Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BATASAN PENGERTIAN
Minangkabau
adalah masyarakat atau kelompok etnik dengan budaya khas dan wilayah kultural yg meliputi sebagian besar Sumatera Barat, sebagian Riau, Jambi, Bengkulu, dan Negeri Sembilan di Malaysia. Sumatera Barat berbeda dari Minangkabau, ia adalah kesatuan wilayah administratif, didiami oleh masyarakat berlatar Minangkabau, Mentawai, Mandahiling, Nias, Jawa, dll.
SISTEM KEKERABATAN
Keluarga
FALSAFAH
KECERDASAN SOSIAL
FALSAFAH
Syarak
mangato adat mamakai Syarak mendasari restrukturisasi sosial Minangkabau: Raja Ibadat dalam komposisi Rajo Tigo Selo, Tuan Kadhi dlm lembaga parlemen Basa Ampek Balai alim ulama dalam struktur tungku tigo sajarangan musajik, surau, katik, imam, bila, malin, labai, dll. KECERDASAN SPIRITUAL
KESANTUNAN KOMUNIKASI
Langgam Kato:
Langgam kato adalah tata krama berbicara sehari-hari di antara sesama individu dalam masyarakat Minangkabau, berdasarkan status sosial, bukan stratifikasi sosial, karena orang Minangkabau egalitarian dan demokratis.
Langgam kato, yaitu Kato Nan Ampek: Mandaki, manurun, mandata, malereng
KATO MANDAKI
Tatakrama
berkomunikasi dengan dengan status sosialnya lebih tinggi, seperti Yang muda kepada Yang tua, anak kepada orang tua, murid kepada guru, dll. Ciri-ciri: tata bahasa rapi, ungkapan maksud jelas, gunakan kata ganti orang ke-1 ambo, dan sapaan kehormatan kepada lawan bicara (mamak, uda, uni, inyiak, etek, amai, serta beliau untuk orang ketiga).
KATO MANURUN
Santun berkomunikasi antara orang yang status sosialnya lebih tinggi kepada yang lebih rendah, misalnya orang tua kepada anak, guru kepada murid, mamak kepada kemenakan.
KATO MANDATA
Komunikasi di antara orang yang status sosialnya sama dan akrab. Cirinya lebih bebas
KATO MALERENG
Tatakrama berkomunikasi di antara orang yang status sosialnya sama dan saling menyegani, misalnya antara ipar dengan besan, sesama menantu dalam sebuah rumah, mertua kepada menantu/ sebaliknya, atau di antara sesama pejabat publik. Ciri-ciri : tata bahasa rapi, banyak menggunaklan kiasan, menggunakan kata pengganti orang pertama (wak ambo), kedua (gelar dan panggilan kekerabatan) dan ketiga (beliau) yang bersifat khusus
Semua unsur harus terlibat Semua unsur berada pada posisi atau kedudukan yang sama (duduk sama rendah tegak sama tinggi). Perbedaan pendapat tidak saja diakui dan diterima, melainkan menjadi suatu keharusan (bersilang kayu dalam tungku, dengan begitu maka api akan hidup). Proses musyawarah dianggap sebagai bagian dari proses dialektika, untuk menghasilkan sintesis-sintesis. Proses demikian memang memakan waktu yang relatif panjang, namun pengabaian mekanisme tersebut akan berdampak pada kurangnya
Pemimpin mesti kuat seperti pohon beringin, sebagai tempat berlindung, panutan, tahan kritik, mau menerima saran, dan tidak menggurui Penghormatan diberikan kepada kualitas pemimpin, bukan pada kedudukannya; raja alim raja disembah, raja lalim raja disanggah. Kedudukan seorang pemimpin hanyalah didahulukan selangkah, ditinggikan seranting. Oleh karena itu, diingatkan agar hati-hati yang di tas, yang di bawah akan menimpa. Menolak kultus individu dan pola patron klien.
Interaksi didasari oleh prinsip egalitarian dan demokratis. Tidak ada yang memerintah dan yang diperintah (apalagi yang menguasai dan dikuasai). Yang dilaksanakan adalah keputusan bersama melalui proses musyawarah. Penghargaan kepada setiap orang adalah sama. Meskipun setiap orang berbeda peran dan kemampuannya, masing-masing setara dan sama fungsionalnya dalam kehidupan masyarakat. Pergeseran ke pola feodalistik dianggap
PENUTUP
Wawasan
sosio kultural akan dapat membantu Anda dalam menjalankan misi intelektual, sosial, dan spiritual kedokteran secara lebih efektif dan berdayaguna. Semoga sukses
wassalam