Sie sind auf Seite 1von 13

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai keadaan progresif dan biasanya terjadi penurunan irreversibel dari glomerular filtration rate (GFR) dengan tanda utama meningkatnya serum kreatinin, dan kadar blood ureic nitrogen (BUN). Keadaan yang paling sering menyebabkan kondisi ini adalah hipertensi, diabetes melitus, chronic glomerularnephritis, uropathy dan penyakit autoimune. Diabetik nefropathy merupakan kondisi yang paling sering menyebabkan keadaan end-stage renal disease (ESRD). Kondisi ESRD terjadi apabila GFR menurun hingga 5-10% dan terjadi peningkatan level uremia. Gagal ginjal kronis merupakan kelainan sistemik yang sering dijumpai di masyarakat. Keadaan ini menyebabkan komplikasi yang kompleks yang dipengaruhi oleh etiologi, penurunan fungsi ginjal, respon terapi serta variasi tiap individu. Kelainan sistemik tersebut juga menimbulkan manifestasi di rongga mulut, seperti: xerostomia, uremic stomatitis, gangguan periodontal, serta perubahan gambaran radiografi maksilari serta mandibula. Tujuan dari jurnal ini untuk mengetahui kepentingan gagal ginjal kronik terhadap manifestasi rongga mulut serta perawatan gigi pada pasien gagal ginjal kronik. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dari gagal ginjal kronik? 2. Apakah etiologi dari gagal ginjal kronik? 3. Bagaiaman cara mendiagnosa penyakit gagal ginjal kronik? 4. Bagaimana penatalaksanaaan penyakit gagal ginjal kronik? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari gagal ginjal kronik 2. Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal kronik 3. Untuk mengetahui cara mendiagnosa gagal ginjal kronik.

4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik 1.4 Manfaat Sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang hubungan gagal ginjal kronis dan

manifestasi kelainannya di rongga mulut. kronik. Sebagai dasar perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan gigi dan mulut. Sebagai referensi perawatan kesehatan gigi dan mulut pasien dengan gagal ginjal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Kasus Pasien A, umur 35 tahun, perempuan, tercatat pada klinik terapi gigi. Pasien mempunyai riwayat penyakit kegagalan fungsi ginjal moderat sejak 1991 dan diabetes melitus serta krisis hipertensi sejak umur 13 tahun, yang terkontrol dengan diet. Pasien membutuhkan perawatan akibat uremia jelas, asidosis metabolik, krisis hipertensi, dengan diagnosa gagal ginjal kronik serta memulai hemodialisa. Diabetik nephropaty merupakan faktor etiologi untuk gagal ginjal kronis dan pasien memerlukan continous ambulatory peritoneal dialisis (CAPD) atas keputusan team dokternya. Pada rekam medis, pasien telah memeriksakan kepada otorhinolaringologist pada tahun 1994 karena keluhan hypoacusis. Pasien didiagnosa tuli neurosensorial cochlear dan merupakan indikasi pemakaian alat bantu dengar. Setelah beberapa tahun berjalan, pasien menderita glaukoma pada mata kiri dan dilakukan operasi. Pasien tetap menggunakan CAPD dalam jangka lama, tetapi karena terdapat infeksi peritonitis bakteri yang berulang, pasien kembali menggunakan hemodialisa. Sekarang ini pasien melakukan sesi hemodialisis selama 4 jam, tiga kali seminggu menggunakan polytetrafluoroethylene prosthesis melalui fistula arteriovenosus pada lengan sebelah kiri. Pasien juga menderita komplikasi diabetes melitus seperti, amaurosis, dan gangguan pembuluh darah perifer. Karena beberapa lama pasien menderita gagal ginjal kronik dan hemodialisa, pada pasien didapatkan tanda ke arah hiperparatiroid sekunder. Resep obat yang diberikan oleh dokter yang menangani telah di maintanance (furosemid 40 mg qd, captopril 25 mg bid, B complek, asam folat 5 mg qd, calsitriol 0.25 g qd dan calsium carbonat 2 g saat makan pagi, siang dan malam). Kondisi pasien tentang riwayat gigi nya, pasien merasakan nyeri simtomatis pada regio anterior mandibula. Pasien mengeluhkan nyeri saat mengunyah dan sensitif terhadap rangsangan suhu. Pada pemeriksaan intraoral didapatkan mobilisasi beberapa gigi, hilangnya insersi secara umum, kantung periodontal yang dalam, lesi furcation, perdarahan ginggiva dan terdapat deposit plak gigi yang berat pada mulutnya. Pada pemeriksaan radiografi memperlihatkan hilangnya tekanan tulang alveolar yang berhubungan dengan penyangga tulang, gambaran radioopaq pada gigi menggambarkan adanya calculus interproksimal dan abses periapikal.

Hampir seluruh gigi mengalami kerusakan berat dan atau periodontal compromise. Pasien dan keluarga diberitahukan tentang kondisi rongga mulut pasien dan keputusan dari kondisi ini adalah dengan mencabut seluruh gigi dan mengganti dengan rehabilitasi prostetic. Sebelum proses exodontia, tem medis telah mendapatkan persetujuan dan mulai menjalani pemeriksaan laboratorik. Pada prosedur operasi pasien dijadwalkan untuk melakukan blok anastesi general. Setelah lima bulan pasca ektraksi, pada gambaran radiografi tidak terlihat malformasi tulang. II.2 Definisi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah suatu penurunan progresif dari fungsi ginjal yang berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus. Hal ini dapat disebabkan berkurangnya jumlah dan fungsi nefron. Ketika fungsi ginjal menurun, maka ekskresi sisa metabolisme akan terganggu dan proses fisiologis tubuh tidak adekuat. Penyebab utama gagal ginjal kronik adalah diabetes melitus dan hipertensi (Proctor, et al., 2005). II.3 Etiologi Gagal Ginjal kronik Dari data yang tersedia menunjukkan bahwa urutan etiologi terbanyak pada gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%), ginjal polikistik (10%). Glomerulonefritis Glomerulunefritis merupakan istilah yang digunkan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, tetapi secara umum memberi gambaran histopatologi pada glomerulus. Berdasar sumbernya, glomerulus dibagi menjadi primer dan sekunder. Glomerulus primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal itu sendiri, sedangkan sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti, diabetes melitus, lupus eritematous sistemik, mieloma multiple, atau amiloidosis. Diabetes melitus Menurut American Diabetes Associationc(2003), diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- duanya. Penyakit diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan- lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti polidipsi, polifagia, dan poliuria.

Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.

Ginjal Polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. II.4 Diagnosa Gagal Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1.73m2.

Tabel.2 Stadium Gagal Ginjal Kronik

II.5 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik A. Terapi Konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal, meringankan keluhan dan memperbaiki metabolisme secara optimal. Terapi diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari GFR dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). B. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (GFR). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, edema paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi efektif, yaitu GFR antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat. Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai comorbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal. Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah b) c) d) e) Kualitas hidup normal kembali Masa hidup (survival rate) lebih lama Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat Biaya lebih murah dan dapat dibatasi. BAB III

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

PEMBAHASAN Manifestasi rongga mulut yang terdapat pada pasien gagal ginjal kronik dapat berupa, rongga mulut yang berbau amonia, stomatitis, penurunan saliva yang menyebabkan xerostomia, parotitis, penyakit periodontal, kandidiasis, mukosa yang pucat, anomali gigi, maloklusi, hilangnya lamina dura dan lesi pada tulang. Xerostomia Manifestasi ini dapat muncul pada penderita yang mengalami proses hemodialisa. Penyebab yang mungkin karena pemasukan cairan yang terbatas, efek dari terapi obatobatan, dan bernafas melalui mulut. Xerostomia dalam waktu lama dapat menyebabkan karies gigi, inflamasi ginggiva dan kesulitan dalam berbicara (Bots, et al., 2007). Nafas berbau amonia Hal tersebut terjadi karena tingginya konsentrasi uremia dalam saliva. Nafas berbau amonia dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan metabolik dan biokimia yang abnormal. Uremia dapat mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga menyebabkan hilangnya memori/ daya ingat, ilusi, kesukaran berbicara, depresi, penurunan konsentrasi, koma, asterixis, epilepsi, dan juga dapat menyebabkan gangguan asidosis metabolik dan hiperkalemia. Uremia juga dapat mempengaruhi sistem gastrointestinal sehingga menyebabkan mual, muntah, ulkus peptic, dan metallic taste pada mulut, serta menyebabkan perubahan dermatologi seperti pucat, pruritus, dan deposit kalsium dalam jaringan. Kandidiasis Kandidiasis merupakan infeksi fungal yang berkarakteristik berupa plak pada mukosa bukal, lidah, kadang terdapat pada palatum dan dasar mulut. Faktor predisposisi yang utama adalah penggunaan antibiotik broad spectrum yang dapat mengurangi jumlah flora normal dalam mulut (Anonymous, 2003) Mukosa pucat Hal ini disebabkan anemia pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia tersebut disebabkan oleh defisiensi eritopoetin dan asam folik. Hal tersebut juga mempengaruhi produksi leukosit, yang dipengaruhi akibat terjadi limfositopenia. Ginjal menghasilkan

eritropoetin yang berfungsi menghasilkan sel darah merah, dengan adanya kerusakan ginjal maka menyebabkan anemia dan mukosa mulut terlihat pucat. Hilangnya lamina dura Hilangnya lamina dura merupakan tanda klasik dari hiperparathyroidism. Perubahan metabolisme tulang sering terjadi yang disebabkan kondisi hiperparatiroid sekunder. Hal tersebut terjadi akibat tingginya serum fosfor (karena kerusakan ginjal) dan penurunan serum calsium serta calsitriol (karena penurunan hidroksilasi pada 25-hydroxyvitamin D 3 pada ginjal). Perubahan tersebut terjadi secara terus- menerus dan menyebabkan resorbsi tulang serta oestitis fibrosa. Jika gangguan renal terjadi dalam masa pertumbuhan, kemungkinan pasien akan mengalami keterlambatan tumbuh, rickets, keterlambatan erupsi gigi, dan maturitas seksualnya. Periodontitis Kondisi rongga mulut pasien gagal ginjal dengan hemodialisa menjadi buruk. Deposit kalkulus dapat meningkat. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya periodontitis pada pasien gagal ginjal dengan hemodialisa (Proctor, et al., 2005) Enamel hipoplasia Enamel hipoplasia sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronis usia muda. Penggunaan kortikosteroid akan menyebabkan enamel hipoplasia. Uremia dapat menekan respon limfosit, disfungsi granulosit dan menekan sel- sel imun. Perubahan tersebut mengakibatkan pasien dengan uremia mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi. Gangguan hemostasis pada pasien gagal ginjal kronik biasanya diakibatkan gangguan adesi dan agregrasi platelet, penurunan platelet faktor III dan perubahan metabolisme protrombin. Dilaporkan studi oleh Kho, et al, (1999), yang memperlihatkan PH saliva pada pasien ESRD bersifat alkaline karena konsentrasi amonia yang tinggi akibat hidrolisis urea. Peningkatan konsentrasi fosfat juga mempengaruhi peningkatan buffer saliva dan mempengaruhi rendahnya kejadian caries gigi. Tetapi laporan yang diberikan oleh Klassen dan Krasko (2002), menyatakan bahwa pasien dengan gagal ginjal mempunyai oral higiene yang buruk, terdapat banyak calculus, ginggivitis dan banyak sekali caries gigi.

10

Gavalda et al, melaporkan bahwa pada pasien gagal ginjal kronik didapatkan lesi pada mukosa, uremic stomatitis dan infeksi candidia pada 37% pasien. Sedangkan Kressen dan Krasko (2002), melakukan evaluasi terhadap 45 pasien hemodialisis, dan melaporkan bahwa 100% mengalami penyakit periodontal, 64% ginggivitis, dan 28% terjadi secara spontan. Perubahan radiografi maksila dan mandibula- hilangnya lamina dura, lesi radioluscent, dan abnormal extraction bone healing, dikarenakan hilangnya calsium dalam jaringan tulang yang diakibatkan peningkatan produksi parathormone. Hal tersebut menyebabkan gangguan metabolisme calsium, phosfat dan vitamin D. Hiperparatiroid primer atau sekunder sama- sama menyebabkan hilangnya lamina dura. Terapi pada pasien gagal ginjal kronik dengan melalui hemodialisa, peritoneal dialisis, dan transplantasi ginjal. Perawatan dialisis itu sendiri menimbulkan manifestasi di rongga mulut, seperti xerostomia, sehingga kebersihan mulut menjadi buruk dan terjadi periodontitis. Terapi pada pasien gagal ginjal kronik tergantung pada fase serta status klinik pasien. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal, tetapi tanpa tanda klinis dan keluhan, dapat diberikan terapi, obat tanpa mempengaruhi metabolisme ginjal, karena obat akan dimetabolisme di ginjal yang menyebabkan toksik dan memperburuk kondisi pasien jika diberikan pada dosis biasa. Apabila obat tersebut tidak bisa diganti, berikan dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Evaluasi kesehatan gigi juga perlu diperhatikan, seperti adanya infeksi pada rongga mulut. Diperlukan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi lokal atau sistemik. Pasien yang menjalani dialisi dengan jumlah transfusi darah yang tinggi mempunyai resiko terhadp tertularnya penyakit hepatitis B dan C. Bakterial endocarditis juga pernah dilaporkan pada pasien dengan hemodialisa. Sehingga dibutuhkan antibiotik profilaksis pada pasien yang menggunakan terapi hemodialisa. Kondisi hematologi pada pasien dengan uremia dan gagal ginjal sering mengalami perdarahan dan anemia, yang dipengaruhi karena pemberian antikoagulan pada saat hemodialisa dan akses vaskular. Pada pasien dengan perdarahan berat atau clotting time, antifibrinolitic agent, fresh-frozen plasma, vitamin K, dan penggantian platelet atau elektrocauter untuk mengkontrol pendarahan. Pasien yang menerima golongan antikoagulan coumarin (warvarin) atau sodium heparin harus berhati- hati. Efek antikoagulan heparin pada dialisis tidak menyebabkan perdarahan sisa karena masa paruhnya hanya 3-4 jam post-infuse.

11

Keputusan digunakannya antifibrinolitik non INR (International Normalized ratio) harus tetap diperhatikan walaupun perdarahan telah terkoreksi, dimana INR memberikan resiko tromboembolism. Terapi gigi akan menjadi aman apabila tidak terjadi perdarahan yang lama. Gagal ginjal merupakan penyakit yang progresif sehingga memerlukan dialisis dan transplantasi ginjal. Terapi gigi pada pasien ini akan lebih baik apabila sebelum transplantasi. Infeksi merupakan komplikasi terberat pada pasien transplantasi ginjal, yang mana menyebabkan abses periodontal. Maka, penting pada pasien ginjal yang membutuhkan transplantasi memeriksakan giginya sebelum operasi untuk menyelamatkan gigi sehingga terhindar dari infeksi transplantasi. Gigi dengan lesi furcasi, abses periodontal atau memerlukan tindakan invasiv lebih diindikasikan untuk dicabut (ekstraksi).

BAB IV PENUTUP

12

IV. 1 Kesimpulan Gagal ginjal kronik merupakan peyakit sistemik yang menyebabkan adanya manifestasi pada rongga mulut. Manifestasi tersebut diantaranya adalah xerostomia, stomatitis, ginggivitis, parotitis, penyakit periodontal, dan lain sebagainya. Etiologi dari terjadinya gangguan ini yang terbanyak adalah karena diabetes melitus dan hipertensi. Kedua penyakit tersebut yang memberikan manifestasi secara sistemik. Diabetes melitus terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun kedua- duanya. Sedangkan hipertensi terjadi karena peningkatan tekanan darah yang etiologinya belum diketahui, bisa karena tahanan perifer yang meningkat atau essensial. Penyakit gagal ginjal kronik terjadi apabila penyakit ginjal yang berjalan lebih dari 3 bulan, dengan tanda- tanda proteinuria serta penurunan laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1.73m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Stadium dari gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 5 stadium yang ditentukan dari laju filtrasi glomerulus ginjal. Penatalaksanaan dari pasien dengan gagal ginjal meliputi terapi konservatif yaitu pengaturan diet, nutrisi, metabolisme cairan serta elektrolit. Selain itu terdapat terapi pengganti ginjal, karena fungsi ginjal pasien dengan gagal ginjal kronik tidak mampu lagi bekerja secara fisiologis, sehingga diperlukan terapi seperti hemodialisa, peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Manifestasi klinik secara sistematik dari pasien gagal ginjal kronik bisa tampak pada rongga mulut, sehingga perawatan terhadap gigi serta organ dalam rongga mulut harus dilakukan. Selain itu efek samping dari pemakaian terapi hemodialisa dan dialisis peritoneal juga perlu di cegah sehingga resiko pasien untuk jatuh dalam kondisi yang lebih parah serta menyakitkan dapat diatasi. IV.2 Saran Berdasarkan jurnal case report yang dipelajari, maka disarankan untuk: 1. Pemberian obat harus diperhatikan, karena beberapa macam obat mempunyai efek samping yang buruk terhadap gigi. Pemberian obat tidak hanya difokuskan pada penyakit primernya tetapi harus diperhatikan juga efek sampingnya terhadap jaringan/ organ lain.

13

2. Pemberian edukasi yang baik bahwa penyakit sistemik seperti gagal ginjal kronik dapat mengakibatkan manifestasi pada rongga mulut yang dapat menurunkan kualitas hidupmpenderita.
3. Memberikan rujukan kepada dokter yang bersangkutan apabila terjadi pemburukan keadaan

pasien.

Das könnte Ihnen auch gefallen