penggunaan etanol sebagai bahan kimia dewasa ini cukup luas, antara lain untuk
keperluan kosmetik, obat-obatan, bahan pelarut, bahan bakar, bahan pengawet dan untuk
pembuatan bahan kimia lain, seperti asam asetat, aseton, eter, dan lain-lain. Penggunaan
etanol dalam skala industri dari tahun ke tahun semakin meningkat sesuai dengan
penggunaannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kondisi yang optimal, terutama
konsentrasi starter dan substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme penghasil alkohol
yaitu Saccharomyces e/lipsoideus agar menghasilkan kadar alkohol dengan rendemen
produk-substrat (Yp/s) yang tinggi.
Tetes tebu (molase) adalah salah satu hasil samping pabrik gula tebu yang masih
mempunyai nilai ekonomi yang cukup disebabkan kandungan gulanya yang tinggi sekitar
52 persen (Baikow, 1982), sehingga memungkinkan dijadikan bahan baku berbagai
industri. Industri yang memanfaatkan tetes diantaranya adalah industri yang menghasilkan
produk distilasi seperti rum, a1kohol; industri fermentasi seperti monosodium glutamat, L-
lisin, asam sitrat, vinegar, protein sel tunggal, aseton-butanol, gum xanthan dan
sebagainya.
Peneliiian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian
pendahuluan dilakukan untuk mengetahui komposisi tetes tebu (molase) dan untuk
mendapatkan konsentrasi starter khamir yang menghasilkan kadar a1kohol dan rendemen
produk-substrat (Yp/s) yang tinggi. Pada penelitian lanjutan, substrat yang dicobakan
adalah substrat 22 "Brix, 24 "Brix, dan 26 "Brix. Dari hasil analisis komposisi tetes tebu
(molase) didapatkan kadar sakarosa 30,88 persen, kadar gula reduksi 17,09 persen, dan
total kandungan gulanya 49,59 persen, sedangkan Brix tetes yang terdapat dalam tetes
tebu 79,60 "Brix. Konsentrasi starter khamir yang menghasilkan rendemen produk-
substrat (Yp/s) tinggi adalah starter khamir dengan konsentrasi 15 persen (v/v) yaitu 0,69
dengan kadar alkohol 9,29 persen.
Perolehan kadar alkohol tertinggi yaitu sebesar 11,85 persen (rataan dua kali
ulangan) dengan kadar gula sisa tak terfermentasi 1,26 persen, rendemen produk-substrat
(Yp/s) 0,95 dan efisiensi penggunaan substrat 90 persen diperoleh pada substrat 26 "Brix
dengan lama fermentasi tujuh hari, sedangkan perolehan kadar alkohol terendah diperoleh
pada substrat 22 "Brix pada awal fermentasi yaitu 0,68 persen (rataan dua kali ulangan)
dengan kadar gula sisa tak terfermentasi 13,14 persen.
PRODUKSI ALKOHOL OLEH Saccharomyces e/lipsoideus DENGAN
TETES TEBU (MOLASE) SEBAGAI BAHAN BAKU UTAMA
Oleh
WAHYUDI
F 30.1573
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
1997
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN
PRODUKSI ALKOHOL OLEH Saccharomyces ellipsoideus DENGAN
TETES TEBU (MOLASE) SEBAGAI BAHAN BAKU UTAMA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada JUl'usan Teknologi Industri Peltanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
WAHYUDI
F 30.1573
Dilahirkan pada tanggal 6 Desember 1974
di Cirebon
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc
Dosen Pembimbing II
Dr. h'. H. Abdul Aziz Dalwis, MSc
Dosen Pembimbing I
KATAPENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
kl1l'ena hanya atas rahmat dan hidayah-Nya penelitian dan penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dan
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada jurusan Teknologi Industri
Pcrtanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tentlmya tidak terlepas dari dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan segala hormat dan setulus-
lulusnya menyampaikan banyak terima kasih kepada Ir. H. A. Sjaiful Alim selaku
pilllPinan PT Spiritus Palimanan, Cirebon dan Ir. M. Sugirwan, BSc selaku Pj Chemiker
Kcpala PT Spiritus Palimanan, Cirebon yang telah memberikan ijin, kesempatan dan
kemudahan kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT Spiritus Palimanan,
Cirebon, seluruh staf dan karyawan PT Spiritus Palimanan, Cirebon atas kerarnahan dan
bantuannya selama penulis melakukan penelitian ini. Terima kasih pula penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. H. Abdul Aziz DaIwis, MSc dan Dr. Ir. Khaswar Syarnsu, MSc
selaku dosen pembimbing yang telah begitu sabar dan ikhlas meluangkan banyak
waktunya yang sangat berharga untuk memberikan masukan, saran dan bimbingannya
kcpada penulis serta Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA dan Drs. Purwoko selaku
dosen penguji atas masukan dan saran-sarannya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah banyak memberikan
iii
dukungan moral dan spiritual selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor, serta
selllua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi
1111.
Akhimya dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan permohonan
Illaar atas segala kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semua kritik
dall saran yang membangun kearah penyempumaan skripsi ini sangat penulis hargai.
Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, September 1997
Penulis
iv
DAFTARISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 111
DAFTAR lSI ............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii
I)AFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG ..................................................................................... .
B. TUJUAN PENELITIAN .................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TETES TEBU ................................................................................................. 4
B. KHAMIR ......................................................................................................... 7
C. PERTUMBUHAN MIKROBIAL ................................................................... 10
D. FERMENTASI ALKOHOL ........................................................................... 13
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALA T
1. Bahan ..................................................................................................... 18
2. Alat ........................................................................................................ 18
B. METODA PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan ... .... ... ... ... ......... ... ... .... .... ..... .... ...... ... ... .... ...... ..... 19
v
2. Penelitian Lanjutan
a. Persiapan Starter .......... ................... ... ....... ... .... ............. ............. ..... ... 19
b. Proses Fermentasi Alkohol ................................................................ 20
3. Perlakuan........... .......... .......................... ... ........... .................. ...... ....... . .. 22
c. PARAMETER KINETIKA FERMENTASI ................................................ 22
D. ANALISIS .................................................................................................... 23
E. W AKTU DAN TEMP A T ............................................................................. 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Analisis Bahan Baku .............................................................................. 29
2. Seleksi Starter ........................................................................................ 31
B. PENELITIAN LANJUT AN
I. pH ........................................................................... : ............................. 33
2. Kadar Alkohol ....................................................................................... 35
3. Kadar Gula Sisa Tak Terfermentasi ...................................................... 39
4. Efisiensi Penggunaan Substrat ............................................................. 40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ........................................................................................... 43
B. SARAN ....................................................................................................... 43
I)AFTARPUSTAKA .............................................................................................. 45
1.I\MPlRAN ............................................................................................................ 47
VI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi kimiawi tetes tebu (molase) ........................................................ 5
Tabel2. Kandungan vitamin tetes tebu (mo1ase) ......................................................... 6
Tubel3. Hasil analisis komposisi tetes tebu (mo1ase) ................................................ 7
Tabel4. Hasil analisis komposisi tetes tebu (molase) dari PT Spiritus
Palimanan, Cirebon ............ ........................ ...................... ......................... . .. 30
Tabel 5. Perbandingan produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus
selama tujuh hari ........................................................................................ 38
l'ube! 6. Efisiensi penggunaan substrat pada substrat 22 Brix, 24 Brix,
dan 26 Brix ............................................................................................... 42
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. Bagan alir proses fermentasi alkohol dari tetes tebu (molase) .................. 21
Gambar 2. Perbandingan produksi alkohol dengan konsentrasi starter 10 %,
15 %, dan 20 % (v/v) ................................................................................ 32
(,ambar 3. Profil pH selama fermentasi .................................................................... 33
Uambar 4. Profil kadar alkohol selama fermentasi .................................................... 36
Gambar 5 .. Profil kadar gula sisa tak terfermentasi selama fermentasi ...................... 39
- .-
Gambar 6. Profil efisiensi penggunaan substrat selama fermentasi .......................... 41
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil fermentasi alkohol pada substrat 20 Brix ........ 47
Lampiran 2. Perbandingan produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus
pada substrat 20 Brix ........................................................................... 48
I.Hmpiran 3. Rekapitulasi data hasil fermentasi alkohol pada konsentrasi
starter 15 % (v/v) .............................................................................. ... 49
I.ampiran 4. Produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus pada
substrat 20 Brix ................................................................................... 52
I ,Hlllpiran 5. Perbandingan hasil fermentasi alkohol antar konsentrasi starter
pada substrat 20 Brix selama 7 hari ..................................................... 53
I ,:lInpiran 6. Produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus pada konsentrasi
starter 15 % (v/v) ................................................................................. 54
I.Hmpiran 7. Perbandingan hasil fermentasi alkohol antar substrat pada konsentrasi
starter 15 % (v/v) selama 7 hari (rataan dua kali ulangan) .................... 55
1.:lInpiran 8. Perbandingan efisiensi penggunaan substrat selama fermentasi alkohol
oleh Saccharomyces ellipsoideus ......................................................... 56
I.Hmpiran 9. Hubungan antara koreksi suhu pada penentuan Brix tetes ................... 57
Lampiran 10. Hubungan antara skala alkoholmeter dengan suhu ............................. 58
1.:lInpiran 11. Tetapan untuk cara inversi menurut STEUERWALD ........................ 59
ix
1,lIll1piran 12. Kadar gula reduksi setrup dari polarisasi dan banyaknya mg tembaga
yang dipisahkan oleh 0,6 gram setrup (untuk pemeriksaan glukosa
dalam tetes secara iodometrik) .......................................................... 60
Lampiran 13. lumlah gram gula invert sesuai dengan selisih titrasi yang meningkat
dengan 0,1 dan dalam larutan titrasi terdapat 0 gram sakarosa........... 61
x
I. PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
'f.
Etanol merupakan bahan kimia yang mempunyai kegunaan luas, antara lain
untuk keperluan kosmetik, obat-obatan, bahan pelarut, bahan bakar, bahan pengawet
dan Lmtuk pembuatan bahan kimia lain, seperti asam asetat, aseton, eter dan lain-lain.
Penggunaan etanol dalam skala industri dari tahun ke tahun semakin meningkat
sesuai dengan penggunaalmya.
Alkohol, etanol khususnya dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian.
Secara umum bahan-bahan terse but dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu bahan
yang mengandung turunan gula, sebagai golongan pertama antara lain molase, gula
tebu, gula bit dan sari buah anggur. Golongan kedua adalah bahan-bahan yang
mengandung pati seperti biji-bijian (misalnya gandum), kentang dan tapioka. Jenis
atau golongan yang terakhir adalah bahan yang mengandung selulosa seperti kayu dan
beberapa limbah pertanian. Selain itu, khususnya etanol dapat dibuat juga dari bahan
yang l11erupakan hasil proses lain, contohnya adalah elilen.
Etanol merupakan zat cair yang tidak berwama (bening), dapat bercaJnpur
dengan air, mel11punyai bau yang khas, l11udah terbakar dengan nyala biru tanpa jelaga
dan mudah menguap. Etanol dapat dibuat baik secara sintetis yaitu dengan
melakukan reaksi kimia elementer untuk mengubah bahan baku menjadi etanol,
biasanya berasal dari pengilangan minyak bumi, dan melalui proses fermentasi
2
dengan bantuan aktivitas kehidupan mikroorganisme untuk mengubah bahan baku
menjadi etanol. Bahan baku untuk pembuatan etanol secara fermentasi urnurnnya
berupa bahan yang mengandung gula, seperti buah-buahan, ubi kayu, beras, tetes tebu
(molase) dan lainnya.
Beberapa jenis khamir digunakan dalam fermentasi alkohol. Saccharomyces
cerevisiae var. ellipsoideus (Amerine el al., 1987) sering digunakan karena mampu
menghasilkan etanol dengan rendemen yang tinggi (16 - 18 persen) pada media
yang dirancang dengan baik. Khamir lain yang dapat digunakan adalah
Schizosaccharomyces sp, Saccharomyces uvarum dan Kluyveromyces sp (Rehm dan
Reed, 1981).
Karakteristik suatu proses industri alkohol tergantung pada pilihan
mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi. Mikroorganisme yang digunakan
harus menghasilkan etanol yang tinggi, toleran terhadap kadar etanol tinggi, mampu
hidup pada suhu tinggi, tetap stabil selama proses fermentasi dan pada pH rendah
(Rehm dan Reed, 1981).
Tetes tebu adalah salah satu hasil samping yang berasal dari proses pembuatan
gula tebu (sukrosa). Tetes masih memiliki nilai ekonomi karena kandungan gulanya
yang tinggi yaitu sekitar 52 persen, sehingga memungkinkan dijadikan bahan baku
berbagai industri (Baikow, 1982). Industri yang memanfaatkan tetes diantaranya
adalah industri yang menghasilkan produk distilasi seperti rum, alkohol; industri
fermentasi seperti monosodium glutamat, L-lisin, asam sitrat, vinegar, protein sel
tunggal, aseton-butanol, gum xanthan dan sebagainya.
3
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mencari kondisi yang optimal, terutama
konsentrasi starter dan substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme penghasil
alkohol yaitu Saccharomyces ellipsoideus agar menghasilkan kadar alkohol dengan
rendemen produk-substrat (Yp/s) yang tinggi.
II. TINJAUAN PUST AKA
A. TETES TEBU
Tetes tebu (molase) adalah salah satu hasil samping yang berasal dari
proses pembuatan gula tebu (sukrosa). Tetes tebu ini merupakan cairan kental
sisa industri gula yang tidak dapat lagi membentuk kristal sukrosa pada proses
kristalisasi (Paturall. 1982). Komposisi tetes tebu dipengaruhi oleh varietas dan
kel11atangan tebll. kondisi iklil11 dan tanah. Selain itu kondisi proses di dalal11
pabrik gula juga l11empengaruhi kOl11posisi tetes tebu (Baker, 1980).
Setiap ton tebll akan l11enghasilkan sekitar 2,7 persen tetes tebu, tetapi hal
ini dipengaruhi oleh beberapa fal<tor sepelii varietas tebu, keadaan tanah, iklil11
dan sebagainya. Pada Ul11Ul11nya tetes tebu yang diperoleh bervariasi antara 2,2
3,7 persen (PatUl'au, 1982).
Tetes tebu tersusun dari bahan organik, anorganik dan air. Sekitar 52
persen dari tetes tebu l11erupakan total gula (sukrosa, dekstrosalglukosa, dan
laevulosa/fruktosa), sekitar 10 persen atau lebih adalah garal11 anorganik atau
abu, 10 - 20 persen air dan selebihnya bahan organik non gula. Kandungan gula
dalal11 tetes tebu bervariasi tergantung dari varietas tebu, periode penanal11an
dan pel11anenan, cara pengolahan di perusahaan dan lain sebagainya (Baikow,
1982).
Menurut Mmtoyo et al. (199 I), tetes tebu di Indonesia umurnnya
l11engandlmg sekitar 34 - 35 persen sukrosa dan 20 - 25 persen gula reduksi.
sedangkan padatan terlarutnya sekitar 90 persen. Di samping itu ada zat
pereduksi lain yang berasal dari gula maupun bukan gula dengan persentase
yang lebih keci!. Kadar bukan gula terutama tersusun oleh asam organik dan
protein. Mineral yang terdapat pada tetes tebu terutama terdiri dari kalium,
kalsium, dan magnesium. Komposisi kimiawi tetes tebu disajikan pada Tabel 1.
Tabel I. Komposisi kimiawi tetes tebu (molase)
Unsur Kisaran (%) Rata-rata ( % )
Air 17 - 25 20
Sukrosa 30 - 40 35
I Dekstrosa (Glukosa) 4-9 7
,
Laevulosa (Fruktosa) 5 - 12 9
I
!
Bahan pereduksi lain I - 5 3
Karbohidrat lain 2-5 4

Abu 7 - 15 12
Unsur nitrogen 2-6 4,5
Unsur bukan nitrogen 2-8 5
Lilin, sierol, phospolipid 0,1 - 1,0 0,4
Pigmen - -
Vitamin - -
Sumber: Paturau (1982)
Ada sejumlab kecil vitamin di dalam tetes tebu. Biotin tersedia dalam
j umlah yang cukup untuk proses fermentasi, khususnya pabrik khamir dan
makanan unggas. Kandlmgan vitamin di dalam tetes tebu (molase) disajikan
pada Tabel 2.
6
Tabel 2. Kandlmgan vitamin tetes tebu (molase)
Unsur Kandungan (mg / kg molase)
Biotin 1,2 - 3,2
Asam folat 0,04
Inositol 6,0
Ca-pantotenat 54 - 64
Piridoksin 2,6 - 5,0
Riboflavin 2,50
Tiamin 1,80
Asam nikotinat 30 - 800
Colin 600 - 800
Sumber : Baker (1980)
Komposisi tetes dari gula tebu bervariasi tergantlmg pada varietas dan
asal tanaman tebu, sifat tanah, iklim dan eara pengolahan. Tetes dari gula tebu
mempunyai pH 5,5 - 6,5. Sifat yang asam dan pH rendah pada tetes gula tebu
disebabkan oleh kandungan asam alipatik pada proses klariflkasi (Kirk dan
Othmer, 1963). Paturau (1982) menyatakan bahwa tetes tebu mengandung 30 -
40 persen sukrosa, 4 - 9 persen glukosa dan 5 - 12 persen fruktosa. Pada Tabel
3 disajikal1'hasil analisis tetes tebu di Indonesia.
7
Tabel 3. Hasil anal isis komposisi tetes tebu (molase)

Komponen Persentase ( % )
Total gula (glukosa) 55.37
Sukrosa 30,62
Protein 3,89
Air 20,33
Abu 13,09
Sumber : Suban (1988)
Tetes tebu yang dihasilkan pabrik biasanya mengandung gula sekitar 48 -
55 persen. Konsentrasi gula tersebut terlalu pekat untuk pertumbuhan khamir.
Konsentrasi gula yang terlalu pekat kurangbaik karena akan mengbasilkan
alkohol yang terlalu tinggi konsentrasinya sehingga menghambat pertumbuhan
khamir. Tetes tebu yang akan digunakan diencerkan' terlebih dahulu sehingga
kadar gulanya mencapai 12 - 17 persen atau secara kasar satu volume tetes tebu
diencerkan menjadi empat volume total (Wanto dan Soebagyo, 1980).
B.KHAMIR
Khamir adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan bentuk oval tak
beraturan dan berukuran antara 5 - 20 mikron (Paturau, 1982). Bentuk khamir
terdiri dari berbagai macam, seperti bentuk bola (spheroidal), bentuk telur
(ovoidal), bentuk silinder (cylindrical), bentuk lengkung (ogival), bentuk segitiga
(triangular), bentuk botol (flask shaped) dan bentuk apikulat (apiculate). Bentuk-
bentuk ini seringkali tergantung pada cara pembelahan selnya. Sel-sel khamir
sering dijumpai secara tunggal, tetapi apabila anak-anak sel tidak terlepas dari
8
induknya setelah pembelahan maka akan terjadi bentuk yang disebut
pseudomiselium dan beberapa jenis khamir membentuk kapsul di sebelah luar
(Buckle et ai., 1985).
Khamir tidak bergerak, karena itu tidak mempunyai struktur tambahan di
bagian luamya seperti flagella. Khamir dapat tumbuh dalam media cair dan
padat. Pembelahan selnya terjadi secara aseksual dengan pembentukan tunas.
Mula-mula timbul tunas kecil dari permukaan sel induk, tunas ini secara bertahap
membesar dan setelah mencapai ukuran yang sarna dengan induknya, teIjadi
pengerutan yang akan melepaskan tunas dari induknya, sel baru terbentuk
selanjutnya memasuki tahap pertunasan kembali (Buckle et ai., 1985).
Fungsi utama khamir dalam pembuatan etanol adalah mengubah gula
dalam substrat menjadi etil alkohol dan karbon dioksida. Menurut Frazier
(1977), enzim yang dihasilkan khamir adalah enzim inveltase yang berfungsi
sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa), serta
enzim zimase yang mengubah monosakarida terse but menjadi etanol pada proses
fermentasi.
Buckle el ai. (1985) menyatakan, bahwa mikroorganisme membutuhkan
pemasokan nutrien sebagai sumber energi dan unsur kimia dasar untuk
pertumbuhan sel. Menurut Beny dan Brown (1987) komponen utama nutrien
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan khamir adalah karbon, nitrogen dan
mineral. Unsur-unsur mineral yang merupakan komponen penting untuk
pertumbuhan khamir adalah fosfor, sulfur, potassium, magnesium, kalsium dan
9
khlorin. Di sampmg itu, juga dibutuhkan dalam jumlah sedikit unsur-unsur
mineral sepelti Mn, Zn, Ba dan Fe. Faktor pertumbuhan (growth factor) yang
paling penting dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan dan rendemen sel
khamir adalah inositol, tiamin, pantothenat, vitamin, asam nikotinat dan biotin.
Menurut Fiechter (1982), kebutuhan nitrogen biasanya dipenuhi dalam bentuk
amonia atau garam amonium, terutama amonium sulfat dan untuk alasan
ekonomis biasanya digunakan urea.
Produktivitas sel khamir merupakan fungsi dari konsentrasi glukosa,
oksigen dan konsentrasi etanol (beberapa variabel kontrol juga berpengaruh
seperti suhu dan pH). Glukosa merupakan reaktan dasar untuk metabolisme
khamir. Pada konsentrasi glukosa rendah (lebih kecil dari 10 mgll) kecepatan
konsumsi glukosa meningkat secal'a linear sebanding dengan konsentrasi
glukosa. Pada konsentrasi tinggi (lebih besar dari 150 gil), glukosa akan
menghambat kerja enzim dengan menekan rantai oksidasi. Pada konsentrasi
glukosa sedang (3 - 100 gil), glukosa dapat menahan reaksi oksidasi katabolit
sehingga memungkinkan produksi etanol, bahkan pada kondisi jumlah oksigen
dalam substrat beriebih (Fiechter, 1982).
Etanol merupakan produk utama pada fermentasi anaerob, tetapi etanol
ini merupakan racun bagi khamir itu sendiri pada konsentrasi tinggi. Toleransi
dari berbagai khamir terhadap etanol tergantung pada strain yang digunakan,
tetapi produksi etanol dan pertumbuhan sel pada umumnya terhenti sempuma
pada tingkat etanol lebih besar dari 110 gil. Pada konsentrasi etanol rendah
10
(lebih kecil dari 20 gil) pengaruh ini dapat diabaikan, Menurut Wanto dan
Soebagyo (1980), etanol pada konsentrasi tinggi dapat mendenaturasi protein dan
melarutkan lemak, sehingga dinding sel rusak dan plasma membeku, akibatnya
mikroorganisme akan mati,
Produksi etanol oleh khamir adalah proses anaerobik, meskipun
pertumbuhan sel baru memerlukan oksigen, dan sedikit oksigen masih diperlukan
untuk menunjang kehidupan sel penghasil etanol. Pada aras metabolik cara
pengaturan produksi etanol dari glukosa cukup kompleks, konsentrasi substrat,
oksigen dan produk (etanol), semua mempengaruhi metabolisme khamir, daya
hidup sel, pertumbuhan sel, pembelahan sel dan produksi etanol. Oleh karena itu
pemilihan strain khamir yang tepat untuk konsentrasi substrat dan etanol tinggi
merupakan syarat utama untuk dapat meningkatkan hasil atau produk (Higgins et
,
ai" 1984),
C. PERTUMBUHAN MIKROBIAL
Pettumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologis yang saling
mempengaruhi secat'a beraturan, Proses pertlmlbuhan ini sangat kompleks
mencakup pemasukan nutrien dasar dari lingkungan ke dalatn sel, konversi
bahan-bahan nutrien menjadi energi datl berbagai konstituen sel yang vital serta
perkembangbiakan (Moat, 1979),
Pertumbuhan mikrobial dapat ditandai dengan peningkatan jumlah dan
massa sel (Rehm dan Reed, 1981; Wang et ai" 19'79) sedangkan kecepatan
11
pertumbuhan tergantung pada lingktmgan fisik dan kimianya (Rehm dan Reed,
1981). Pada keadaan lingkungan tertentu pertumbuhan mikrobial dapat
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut,
dx = fl x - a x (Rehm dan Reed, 1981) ........................................ (1)
dt
keterangan : x = konsentrasi sel
t = waktu fermentasi
fl = laju pertumbuhan spesifik
a = laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penunman massa sel sangat kecil
sehingga a dapat diabaikan dan persamaan (1) menjadi,
dx = fl x (Rehm dan Reed, 1981) ..................................................... (2)
dt
Integrasi dari persamaan (2) untuk menghasilkan nilai penillgkatan massa sel
pada suatu selang waktu teltentu adalah,
X2 t2
f dx = f fl dt (Rehm dan Reed, 1981) .......................... (3)
Xl x tl
akan diperoleh persamaall,
Ln (X2! Xil = fl llt (Rehm dan Reed, 1981) ................................ (4)
Laju peltumbuhan spesifik (fl) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lillgkungan fisik dan kimianya. Nilai maksimal (fl maks) dicapai pada
kondisi suplai substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat
12
metabolik yang menghambat pertumbuhan masih rendall (Rehm dan Reed,
1981 ).
Frazier (1977) membagi laju pertumbuhan mikrobial menjadi tujuh
tallapan, yaitu tahap persiapan, tallap pertumbuhan dipercepat, tallap
pertumbuhan logaritmik (eksponensial), tallap pertumbuhan diperlambat, tahap
pertumbuhan tetap, tahap kematian dipercepat dan tahap kematian.
Menurut Frazier (1977), pada tahap persiapan sel mikroorganisme tidak
mengalami pertumbuhan atau bahkan penurunan. jumlall. Pada tahap
pertumbuhan dipercepat mikroorganisme mengalami pertumbuhan yang
meningkat. Pertumbuhan mikrobial mencapai nilai maksimal pada tallap
pertumbuhan logaritmik. Rehm dan Reed (1981) menyatakan ballwa tallap
pertumbuhan logaritmik terjadi pada saat terdapat kelebihan nutrien dan semua
mikroorganisme memplmyai kemampuan untuk berkembangbiak. Laju
pertumbuhan mikrobial menurun pada tahap pertumbuhan diperiambat. Jumlah
mikroorgaisme tidak bertambah pada tallap pertumbuhan tetap. Laju kematian
meningkat pada tallap kematian dipercepat. Laju kematian mencapai nilai
konstan pada tahap kematian (Frazier, 1977).
Menurut Rehm dan Reed (1981) tiga cara pengukuran pertumbuhan
mikrobial yang sering digunakan adalah (1) pengukuran langsung jumlall sel.
antara lain dengan pengukuran jumlah sel hidup mengglmakan "plate count" dan
pengukuran langsung di bawah mikroskop, (2) pengukuran langsung massa sel,
antara lain dengan mengukur bobot kering sel dan mengukur derajat kekeruhan
13
kultur dengan menggunakan spektrofotometer, dan (3) pengukuran tidak
langsung massa sel, antara lain dengan mengukur konsumsi substrat atau nutrien
(misalnya konsumsi sumber karbon, nitrogen, oksigen dan sebagainya) dan
analisis komposisi sel.
D. FERMENTASI ALKOHOL
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik,
baik karbohidrat, protein, lemak atau lainnya, melalui kegiatan biokatalis dan
dikenal sebagai enzim yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme spesifik
(Prescott dan Dunn, 1981). Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak
memerlukan oksigen, sedangkan fermentasi aerob adalah fermentasi yang
memerlukan oksigen (Wanto dan Soebagyo, 1980).
Paturau (1982) mendefinisikan fermentasi sebagai proses yang
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan kimia di dalam substrat organik
melalui katalis biokimiawi (enzim) yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu
yang hidup didalamnya. Sedangkan Wang et al. (1979) mendefmisikan
fermentasi sebagai semua kegiatan mikrobial atau ekstrak dari sel dalam
menggunakan senyawa organik dan anorganik, yang meliputi kegiatan
pertumbuhan, asimilasi, biosintesis dan disimilasi.
Menurut Amerine et al. (1987) pada proses fermentasi etanol, khamir
terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat
melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Pamas, sedangkan asam
14
piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang
kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol.
Proses fermentasi yang ideal menurut persamaan Gay-Lussac akan
memberikan hasil 51, I persen etanol dan 48,9 persen karbon dioksida. Hasil
optimal yang diharapkan bila dinyatakan dari persentase gula yang difermentasi
adalah (dinyatakan dengan persen berat) etil alkohol 48,4 persen, karbon dioksida
46,6 persen, gliserol 3,3 persen, asam suksinat 0,6 persen, selulosa dan lainnya
1,2 persen. Hasil etil alkohol 48,4 persen Pasteur adalah sekitar 94,5 persen dari
nilai teoritis Gay-Lussac (51,1 persen). Dalam kenyataannya jarang di
perusahaan diperoleh efisiensi fermentasi lebih besar dari 90 persen total gula
invert yang diubah menjadi etanol (Paturau, 1982).
Menurut Wang et al. (1979), fermentasi dibedakan berdasarkan rancang
bangun prosesnya menjadi tiga macam. Ketiga proses dasar ini adalah sistem nir-
sinambung (batch), sistem semi sinambung (jed batch), dan sistem sinambung
(continuous ).
Khamir seperti pula mikroorganisme yang lain memerlukan medium dan
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkannya.
Beberapa unsur merupakan dasar kehidupan, seperti karbon, hidrogen, oksigen.
fosfor, potassium, zat besi, dan magnesium. Unsur karbon terutama diperoleh
dari gula, sebagai sumber unsur nitrogen dapat digunakan amonia, garam
amonium, peptida, nitrat, urea dan senyawa-senyawa ini tergantung pada jenis
khamir. Fosfor merupakan unsur penting dalam kehidupan khamir, terutama
15
dalam pembentukan alkohol dari gula, contohnya dalam pembentukan heksosa
dan triosa fosfat (Prescott dan Dunn, 1981).
Menurut Sastramihardja (1985), bahan baku yang dapat digunakan dalam
pembuatan alkohol secara fermentasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu
bahan-bahan seperti gula tebu, gula bit, tetes dan cairan buah-buahan, bahan pati
yang terdiri dari bahan-bahan seperti padi-padian dan kentang serta bahan
selulosa seperti kayu.
Pada permulaan proses, khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya. Oleh karena itu perlu diberi oksigen. Sesudah terjadi gas CO
2
dan reaksi menjadi anaerob, maka dimulai pembentukan alkohol. Persamaan
Gay-Lussac menunjukkan reaksi dalam fermentasi alkohol seperti berikut ini,
(glukosa) (etanol) (karbon dioksida)
Konsentrasi alkohol yang tinggi akan bersifat racun terhadap khamir. Alkohol
akan menghalangi fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi 13 - 15
persen volume dan biasanya maksimal pada konsentrasi 13 persen volume.
Hambatan konsentrasi alkohol terhadap fermentasi tergantung pada suhu dan
jenis khamir yang digunakan (Prescott dan Dunn, 1981).
Patufau (1982) menyatakan, bahwa konsentrasi gula yang tepat untuk
fermentasi adalah 14 - 18 persen, sedangkan menurut Casida (1980), konsentrasi
gula yang digunakan berkisar 10 - 18 persen. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi,
aktivitas khamir dapat terhambat dan waktu fermentasi menj adi lebih lama serta
16
tidak semua gula dapat difermentasi. Sebaliknya jika konsentrasi gula terlalu
rendah akan mengakibatkan biaya produksi meI1iadi lebih tinggi (Kirk dan
Othmer, 1963). Wanto dan Soebagyo (1980), menyatakan bahwa tetes tebu
diencerkan sehingga kadar gulanya 12 - 17 persen atau dengan menambahkan air
sebanyak empat kali volume tetes tebu. Paturau (1982), menyatakan bahwa
bahan bergula tersebut harus dipasteurisasi dahulu sebelum inokulasi sehingga
mikroorganisme yang mengganggll fermentasi alkohol tidak aktif.
Suhu yang diperlukan untuk fermentasi alkohol adalah 20 - 30C,
kadang-kadang mencapai 35C pada akhir fermentasi (Wanto dan Soebagyo,
1980). Menurut Prescott dan Dunn (1981), suhu optimal untuk fermentasi
alkohol adalah 25 - 35C. Kenaikan suhu akan menllrunkan ketahanan khamir
terhadap alkohol yang dihasilkan dan akan meningkatkan pembentukan asam
asetat yang bersifat racun (Prescott dan Dunn, 1981). Sedangkan Frazier dan
Westhoff (1978) menyatakan bahwa sllhll optimal pertllmbuhan khamir pada
fermentasi antara 25 - 30C.
Derajat keasaman (pH) diatur antara 4,5 - 5,0 dengan menambahkan asam
sulfat 1 - 2 liter per 1000 liter substrat (Paturau, 1982). Menurut Prescott dan
Dunn (1981), pH yang digunakan dalam fermentasi alkohol dari tetes tebu adalah
pH 4,0 - 4,7. Wanto dan Soebagyo (1980), mengemukakan bahwa pH yang
diperlukan adalah 4,0 - 5,0.
Prescott dan Dunn (1981) menyatakan, pH pertumbuhan khamir yang
baik antata 3,0 - 6,0. Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
17
sampmg. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan khamir juga tergantung pada
konsentrasi gula. Frazier dan Westhoff (1978), menyatakan bahwa pH akan
mempengaruhi kecepatan fermentasi, pH optimal untuk pertumbuhan khamir
adalah 4,0 - 4,5. Untuk menurunkan pH dapat digunakan asam sulfat dan untuk
menaikkan pH digunakan natrium benzoat.
Paturau (1982) menyatakan bahwa fennentasi alkohol memakan waktu 30
72 jam. Sedangkan menurut Prescott dan Dunn (1981) walctu fennentasi
alkohol yang diperlukan adalah 3 - 7 hari.
Distilasi diperlukan untuk memperoleh kadar alkohol tinggi (Prescott dan
Dunn, 1981). Sedangkan Wanto dan Soebagyo (1980), menyatakan bahwa
distilasi digunakan untuk memisahkan etanol dari minyak fuse!.
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tetes tebu
(molase) yang diperoleh dari PT Spiritus Palimanan, Cirebon dan biakan
Saccharomyces ellipsoideus diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi dan
Teknologi Bioproses, jurusan Teknik Kimia ITB, Bandung.
Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain adalah asam klorida (HCI).
natrium hidroksida (NaOH), as am sulfat (H
2
S0
4
), serta bahan-bahan kimia untuk
anal isis bah an baku maupun anal isis produk fermentasi.
2. Ala!
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerigen, otoklaf, pH
meter, labu erlenmeyer, timbangan, buret, pipet dalam berbagai volume, labu
takaI', jarum ose, oven, Polarimeter, termometer, penangas air, Brix TP. 27,5 DC
Made in Germany, Alcoholweger Temp. 15 DC Salm - Kipp Amsterdam dan alat-
alat untuk anal isis.
19
B. METODA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan.
I. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengetahui komposisi tetes
tebu (molase) yaitu kadar sakarosa, kadar gula reduksi dan total kandungan gula.
serta tmtuk mengetahui Brix tetes yang terdapat dalam tetes tebu.
2. Penelitian Lanjutan
a. Persia pan Starter
Pembuatan starter dilakukan secara bertahap dengan maksud untuk
membantu proses adaptasi dari ellipsoideus terhadap media
pertumbuhannya sehingga dapat melakukan aktivitas pertumbuhannya dengan
baik dan mencapai kondisi optimal. Pembuatan starter dimulai dari volume 20
ml dalam tabung reaksi sampai 2000 ml dalam erlenmeyer, kemudian
dilanjutkan dalam jerigen sampai volume 5000 ml.
Pada awalnya. satu ose biakan Saccharomyces ellipsoideus
diinokulasikan secara aseptik ke dalam dua buah tabung reaksi yang masing-
masing berisi 10 ml tetes tebu dengan substrat 13 Brix yang telah
dipasteurisasi serta didinginkan. kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
20
lebih kurang 30C. lsi tabung reaksi kemudian dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan ditambah tetes tebu baru sebanyak 180 ml, sehingga
substratnya menjadi 13 Brix dan diinkubasi pada suhu 30C selama 24 jam.
Dengan cara yang sarna pembuatan starter dilanjutkan menjadi volume 1000
ml, 2000 ml sampai 5000 mi. Pada setiap tahap ini dilakukan penambahan
nutrisi masing-masing TSP 5 mg/l, Urea 5 mg/I dan MgS04 I mg/I.
b. Proses Fermentasi Alkohol
Larutan tetes tebu dan air dibuat dalam jerigen yang telah disterilkan
sampai 20 Brix dengan volume 10 liter dan diaduk sampai merata. Setelah ilu
ditambahkan tiga gram pupuk urea dan dua gram TSP, dikocok sampai laru!.
Untuk mengatur pH hingga 4,5 - 5,0 ditambahkan larutan asam sulfat (H2S04)
teknis. Larutan ini dicampur dengan starter dan mulut jerigen disumbat dengan
penutup plastik. Inkubasi dilakukan selama tujuh hari. Terbentuknya
gelembung-gelembung udara menunjukkan proses fermentasi pembentukan
alkohol sedang beljalan.
Konsentrasi starter khamir yang ditambahkan pada proses fermentasi ini
berbeda-beda sesuai perlakuan, begitu juga dengan substrat (tetes tebul.
Fermentasi berlangsung pada suhu kamar (25 - 30C). Bagan alir proses
fermentasi alkohol dari tetes tebu disajikan pada Gambar I.
Tetes tebu
Pengenceran
Penambahan
nutrien
Pengaturan pH ~ - - {
4,5 - 5,0
Inokulasi
Fermentasi
0-7hari
Distilasi
Alkohol
Starter S. ellipsoideus
Gambar 1. Bagan alir proses fermentasi alkohol dari tetes tebu (molase)
21
3. Perlakuan
F aktor-faktor yang digunakan pada penelitian ini adalah,
a. Konsentrasi Starter Khamir
22
Konsentrasi starter khamir yang digunakan adalah 10 persen (v/v), 15
persen (v/v), dan 20 persen (v/v) dengan waktu fermentasi selama tujuh hari.
b. Substrat (Tetes tebu)
Perlakuan substrat dilakukan setelah mendapatkan konsentrasi starter
khamir dengan kadar alkohol yang tinggi pada perlakuan sebelumnya. Substrat
(tetes tebu) yang digunakan adalah 22, 24, dan 26 Brix dengan waktu
fermentasi selama tujuh hari dan dua kali ulangan.
(. PARAMETER KINETIKA FERMENT AS}
Parameter kinetika fermentasi yang diamati adalah,
I. Efisiensi Penggunaan Substrat
Efisiensi penggunaan substrat oleh mikroorganisme dapat dihitung dengan
runms di bawah ini,
So - Si
(Pirt, 1975)
So
dimana, So = Konsentrasi substrat awal (gil)
Si = Konsentrasi substratjam ke - i (gil)
23
2. Yield Produk (Yp/s)
Yield produk (Yp/s) adalah rendemen produk yang terbentuk per substrat
yang dikonsumsi. Jadi.
Yp/s =
D. ANALISIS
L'.P
L'.S
(Pirt, 1975)
l. Brix Tetes (Gandana dan Ananta, 1974)
Ditimbang 150 gram tetes tebu dalam panci bersih, kemudian ditambahkan
1350 ml aquades atau pengenceran 1500 : 150 = 10 kaJi dan diaduk sampai tetes
melarut semua. Gelas mohl yang bersih diisi dengan larutan tetes tebu tersebut
sampai penuh dan meluap. Dibiarkan beberapa detik agar gelembung-gelembung
udara ke atas permukaan dan dihilangkan dengan meniupnya perlahan.
Brixhidrometer yang bersih dan kering dimasukkan secara perlahan,
kemudian dibaca skala suhu dan derajat Brixnya. Apabila suhu lebih besar dari
27,6 C maka.faktor koreksinya ditambahkan dan apabila suhu kurang dari 27,6 C
maka faktor koreksinya dikurangkan sehingga diperoleh Brix yang seslmgguhnya.
Faktor koreksi suhu untuk penentuan Brix tetes disajikan pada Lampiran 9.
24
2. Kadar Sakal'osa (Gandana dan Ananta, 1974)
Ditimbang dengan teliti 35,75 gram tetes tebn dari suatu contoh yang telah
diaduk dalam sebuah cawan yang mempunyai tanda tera. Kemudian dilarutkan
sedikit aquades, dengan sebuah corong dimasukkan ke dalam labu takar 250 011.
Sambil digoncang-goncang ditambahkan berturut-turut 30 011 larutan timbal nitrat
50 persen dan 30 011 NaOH 8 persen. Kemudian ditambahkan aquades sampai
batas lehel' (jangan digoncang-goncang). Apabila teljadi buih dihilangkan dengan
beberapa tetes eter dan diisi sampai garis tanda 250 011. Setelah leher labu
dikeringkan, gojog baik-baik dan ditapis, beberapa 011 filtrat pertama dibuang.
Filtl'at yang jernih dimasukkan ke dalam labu takar 100 / 110 011 sampai garis
tanda 100 m1. Ditambahkan larutan alumunium sulfat 30 persen sampai garis
tanda 110 ml. Keringkan lehel' labu, tambahkan satu sendok tanah
infuserialkiselgur, gojog dan ditapis (beberapa filtrat pertama dibuang). Dari
filtrat ini diamati pada polarimeter dengan menggunakan pembulu 200 mm.
Dengan sebuah pipet 50 011 filtrat sisa penentuan polarisasi sebelum inversi tadi
dimasukkan ke dalam labu takar 100 m1. Kemudian ditambahkan 30 011 HCI 1 : 1,
goncang-goncang dan dibiarkan dalam keadaan tertutup selama dua jam, jika suhu
ruang di atas 25C atau selama tigajamjika suhu kurang dari 25C.
Setelah inversi selesai, ditambabkan aquades sampai garis tanda 100 ml.
Dikeringkan leher labu di atas garis tanda tera, kemudian ditambabkan pula
kurang lebih dua gram karbon absorben dan digojog lalu ditapis. Filtrat terakhil'
ini diamati polarisasinya dalam pembulu berselubung air 200 mm. Diamati pula
25
suhu cruran dalam pembulu (tt) dan suhu polarimeter (t2) dengan termometer
ketelitian 0,1 C.
Kadar Sakarosa, 100 S
Z = _-=---:-=-_
C - 1/2 t1
dimana, Z = Kadar sakarosa (persen)
S = Jumlah pengamatan polarisasi sebelum dan sesudah inversi dan tandanya
dibalik lalu dikalikan dua (2)
C = Tetapan inversi menurut STEUERWALD (Lampiran 11)
t1 = Suhu cairan eC)
3. Kadar Gula Reduksi dengan Metoda Schrool (Gandana dan Ananta. 1974)
Ditimbang enam gram tetes tebu pada neraca analitik, diberi sedikit aquades
dan diaduk serta larutan dituangkan ke dalam labu takar 250 ml. Dicuci tempat
untuk menimbang tadi dengan aquades dan dimasukkan larutan basuhan ini ke
dalam labu yang digunakan. Kemudian ditambahkan 15 ml pb. asetat netral 10
persen, sesudah dicampur labu diisi terus dengan aquades sampai tepat garis tanda
250 ml, leher labu dikeringkan dan digojog serta disaring dengan kertas saring lipat
yang kering (filtrat pertama dibuang).
Filtrat diambil sebanyak 50 ml dengan pipet dan dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml, ditambahkan lima ml larutan campuran natrium phospat kalium
oksalat. Labu dipenuhi dengan aquades sampai tepat garis tanda tera, dikeringkan
26
leher labu kemudian digojog dan disaring (filtrat pertama dibuang). Lima puluh
1111 filtrat kedua (0,6 gram tetes tebu) dipipet dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 300 ml, ditambahkan 50 ml larutan Fehling normal (25 ml Fehling 1
dan 25 ml Fehling II), pengambilan larutan Fehling kedua menggunakan pipet.
,
Diberi beberapa potong batu timbal dan diletakkan labu erlenmeyer di atas asbes
kemudian dipanaskan dengan brander. Pemanasan ini diatur pendidihannya
selama dua menit. Setelah pendidihan segera labu ditutup dengan gelas kimia
kecil dan didinginkan cepat di bawah aliran air.
Pada larutan yang dingin ditambahkan 25 ml KI 20 persen dan 35 ml H2S04 I
5 dengan hati-hati sambi! digoyangkan dan akan tampak wama coklat karena
terbentuknya iodium. rodium yang keluar tadi dititrasi dengan natrium thiosulfat
dari buret, bila wama coklat sudah tipis ditambahkan larutan ami!um (kanji) maka
akan tampak wama biru WlgU. Titrasi dilanjutkan dan dihentikan apabila sudah
teljadi perubahan dari ungu biru - ungu sedikit biru - putih kekooing-kooingan.
Ditetapkan pula kekuatan larutan Fehling dengan menitrasi blanko, yaitu dengan
l11engerjakan seperti larutan tetes tebu di atas tetapi yang digunakan adalah
aquades dan larutan Fehling saja. (Titrasi blanko - Titrasi larutan) x (N thio) x
(63,57) = mg tembaga yang terendapkan. Dari angka yang terakhir ini serta
l11enggooakan tabel akan didapat kadar gula inversi dalam tetes tebu. Tabel kadar
gula reduksi setrup dari polarisasi dan banyaknya mg tembaga disajikan pada
Lampiran 12.
27
4. Kadar Gula Sisa Tak Terfermentasi (Gandana dan Ananta, 1974)
Diambil 20 ml contoh beslag dari fermentasi serta ditambahkan satu ml Hel
pekat dan aquades kira-kira volume menjadi 50 ml di dalam erlenmeyer 300 m!,
kemudian dipanaskan selama dua menit (dihitung setelah mendidih) dengan
pendingin tegak didinginkan dengan air mengalir, setelah dingin dinetralkan
dengan NaOH 8 persen dengan indikator metil merah sampai warna menjadi
wama semula (warna beslag). Kemudian dimasukkan ke dalam labu 200 ml dan
ditambahkan enam ml Lood asetat netral 10 persen dan diisi penuh sampai garis
tanda tera dengan aquades, bila timbul buih ditetesi dengan eter. Ditambahkan
satu sendok tanah infuserialkiselgur, lalu dikocok dan disaring (saringan n filtrat
pertama jangan ditadahi, penyaril1gan dilakukan 2 - 3 kali hingga larutan jemih.
Dipipet 15 ml ke dalam labu 100 ml dan ditambahkan dua ml larutan
natrium fosfat kalium oksalat 10 persen sampai batas labu dengan aquades
kemudian disaring (saringan II). 25 ml hasil saringan II dipipet dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer 300 ml dan ditambahkan larutan Luuf lalu dididihkan selama
lima menit dan didinginkan cepat dengan air yang mengalir. Kemudian
ditambahkan 15 ml Kl 20 persen, 25 ml H
2
S0
4
25 persen hati-hati lalu dititrasi
dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N pada waktu titrasi hampir selesai
ditambahkan larutan kanji sebagai indikator, hingga wama menjadi biru titrasi
dilanjutkan hingga perubahan wama hingga menjadi susu (kuning mentega).
Dibuatkan titer blanko yaitu dari 25 ml aquades ditambah 25 ml Luuf dan
dipanaskan serta seterusnya sarna seperti di ataS.
28
Perhitungan = (Titrasi blanko - Titrasi contoh) x ml Thio yang diperoleh atau
dipergunakan oleh contoh dijadikan ml thio 0,1 N. Kemudian daftar Luuf, dicari
berapa mg sakarosa (gula) yang setara dengan ml thio yang dipergunakan. Tabel
jumlah gram gula invert disajikan pada Lampiran 13.
Kadar Gula Invert = mg sakarosa x pengenceran x 100 %
mg contoh
5. Kadar Alkohol (Gandana dan Ananta, 1974)
Beslag hasil fermentasi sebanyak 1000 ml didistilasi dan distilatnya ditampung
sampai volume 400 ml, kemudian diukur dengan alkoholmeter bersamaan dengan
suhu. Misal, angka yang ditunjukkan pada skala alkoholmeter 0,5 dan suhunya 30
C. Maka kadar alkohol sebenarnya adalah 0,7 x 0,4 liter = 0,28 persen.
Hubungan antara skala alkoholmeter dengan suhu disajikan pada Lampiran 10.
6. pH dan Suhu
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter, sedangkan
temperatur diukur menggunakan termometer.
E. WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, mulai bulan April sampai Juni 1997.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium PT Spiritus Palimanan, Cirebon Jawa Barat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELlTIAN PENDAHULUAN
1. Analisis Bahan Baku
Hasil analisis komposisi tetes tebu (molase) dari PT Spiritus Palimanan.
Cirebon disajikan pada Tabel 4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa total kandungan
gula tetes tebu cukup tinggi, yaitu sekitar 49,59 persen sehingga cukup potensial
dijadikan sebagai bahan baku fermentasi alkohol. Hasil analisis tersebut sesuai
dengan pendapat Wanto dan Soebagyo (1980) yang menyatakan bahwa tetes tebu
yang dihasilkan oleh pabrik mengandung gula sekitar 48 - 55 persen. Sedangkan
menurut Baikow (1982) kandungan gula dalam tetes tebu sekitar 52 persen.
Kandungan gula tetes tebu dari hasil analisis tersebut terdiri dari kadar sakarosa
30,88 persen dan gula reduksi 17,09 persen, sedangkan Brix tetes yang terdapat
dalam tetes tebu 79,60 Brix.
Menurut Higgins et al. (1984), konsentrasi gula yang baik untuk
fermentasi alkohol adalah 16 - 25 persen, yang akan menghasilkan alkohol
sebesar 6 - 12 persen. Pada konsentrasi gula substrat sekitar 16 persen dapat
membantu mempercepat pertumbuhan khamir pada awal fermentasi. Apabila
konsentrasi alkohol yang dihasilkan lebih besar dari 12 persen, alkohol akan
,
masuk ke dinding sel sehingga mikroorganisme menjadi mati.
30
Tabel4. Hasil analisis komposisi tetes tebu (molase) dari PT Spiritus Palimanan,
Cirebon
Komposisi Kandungan ( % )
Sakarosa 30,88
Gula reduksi 17,09
Total gula 49,59
Komposisi tetes tebu dipengaruhi oleh varietas dan kematangan tebu,
kondisi iklim dan tanah. Selain itu kondisi proses di dalam pabrik gula juga
mempengaruhi komposisi tetes (Baker, 1980). Baikow (1982) menyatakan
bahwa kandungan gula dalam tetes tebu tergantung dari varietas tebu, peri ode
penanaman dan pemanenan, serta cara pengolahan di perusahaan.
Tetes tebu sebagai media fermentasi yang akan digunakan untuk
fermentasi aikohol sebelumnya diencerkan dengan air terlebih dahulu. Jumlah air
yang digunakan untuk mengencerkan tetes tebu sampai konsentrasi gula yang
dikehendaki dapat diketahui dari analisis. Jika kohsentrasi gula yang
dikehendaki terlalu tinggi, maka aktivitas khamir dapat terhambat dan waktu
fermentasi menjadi lebih lama serta tidak semua gula dapat difermentasi.
Sebaliknya jika konsentrasi gula terlalu rendah akan mengakibatkan biaya
produksi menjadi lebih tinggi dan tidak ekonomis lagi karena jumlah cairan yang
harus disuling akan lebih banyak.
31
Perlakuan setelah pengenceran terhadap tetes tebu adalah pengendapan
dan pasteurisasi yang beliujuan untuk mendapatkan tetes tebu jemih yang steril
sehingga dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap media ferrnentasi. Wanto
dan Soebagyo (1980) menyatakan bahwa konsentrasi gula yang terlalu pekat
kurang baik' untuk digunakan karena akan menghasilkan alkohol terlalu tinggi
konsentrasinya sehingga menghambat perturnbuhan khamir.
Unsur pokok yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme,
seperti karbon dan hidrogen telah terpenuhi oleh total gula reduksi yang ada
dalam tetes tebu. Selain unsurpokok tersebut, mikroorganisme juga memerlukan
mineral seperti Mn, Zn, Ba dan Fe dalam jumlah yang relatif sangat keeil
(Fiechter, 1982).
2. Seleksi Starter
Percobaan yang dilakukan menggunakan tiga konsentrasi starter yang
berbeda, yaitu 10 persen, 15 persen, dan 20 persen (v/v) dan ferrnentasi dilakukan
dengan menggunakan substrat 20 Brix. Tujuan utama seleksi konsentrasi starter
ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi starter yang paling baik dalam
memproduksi alkohol dan mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh
dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi,
mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol
terse but. Perbandingan produksi alkohol oleh ketiga konsentrasi starter tersebut
disajikan pada Gambar 2 dan secara rinei pada Lampiran I dan 2.
32
-tl-Konsentras; starter 15 % (vlv)
-+- Kensentras; starter 20 % (vlv)
GambaI' 2. Perbandingan produksi alkohol dengan konsentrasi starter 10 %, 15%
,
dan 20 % (v/v)
Da1am seleksi tersebut terlihat bahwa konsentrasi starter 15 persen (v/v)
merupakan penghasi1 alkoho1 yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi
starter yang lainnya, karena dengan waktu fermentasi yang cepat dapat
menghasilkan kadar alkoho1 yang tinggi. Hal ini dapat di1ihat pada GambaI' 2
dan Lampiran 2, bahwa starter dengan konsentrasi 15 persen (v/v) menunjukkan
kadar a1koho1 dan rendemen produk-substrat (Yp/s) yang tinggi, yaitu 9,29 persen
dan 0,69 dengan waktu fermentasi se1ama empat hari. Oleh karena itu, starter
dengan konsentrasi 15 persen (v/v) digunakan untuk percobaan se1al1jutnya.
33
B. PENELITIAN LANJUT AN
I. pH
Dari hasil pengamatan (Gambar 3 dan Lampiran 3) terlihat babwa nilai
derajat keasaman (pH) bervariasi pada masing-masing substrat yang digunakan
pada saat fermentasi. Untuk substrat 22 Brix pH-nya berkisar antara 4,40 - 4,74,
substrat 24 Brix pH-nya berkisar antara 4,45 - 4,75, sedangkan pH untuk
substrat 26 Brix berkisar antara 4,48 - 4,82. Profil pH (rata an dua kali ulangan)
selama fermentasi untuk setiap substrat yang berbeda disajikan pada Gambar 3.
~ - - . ~ -
. 4 . 9 ~ _
4,8
4,7
4,6
a 4,5
4,4
--+- Subs!ra! 22 oBrix
4,3
--II- Subs!ra! 24 oBrix
4,2
-tr--Subs!ra! 26 oBrix
4,1
0 2 3 4 5 6 7
Lama fermentasl (harl)
--.. .--
Gambar 3. Profil pH selama fermentasi
Selama berlangsungnya proses fermentasi, pH media cenderung
mengalami perubahan, Perubahan pH disebabkan oleh adanya asam-asam
34
organik sepel1i asam laktat, asetat dan piruvat yang terbentuk selama proses
fermentasi (Said, 1987).
Peningkatan nilai pH terjadi pada saat fermentasi telah bedangsung
selama satu hari dan pada hari berikutnya pH cenderung mengalami penurunan.
Peningkatan nilai pH ini dikarenakan adanya penguraian snmber nitrogen dan
amino organik yang terkandung dalam media menjadi senyawa yang lebih
sederhana, seperti nitrat dan nitrit yang mampu meningkatkan nilai pH. Said
(1987) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa amino organik digunakan sebagai
media untuk tumbuh, maka pH cenderung meningkat, karena senyawa-senyawa
tersebut dideaminasi.
Pada awal fermentasi, pH cairan dibuat 4,5 - 5,0 dengan menambahkan
asam sulfat (H2S04) agar Saccharomyces ellipsoideus dapat tumbuh secara
optimal. Frazier dan Westhoff (1978) mengatakan bahwa pH akan
mempengaruhi kecepatan fermentasi, pH optimal untuk pertnmbuhan khamir
antara 4,0 - 4,5. Sedangkan menurut Prescott dan Dunn (1981) pH yang
digunakan dalam fermentasi alkohol dari tetes tebu adalah pH 4,0 - 4,7. Wanto
dan Soebagyo (1980) mengemukakan bahwa pH yang diperlukan adalah 4,0 -
5,0. Dari Gambar 3 terlihat bahwa ada kecenderungan dengan bertambahnya
waktu fermentasi, pH cairan hasil fermentasi mengalami penurunan. Nilai pH
yang terus menurun selama felmentasi disebabkan kenaikan kadar asam termasuk
asam-asam organik yang dapat terdisosiasi menghasilkan ion-ion hidrogen.
35
Proses terjadinya penurunan pH disebabkan oleh terbentuknya asam-asam
selama proses fermentasi beriangslmg. Menurut Reed dan Peppler (1973), asam-
asam yang terbentuk seperti asam asetat, asam piruvat, dan asam laktat dapat
menurunkan pH, sedangkan asam-asam lainnya seperti asam butirat dan asam
lemak lainnya hanya sedikit berpengaruh dalam penurunan pH cairan. Menurut
Amerine et al. (1987), bakteri-bakteri asam asetat, seperti Acetobacter aceti.
Acetobacter pasteurianlls, Acetobacter peroxidans, dan Acetobacter coseum
berperan menghasilkan asam asetat.
Penurunan pH cairan hasil fermentasi juga disebabkan oleh ionisasi H+
dan penggunaan pupuk ZA (amonium sulfat) sebagai sumber nitrogen.
Amonium sulfat dalam larutan akan terdisosiasi menjadi ion NH/. Khamir
mengkonsumsi senyawa ini untuk membentuk massa sel dalam bentuk R - NH3 +
dimana R adalah rantai karbon. Pengikatan NH3 + akan melepaskan If' ke
lingkungannya, sehingga selama fermentasi, ion If' pada larutan akan semakin
banyak dan mengakibatkan penurunan pH fermentasi (Wang et al., 1979).
Menurut Fardiaz (1989), perubahan pH dapat terjadi selama fermentasi karena H
dilepaskan selama konsumsi NH/ dan dikonsumsi selama metabolisme N03' dan
penggunaan asam amino sebagai sumber karbon.
2. Kadar Alkohol
Kadar alkohol cairan hasil fermentasi yang diperoleh bervariasi dari 0,68
-11,85 persen (Lampiran 3). Kadar alkohol dengan substrat 22 Brix berkisar
36
antara 0,68 -'9,81 persen, substrat 24 Brix kadar alkoholnya berkisar antara 0,77
- 10,38 persen, sedangkan kadar alkohol untuk substrat 26 Brix berkisar antara
0,84 -11,85 persen. Profil kadar alkohol (rataan dua kali ulangan) untuk setiap
substrat yang berbeda disajikan pada Gambar 4.
10
8
~
"0
~
6 ...
1i
~
..
""

4
-m- Subs!ra! 24 oBrix
2
-I>- Subs!ra! 26 oBrix
0
Lama fermenta.1 (harl)
Gambar 4. Profil kadar alkohol selama fermentasi
Pada awal fermentasi, kadar alkohol yang dihasilkan masih rendah.
Dengan bertambahnya waktu fermentasi, maka kadar alkohol yang dihasilkan
semakin meningkat. Kadar alkohol terendah diperoleh pada awal fermentasi
dengan substrat 22 Brix yaitu 0,68 persen, sedangkan kadar alkohol tertinggi
diperoleh pada substrat 26 Brix dengan waktu fermentasi selama tujuh hari,
yaitu 11,85 persen.
37
Kadar alkohol yang dihasilkan dengan substrat 22 Brix mengalami
penurunan pada hari keenam dan naik kembali pada hari ketujuh. Begitu juga
kadar alkohol dengan substrat 26 Brix mengalami penurunan pada hari kelima
dan naik kembali pada hari keenam dan ketujuh. Pada keadaan dimana kadar
alkohol mengalami penurunan kemungkinan proses fermentasi sudah terhenti.
Hal ini disebabkan oleh kandungan gula dan nutrien di dalam substrat yang
semakin kecil. Penurunan kadar alkohol terse but disebabkan alkohol diubah
menjadi senyawa-senyawa lain. Winamo dan Fal'diaz (1979) menyebutkan
bahwa bakteri asam asetat akan mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat.
Peningkatan kadar alkohol yang dihasilkan disebabkan oleh peningkatan
aktivitas fermentasi. Setelah itu aktivitas fermentasi menurun, sedangkan
aktivitas penguraian alkohol menjadi asam asetat terus berJangsung. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Amerine dan Cruess (1967) yang menyatakan
bahwa proses pemecahan gula menjadi alkohol dan karbon dioksida disebabkan
oleh aktivitas khamir. Reaksi pemecahan gula menjadi alkohol dan karbon
dioksida adalah,
C6H
12
06 =====================> 2 C
2
H
s
OH + 2 CO
2
(glukosa) (etanol) (karbon dioksida)
Pemecahan alkohol menjadi asam asetat disebabkan oleh aktivitas Acetobacter
sp. Reaksi pemecahan alkohol menjadi asam asetat adalah,
38
(etanol) (oksigen) (asam asetat) (air)
Rose dan Harrison (1969) menyatakan bahwa gula dalam proses
fermentasi akan terurai menjadi etanol dan gas karbon dioksida dengan
perbandingan sebagai berikut,
100 bag ian gula ========> 51, I bagian etanol + 48,9 bagian karbon dioksida
Perbandingan tersebut hanya merupakan nilai teoritis saja, sebab dalam
kenyataannya tidak semua gula akan diubah menjadi etanol tetapi hanya sekitar
90 - 95 persen. Perbandingan produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus
selama tujuh hari
Ulangan Substrat Kadar Kadar gula sis a tak terfermentasi Yp/s
alkohol (%)
Brix (%) Awal Akhir Terkonsurnsi (%/%)
22 9,88 12,79 0,09 12,70 0,73
I 24 10,40 12,61 0,09 12,52 0,79
26 11,95 12,42 0,19 12,23 0,91
22 9,44 13,48 0,90 12,58 0,69
II 24 10,36 13,48 0,99 12,49 0,75
26 11,75 13,30 2,32 10,98 0,99
Secara umum (Tabel 5) substrat dan waktu fermentasi yang menghasilkan
kondisi optimal pada proses fermentasi yaitu substrat 26 Brix selama tujuh hari
39
karena menghasilkan kadar alkohol dan rendemen produk-substrat (Yp/s) yang
maksimal masing-masing yaitu 11,85 persen dan 0,95 (rataan dua kali ulangan).
3. Kadar Gula Sisa Tak Terfermentasi
Kadar gula sisa tak terfermentasi nilainya bervariasi dari 0,50 - 13,14
persen. Kadar gula sisa tak terfermentasi berkurang sesuai dengan bertambahnya
waktu fermentasi. Kadar gula sisa tak terfermentasi (rataan dua kali ulangan)
disajikan pada Gambar 5 dan seeara rinei pada Lampiran 3
o 2 3 4 5 6 7
Lama fermenta.1 (harl)
'--- ._ ...... .
Gambar 5. Profil kadar gula sisa tak terfermentasi selama fermentasi
Kadar gula sisa tak terfermentasi pada substrat 26 "Brix dihari ketujuh
sebesar 1,26 persen. Kadar gula sisa tak terfermentasi dihari ketujuh ini masih
,
cukup tinggi jika dibandingkan dengan kadar gula sisa tak terfermentasi pada
40
substrat yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa setelah fermentasi
berlangsung selama tujuh hari, masih terdapat banyak gula. Gula berkurang
sesuai dengan bertambalmya waktu fermentasi, karena gula diubah menjadi
alkohol oleh khamir Saccharomyces ellipsoideus.
Dengan bellambahnya waktu fermentasi, maka aktivitas khamir
berkurang sesuai dengan berkurangnya substrat dan nutrien yang tersedia. Hasil
ini sesuai dengan penemuan Prescott dan Dunn (1981) yang menunjukkan bahwa
aktivitas khamir menurun dengan berkurangnya konsentrasi substrat dan nutrien
yang tersedia. Penurunan aktivitas khamir ini akan mengurangi jumlah asam
organik yang terbentuk sebagai hasil samping dalam pembuatan alkohol.
4. Efisiensi Penggunaan Substrat
Dari hasil penelitian diperoleh nilai efisiensi penggunaan substrat
fermentasi oleh Saccharomyces ellipsoideus bervariasi dari 0,59 - 0,96 untuk
substrat 22 Brix, pada substrat 24 Brix efisiensi penggunaan substratnya
berkisar antara 0,45 - 0,96, sedangkan efisiensi penggunaan substrat untuk
substrat 26 Brix berkisar antara 0,41 - 0,90. Perbandingan efisiensi penggunaan
substrat selama fermentasi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus disajikan
pada Lampiran 8. Profil efisiensi penggunaan substrat (rataan dua kali ulangan)
untuk s e t i a ~ substrat yang berbeda disajikan pada Gambar 6.
E
:8
::0
'"
C
~
::0
Cl
g> 0,4
8-
1 0,3
'"
iii
41
--+- Substrat 22 oBrix
-tI- Substrat 24 oBrix
-Ir- Substrat 26 oSrile

2 3 4 5 6 7
Lama fermenlasl (harl)
Gambar 6, Profil efisiensi penggunaan substrat selama fermentasi
Pada grafik efisiensi penggunaan substrat fermentasi tiap-tiap substrat
(Gambar 6) diperoleh keterangan bahwa semakin tinggi substrat, semakin rendah
efisiensi penggunaan substrat hasil fermentasi, Moat (1979) menyatakan bahwa
pada substrat yang tinggi, sel khamir akan mengalami plasmolisis karena larutan
bersifat hipotonik. Dengan terjadinya plasmolisis aktivitas fermentasi akan
terhambat bahkan dapat mematikan sel khamir yang digunakan. Selanjutnya Said
(1987), menjelaskan bahwa penghambatan timbul karena adanya perbedaan
tekanan osmotik yang dapat menyebabkan plasmolisis dan teIjadinya
penghambatan sintesa enzim-enzim pada rantai respirasi. Efisiensi penggunaan
substrat pada substrat 22 Brix, 24 Brix, dan 26 Brix disajikan pada Tabel 6.
42
Tabel 6. Efisiensi penggunaan substrat pada substrat 22 Brix, 24 Brix, dan 26
Brix.
Ulangan Substrat Kadar gula sisa tak terfennentasi (%) (So-Si)/So
(oBrix) Awal (So) Akhir (Si) Terkonsumsi
(So - Si)
22 12,79 0,09 12,70 0,99
1 24 12,61 0,09 12,52 0,99
26 12,42 0,19 12,23 0,98
22 13,48 0,90 12,58 0,93
Il 24 13,48 0,99 12,49 0,93
26 13,30 2,32 10,98 0,82
Nilai efisiensi penggunaan substrat untuk substrat 22 Brix dan 24 Brix
sekitar 0,96, sedangkan untuk substrat 26 Brix sekitar 0,90. Artinya substrat 22
Brix dan 24 Brix yang ada dalam media sampai fennentasi selama tujuh hari
digunakan sebesar 96 persen dari substrat 22 Brix dan 24 Brix awal, sedangkan
substrat 26 Brix digunakan sebesar 90 persen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil penelitian tahap pendahuluall menunjukkan bahwa komposisi tetes tebu
(molase) yang diperoleh yaitu kadar sakarosa 30,88 persen, kadar gula reduksi 17,09
persen, dan total kandungan gula tetes tebu sebesar 49,59 persen, sedangkan Brix
tetes yang terdapat dalam tetes tebu 79,60 Brix.
Konsentrasi starter 15 persen (v/v) menghasilkan alkohol yang maksimal
sehingga digunakan untuk percobaan selanjutnya, karena dari hasil seleksi
konsentrasi starter IS persen (v/v) menghasilkan kadar alkohol dan rendemen
produk-substrat (Yp/s) lebih tinggi dari konsentrasi yang dihasilkan starter lainnya
yaitu masing-masing sebesar 9,29 persen dan 0,69.
Kondisi optimal yang dihasilkan selama fermentasi yaitu konsentrasi starter
IS persen (v/v), substrat 26 Brix dengan waktu fermentasi selama tujuh hari yang
menghasilkan kadar alkohol maksimal sebesar 11,85 persen (rataan dua kali
ulangan), rendemen produk-substrat (Yp/s) 0,95 dan efisiensi penggunaan substrat
90 persen.
B. SARAN
PerIu dilakukan penelitian tentang optimasi faktor-faktor yang berpengaruh
pada saat fermentasi alkohol menggunakan Saccharomyces ellipsoideus misaJnya
pengaruh aerasi dan agitasi. PerIakuan pendahuluan terhadap tetes tebu (molase)
44
dan pengglll1aan tetes tebu (molase) dengan substrat yang lebih tinggi periu
dilakukan, karena kadar alkohol maksimal yang dihasilkan pada penelitian ini
adalah substrat tertinggi (26 Brix). Selain itu perlu juga dilakukan penelitian
menggooakan mikroorganisme lain seperti Zymomonas mobilis, sehingga dapat
diperoleh gambaran proses dan kondisi yang lebih efisien dari kedua jenis
mikroorganisme terse but.
DAFT AR PUST AKA
Amerine, M. A. dan W. V. Cruess. 1967. The Technology of Wine Making. The AVI
Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.
Alllcrine, M. A., H. W. Berg dan R. E. Kunkee, C. S. Ough, V. I. Singleton dan A. D.
Webb. 1987. Technology of Wine Making. The AVI Pub!. Co. Inc., Westport,
Connecticut.
1I11ikow, V. E. 1982. Manufacture and Refining of Raw Cane Sugar. Elsevier Scientific
Publishing Company, Amsterdam-Oxford-New York.
llaker, B. P. 1980. Composition, Properties and Uses of Molasses and Related
Products. United Molasses Trading Company Limited.
Ikrry, D. R. dan C. Brown. 1987. Physiology of Yeast Growth. Di dalam Berry, D. R.,
G. G. Stewart dan 1. Russell (cds). Yeast Biotechnology. Allan dan
Unwin, Sydney.
Iluckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh Pumomo, H. dan Adiono. 1985. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
(asida, L. E. 1980. Industrial Microbiology. Jolm Wiley and Sons Inc., New York.
Joiechter, A. 1982. Advances in Biochemical Engineering. Springer-Verlag, Berlin.
I'razier, W. C. 1977. Food Microbiology. Tata Mc Graw - Hill Pub!. Co. Ltd., New
Delhi.
I'razier, W. C. dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Tata Mc Graw - Hill
Book Pub!. Co. Ltd., New Delhi.
(iandana, S. G. dan T. Ananta. 1974. Penuntun Pengawasan Pabrikasi. Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan Jawa Timur.
I liggins, 1. J., D. J. Best, dan J. Jones. 1984. Biotechnology Principles and
Applications. Blackwell Scientific Pub!., London.
Kirk, R. E. dan D. F. Othmer. 1963. Encyclopedia of Chemical Technology.
Interscience Publ. Co., New York.
Mllrloyo, Theresia, E. S. Bambang dan Bachtiar. 1991. Diktat Analisis Kadar Gula
Total dalam Tetes (Molase). Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia,
Pasuruan.
rvloat, A. G. 1979. Microbial Physiology. John Wiley and Sons Inc., New York.
l'alurau, J. M. 1982. By - Product of the Cane Sugar Industry. Elsevier Scientific
Pub!. Co., Amsterdam.
46
l'irl, S. J. 1975. Principles of Microbe and Cell Cultivation. Blackwell Scientific Publ.,
London.
Prescott, S. C. dan C. G. DWll. 1981. Industrial Microbiology. Mc Graw - Hill Book
Co. Ltd., New York.
Reed, G. dan H. J. Peppler. 1973. Yeast Technology. AVI Publishing Company Inc ..
WestpOlt, Connecticut.
Rehm, H. J. dan G. Reed. 1981. Biotechnology. Volume l. Microbial Fundamentals.
Verlag Chemi Gmbh, Weinheim.
Rose, A. H. dan J. S. Harrison. 1969. The Yeast: Biology of Yeast. Volume l.
Academic Press, New York.
Said, E. G. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Mediyata111a Sarana
Perkasa, Jakarta.
Sastramihardja, I. 1985. Pengantar Rekayasa Mikroba. Laboratorium Mikrobiologi
dan Teknologi Fer111entasi ITB, Bandung.
Slibari, T. E. B. 1988. Imobilisasi Sel Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces
uvarum dengan Aiginat sebagai Matriks Poli111er untuk Pembuatan Etanol dari
Molase. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.
Wang, D. I. C., C. L. Cooney, A. I. Demain, P. Dunnil, A. E. Humprey dan M. D. Lily.
1979. Fermentation and Enzyme Technology. John Wiley and Sons Inc., New
York.
Wanto, E. P. dan A. Soebagyo. 1980. Dasar-dasar Mikrobiologi Industri. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakmta.
Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa,
Bandung.
LAMPlRAN
47
Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil fermentasi alkohol pada substrat 20 Brix
Konsentrasi Waktu pH Suhu Kadar Kadar gula sisa
starter (% v/v) fermentasi (hari)
CC)
alkohol tak telfermentasi
(%) (%)
0 5,09 36,5 0,28 13,34
1 4,40 30,6 2,16 6,57
2 4,36 29,8 5,48 3,83
10 3 4,31 29,2 8,08 1,28
4 4,27 28,5 8,44 1,03
5 4,26 28,2 8,69 0,86
6 4,30 28,1 8,90 0,76
7 4,31 28,6 9,16 0,57
0 4,62 37,3 0,76 13,52
1 4,50 30,8 3,04 4,98
2 4,35 30,1 6,08 3,18
15 3 4,27 29,3 8,88 1,20
4 4,29 28,6 9,29 1,11
5 4,28 28,1 8,77 0,95
6 4,33 28,0 8,67 0,86
7 4,44 28,6 8,67 0,76
0 4,54 36,1 0,52 13,17
I 4,51 30,8 2,72 6,14
2 4,43 30,0 4,84 2,60
20 3 4,34 29,3 7,88 1,11
4 4,35 28,6

8,44 1,03
5 4,40 28,2 9,01 0,86
6 4,54 28,2 8,96 0,67
7 4,59 28,6 8,90 0,57
Lampiran 2. Perbandingan produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoidells pada
substrat 20 "Brix
48
Lampiran 2a. Produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoidells pada konsentrasi starter
10% v/v)
Waktu fermentasi
Kadar gula sisa tak
Kadar alkohol (%) Yp/s
(hari) terferrnentasi (%)
0 13,34 0,28 0,00
1 6,57 2,16 0,28
2 3,83 5,48 0,55
3 1,28 8,08 0,65
4 1,03 8,44 0,66
5 0,86 8,69 0,67
6 0,76 8,90 0,68
7 0,57 9,16 0,69
Lampiran 2b. Produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus pada konsentrasi starter
15 % v/v)
Waktu fermentasi Kadar gUla sisa tak Kadar alkohol (%) Yp/s
(hari) terfermentasi (%)
0 13,52 0,76 0,00
1 4,98 3,04 0,27
2 3,18 6,08 0,51
3 1,20 8,88 0,66
4 1,11 9,29 0,69
5 0,95 8,77 0,64
6 0,86 8,67 0,62
7 0,76 8,67 0,62
Larnpiran 2e. Produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus pada konsentrasi starter
20% v/v)
Waktu ferrnentasi Kadar glila sisatak Kadar alkohol (%) Yp/s
(hari) terferrnentasi (%)
0 13,17 0,52 0,00
1 6,14 2,72 0,31
2 2,60 4,84 0,41
3 1,11 788 0,61
4 1,03 8,44 0,65
5 0,86 9,01 0,69
6 0,67 8,96 0,67
7 0,57 8,90 0,66
Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil fermentasi alkohol pada konsentrasi starter 15 %
(v/v)
Lampiran 3a. Rekapitulasi data hasil fermentasi alkohol pada konsentrasi starter 15 %
(v Iv) (ulangan I)
Substrat Waktu fermentasi pH Suhu Kadar Kadar gula sisa
("Brix) (hari) ee) alkohol (%) tak terfermentasi
(%)
0 4,87 27,6 0,60 12,79
1 4,89 29,4 3,27 4,32
2 4,80 28,9 6,71 2,51
22 3 4,80 27,9 9,11 0,47
4 4,75 27,4 9,60 0,38
5 4,73 27,2 9,90 0,19
6 4,66 27,8 9,07 0,09
7 4,56 28,1 9,88 0,09

4,68 27,6 0,50 12,61
1 4,87 30,3 3,32 5,90
"
4,84 29,1 6,23 3,17 ..
24 3 4,83 28,3 9,78 0,57
4 4,82 27,6 10,12 0,29
5 4,78 27,4 10,28 0,19
6 4,68 27,9 10,37 0,09
7 4,64 28,0 10,40 0,09

4,80 27,7 0,76 12,42
1 4,96 29,6 4,56 7,07
2 4,90 28,9 8,16 4,15
26 3 4,87 28,4 9,77 2,44
4 4,89 28,0 10,96 1,20
5 4,85 27,5 9,79 0,67
6 4,76 27,9 11,09 0,29
7 4,68 28,2 11,95 0,19
49
Lampiran 3b. Rekapitulasi data hasil fermentasi alkohol pada konsentrasi starter 15 %
(v/v) (ulangan II)
Substrat Waktu fermentasi pH Suhu Kadar Kadar gula sisa
50
("Brix) (hari)
COC)
alkohol (%) tak terfermentasi
(%)
0 4,53 28,0 0,76 13,48
1 4,58 30,8 4,34 6,27
2 4,44 28,7 7,99 4,11
22 3 4,40 28,2 9,16 3,54
4 4,39 28,0 9,39 2,72
5 4,31 27,1 9,72 1,99
6 4,27 27) 9,04 1,32
7 4,24 27,9 9,44 0,90
0 4,60 28,1 1,04 13,48
1 4,62 31,5 4,81 8,45
2 4,46 29,2 7,86 5,94
24 3 4,41 28,5 9,52 2,80
4 4,40 28,2 9,70 2,23
5 4,34 27,0 10,00 1,48
6 4,29 27,5 10,28 1,14
7 4,26 278 10,36 0,99
0 4,63 28,1 0,92 13,30
1 4,68 31,7 4,75 8,03
2 4,52 29,1 8,69 4,94
26 3 4,46 28,5 9,62 3,95
4 4,43 28,1 10,62 3,21
5 4,37 27,2 9,82 2,97
6 4,30 27,5 10,96 2,72
7 4,27 28,0 11,75 2,32
Lampiran 3 c. Rekapitulasi data hasil fermentasi alkohol pada konsentrasi starter 15 %
(v/v) (rataan dua kali ulangan)
Substrat Waktu fermentasi pH Suhu Kadar Kadar gula sisa
51
("Brix) (hari)
COC)
alkohol (%) tak terfermentasi
(%)
0 4,70 27,8 0,68 13,14
1 4,74 30,1 3,81 5,30
2 4,62 28,8 7,35 3,31
22 3 4,60 28,1 9,14 2,01
4 4,57 27,7 9,50 1,55
5 4,52 27,2 9,81 1,09
6 4,47 27,6 9,06 0,71
7 4,40 28,0 9,66 0,50
0 4,64 27,9 0,77 13,05
1 4,75 30,9 4,07 7,18
2 4,65 29,2 7,05 4,56
24 3 4,62 28,4 9,65 1,69
4 4,61 27,9 9,91 1,26
5 4,56 27,2 10,14 0,84
6 4,49 27,7 10,33 0,62
7 4,45 27,9 10,38 0,54
0 4,72 27,9 0,84 12,86
1 4,82 30,7 4,66 7,55
2 4,71 29,0 8,43 4,55
26 3 4,67 28,5 9,70 3,20
4 4,66 28,1 10,79 2,21
5 4,61 27,4 9,81 1,82
6 4,53 27,7 11,03 1,51
7 4,48 28,1 11,85 1,26
52
Lampiran 4. Produksi alkohol oleh Saccharomyces ellipsoideus pada substrat 20 "Brix
Lampiran 4a. Tabel ferrnentasi alkohol pada konsentrasi starter 10 % (v/v) selama
7 hari
Parameter Waktu ferrnentasi (hari)
0 1 2 3 4 5 6
Kadar alkohol (%) 0,28 2,16 5,48 8,08 8,44 8,69 8,90
Kadar gula sisa tak 13,34 6,57 3,83 1,28 1,03 0,86 0,76
terferrnentasi (%)
Lampiran 4b. Tabel ferrnentasi alkohol pada konsentrasi starter 15 % (v/v) selama
7hari
Parameter Waktu ferrnentasi (hari)
0 1 2 3 4 5 6
Kadar alkohol (%) 0,76 3,04 6,08 8,88 9,29 8,77 8,67
Kadar gula sisa tak 13,52 4,98 3,18 1,20 1,11 0,95 0,86
terferrnentasi (%)
Lampiran 4c. Tabel ferrnentasi alkohol pada konsentrasi starter 20 % (v/v) selama
7 hari
Parameter Waktu ferrnentasi (hari)
0 1 2 3 4 5 6
Kadar alkohol (%) 0,52 2,72 4,84 7,88 8,44 9,01 8,96
Kadar gula sisa tak 13,17 6,14 2,60 I,ll 1,03 0,86 0,67
terferrnentasi (%)

7
9,16
0,57
7
8,67
0,76
7
8,90
0,57
Lampiran 5. Perbandingan hasil fermentasi alkohol antar konsentrasi starter pada
substrat 20 "Brix selama 7 hari
a. Grafik Kadar Alkohol
10
9
8
7
l
6
"
-g
5
"" "iii
~
..
4
"
-+- Konsentrasi starter 10 % (v/v)
..
" 3
-Ii- Konsentrasi starter 15 % (v/v)
2
-A- Konsentrasi starter 20 % (v/v)
I 0 0 1
2 3 4 5 6
L_. ___ . ____ _
Lama fermentasl (harl)
~ - - - ... ------------_._-_._-_.
b. Grafik Kadar Sisa Gula Tak Terfermentasi
14
12
l
-+--- Konsentrasi starter 10 % (v/v)
Vi
10
~
----ta- Konsentrasi starter 15 % (v/v)
~
E
-lr- Konsentrasi starter 20 % (v/vl
~
8
~
.s
"" J!
6
..
:;
'"
..
4 0
;;;
~
..
"
..
2
"
0 2 3 4 5 6
Lama fermentasl (harl)
-----_._-_._--_._---
53
--',
,
,
7
7:
54
Lampiran 6. Produksi alkohol oleh Saccharomyces el/ipsoideus pada konsentrasi starter
15 % (v/v)
Lampiran 6a. Tabel fennentasi alkohol pada substrat 22 "Brix selama 7 hari (rataan dua
kali ulangan )
Parameter Waktu fermentasi (hari)
0 1 2 3 4 5 6 7
Kadar alkohol (%) 0,68 3,81 7,35 9,14 9,50 9,81 9,06 9,66
Kadai gula sisa tak 13,14 5,30 3,31 2,01 1,55 1,09 0,71 0,50
terfennentasi (%)
Lampiran 6b. Tabel fennentasi alkohol pada substrat 24 "Brix selama 7 hari (rataan dua
kali ulangan)
Parameter Waktu fermentasi (hari)
0 1 2 3 4 5 6 7
Kadar alkohol (%) 0,77 4,07 7,05 9,65 9,91 10,14 10,33 10,38
Kadar gula sisS: tak 13,05 7,18 4,56 1,69 1,26 0,84 0,62 0,54
terfennentasi (%)
-
Lampiran 6c. Tabel fennentasi alkohol pada substrat 26 "Brix selama 7 hari (rataan dua
kali ulangan)
Parameter Waktu fermentasi (hari)
0 1 2 3 4 5 6 7
Kadar alkohol (%) 0,84 4,66 8,43 9,70 10,79 9,81 11,03 11,85
Kadargula sisa tak 12,86 7,55 4,55 3,20 2,21 1,82 1,51 1,26
terfennentasi (%)
55
Lampiran 7. Perbandingan hasil ferrnentasi alkohol antar substrat pada konsentrasi starter
15 % (v/v) selama 7 hari (rataan dua kali ulangan)
r - - - . - - - - - - - - - - . - - - - . - - - ~ - . - - - ~ .. --- .....
a. Grafik Kadar Alkohol
-+- Substrat 22 oBrix
-LI- Substrat 24 oBrix
-I::s- Substrat 26 oBrix
2 3 4 5 6 7
Lama fermentasi (harl)
L.. ____ .. _. _____________ . ___ ... _.
~ - - - - - - - - - - - - - - - - - - .. --.---.... --.-... ---_.
b. Grafik Kadar Sisa Gula Tak Terfermentasi
2 3 4 5 6 7
J
Lama fermentasl (harl)
L.. __ _ ... __ . ___
. __ .. _ ... _------_ ....
56
Lampiran 8. Perbandingan efisiensi penggunaan substrat selama fermentasi alkohol oleh
Saccharomyces ellipsoideus
Lampiran 8a. Efisiensi penggunaan substrat pada substrat 22 "Brix, 24 Brix, dan 26
"Brix (ulangan I)
Waktu ferrnentasi Substrat CBrix)
(hari) 22 24 26

0,00 0,00 0,00
1 0,66 0,53 0,43
2 0,80 0,74 0,66
3 0,96 0,95 0,80
4 0,97 0,97 0,90
5 0,98 0,98 0,95
6 0,99 0,99 0,97
7 0,99 0,99 0,98
Lampiran 8b. Efisiensi penggunaan substrat pada substrat 22 "Brix, 24 Brix, dan 26
"Brix (ulangan II)
Waktu ferrnentasi Substrat ("Brix)
(hari) 22 24 26

0,00 0,00 0,00
1 0,53 0,37 0,39
2 0,69 0,56 0,62
3 0,74 0,79 0,70
4 0,79 0,83 0,76
5 0,85 0,89 0,77
6 0,90 0,91 0,79
7 0,93 0,93 0,82
57
Lampiran 9. Hubungan antara koreksi suhu pada penentuan Brix tetes
Suhu ( "Brix )
C 8,0 8,1 8,2 8,3 8,4 8,5 8,6
27,0 0,044 0,044 0,045 0,045 0,045 0,045 0,045 N
27,1 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 E
27,2 0,031 0,031 0,031 0,031 0,031 0,032 0,032 G
27,3 0,024 0,024 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 A
27,4 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 T
27,5 0,011 0,011 0,011 0,012 0,012 0,012 0,012 I
27,6 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005 F
27,7 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,001 0,001 P
27,8 0,009 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008
27,9 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0,015 0
28,0 0,022 0,022 0,022 0,022 0,022 0,021 0,021
28,1 0,029 0,029 0,029 0,028 0,028 0,028 0,028 S
28,2 0,036 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035
28,3 0,043 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 I
28,4 0,049 0,049 0,049 0,049 0,049 0,049 0,049
28,5 0,056 0,056 0,056 0,056 0,056 0,056 0,056 T
28,6 0,063 0,063 0,063 0,063 0,063 0,063 0,063
28,7 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 I
28,8 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,076 0,076
28,9 0,084 0,084 0,084 0,084 0,084 0,084 0,084 F
29,0 0,091 0,091 0,091 0,091 0,091 0,091 0,091
58
Lampiran 1 0. Hubungan antara skala alkoholmeter dengan suhu
Suhu Skala alkoholmeter
C 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95
24,0 1,7 2,1 2,4 2,7 3,1 3,4 3,8 4,2 4,5 4,8
24,5 1,6 2,0 2,3 2,6 3,0 3,3 3,7 4,1 4,4 4,7
25,0 1,5 1,9 2,2 2,6 2,9 3,3 3,6 4,0 4,3 4,6
25,5 1,5 1,8 2,1 2,5 28 3,2 3,5 3,9 4,2 4,5
26,0 1,4 1,7 2,0 2,4 2,7 3,1 3,4 3,8 4,1 4,4
26,5 1,3 1,6 2,0 23 2,6 3,0 3,3 3,7 4,0 4,3
27,0 1,2 1,5 1,9 2,2 2,5 2,9 3,2 3,6 3,9 4,2
27,5 1,1 1,4 1,8 2,1 2,4 2,8 3,1 3,5 3,8 4,1
28,0 1,0 1,4 1,7 2,0 2,3 2,7 3,0 3,3 3,6 3,9
28,5 0,9 1,3 1,6 1,9 2,2 2,6 2,9 3,2 3,5 3,8
29,0 0,9 1,2 1,5 1,8 2,1 2,5 2,8 3,1 3,4 3,7
29,5 0,8 1,1 1,4 1,7 2,0 2,4 2,7 3,0 3,3 3,6
30,0 0,7 1,0 1,3 1,6 1,9 2,3 2,6 2,9 3,2 3,5
59
Lampiran 11. Tetapan untuk cara inversi menurut STEUERWALD
Pembacaan dalam Suhu polarimeter ( C )
tabung 200 mm
sesudah inversi
32 30 28 26 24 22 20
- 18 - - - -
- 145,51 145,54
- 17
- - -
145,39 145,42 145,46 145,49
- 16 -
145,27 145,30 145,34 145,37 145,41 145,44
- 15 145,18 145,22 145,25 145,28 145,32 145,35 145,39
- 14 145,12 145,16 145,19 145,23 145,26 145,30 145,34
-13 145,06 145,10 145,13 145,17 145,21 145,25 145,29
- 12 145,00 145,04 145,08 145,12 145,16 145,20 145,24
-11 144,94 144,98 145,02 145,07 145,11 145,15 145,19
-10 144,88 144,93 144,97 145,01 145,06 145,10 145,14
-9 144,82 144,87 144,91 144,96 145,00 145,05 145,10
-8 144,77 144,81 144,86 144,90 144,95 145,00 145,05
-7 144,71 144,75 144,79 144,84 144,90 144,95 145,00
- 6 144,65 144,70 144,74 144,79 144,84 144,89 144,95
- 5 144,59 144,64 144,69 144,74 144,79 144,84 144,90
-4 144,53 144,58 144,63 144,68 144,74 144,79 144,85
- 3 144,47 144,52 144,58 144,63 144,69 144,74 144,80
-2 144,41 144,46 144,52 144,58 144,63 144,69 144,75
- 1 144,35 144,41 144,46 144,52 144,58 144,64 144,70
60
Lampiran 12. Kadar gula reduksi setrup dari polarisasi dan banyaknya mg tembaga yang
dipisahkan oleh 0,6 gram setrup (untuk pemeriksaan glukosa dalam tetes
secara iodometrik)
mg Polarisasi
tembaga
10 20 30 40 50 60 70 80
170 14,93 14,85 14,79 14,76 14,73 14,70 14,69
-
172 15,10 15,03 14,97 14,94 14,91 14,88 14,86
-
174 15,28 15,21 15,15 15,12 15,09 15,06 15,05
-
176 15,"46 15,40 15,33 15,30 15,27 15,24 15,22 -
178 15,65 15,59 15,51 15,48 15,45 15,42 15,40 -
180 15,84 15,78 15,69 15,66 15,63 15,60 15,58 -
182 16,03 15,96 15,87 15,84 15,81 15,78 15,76 -
184 16,22 16,14 16,05 16,02 15,99 15,96 15,94 -
186 16,41 16,32 16,23 16,21 16,17 16,14 16,12 -
188 16,60 16,50 16,41 16,40 16,35 16,32 16,30 -
190 16,80 16,69 16,59 16,59 16,53 16,50 16,48 -
192 16,98 16,87 16,77 16,77 16,71 16,68 16,66 -
194 17,16 17,06 16,96 16,95 16,90 16,86 16,86 -
196 17,34 17,25 17,15 17,13 17,09 17,05 17,03 -
198 17,52 17,44 17,34 17,31 17,28 17,24
- -
200 17,70 17,63 17,53 17,50 17,47 17,43 -
-
202 17,88 17,82 17,72 17,68 17,65 17,61 - -
204 18,06 18,01 17,92 17,86 17,83 17,78 - -
206 18,24 18,20 18,12 18,04 18,01 17,96 - -
Lampiran 13. Jumlah gram gula invert sesuai dengan selisih titrasi yang meningkat
dengan 0,1 ml dan dalam larutan titrasi terdapat 0 gram sakarosa
mlthioO,IN Tanpa sakarosa mlthioO,IN Tanpa sakarosa
0,00 0,00 3,10 9,85
0,10 0,35 3,20 10,15
0,20 0,70 3,30 10,45
0,30 1,05 3,40 10,75
0,40 1,40 3,50 11,05
0,50 1,75 3,60 11,35
0,60 2,10 3,70 11,65
0,70 2,45 3,80 11,95
0,80 2,80 3,90 12,25
0,90 3,15 4,00 12,55
1,00 3,50 4,10 12,85
1,10 3,80 4,20 13,15
1,20 4,10 4,30 13,45
1,30 4,40 4,40 13,75
1,40 4,70 4,50 14,05
1,50 5,00 4,60 14,35
1,60 5,30 4,70 14,65
1,70 5,60 4,80 14,95
1,80 5,90 4,90 15,25
1,90 6,20 5,00 15,55
2,00 6,55 5,10 15,85
2,10 6,85 5,20 16,15
2,20 7,15 5,30 16,45
2,30 7,45 5,40 16,75
2,40 7,75 5,50 17,05
2,50 8,05 5,60 17,35
2,60 8,35 5,70 17,65
2,70 8,65 5,80 17,95
2,80 8,95 5,90 18,25
2,90 9,25 6,00 18,60
3,00 9,55 6,10, 18,90
61
62
Lampiran 13. lanjutan
ml thio 0,1 N
T a n ~ a sakarosa ml thio 0,1 N Tanpa sakarosa
6,20
19,20
10,10
31,15
6,30
19,50
10,20
31,45
6,40
19,80
10,30
31.75
I
6,50
20,10
10,40
32.05
6,60 20,40
10,50
32AO
6,70
20,70
10,60
32,70
6,80 21,00
10,70 33,00
6,90
21,30
10,80
n30
7,00
21,65
10,90
33,60
7,10
21,95
11,00
33,95
7,20
22,25
11,10 34,25
7,30
22,55
11,20
34,55
7,40
22,85
11,30
34,90
7,50
23,15
11,40
35,20
7,60
23,45
11,50 35,50
7,70
23,75 11,60
35,80
7,80
24,05
11,70
36,15
7,90
24,35
11,80 36,45
8,00 24,70
11,90
36,75
8,10
25,00
12,00 37,10
8,20 25,30
12,10
37,40
8,30
25,60
12,20 37,70
8,40
25,90
12,30
38,05
8,50
26,25
12,40 38,35
8,60
26,55
12,50 38,70
8,70
26,85
12,60 39,00
8,80
27,15
12,70 39,35
8,90 27,45
12,80
39,65
9,00 27,80
12,90
39,95
9,10 28,10
13,00 40,30
9,20 28,40
13,10 40,60
9,30 28,70
13,20 40,95
9,40 29,00
13,30
41,25
9,50
29,30
13,40
41,60
9,60
29,60
13,50
41.90
9,70
29,90
13,60
42,25
9,80
30,20
13,70
42,55
9,90
30,50
13,80
42,90
10,00
30,85
13,90 43,20
63
Lampiran 13. lanjutan
mI thio 0,1 N Tanpa sakarosa ml thio 0,1 N Tanpa sakarosa
14,00 43,50 15,10 47.15
14,10 43,85 15,20 47.50
14,20 44,20 15,30 47.80
14,30 44,50 15,40 48.15
14,40 44,85 15,50 48,50
14,50 45,20 15,60 48.85
14,60 45,50 15,70 49.20
14,70 45,85 15,80 49.55
14,80 46,20 15,90 49,85
14,90 46,50 16,00 50.20
15,00 46,80

Das könnte Ihnen auch gefallen