Sie sind auf Seite 1von 9

Paper No.

: MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

ANALISIS GETARAN PELAT BAJA PADA VARIASI SAMBUNGAN SYAHRIR ARIEF, HAMMADA ABBAS Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar 90245 email : ahmadyusrana@yahoo.co.id

ABSTRACT Plates as a construction material has been widely used as the support structure such as floors and walls, cover container structures, tanks, ships, planes, bridges, buildings, instruments, engine parts or other structures. Plates may experience static or dynamic loading that can cause changes in the shape or deformation that affects the stability and rigidity of the material of the plate, and can cause effects on the plate vibration that can damage the system as a whole. The purpose of this study was to determine the characteristics of the vibration (mass, stiffness, damping factor, the critical damping coefficient) of plate steel with deviation using transfer function and transfer function describes the speed and vibration characteristics of plates with various connection types (welded joints, bolts sambungaan and rivet connections). The material used is a steel plate with a length of 600 mm, width 100 mm and 8 mm thick. vibrations that occur can be measured using a vibration meter, regulator unit rounds, and eksiter. Based on this research, to analyze the transfer function and speed deviation is seen that the greatest resonance frequency occurs at position eksiter 300 mm and the smallest at the position of 600 mm from the pedestal eksiter flops. As for the type of connection, the largest resonant frequency occurs in steel plate with bolt connection, then the weld, and the smallest is rivet connection. Keywords: steel plate, Variation connection types, Vibration and transfer function

PENDAHULUAN Pelat sebagai bahan konstruksi telah banyak digunakan sebagai bahan penopang struktur seperti lantai dan dinding, penutup struktur pada container, tangki, kapal, pesawat, jembatan, bangunan, instrument, komponen mesin atau struktur lainnya. Dari penggunaannya pelat tersebut dapat mengalami pembebanan statis maupun dinamis yang dapat menyebabkan perubahan bentuk atau deformasi yang mempengaruhi kestabilan dan kekakuan bahan dari pelat tersebut (Szilard, 1974). Pembebanan dinamis atau harmonic dapat menimbulkan efek getaran pada pelat. Efek getaran akan menghasilkan atau disertai oleh situasi yang tidak diinginkan seperti pada tegangan dalam pada besaran tertentu biasa terjadi dan merusak sistem secara keseluruhan. Namun getaran juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu yang menghasilkan suatu amplitudo yang cukup untuk menentukan suatu fungsi dan sistem mekanis. Getaran yang terjadi pada suatu sistem atau struktur terjadi akibat pembebanan yang dapat berupa beban berubah-ubah, bolak-balik, beban tiba-tiba, dan beban kaku (inert). Hal ini perlu dikaji terutama yang berhubungan dengan kestabilan struktur. Salah satunya adalah mengenai karakteristik bahan baku penopang

sistem atau bahan yaitu massa, kekakuan, dan efek getaran Untuk memilih bahan atau sistem yang baik untuk suatu konstruksi sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari bahan tersebut. Salah satu karakteristik bahan yang berpengaruh terhadap kondisi bahan adalah kekakuan dan faktor redaman. Karena tanpa mengetahui lebih jauh tentang kekakuan dan faktor redaman suatu bahan atau sistem yang mengalami beban dinamis tidak dapat dianalisa kualitasnya secara pasti. Kedua faktor tersebut dapat diuji dengan analisis karakteristik sistem getaran dengan metode eksperimental. Banyak informasi yang diperoleh dari fungsi transfer ini, diantaranya adalah untuk mengetahui besar resonansi sistem tersebut. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan karakteristik dari getaran ( massa, kekakuan, faktor peredam, koefesien peredaman kritis) dari pelat berbahan baja dengan menggunakan fungsi transfer simpangan dan fungsi transfer kecepatan.

Paper No. : MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

2. Memaparkan karakteristik getaran pelat dengan variasi jenis sambungan (sambungan las, sambungan baut dan sambungan keling). BATASAN MASALAH Melihat begitu kompleksnya permasalah mengenai getaran, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah sebagai berikut: 1. Bahan yang diuji adalah baja. 2. Menggunakan tumpuan jepit bebas (kantilever) dimana posisi peletakan motor penggetar (eksiter) terhadap benda uji adalah bervariasi L dan L dari tumpuan jepit (disesuaikan jarak antara tumpuan jepit dan peletakan eksiter sehingga mudah membandingkan) terhadap benda uji. 3. Panjang dari benda uji adalah 600 mm dengan lebar 100 mm serta tebal 8 mm. 4. Beban pada sistem getaran berupa motor eksiter dengan piringan ketidak- seimbangan. 5. Metoda eksitasi yang digunakan adalah metoda eksitasi yang dihasilkan dari piringan ketidakseimbangan yang berputar, dan pengukuran getaran dilakukan dengan alat vibration meter. 6. Sistem getaran yang adalah sistem satu derajat kebebasan. 7. Sifat-sifat dan kekuatan benda uji tidak diperhitungkan. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Penulis Merupakan sarana dalam menerapkan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah 2. Bagi Akademik dapat memberikan tambahan referensi untuk pengembangan berikutnya 3. Bagi Industri dapat memberikan tambahan pengetahuan atau informasi bagi pihak industri dalam mendesain dan merencanakan suatu desain konstruksi khususnya bermaterial pelat baja. TEORI DASAR Pelat merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus (datar atau tidak melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensinya yang lain. Geometri suatu pelat bisa dibatasi oleh garis lurus atau garis lengkung. Ditinjau dari statika, kondisi tepi (boundary condition) pelat bisa bebas (free), bertumpuan sederhana (simply supported), jepit, dan tumpuan titik atau terpusat. Aksi struktural dua dimensi pada pelat menghasilkan struktur yang lebih ringan sehingga banyak memberikan keuntungan. Oleh karena itu, pelat banyak dipakai dalam semua bidang teknik. Banyak struktur seperti, jembatan, struktur hidrolik, struktur arsitektural, perkerasan jalan, pesawat terbang, peluru kendali, bagian-bagian mesin, tempat penyimpanan, kapal laut, dan lain sebagainya memerlukan penutup yang sempurna yang dapat dicapai dengan mudah oleh

pelat, tanpa menggunakan penutup tambahan. Dengan demikian memperoleh penghematan bahan dan tenaga kerja. Walaupun sturktur selaput (shell) tipis juga memberikan keuntungan-keuntungan yang disebutkan di atas. Bahkan lebih jauh dari itu, banyak unsur struktural membutuhkan permukaan bidang datar sehingga struktural dengan permukaan berlengkung tunggal atau ganda tidak mungkin digunakan. Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat umumnya dibedakan atas kategori utama berikut: 1. Pelat kaku merupakan pelat tipis yang memiliki ketegaran lentur dan memikul beban dengan aksi dua-dimensi, terutama dengan momen dalam (lentur dan puntir) dan gaya transversal yang umumnya sama dengan balok. 2. Membran merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul beban lateral dengan gaya geser aksial dan terpusat. 3. Pelat fleksibel merupakan gabungan dari pelat kaku dan membran yaitu memikul beban luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser transversal, gaya geser pusat serta gaya aksial. Pelat seperti ini sering dipakai dalam industri ruang angkasa. 4. Pelat tebal yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai kondisi kontinu tiga dimensi (Szilard, 1974). Menurut Timoshenko (1974) pelat dibedakan atas: a. Pelat tipis dengan lendutan kecil yaitu pelat dengan lendutan (w) ternyata lebih kecil daripada ketebalannya (h). b. Pelat tipis dengan lendutan besar yaitu pelat yang apabila dibengkokkan maka akan menjadi suatu permukaan yang mengembang. Pelat tebal yaitu pelat yang dipandang dari sudut tiga dimensi (3D)

Gambar Struktur pelat dalam tiga dimensi Sumber : S. Timonshenko (1974) Sambungan Baut Baut adalah alat sambung dengan batang bulat dan berulir, salah satu ujungnya dibentuk kepala baut ( umumnya bentuk kepala segi enam ) dan ujung lainnya dipasang mur/pengunci. Dalam pemakaian di lapangan, baut dapat digunakan untuk membuat konstruksi sambungan tetap, sambungan bergerak, maupun sambungan sementara yang dapat dibongkar/dilepas kembali. Bentuk uliran batang baut untuk baja bangunan pada umumnya ulir segi tiga (ulir tajam) 2

Paper No. : MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

sesuai fungsinya yaitu sebagai baut pengikat. Sedangkan bentuk ulir segi empat (ulir tumpul) umumnya untuk baut-baut penggerak atau pemindah tenaga misalnya dongkrak atau alat-alat permesinan yang lain (http://file.upi.edu).

Gambar Sambungan Baut Sumber : http://l2a007001.students-blog.undip.ac.id Sambungan Las Menyambung baja dengan las adalah menyambung dengan cara memanaskan baja hingga mencapai suhu lumer (meleleh) dengan ataupun tanpa bahan pengisi, yang kemudian setelah dingin akan menyatu dengan baik (http://file.upi.edu).

Gambar Sambungan Las Sumber : http://file.upi.edu Sambungan Keling Paku keling (rivet) adalah salah satu alat penyambung atau profil baja, selain baut dalam las. Paku keling terdiri dari sebuah baja yang pendek yang mudah ditempa dan berbentuk mangkuk setengah bulatan. Pada saat paku keling dalam keadaan plastis, paku keling dipukul dengan palu sehingga akan terbentuk sebuah kepala lagi pada sisi yang lainnya. Dan biasanya, paku keling akan mengembang sehingga mengisi seluruh lubang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar di bawah ini.

dan berulang secara kontinu atau dapat juga berupa gerakan tidak beraturan atau acak (Abdullah M. 2005). Studi tentang getaran adalah studi tentang gerakan berosilasi dan sistem mekanis serta kondisi dinamisnya. Gerakan ini dapat berupa gerakan beraturan atau berulang secara kontinu atau dapat juga berupa gerakan tidak beraturan atau acak. Umumnya getaran ditimbulkan akibat adanya gaya yang juga bervariasi dengan waktu. Supaya getaran mekanis terjadi, dibutuhkan minimal dua elemen pengumpul energi yaitu adanya massa (m) yang menyimpan energi kinetik dan alat elastis seperti pegas (k) yang menyimpan energi potensial. Setiap benda yang memiliki massa dan sifat elastisitas jika diberi gangguan (rangsangan), maka benda atau sistem tersebut akan bergetar. Berdasarkan penyebab suatu benda atau sistem bergetar maka getaran dapat diklasifikasikan sebagai getaran bebas dan getaran paksa. Getaran bebas adalah gerakan periodik yang diamati sebagai sistem yang berpindah dari kedudukan kesetimbangan elastis. Gaya yang bekerja adalah gaya pegas, gesekan, dan berat massa. Akibat adanya gesekan, getaran hilang sesuai dengan waktu (William dan Seto B.S, 1985). Getaran bebas terjadi jika sistem berisolasi karena gaya yang berada dalam sistem itu sendiri dan tidak ada gaya dari luar yang memaksa untuk bergetar, namun bergetar karena adanya kondisi awal yang diberikan. Getaran bebas diperlukan untuk menentukan frekuensi pribadi sistem yang merupakan sifat dasar (karakteristik yang dimiliki sistem yang bergetar). Penentuan frekuensi pribadi sistem yang mengalami getaran adalah sangat penting untuk mencegah terjadinya resonansi. Persamaan untuk getaran bebas teredam (Abdullah M, 2005) adalah :

Gambar Sambungan Keling Sumber : http://l2a007001.students-blog.undip.ac.id Getaran Getaran adalah suatu gerakan yang berulang dengan sendirinya pada suatu selang waktu tertentu yang dapat terjadi pada sistem dimana memiliki massa dan sifat elastis serta padanya bekerja gangguan. Getaran juga didefenisikan sebagai gerakan berosilasi dari suatu sistem yang dapat berupa gerakan beraturan

Sedangkan getaran paksa (forced vibration) terjadi jika ada gaya luar sebagai gaya eksitasi yang bekerja pada sistem yang membuat sistem berisolasi. Getaran paksa juga didefenisikan sebagai getaran suatu sistem karena adanya gaya luar yang memaksa terjadinya getaran dimana frekuensi sistem sama dengan frekuensi gaya luar. Kondisi ini dapat diatasi dengan menggunakan peredam. Dengan adanya gesekan, bagian gerakan yang ditahan oleh gaya eksitasi sinusoida secara perlahan menghillang. Dengan demikian sistem akan bergetar pada frekuensi gaya eksitasi dengan mengabaikan kondisi awal atau frekuensi pribadi sistem. Persamaan untuk getaran paksa adalah :

Paper No. : MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

Subtitusi ke persamaan (2), diperoleh: Secara teoritis untuk sistem tanpa peredam, besarnya simpangan yang terjadi pada saat resonansi akan mencapai nilai tak terhingga. Namun secara eksperimental kondisi ini tidak akan terjadi karena setiap sistem yang bergetar mempunyai sifat redaman yang dapat mengurangi besarnya simpangan yang terjadi.

Analisis Hukum Newton Terhadap Getaran Suatu persamaan diferensial yang menyatakan gerakan sistem didapat dengan cara menerapkan Hukum II Newton ke dalam sistem diagram benda bebas satu elemen massa. Bunyi Hukum II Newton :Besarnya percepatan benda tergantung dari besarnya gaya yang bekerja dan akan berarah sama dengan arah kerja gaya. Dapat dirumuskan (Robert K, 1995) sebagai berikut:

Gambar Sistem Pembebanan pada pegas (a) Tanpa regangan, (b) Kondisi Kesetimbangan statis, (c) Diagram Benda Bebas Sumber : Thomson (1992) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Laboratorium Mekanika Terpakai Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelat baja dengan dimensi yaitu panjang 600 mm, lebar 100 mm dan tebal 8 mm.

Dimana: = Resultan gaya yang bekerja = Massa benda = Percepatan

Gambar Skema Uraian Gaya Hukum II Newton Sumber: Robert K. (1995) Untuk suatu posisi pegas teregang sejauh sebagaimana terlihat pada gambar 6(a). gaya yang bekerja pada pegas adalah k., seperti yang ditunjukkan pada gambar 6(b). karena posisi kesetimbangan gaya harus dipenuhi (Thomson. 1992) maka:

Bila dilepaskan, massa m akan bergerak secara vertical. Arah posisi x diambil ke bawah sehingga untuk setiap posisi x dari m, gaya di dalam pegas adalah k(+x) dengan arah ke atas. Karena arah positif x ke bawah, maka percepatan 2x/2 dan kecepatan / akan berharga positif untuk arah yang sama dengan x. dari Hukum II Newton akan didapat persamaan sebagai berikut:

Gambar Dimensi Spesimen Pengujian Getaran Alat yang dipergunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Vibration Meter, model 5160 DV dengan skala terkecil 0.00125 mm 2. Unit Pengatur Kecepatan, tipe E11, serial no. 15568, 110 volt, dengan skala terkecil 25 rpm, buatan Inggris. 3. Motor Penggerak (Eksiter), buatan Electro Cooperation Inggris Pelaksanaan Penelitian Pada pelaksanaan penelitian ini benda uji pelat ditumpu pada tumpuan kantilever dimana motor penggerak (eksiter) diletakkan pada 12 L dan L dari tumpuan jepit. Dalam pelaksanaan pengukuran simpangan dan kecepatan, dilakukan beberapa tahap pelaksanaan sebagai berikut : 1. Meletakkan motor penggetar pada benda uji sesuai dengan posisi yang diinginkan. 2. Menghubungkan motor pengatur dengan kecepatan pengatur. 3. Menghidupkan motor penggetar. 4. Mengatur putaran motor penggetar. 4

Paper No. : MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

5. Pada tahap awal sistem digetarkan pada frekuensi rendah atau pada saat dimana simpangan dan kecepatan bisa terukur. 6. Untuk pengukuran simpangan pada sistem, maka vibrator meter ditetapkan pada posisi pembacaan simpangan (displacement), setelah simpangan dicatat dilanjutkan dengan pengukuran kecepatan dan pada pengukuran kecepatan ini, vibrator meter diletakkan pada posisi pembacaan kecepatan (velocity). 7. Selanjutnya sistem digetarkan pada frekuensi lain, yaitu pada frekuensi yang lebih tinggi dimana putaran motor penggetar diperbesar. Pada frekuensi tersebut kembali dilakukan pengukuran simpangan. Demikian seterusnya frekuensi terus dinaikkan secara kontinu. Pada setiap kenaikan frekuensi, simpangan dan kecepatan sistem dapat diukur.Untuk kantilever, pengukuran simpangan dan kecepatan dilakukan pada dua posisi peletakan motor yakni 12 L dan L dari tumpuan jepit.

= 104,6667 rad/s Volume Eksiter (V) V = V=

V = 1,8136 106 Massa lubang piringan aluminium (0) 0= x 0= 2740 kg/m3 x 1,8136 1063 0= 0,0049 kg Besar gaya eksitasi = 0 x x 2 = 0,0049 kg x 0,0329 x (104,6667 /)2 F = 1,7661 N Faktor Redaman 1 = 100,9735 rad/s res = 104,6667 rad/s 2 = 107,6257 rad/s maka, faktor redaman : = = = 0,0318

Gambar Instalasi Penelitian

Faktor Simpangan Resonansi Gambar Instalasi Penelitian Sumber : Foto Scan (2011) HASIL DAN PEMBAHASANPerhitungan Getaran Pelat Baja Sambungan Baut Posisi Eksiter 600 mm. 1. Perhitungan dengan Fungsi Transfer Simpangan. Gaya Eksitasi Data dari Piringan Ketidaksetimbangan adalah: 1. Tebal Piring Ketidaksetimbangan (t) = 6,4 mm 2. Diameter Piring Ketidaksetimbangan = 19 mm 3. Jari-jari Eksiter (e) = 32,9 mm 4. Densitas Aluminium = 2702 kg/m3 Data-data yang diperoleh pada saat resonansi: a. Putaran (n) = 1000 rpm b. Amplitudo Simpangan (X) = 0,4315 mm Pada saat resonansi besarnya kecepatan sudut (res) | | = Kekakuan (k) k=
| |

k= = 64397,6258 / Massa Sistem (m)

Paper No. : MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

Kekakuan (k) = 6,0752 kg

Koefisien Peredaman Kritis (Ck)

Koefisien Peredaman (C) = = 0,0318 x 1230,5270 / = 39,1039/ Perhitungan dengan fungsi transfer kecepatan Data-data yang diperoleh pada saat resonansi : - Putaran = 1000 rpm - Amplitudo kecepatan ( ) = 40,6750 mm/s Faktor redaman () 1 = 100,9735 rad/s res = 104,6667 rad/s 2 = 107,7994 rad/s maka, faktor redaman = ......(51) =

= 66554,4607 /

Perhitungan Getaran Pelat Baja Sambungan Baut Posisi Eksiter 300 mm. Perhitungan dengan Fungsi Transfer Simpangan. Gaya Eksitasi Data-data yang diperoleh pada saat resonansi: - Putaran (n) = 1100 rpm - Amplitudo Simpangan (X) = 0,3985 mm Pada saat resonansi besarnya kecepatan sudut (res)

= 115,1333 rad/s Volume Eksiter (V) V =

= 0,0341 Fungsi transfer kecepatan resonansi | | | | | | Koefisien peredam (C)


| |

V=

V = 1,8136 106 Massa lubang piringan aluminium (0) 0= x 0= 2740 kg/m3 x 1,8136 1063 0= 0,0049 kg Besar gaya eksitasi = 0 x x 2 = 0,0049 kg x 0,0329 x (115,1333 /)2 = 2,1369 N Faktor Redaman 1 = 110,6843 rad/s res = 115,1333 rad/s 2 = 118,5439 rad/s maka, faktor redaman 6

= 43,4192 / Koefisien peredaman kritis (Ck) = = = 1271,7409/ Massa Sistem (m)

Paper No. : MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

= = = 0,0341

......(51)

= =

......(51)
rad s x rad s rad s

= 0,0359 Fungsi transfer kecepatan resonansi | | | | | |


Faktor Simpangan Resonansi | | =

Kekakuan (k) k= k=
x

x x| |

res

m N

Koefisien peredam (C)


| |

= 78553,8647 N/m Massa Sistem (m) kg N m rad s

= 60,5410 / Koefisien peredaman kritis (Ck) = = = 1687,8464/ Massa sistem (m) kg Kekakuan (k) = 7,3300 kg

Koefisien Peredaman Kritis (Ck) N mx Ns m Koefisien Peredaman (C) = = 0,0341 x 1364,5725 / = 46,5763 / Perhitungan dengan fungsi transfer kecepatan. Data-data yang diperoleh pada saat resonansi : - Putaran = 1100 rpm - Amplitudo kecepatan ( ) = 35,2975 mm/s Faktor redaman () 1 = 110,4098 rad/s res = 115,1333 rad/s 2 = 118,6692 rad/s maka, faktor redaman

= 97163,6611 /

PEMBAHASAN 1. Analisa dengan Fungsi Transfer Simpangan Pada hasil perhitungan sistem getaran pelat baja dengan variasi jenis sambungan yang diuji untuk posisi eksiter 600, dan 300 mm dari tumpuan jepit dengan fungsi transfer simpangan maupun kecepatan, ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel yaitu lampiran A. 7

Paper No. : MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

Untuk hasil perhitungan besaran ekivalen fungsi transfer simpangan setiap variasi ditampilkan dalam tabel 13. Dimana data hasil pengamatan dan perhitungan dapat dilihat pada tabel 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 dan grafiknya dapat dilihat pada grafik 1, 3, 5, 7, 9, dan 11. Dari tabel hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa frekuensi resonansi terbesar terjadi pada posisi eksiter 300 dan yang terkecil pada posisi eksiter 600 dari tumpuan jepit. Hal ini terjadi karena sifat dari tumpuan yang digunakan untuk menumpu bagian pelat yang di uji, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin dekat dengan tumpuan jepit maka semakin besar frekuensi resonansinya dan juga pada posisi eksiter yang dekat dengan tumpuan, maka tingkat kekakuan dari bahan akan semakin besar. Bila dibandingkan antara tumpuan jepit dan engsel, maka pada tumpuan jepit frekuensi reson ansinya lebih kecil karena pada tumpuna jepit pelat hanya ditumpu pada satu sisinya saja sedangkan pada tumpuan engsel pelat ditumpu oleh dua gaya baik dari arah vertika maupun dari arah horizontal. Dari tabel juga dapat terlihat bahwa pelat baja dengan sambungan baut memiliki frekuensi resonansi yang lebih besar dibandingkan dengan pelat baja dengan sambungan las dan keling, hal ini dapat terjadi karena kekakuan pelat baja dengan sambungan baut lebih besar dibandingkan pelat baja dengan sambungan las dan keling sehingga untuk mencapai kondisi resonansi dibutuhkan gaya yang semakin besar. Adapun hargaharga resonansi frekuensi dari kedua peletakan eksiter untuk setiap jenis sambungan yang diuji adalah untuk posisi eksiter 600 mm dari tumpuan jepit: untuk pelat baja sambungan baut =104,6667 rad/s, untuk pelat baja sambungan las = 94,2000 rad/s, dan untuk pelat baja sambungan keling =83,7333 rad/s. Untuk posisi eksiter 300 mm dari tumpuan jepit: untuk pelat baja sambungan baut =115,1333 rad/s, untuk pelat baja sambungan las = 104,6667 rad/s, dan untuk pelat baja sambungan keling =94,2000 rad/s. Untuk harga-harga kekakuan (k) sistem getaran pelat tumpuan kantilever untuk sambungan baut, sambungan las, dan sambungan keling adalah untuk posisi eksiter 600 mm dari tumpuan jepit: untuk pelat baja sambungan baut k =64397,6258 N/m, untuk pelat baja sambungan las k = 49369,5536 N/m, dan untuk pelat baja sambungan keling k =35457,3095 N/m. Untuk posisi eksiter 300 mm dari tumpuan jepit: untuk pelat baja sambungan baut k =78553,8647 N/m, untuk pelat baja sambungan las k = 61769,5404 N/m, dan untuk pelat baja sambungan keling k =46686,7183 N/m. Tingkat kekakuan tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis sambungan dan jarak penggetar dari tumpuan, pelat baja dengan sambungan baut memiliki kekakuan yang lebih besar sehingga gaya yang

diperlukan untuk menggetarkan pelat semakin besar. Demikian halnya dengan peletakan eksiter semakin dekat dengan tumpuan jepit maka tingkat kekakuannya akan semakin besar akibat momen yang ditimbulkan oleh gaya penggetar semakin kecil sehingga diperlukan gaya yang besar untuk menggetarkan pelat. Kekakuan sistem getaran pada specimen juga berpengaruh terhadap faktor peredam (). Dari tabel hasil perhitungan diperoleh bahwa semakin tinggi kekakuannya maka akan semakin tinggi pula faktor peredam yang terjadi. Pada posisi peletakan eksiter untuk jenis sambungan yang sama, diperoleh bahwa harga faktor peredam terbesar terjadi pada posisi eksiter 300 mm dari tumpuan jepit dan faktor peredam yang terkecil terjadi pada posisi eksiter 600 mm dari tumpuan jepit. Untuk variasi jenis sambungan diperoleh faktor redaman yang terjadi pada sambungan baut, kemudian sambungan las, dan faktor peredaman yang terkecil terjadi pada sambungan keling. Besarnya faktor redaman yang terjadi pada variasi jenis sambungan yang digunakan, dalam hal ini pelat baja dengan variasi jenis sambungan dan peletakan eksiter adalah untuk posisi eksiter 600 mm dari tumpuan jepit: untuk pelat baja sambungan baut =0,0318, pelat baja sambungan las =0,0293, dan pelat baja sambunga keling =0,0288. Untuk posisi eksiter 300 mm dari tumpuan jepit : untuk pelat baja sambungan baut =0,0341, pelat baja sambungan las =0,0312, dan pelat baja sambunga keling =0,0292. Harga faktor peredam () yang diperoleh dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa getaran pada sistem pada pengujian ini adalah teredam. Hal ini berarti bahwa apabila sistem getaran pelat baja tumpuan jepit (kantilever) tidak diberikan gaya eksitasi padanya selama bergetar maka setiap siklus simpangnya akan berkurang karena kehilangan energi atau melepaskan energi selama bergetar. Dengan metode fungsi transfer ini juga dapat diketahui massa sistem yang bergetar tanpa mengetahui dimensi-dimensi atau sifat-sifat sistem yang bergetar tersebut. Pada kedua posisi peletakan eksiter tersebut dan pada ketebalan yang sama diperoleh nilai yang hampir sama sama. Adapun massa rata-rata yang diperoleh pada masing-masing pelat baja dengan variasi jenis sambungan adalah untuk pelat baja sambungan baut 5,9022 kg, untuk pelat baja sambungan las 5,6010 kg, dan untuk pelat baja sambungan keling 5,1593 kg. Dari perhitungan juga diperoleh besarnya koefisien peredaman kritis (Ck). Koefisien redaman kritis adalah besaran minimum dari suatu redaman dimana pada kondisi tersebut, sistem tidak akan bergetar. Koefisien peredaman kritis ini dipengaruhi oleh faktor kekakuan dan massa suatu sistem. Dengan semakin besarnya tingkat kekakuan dan massa suatu sistem maka koefisien redaman kritisnya akan 8

Paper No. : MAN-050

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012

bertambah pula. Adapun harga-harga koefisien peredaman kritis yang diperoleh pada pengujian ini adalah untuk posisi eksiter 600 mm dari tumpuan jepit: untuk pelat baja sambungan baut Ck = 1230,5275 Ns/m, untuk pelat baja sambungan las Ck = 1048,1859 Ns/m, dan untuk pelat baja sambungan keling Ck = 864,9103 Ns/m. Untuk posisi eksiter 300 mm dari tumpuan jepit: untuk pelat baja sambungan baut Ck = 1364,5725 Ns/m, untuk pelat baja sambungan las Ck = 1180,3097 Ns/m, dan untuk pelat baja sambungan keling Ck = 991,2254 Ns/m. Harga koefisien redaman kritis kedua posisi pengukuran dengan variasi jenis sambungan tersebut dapat dilihat bahwa kondisinya sama dengan massa sistem. Hal ini diakibatkan karena koefisien peredaman kritis (Ck) berbanding lurus dengan massa sistem (m). Pada pengujian ini didapat harga rata-rata koefisien redaman kritis pada pelat baja untuk setiap jenis sambungan adalah untuk pelat baja sambungan baut Ck = 1297,5500 Ns/m, untuk pelat baja dengan sambungan las Ck = 1114,2478 Ns/m, dan untuk pelat baja dengan sambungan keling Ck = 919,0679 Ns/m. Pada sistem getaran dengan tumpuan jepit-bebas (kantilever), semakin tinggi kekakuan benda atau sistem yang bergetar maka semakin besar pula koefisien peredaman kritis dan faktor redaman yang dimiliki oleh sistem yang bergetar tersebut. Akibat pengaruh besar tingkat kekauan (k), faktor redaman (), dan koefisien redaman kritis (Ck) dapat dilihat pada besarnya simpangan yang terjadi pada kondisikondisi tersebut, dimana sistem yang bergetar dengan tingkat kekakuan yang tinggi akan menimbulkan simpangan yang kecil. Pada posisi pengukuran untuk setiap jenis sambungan, maka diperoleh bahwa amplitudo terbesar terjadi pada posisi eksiter 600 mm dari tumpuan jepit, dan amplitudo terkecil terjadi pada posisi eksiter 300 mm dari tumpuan jepit. 2. Analisa dengan Fungsi Transfer Kecepatan Besaran-besaran ekivalen yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan fungsi transfer kecepatan untuk sistem getaran pelat dengan tumpuan kantilever ini dapat dilihat pada tabel 14. Dimana data hasil pengamatan dan perhitungan dapat dilihat pada tabel 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Dan grafiknya dapat dilihat pada grafik 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Secara keseluruhan besaran-besaran tersebut pada dasarnya sama dengan besaran-besaran yang diperoleh dengan fungsi transfer simpangan. KESIMPULAN Setelah melakukan pengujian terhadap getaran pelat baja dengan tumpuan kantilever, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil pengujian dan perhitungan dengan menggunakan fungsi transfer simpangan dan

fungsi transfer kecepatan diperoleh nilai-nilai dari karakteristik getaran (kekakuan, faktor redaman, koefisien redaman kritis, dan massa sistem) untuk pelat baja jenis sambungan yang sama sangat ditentukan oleh peletakan eksiter, dimana semakin dekat dengan tumpuan maka semakin besar pula nilai dari karakteristik getarannya. Dan sebaliknya, semakin jauh dari tumpuan jepit maka semakin kecil pula nilai dari karakteristik getarannya. Hal tersebut dapat terjadi karena semakin dekat dengan tumpuan maka momen yang ditimbulkan oleh gaya penggetar akan semakin kecil. Dan sebaliknya, semakin jauh dari tumpuan maka momen yang ditimbulkan oleh gaya penggetar akan semakin besar. 2. Dari hasil pengujian dan perhitungan diperoleh bahwa nilai-nilai karakteristik getaran yang paling besar terjadi pada pelat baja dengan sambungan baut, kemudian pelat baja dengan sambungan las, dan yang terkecil terjadi pada pelat baja dengan sambungan keling. DAFTAR PUSTAKA 1. Robert, Vierck, Munaf, Dicky Rezady, 1986. Analisis Getaran (terjemahan). Penerbit Eresco, Bandung 2. Mappaita, Abdullah, 2005. Getaran Mekanik. Buku Ajar Jurusan Mesin Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3. Mappaita, Abdullah, 2004. Getaran Mekanik Lanjut. Buku Ajar Jurusan Mesin Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar. 4. Paz Mario, Manu A., 1987. Dinamika Struktur Teori dan Perhitungan (terjemahan). Edisi kedua, Erlangga, Jakarta 5. Sitanggang, Nathanael 2007. Perencanaan Sambungan Profil Baja. (http://l2a007001.students-blog.undip.ac.id). 6. Supriatna, Nandan. Macam-Macam Alat Penyambung Baja. (http://file.upi.edu). 7. Szilard Rudolf, Wira, 1974. Teori dan Analisis Pelat (terjemahan). Erlangga Jakarta. 8. Thomson, W,T, Lea Prasetyo, 1986. Teori Getaran dengan Penerapannya (terjemahan). Edisi ke-2, Penerbit Erlangga, Jakarta. 9. Timoshenko, s.woinowsky dan Krieger, Hindarko, 1992. Teori Pelat dan Cangkang (terjemahan). Erlangga, Jakarta. 10. William, W.Seto, Darwin Sebayang, 1985. Getaran Mekanis (terjemahan). Seri buku Schanm Teori dan Soal-soal, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Das könnte Ihnen auch gefallen