Sie sind auf Seite 1von 16

Spirit Publik Volume 4, Nomor 1 Halaman: 69 - 84

ISSN. 1907 - 0489 April 2008

Studi Implementasi Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dalam Meningkatkan Pembangunan pada Desa Sebuntal Kecamatan Marang Kayu Tahun Anggaran 2006
Study of Implementation Policy of Revenue Plan and Expense Village in Improving Development at Sebuntal Village District of Marang Kayu in 2006

Melati Dama Jurusan Ilmu Administrasi FISIP Universitas Mulawarman melati_dama@yahoo.com (Diterima tanggal 17 Januari 2008, disetujui tanggal 21 Februari 2008)

ABSTRACT
In the implementation of the disctrict autonomy, Kutai Kartanegara Regancy, issued a development program named Gerbang Dayaku. In this program the local government allocated two billion rupiahs to each village annually, so villages accepted more than 2 billions rupiahs for a year and then added by original village income and aids from the state and regancy government. That financial arranged in revenue plan and expense village. Unfortunately it didnt work well and there are still poor villages such as Sebuntal Village where its development was still behind. Based on a research using Miles and Huberman analysis method, the implementation of Gerbang Dayaku program was focused in the sub disctrict and related institutions only. This is not in-accurate with the principle of disctrict autonomy as line the village finance should be arrange by village government. Beside that, the society didnt know about the specific but the village development in general. Since the white paper programs as mentioned in the white paper arrangement not fully based on societys needs. Basically the white paper similar to the village arrangements. Keywords: Implementation, Policy, Revenue, Development, Village

PENDAHULUAN
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, ditetapkan undang-undang otonomi daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah menurut undang-undang tersebut lebih ditekankan pada azas desentralisasi terutama untuk diberi daerah kewenangan kabupaten/kota. untuk mengatur masyarakat keinginan Azas dan di dan desentralisasi yang dimaksud yaitu daerah mengurus tersebut kepentingan (sesuai dengan

kebutuhan masyarakat). Kewenangan daerah untuk mengatur daerahnya termasuk didalamnya kewenangan untuk mengelolah keuangan daerahnya masing-masing. Undangundang ini kemudian direvisi menjadi Undangundang Nomor 32 & 33 Tahun 2004, tetapi pada dasarnya tidak ada perubahan yang terlalu mencolok daerah. Berdasarkan undang-undang tersebut, maka otonomi daerah yang ditekankan pada azas desentralisasi dilaksanakan oleh berbagai daerah di Indonesia termasuk daerah Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara. Salah satu program yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dalam undang-undang tersebut terutama dalam hal pengelolaan keuangan

daerahnya sesuai aspirasi masyarakat di daerah

69

Spirit Publik Vol. 4, No. 1, April 2008 Hal. 69 84

Kutai Kartanegara dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yaitu program Gerbang Dayaku". Isi dari program tersebut adalah pemberian dana 1 milyar pertahun untuk tiap desa yang kemudian meningkat menjadi 2 milyar pertahun untuk tiap desa. Desa Sebuntal adalah salah satu desa di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan bagian dari Kecamatan Marang Kayu. Sama halnya dengan desa lainnya di wilayah Kutai Kartanegara, di Desa Sebuntalpun setiap tahunnya diberikan dana sebesar 2 milyar, dengan demikian keuangan Desa Sebuntal untuk tiap tahun lebih dari 2 milyar karena ditambah dengan pendapatan asli desa. Anggaran/keuangan desa ini disusun dalam APBDes setiap tahun oleh pemerintah desa. Dengan melihat keuangan desa yang sangat besar, seharusnya pembangunan di desa-desa dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara termasuk Desa Sebuntal sangat maju, kenyataannya masih banyak desa di wilayah Kutai Kartanegara masih tertinggal yang jika pembangunannya

- Minimnya perpustakaan

koleksi sekolah

buku yang

pada dapat

menunjang proses belajar mengajar, sedangkan untuk sekolah dasar yang ada hanya buku-buku yang sudah tua. - Tidak ada laboratorium untuk SLTP. 2. Prasarana dan Sarana Transportasi - Kondisi jalan yang menghubungkan antara Desa Sebuntal dengan wilayah perkotaan sebagian besar belum diaspal (+ 10 km) dan struktur tanahnya tidak rata, sehingga sangat menyulitkan terutama bila musim hujan. Demikian juga halnya dengan kondisi jalan dalam Desa Sebuntal juga mengalami kerusakan sehingga menyulitkan bagi para pengguna jalan terutama yang memakai kendaraan bermotor - Selain itu, angkutan umum yang hanya beroperasi pada pukul 05.30-06.30 semakin menambah sulitnya masyarakat yang ingin ke kota. 3. Fasilitas Penerangan (Listrik) - Listrik di desa, ini hanya berfungsi pada malam hari yaitu mulai pukul 17.0007.00 dan kondisi ini telah berlangsung lebih dari 15 tahun. Hal ini sangat menghambat listrik. Selain jalannya itu, kegiatan usaha-usaha masyarakat yang menggunakan tenaga masyarakat yang memanfaatkan tenaga listrik tidak dapat berkembang. Permasalahan yang dipaparkan tersebut tidak hanya ditemukan di Desa Sebuntal tetapi juga pada desa-desa lainnya, terutama desadesa yang ada di wilayah Kecamatan Marang Kayu (terutama permasalahan listrik). Meskipun dana yang dimiliki oleh suatu daerah sangat besar, tetapi bila tidak diatur

dibandingkan dengan daerah lainnya. Sebagai contoh Desa Sebuntal. Adapun permasalahan mendasar dalam pembangunan di Desa Sebuntal, yaitu: 1. Prasarana dan Sarana Pendidikan - Kondisi bangunan sekolah yang sudah tua dan rusak seperti atap yang bocor, plavon yang sudah hancur, dinding dan lantai bangunan yang terbuat dari kayu dan sudah rapuh, sehingga membahayakan bagi keselamatan murid, selain itu sarana pendukung proses belajar mengajar lainnya seperti meja dan kursi yang sudah rusak (untuk bangunan sekolah dasar).

70

DAMA Implementasi Kebijakan APBDes Sebuntal Kec. Marang Kayu Tahun 2006

dengan baik dalam penggunaannya (dalam proses implementasinya) maka akan mengakibatkan dana tersebut menjadi sia-sia atau tidak bisa memberikan hasil yang maksimal kepada daerah tersebut, karena dalam proses implementasi selalu terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) dengan apa yang senyatanya dicapai (hasil dari penerapan kebijakan), atau dengan kata lain kebijakan tersebut memiliki peluang gagal dalam

Peraturan Pedoman

Daerah Penyusunan

Kabupaten APBDes,

Kutai yang

Kartanegara Nomor 3 Tahun 2000 tentang memuat antara lain: 1. Penetapan Anggaran Desa 2. Pengesahan Anggaran Desa 3. Pelaksanaan Anggaran Desa 4. Pertanggungjawaban Anggaran Desa Menurut Sukasmanto (2004:73), dalam proses implementasi anggaran desa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Transparansi Menyangkut keterbukaan pemerintah desa kepada masyarakat mengenai berbagai kebijakan atau program yang ditetapkan dalam rangka pembangunan desa. 2. Akuntabilitas Yaitu kemampuan pemerintah desa mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan masalah pembangunan dan pemerintahan desa. Pertanggungjawaban yang dimaksud terutama menyangkut masalah finansial. 3. Partisipasi masyarakat Menyangkut kemampuan pemerintah desa untuk membuka peluang bagi seluruh komponen masyarakat untuk terlibat dan berperan serta dalam proses pembangunan desa.Hal ini sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat. 4. Penyelengaraan pemerintahan yang efektif, dimana penyusunan APBDes didasarkan pada partisipasi masyarakat 5. Pemerintah tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat Yaitu menyangkut kepekaan pemerintah desa terhadap permasalahan yang ada

pelaksanaannya. Hogwood dan Gun (dalam Solichin Abdul Wahab, 2004:61), membagi pengertian kegagalan kebijakan kedalam dua kategori, yaitu non implementation dan unsuccessful implementation. Tidak terimplementasikan mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tidak mau bekerja sama, atau mereka telah bekerja secara tidak efisien, atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan. Akibatnya, impelentasi yang efektif sukar untuk dipenuhi. Sementara itu, implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakalah suatu tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan (misalnya tiba-tiba terjadi pergantian kekuasaan, bencana alam, dan lain sebagainya) kebijakan tersebut tidak berhasil mewujudkan dampak atau hasil akhir yang dikehendaki. Untuk dapat memahami dengan baik tentang proses implementasi, maka harus dilihat evaluasi. Proses implementasi anggaran/ keuangan di Desa Sebuntal, diatur berdasarkan mulai proses penyusunan hingga

dalam kehidupan masyarakat dan apa yang

71

Spirit Publik Vol. 4, No. 1, April 2008 Hal. 69 84

menjadi 6. Profesional

kebutuhan

serta

keinginan

daerah yang mengatur masalah penyusunan dan penggunaan anggaran, kebijakan lainnya yang juga berkaitan dengan masalah pengaturan dan penggunaan anggaran serta APBDes yang telah disusun dalam rangka penggunaan keuangan desa termasuk dana yang berasal dari program Gerbang Dayaku. Pengamatan secara langsung terhadap kondisi Desa Sebuntal juga merupakan cara yang digunakan untuk melengkapi informasi yang diperlukan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis data dari Miles dan Huberman (1992:16), dimana dalam analisis ini terdapat tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, data, yaitu penarikan reduksi data,

masyarakat. Yaitu keahlian yang harus dimiliki oleh seorang aparatur sesuai dengan jabatannya. Untuk dapat memahami dengan baik pengaturan keuangan di Desa Sebuntal, maka harus ditinjau dari sudut peraturan yang mengaturnya yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 3 Tahun 2000, serta kebijakan - kebijakan yang lain, dalam kaitannya dengan pengaturan penyusunan dan penggunaan keuangan desa.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian yang berusaha menggambarkan keseluruhan proses dari suatu permasalahan yang diteliti sebagai suatu kesatuan yang utuh dan berusaha untuk mengungkapkan makna yang terkandung dalam proses tersebut. Dalam penelitian ini, yang menjadi key informant adalah Kepala Desa Sebuntal beserta kaur-kaurnya, Camat Marang Kayu beserta stafnya dan tokoh-tokoh masyarakat. Alasan dipilihnya mereka sebagai key informant karena mereka yang memahami tentang kebijakan pengaturan APBDes mulai dari tahap perumusan sampai implementasi, namun tidak menutup kemungkinan informan akan bertambah sesuai dengan informasi yang dibutuhkan karena teknik yang digunakan adalah snow ball sampling. Penelusuran informasi yang diperlukan tidak hanya dilakukan dengan wawancara, tetapi juga dengan penelitian terhadap datadata sekunder yang ada berupa peraturan

penyajian verifikasi.

kesimpulan/

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, diperoleh hasil mengenai proses implementasi APBDes di Desa Sebuntal sebagai berikut: 1. Penetapan APBDes Desa Sebuntal Penetapan APBDes dilakukan oleh kepala desa bersama dengan BPD. APBDes yang ditetapkan oleh kepala desa dan BPD, merupakan APBDes yang ditetapkan dari hasil penyusunan rancangan APBDes yang dibuat oleh kepala desa. 2. Pengesahan APBDes Rancangan APBDes yang telah disusun oleh kepala desa, kemudian diserahkan ke BPD untuk mendapatkan persetujuan dari BPD. Rancangan APBDes dinyatakan sah menjadi APBDes apabila ditandatangani oleh kepala desa dan mendapat persetujuan dari BPD.

72

DAMA Implementasi Kebijakan APBDes Sebuntal Kec. Marang Kayu Tahun 2006

APBDes

pada

Desa

Sebuntal Uraian

untuk

tahun

2006

sebagai Jumlah

berikut:

Pendapatan
Kode Anggaran
1.1. 1.1.1. 1.2. 1.2.1. 1.2.1.1. 1.2.2. 1.2.2.1. 1.2.2.2. 1.2.2.3. 1.2.2.4. 1.2.3. 1.2.3.1. 1.3.

Pos sisa anggaran tahun lalu Sisa anggaran tahun lalu Pos Pendapatan Asli Desa Hasil Usaha Desa: Pabrik bata Hasil kekayaan desa: Tanah Kas Desa Pasar/Kios Desa Bangunan Desa Objek Rekreasi Pungutan Desa Administrasi Desa Pos Penerimaan yang berasal dari Pemerintah Propinsi, Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Kabupaten: Rp 10.000.000 -

1.3.1. 1.3.1.1. 1.3.3. 1.3.3.1. 1.3.3.2. 1.3.3.3. 1.3.3.4. 1.3.3.5. 1.3.3.6. 1.3.3.7. 1.3.3.8. 1.3.4. 1.3.4.1. 1.4. 1.4.1.

Penerimaan dari Pemerintah Propinsi: Penerimaan dari pemerintah Kabupaten: Tunjangan Penghasilan Perangkat Desa Tunjangan penghasilan BPD Tunjangan penghasilan lembaga adat Tunjangan penghasilan kepala dusun Tunjangan penghasilan RT Penyisihan penerimaan PRD/DPKK Bantuan operasional kepala desa Bantuan operasional BPD Dana Bantuan Gerbang Dayaku Alokasi dana desa Pos pendapatan lain-lain Sumbangan/bantuan pihak ketiga Jumlah Rp 2.000.000.000 Rp 2.125.169.829 Rp Rp Rp Rp Rp Rp 10.800.000 15.600.000 5.369.829 15.000.000 35.400.000 18.000.000 -

Sumber: APBDes Desa Sebuntal tahun 2006

73

Spirit Publik Vol. 4, No. 1, April 2008 Hal. 69 84

Belanja Belanja Rutin


Kode Anggaran
2.R.

Uraian
Pos belanja penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, BPD, lembaga adat, RT. Pos belannja penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, BPD, lembaga adat, RT: Tunjangan Kepala Desa Tunjangan Sekretaris Desa Tunjangan Kepala Urusan Tunjangan Bendaharawan Desa Tunjangan Ketua BPD Tunjangan Wakil Ketua BPD Tunjangan Anggota BPD Tunjangan Sekretaris BPD Tunjangan Kepala Dusun Tunjangan Staf Desa Tunjangan Ketua RT

Jumlah

Keterangan

2.R.1.

2. R. 1.1. 2.R.1.2. 2.R.1.3. 2.R.1.4. 2.R.1.5. 2.R.1.6. 2.R.1.7. 2.R.1.8. 2.R.1.9. 2.R.1.10. 2.R.1.11.

Rp Rp

9.000.000 7.200.000

750.000 x 12 bln 600.000 x 12 bln 500.000 x 12 bln x 3 orang 100.000 x 12 bln 500.000 x 12 bln 400.000 x 12 bln 300.000 x 12 bln 300.000 x 12 bln 100.000 x 12 bln x 9 orang 50.000 x 12 bln x 26 orang

Rp 18.000.000 Rp Rp Rp Rp Rp 1.200.000 6.000.000 4.800.000 3.600.000 3.600.000

Rp 10.800.000 Rp 15.600.000

2.R.1.12.

Tunjangan Penghasilan Lembaga Adat: a. Ketua Adat Besar b. Sekretaris Adat Besar c. Pembantu Adat Besar d. Ketua Adat Biasa e. Sekretaris Adat Biasa f. Pembantu Adat Biasa Pos belanja barang dan jasa: Pembayaran ATK Pos belanja modal Pembelian komputer Pembelian mesin tik Pembelian wireless Pembelian meubelair

2.R.2. 2.R.2.1. 2.R.2.2. 2.R.2.3. 2.R.2.4. 2.R.2.5. 2.R.2.6.

Rp

6.000.000 -

74

DAMA Implementasi Kebijakan APBDes Sebuntal Kec. Marang Kayu Tahun 2006

2.R.3. 2.R.3.1. 2.R.3.2.

Pos belanja pemeliharaan: Pengecatan gedung kantor Pemeliharaan motor kendaraan milik Rp Rp 3.869.829 3.000.000

2.R.4. 2.R.4.1. 2.R.4.2.

Pos perjalanan dinas: Perjalanan dinas ke kecamatan Biaya perjalanan dinas ke Rp 10.000.000

kabupaten

2.R.5. 2.R.5.1. 2.R.6.

Pos belanja lain-lain: Operasional BPD Pos pengeluaran tidak terduga: Jumlah belanja rutin

Rp 15.000.000

Rp 125.169.829

Sumber: APBDes Desa Sebuntal Tahun 2006 Belanja Pembangunan


Kode Anggaran
2.P. 2.P.1.1. 2.P.1.2. 2.P.1.3. 2.P.1.4. 2.P.1.5. 2.P.2. 2.P.2.1. 2.P.2.2. 2.P.2.3. 2.P.3. 2.P.3.1. 2.P.3.2. 2.P.4. 2.P.5. 2.P.5.1. 2.P.5.2. 2.P.6. 2.P.6.1. 2.P.7. 2.P.7.1.

Uraian
Pos prasarana pemerintahan Pembangunan gedung BPD Aula/gedung olah raga Pembangunan gedung BPU Rehab kantor desa . Pos prasarana produksi Pembuatan dam Pembuatan sarana air Pengadaan mesin pompanisasi Pos prasarana perhubungan Pembangunan pasar di.. Pembangunan kios desa di Pos prasarana pemasaran Pos pembangunan prasarana sosial Pembangunan mesjid di Pembangunan gereja di.. Pos peningkatan SDM Bantuan pelatihan untuk industri rumah tangga Pembangunan lain-lain Bantuan bidang ekonomi kerakyatan dan bidang infra struktur Jumlah belanja rutin Rp Rp Rp Rp Rp Rp

Jumlah

Keterangan

15.000.000 130.000.000 -

95.000.000 30.000.000 973.000.000

757.000.000

Rp 2.000.000.000

Sumber: APBDes Desa Sebuntal Tahun 2006 75

Spirit Publik Vol. 4, No. 1, April 2008 Hal. 69 84

3. Pelaksanaan Sebuntal Dalam untuk

APBDes

pada

Desa APBDes, diluar

harawan maan dan

desa

membuat mengenai rutin untuk

laporan peneriyang laporan penge-

pertanggungjawaban pelaksanaan penerimaan diaturnya.

pengeluaran Sedangkan

Bendaharawan Desa Sebuntal bertugas mengatur program Gerbang Dayaku. Jadi untuk tahun anggaran 2006, bendaharawan desa hanya menangani penerimaan yang bersumber dari pendapatan asli desa, berupa penerimaan dari pungutan biaya administrasi surat-surat desa dan sebagian dari penerimaan yang berasal dari pemerintah kabupaten, yaitu penerimaan untuk tunjangan perangkat desa, tunjangan kepala dusun, tunjangan desa hanya rutin, ketua RT. Sedangkan untuk bidang pengeluaran, bendaharawan masalah kepala mengatur seperti: RT, biaya pengeluaran dusun,

pertanggungjawaban

mengenai

luaran pembangunan ditangani langsung oleh pimpinan proyek dan bendaharawan kecamatan serta dinas-dinas terkait ke kabupaten, karena pembayaran kegiatan pembangunan ini, ditangani langsung oleh bendaharawan kecamatan dan dinas-dinas terkait.

PEMBAHASAN
Acuan pengaturan APBDes untuk desadesa di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 3 Tahun 2000. Peraturan daerah ini, juga menjadi acuan bagi Desa Sebuntal dalam pengaturan APBDesnya. 1. Penetapan APBDes Setiap awal tahun anggaran baru, kepala desa dan BPD harus membuat APBDes, yang memuat tentang program kerja pemerintah desa dalam satu tahun anggaran. Rancangan APBDes ini disusun oleh kepala desa, kemudian dalam rapat dengan BPD, rancangan tersebut dibahas. Dalam rapat pembahasan rancangan APBDes, BPD juga memberikan masukan kedalam rancangan APBDes tersebut. Rancangan APBDes di Desa Sebuntal, dibuat oleh kepala desa, akan tetapi rancangan APBDes yang telah dibuat oleh kepala desa tidak dibahas lagi dengan BPD melainkan tinggal disetujui oleh BPD dengan tanda tangan ketua dan sekretaris BPD. Pada dasarnya APBDes yang ditetapkan oleh kepala desa dan BPD,

pembayaran gaji perangkat desa, tunjangan tunjangan motor ketua dan pembayaran ATK, biaya pemeliharaan kendaraan milik perjalanan dinas ke tingkat II. Sedangkan tunjangan untuk ketua, sekretaris dan anggota BPD, langsung diambil oleh BPD ke kabupaten setiap tiga bulan sekali (triwulan). pengeluaran Demikian juga untuk ditangani pembangunan

langsung oleh kecamatan, dalam hal ini oleh bendaharawan kecamatan. Dalam pengelolaan keuangan desa, bendaharawan desa menggunakan buku administrasi keuangan desa, yaitu: buku kas umum. Buku kas umum digunakan oleh bendaharawan desa untuk mencatat semua penerimaan dan pengeluaran rutin. 4. Pertanggungjawaban Desa Sebuntal Dalam pelaksanaan APBDes pada Desa Sebuntal, belum pernah bendaAPBDes pada

76

DAMA Implementasi Kebijakan APBDes Sebuntal Kec. Marang Kayu Tahun 2006

tidak mengikuti aturan yang berlaku sebagaimana Peraturan yang Daerah ditetapkan Kabupaten dalam Kutai

300.000

x 12

bulan.

Padahal

pada

kenyataannya anggota BPD berjumlah sepuluh orang dengan tunjangan perorang Rp. 300.000 tiap bulan. Data lainnya yang juga terlihat rancu, yaitu data mengenai tunjangan kepala dusun, yaitu RP. 10.800.000 dengan rincian 100.000 x 12 bulan x 9 orang, padahal kenyataannya kepala dusun hanya ada delapan orang. Dengan melihat kerancuan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penyusunan data tersebut adalah terburuburu dan asal jadi. Untuk bagian pengeluaran pembangunan, masalah pembuatan dam (pintu air) dan pembuatan sarana air adalah merupakan program pembangunan yang hampir tiap tahun dilakukan di Desa Sebuntal. Program tersebut pada kenyataannya kurang memberikan manfaat bagi masyarakat di Desa Sebuntal secara keseluruhan, karena banyak dam (pintu air) yang dibuat terkesan tidak terpelihara dan tidak dimanfaatkan, demikian juga halnya dengan program pembuatan sarana air. Pembuatan sarana air, sebenarnya hanya pemborosan dana saja karena program tersebut tidak bertahan lama atau hanya bisa bertahan beberapa minggu saja, setelah itu saluran air tersebut akan kotor/ ditumbuhi rumput lagi. Pembuatan sarana air ini juga sebenarnya bisa dilakukan dengan gotong royong, mengingat kondisi daerah Sebuntal yang merupakan wilayah pedesaan yang masih yang kental tidak dengan sepadat budaya gotong royongnya serta aktivitas masyarakatnya penduduk kota. Pada pos anggaran peningkatan SDM, yang berupa pelatihan untuk industri

Kartanegara Nomor 3 Tahun 2000. Dalam peraturan daerah tersebut diatur bahwa APBDes ditetapkan paling lambat satu bulan setelah APBD kabupaten ditetapkan dan sebagai dasar bagi program kerja pemerintah desa dalam tahun anggaran berjalan. APBDes Desa Sebuntal bukanlah ditetapkan paling lambat satu bulan setelah APBD kabupaten ditetapkan, tetapi dibuat pada saat program kerja dalam tahun anggaran tersebut sementara berjalan. Kondisi ini juga berlangsung pada tahun anggaran 2006, dimana program pembangunan desa sudah mulai berjalan sejak bulan September, baru sedangkan dibuat pada rincian bulan APBDes

November. Jadi dapat disimpulkan bahwa penetapan APBDes di Desa Sebuntal hanya sekedar formalitas. Dari data pengeluaran rutin (yang dilampirkan pada bagian hasil penelitian), dapat dilihat ada beberapa data yang rancu, seperti data tunjangan wakil ketua BPD, dimana pada data tersebut dituliskan bahwa tunjangan wakil ketua BPD Rp. 4.800.000 dengan rincian 400.000 x 12 bulan. Jika kita membaca data tersebut, maka kesimpulan yang kita dapatkan adalah wakil ketua BPD berjumlah satu orang dengan tunjangan perbulan RP. 400.000, ketua padahal ada kenyataannya dua orang wakil dengan BPD

tunjangan perorang sebesar Rp. 400.000 tiap bulan. Demikian juga data tunjangan anggota BPD, dimana dalam data APBDes 2006, dituliskan bahwa tunjangan anggota BPD adalah Rp. 3.600.000, dengan rincian

77

Spirit Publik Vol. 4, No. 1, April 2008 Hal. 69 84

rumah tangga, dengan anggaran Rp. 973.000.000, rincian kegiatannya masih belum jelas atau tanda bentuk tanya lain-lain, kegiatan dalam berupa konkretnya masih belum jelas, sehingga menimbulkan pos pelaksanaannya. Demikian halnya dengan pembangunan bantuan bidang ekonomi kerakyatan dan bidang infra struktur dengan anggaran Rp. 757.000.000, bentuk kegiatan konkretnyapun tidak diketahui. 2. Pengesahan APBDes Rancangan APBDes yang telah disetujui oleh BPD, ditetapkan oleh kepala desa menjadi APBDes. Penetapan APBDes dilakukan oleh kepala desa setiap tahun dengan peraturan desa selambat-lambatnya satu bulan setelah APBD kabupaten ditetapkan. APBDes dinyatakan sah apabila, selain mendapat persetujuan BPD dan ditetapkan dengan peraturan desa, juga harus diundangkan dalam lembaran desa oleh sekretaris desa. Rancangan dibuat oleh APBDes yang telah Kepala Desa Sebuntal,

pelaksanaan 2006, dasar

peraturan Desa

desa

mengenai tidak dan

anggaran desa. Untuk tahun anggaran Kepala Sebuntal APBDes mengeluarkan Surat Keputusan sebagai pelaksanaan pelaksanaan program kerja pemerintah tidak dididasarkan pada program yang disusun dalam APBDes melainkan mengacu kepada program yang disusun dalam Buku Putih. Buku putih adalah buku yang berisikan program pembangunan desa, yang disusun tiap tahun oleh pemerintah desa, BPD dan ketua RT. Untuk tahun anggaran 2006, buku putih di Desa Sebuntal disusun oleh kepala desa bersama dengan BPD dan beberapa ketua RT dalam suatu rapat yang disebut MUSBANGDES. Hasil MUSBANGDES kemudian disampaikan ke kabupaten dalam bentuk daftar proyek pembangunan yang dengan diajukan dana oleh maksimal 2 milyar. Di kabupaten, program pembangunan penambahan/ program BANGDES pemerintah desa diolah kembali atau ada pengurangan hasil Program tersebut. terhadap MUSpempembangunan

diserahkan kepada ketua BPD, dan ketua BPD tinggal menyetujui saja lewat tanda tangan yang diberikan oleh ketua BPD dan sekretarinya. Rancangan APBDes yang telah disetujui oleh oleh kepala BPD desa kemudian menjadi disahkan

bangunan inilah yang nantinya akan dilaksanakan di desa, tetapi pelaksanaan program pembangunan yang termuat dalam buku putih akan dilaksanakan oleh pihak kecamatan dan dinas-dinas terkait. Pemerintah program Apabila desa hanya di sekedar desanya. dalam mengetahui dan menerima pelaksanaan

APBDes, tetapi tanpa diundangkan oleh sekretaris desa dalam lembaran desa. 3. Pelaksanaan APBDes Menurut Tahun 2000, Peraturan APBDes yang Daerah telah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 3 ditetapkan oleh kepala desa dan BPD baru dapat dilaksanakan setelah dikeluarkan Surat Keputusan Kepala Desa tentang

pembangunan terjadi

perubahan

pelaksanaan program buku putih, maka hasilnya hanya diketahui oleh kepala desa dan pihak kecamatan serta dinas-dinas terkait, sedangkan BPD tidak diberitahu

78

DAMA Implementasi Kebijakan APBDes Sebuntal Kec. Marang Kayu Tahun 2006

tentang perubahan tersebut dan arsip buku yang direvisi tersebut hanya ada di kecamatan. Buku putih pada dasarnya sama dengan APBDes untuk bagian pengeluaran pembangunan. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 3 Tahun 2000, peranan dari bendaharawan desa sangat penting, karena bendaharawan inilah yang akan mengatur segala penerimaan dan pengeluaran anggaran. Untuk mengatur pengelolaan keuangan desa, maka bendaharawan desa menggunakan buku administrasi desa, yang terdiri dari: buku anggaran desa, buku kas umum dan buku kas pembantu. Dalam pembangunan bendaharawan pelaksanaan di desa Desa juga kegiatan Sebuntal, mempunyai

didasarkan pada tanda bukti penerimaan dan pengeluaran yang ada. Untuk program yang termuat dalam buku putih ditangani langsung oleh pihak kecamatan dan dinas terkait masalah pembayarannya. 4. Pertanggungjawaban APBDes Selambat-lambatnya kepala desa harus tiga bulan laporan setelah berakhirnya tahun anggaran desa, membuat pertanggung- jawaban tentang pelaksanaan APBDes. Laporan pertanggung- jawaban yang dibuat oleh kepala desa, didasarkna pada laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh bendaharawan desa, sebagaimana yang termuat dalam buku administrasi desa, terutama buku kas umum dan buku kas pembantu. Laporan pertanggung- jawaban tentang pelaksanaan APBDes tersebut harus disampaikan oleh kepala laporan desa kepada bupati dengan tersebut terlebih tembusan kepada camat. Namun sebelum pertanggungjawaban kepada bupati, disampaikan termasuk

fungsi yang cukup penting, yaitu mengatur keuangan desa, baik untuk penerimaan maupun pengeluaran, tetapi khusus dana diluar buku putih, dan dalam melaksanakan tugasnya, Bendaharawan Desa Sebuntal juga menggunakan buku administrasi desa yaitu buku kas umum. Buku anggaran desa dan buku kas pembantu tersebut. pelatihan tidak digunakan informasi karena yang desa ketidakpahaman tentang penggunaan buku Berdasarkan kepada penulis dapatkan, belum pernah dilakukan bendaharawan tentang cara pengisian ketiga jenis buku tersebut. Buku kas umum digunakan oleh bendaharawan desa untuk mencatat kegiatan harian yang dilaksanakan baik menyangkut masalah penerimaan maupun pengeluaran, dan pencatatan untuk semua jenis penerimaan dan pengeluaran tersebut

dahulu kepala desa harus memperlihatkan kepada BPD, dan setelah laporan tersebut diterima oleh BPD, dalam arti BPD menyetuju laporan pertanggung- jawaban tersebut, barulah laporan pertanggungjawaban itu bisa disampaikan kepada bupati. Dalam desa tidak pelaksanaan pernah pengelolaan laporan demikian tentang keuangan Desa Sebuntal, bendaharawan membuat dengan pertanggungjawaban, laporan

kepala desa juga tidak pernah membuat pertanggungjawaban kegiatan yang berlangsung dalam satu tahun anggaran, baik menyangkut masalah penerimaan maupun pengeluaran rutin.

79

Spirit Publik Vol. 4, No. 1, April 2008 Hal. 69 84

Pertanggungjawaban tentang pengeluaran pembangunan yang tertuang dalam bentuk program buku putih, yaitu untuk pengeluaran yang bersifat pembangunan fisik, dibuat oleh bendaharawan kecamatan (mengenai masalah pembayaran pelaksanaan suatu proyek), sedangkan laporan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan pembangunan tersebut, disampaikan langsung oleh pimpinan proyek kepada kabupaten. Kemudian untuk kegiatan yang bersifat sosial, ditangani langsung oleh dinas sosial kabupaten, demikian juga masalah pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan tersebut. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Penyusunan APBDes Penyusunan program kerja pemerintah desa dalam bentuk APBDes, telah dilakukan di Desa Sebuntal sejak tahun 2001, namun dalam pelaksanaannya, belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan peraturan oleh daerah yang Kutai dikeluarkan Kartanegara. Menurut Sukasmanto (2004: 73), dalam proses implementasi anggaran desa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Transparansi Transparansi diartikan sebagai terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap informasi yang diperlukan, termasuk berbagai peraturan dan perundangan serta kebijakan keterbukaan masyarakat. luas untuk sementara menyediakan pemerintah. antara Penciptaan dan ruang bisa Kabupaten

informasi yang dibutuhkan, misalanya laporan keuangan dan kinerja keuangan. Selain itu, dengan transparansi dapat membantu mempersempit peluang kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), karena proses mudah. Dalam penyusunan rancangan APBDes yang dilakukan oleh kepala desa, yang kemudian ditetapkan bersama BPD, hasilnya kepada tidak pernah disosialisasikan Demikian juga masyarakat. pengambilan keputusan dapat diikuti oleh masyarakat luas dengan

program pembangunan yang disusun oleh kepala desa, BPD dan beberapa ketua RT dalam MUSBANGDES, yang nantinya menghasilkan program ini harus Buku Putih. kepada tidak kerja Padahal seyogyanya APBDes/ Buku Putih disosialisasikan maka tentang masyarakat program masyarakat. Akibat dari tidak adanya sosialisasi, mengetahui

pemerintah desa dalam tahun anggaran yang berjalan, sehingga masyarakat hanya mampu sebagai penonton kebijakan dalam dari pelaksanaan program/

pemerintah desa. Kondisi demikian sangat rentan terhadap penyimpangan, karena masyarakat tidak mengetahui kegiatan apa saja yang diprogramkan oleh pemerintah dalam tahun anggaran tersebut. 2. Akuntabilitas (pertanggungjawaban) Pertanggungjawaban yang dimaksud adalah pertanggungjawaban pemerintah desa terhadap pelaksanaan desa. tugasnya, terhadap Dalam terutama pertanggungjawaban keuangan

diawali dengan lancarnya komunikasi pemerintah diberi juga Masyarakat mengakses pemerintah

penggunaan

akuntabilitas, mengandung prinsip bahwa penyelenggaraan pemerintahan atau semua kegiatan birokrasi pemerintah harus dapat

informasi,

80

DAMA Implementasi Kebijakan APBDes Sebuntal Kec. Marang Kayu Tahun 2006

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

secara

terbuka

mengetahui

dan

memahami

tentang

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah desa dalam satu tahun anggaran. Jadi tidak mungkin masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap suatu kegiatan yang pada dasarnya mereka tidak pernah tahu. 4. Penyelenggaraan Efektif Yaitu penyusunan APBDes didasarkan pada partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan melalui BPD. Dalam penyusunan APBDes pada Desa Sebuntal tidak didasarkan pada partisipasi masyarakat, karena rancangan APBDes dibuat sendiri oleh kepala desa dan BPD tinggal menyetujui saja. Dari data anggaran desa tahun 2006, terlihat bahwa program yang disusun oleh kepala desa tidak menunjukkan adanya program yang secara jelas mengarah kepada pembangunan desa dan masyarakat desa, yang hendak dicapai dalam tahun anggaran tersebut. Contoh: untuk program pengeluaran pembangunan, hanya berupa rincian kegiatan seperti pembuatan dam dengan dana Rp. 15.000.000 yang hampir setiap tahun diprogramkan oleh pemerintah desa, pembuatan sarana air Rp. kegiatan 130.000.000. Pembuatan sarana air adalah merupakan suatu program yang bersifat pemborosan, karena program tersbut tidak tahan lama (maksimal hanya bisa 1-2 bulan saja), dan mengingat kondisi Desa Sebuntal adalah sebuah desa, maka seharusnya program tersebut dapat dilakukan dengan gotong-royong, sehingga dana yang ada dapat digunakan untuk pembangunan di bidang lainnya. Uraian pengeluaran pembangunan lainnya yang belum jelas mengenai bentuk konkret Pemerintahan yang

Dalam pelaksanaan APBDes di Desa Sebuntal, belum pernah dibuat laporan pertanggungjawabannya, terutama laporan penggunaan anggaran di luar program Gerbang Dayaku. Demikian juga halnya dengan yang dinas demikian pengeluaran ditangani terkait ke oleh pembangunan bendaharawan langsung Dengan terjadinya penggunaan (program yang termuat dalam buku putih) kecamatan, dinas sosial kabupaten dan lainnya, kabupaten. dalam disampaikan penyimpangan

kemungkinan

anggaran sangat besar. 3. Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat berhubungan dengan kemampuan pemerintah desa untuk membuka peluang bagi komponen masyarakat untuk terlibat dan berperan serta dalam proses pembangunan desa. Bentuk peran serta masyarakat dapat berupah kontrol terhadap penyelengaraan kegiatan pemerintahan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan suatu program tanpa menunggu suatu penyelewengan terjadi lebih dahulu. Dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Sebuntal, partisipasi masyarakat telah dilakukan melalui BPD, dimana fungsi BPD adalah membawakan aspirasi masyarakat. Sedangkan untuk partisipasi langsung, masyarakat sebagai masyarakat sangat yang atau bersifat dapat yaitu minim

dikatakan tidak ada, karena partisipasi yang paling dasar, terhadap kontrol pelaksanaan

kegiatan pembangunan desa tidak berjalan, hal ini disebabkan karena masyarakat tidak

81

Spirit Publik Vol. 4, No. 1, April 2008 Hal. 69 84

kegiatannya, yaitu bantuan pelatihan untuk industri rumah tangga dengan dana Rp. 973.000.000 dan bantuan bidang ekonomi kerakyatan 757.000.000. Padahal jika pemerintah desa lebih peka, maka akan terlihat bahwa bidang pendidikan sangat membutuhkan bantuan, seperti kondisi bangunan sekolah dasar, serta meja dan kursinya yang mengalami kerusakan cukup parah, perpustakaan yang hanya diisi dengan buku-buku yang sudah tua, serta kurangnya ruangan kelas seperti yang terjadi di SD 005, dimana karena keterbatasan ruangan, maka untuk ruang perpustakan terpaksa menggunakan salah satu kamar di rumah salah seorang guru, demikian juga pada SD 007, dimana karena masalah keterbatasan ruangan juga, maka satu kelas difungsikan menjadi dua kelas yang digunakan pada waktu bersamaan dengan hanya dibatasi sekat yang tidak menutup secara sempurna. Masalah kondisi jalan yang cukup memprihatinkan baik dalam wilayah Desa Sebuntal, maupun jalan yang menghubungkan Desa Sebuntal dengan wilayah lainnya (Kec. Muara Badak, Samarinda dan kota-kota lainnya). Listrik yang hanya berfungsi merupakan pada malam hari, adalah permasalahan-permasalahan dan infrastruktur Rp.

apa

yang

menjadi

kebutuhan

serta

keinginan masyarakat. Dalam penyusunan APBDes/ Buku Putih pada Desa Sebuntal, terlihat bahwa pemerintah desa masih kurang tanggap terhadap yang permasalahan telah diuraikan Selain itu, pemerintah mengenai yang pada desa terdapat poin kepada dalam kehidupan masyarakat, sebagaimana sebelumnya. keterbukaan masyarakatnya anggaran, kurangnya kebijakan/ masyarakat

program yang ditetapkan dalam satu tahun mengakibatkan hanya mampu sebagai penonton dan bersifat apatis terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dan tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk menyatakan keinginan dan kebutuhannya. 6. Profesionalisme Menyangkut kemampuan yanga harus dimiliki oleh seorang aparatur sesuai dengan jabatannya. Kemampuan aparatur pemerintah Desa Sebuntal masih kurang dalam hal pelaksanaan tugasnya, sebagai contoh dalam hal pengelolaan keuangan desa, bendaharawan desa hanya menggunakan buku kas umum, hal ini disebabkan karena tidak mengerti cara penggunaan buku anggaran desa dan buku kas pembantu.

yang seharusnya mendapat perhatian serius bagi pemerintah desa dalam penyusunan program pembangunan desa. 5. Pemerintah Tanggap terhadap Aspirasi yang Berkembang di Masyarakat. Dalam hal ini menyangkut kepekaan pemerintah desa terhadap permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa APBDes yang disusun oleh pemerintah Desa Sebuntal hanya merupakan formalitas saja dan bukan menjadi dasar kerja pemerintah desa untuk tahun anggaran tersebut, hal ini dapat

82

DAMA Implementasi Kebijakan APBDes Sebuntal Kec. Marang Kayu Tahun 2006

dilihat seperti pada APBDes untuk tahun anggaran 2006, yang baru dibuat pada bulan November sementara program pembangunan sudah berjalan sejak bulan September. Yang menjadi dasar kerja bagi pemerintah desa adalah program yang termuat dalam Buku Putih. minkan Akan tetapi program yang termuat adanya program yang menjadi dalam Buku Putih, juga belum mencerkebutuhan mendasar dalam masyarakat (belum mampu menjawab kebutuhan mendasar dalam kehidupan masayarakat desa) dan dalam penyusunan Buku Putih, masih ada campur tangan penetapan untuk pemerintah satu tahun kabupaten anggaran didalam serta program-program pembangunan

Tahun 2000. Selain itu, penyusunan rancangan APBDes tidak dilakukan oleh kepala desa saja tetapi juga harus melibatkan BPD sebagai wakil masyarakat dan rancangan APBDes yang disusun harus didasarkan pada apa yang benar-benar menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat desa. APBDes yang telah ditetapkan oleh pemerintah desa juga harus disosialisasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui program kerja pemerintah dalam satu tahun anggaran dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses pelaksanaan pembangunan di Desa Sebuntal baik dalam bentuk kontrol terhadap memberikan masukan pelaksanaan kegiatan kepada pemerintah desa maupun melaksanakan pembangunan desa. Buku putih yang tidak lain adalah APBDes untuk bagian pengeluaran juga disusun pembangunan, seharusnya

pelaksanaannya yang masih dilakukan oleh pihak kecamatan dan dinas terkait. Selain itu, kurangnya tidak keterbukaan pemerintah desa kepada masyarakat mengakibatkan masyarakat mengetahui tentang program kerja pemerintah dalam tahun anggaran tersebut sehingga fungsi kontrol masyarakat tidak dapat berjalan. Pemerintah desa juga belum pernah membuat laporan laporan pertanggungjawaban mengenai mengenai pelaksanaan kegiatannya, terutama pertanggungjawaban penggunaan keuangan desa. Akibat kondisi ini maka pelaksanaan pembangunan di Desa Sebuntal sangat rentan untuk terjadi penyimpangan.

berdasarkan kebutuhan mendasar masyarakat, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat mengingat dana untuk program Buku Putih sangat besar. Dalam pelaksanaan program Buku Putih juga seharusnya diserahkan kepada pemerintah desa dan bukan kepada pihak kecamatan karena hal ini menyangkut kepentingan masyarakat desa. Adanya sistem pelaksanaan Buku Putih yang terpusat di kecamatan mengakibatkan transparansi kepada masyarakat sulit dicapai, karena alur

SARAN
APBDes yang dibuat oleh pemerintah desa Desa Sebuntal seharusnya benar-benar menjadi dasar kerja bagi pemerintah Desa Sebuntal untuk satu tahun anggaran sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 3

pelaksanaan program hanya sampai pada pihak kepala desa, kecamatan dan kabupaten. Selain itu, hal ini juga tidak sesuai dengan UndangUndang Otonomi Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara 3 Tahun 2000, dimana dalam undang-undang dan peraturan tersebut ditegaskan bahwa keuangan desa diatur oleh pemerintah desa berdasarkan

83

Spirit Publik Vol. 4, No. 1, April 2008 Hal. 69 84

aspirasi masyarakat desa. Dan jika ditinjau lebih jauh, seharusnya buku putih tidak perlu ada, karena pada dasarnya sama dengan APBDes untuk bagian pengeluaran pembangunan, dengan adanya buku putih maka fungsi APBDes terutama untuk bagian pengeluaran tidak berjalan Setiap penggunaan keuangan desa juga harus dibuat laporan pertanggungjawabannya termasuk penggunaan keuangan yang selama ini diatur oleh bendaharawan desa, agar jelas arah penggunaan keuangan desa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2001, Undang-Undang Otonomi Daerah Tahun 1999, Bandung: Citra Umbara. Anonim, 2002, Himpunan Peraturan tentang Pemerintahan Desa, Tenggarong: Bagian Pemerintahan Desa Sekretaris Daerah Kabupaten Kutai. Miles, Mattew B dan A. M. Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia. Moleong, Lexy J, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Solichin Abdul Wahab, 1999, Analisis Kebijakan Publik Teori dan Aplikasinya, Malang: Danar Wijaya-Brawijaya University. , 2004, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara. Sukasmanto dkk, 2004, Promosi Otonomi Desa, Yogyakarta: IRE Press.

84

Das könnte Ihnen auch gefallen