Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
SISTEM REPRODUKSI
Modul I
“KEPUTIHAN”
OLEH :
SYUKRI LA RANTI
C111 07 180
KELOMPOK B-5
Dosen Tutor :
...........
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
KEPUTIHAN
Skenario
Nona Ita, 22 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan keputihan yang berbau amis. Saat
ini Nona Ita sedang menghadapi ujian akhir.
Kata Sulit
Keputihan adalah:
1. Keluarnya cairan dari organ genitalia (wanita) yang tidak berupa darah.
2. Keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan
ini dapat encer atau kental dan kadang – kadang berbusa. Merupakan proses normal sebelum
atau sesudah haid pada wanita tertentu
3. Sejumlah kecil cairan jernih yang berisi sel – sel mati melalui vagina, labia, dan vulva
Kata Kunci
1. Bagian tubuh apakah yang berkaitan dengan gejala pasien? Dan bagaimana
fisiologinya?
2. Apa saja faktor – faktor predisposisi yang dapat menyebabkan keputihan patologis?
Jawaban
(1)Keluhan yang dialami oleh pasien erat kaitannya dengan sekret yang sekret lendir yang
dihasilkan oleh organ vagina dan cervix uterus. Adapun anatomi dan fisiologinya adalah
sebagai berikut:
Gambar 1: Anatomi Vagina dan Uterus
Vagina
Secara anatomis vagina memiliki 3 lapisan yakni lapisan mukosa, muskularis dan
adventisia.
Mukosa pada vagina berikatan kuat dengan lapisan muskularis. Di lapisan epithelial
mukosa terdapat 2 lipatan utama longitudinal. Salah satunya di anterior sedangkan sisanya di
posterior. Masing – masing lipatan ini membentuk lipatan – lipatan yang lebih kecil yang
meluas secara transversal pada vagina dengan kedalaman lipatan yang berbeda – beda.
Lipatan – liptaan ini berkembang baik ketika seorang wanita belum pernah melahirkan.
Secara histologis, epitel yang terdapat pada vagina adalah epitel squamosa tidak
bertanduk. Setelah masa pubertas, epitel pada vagina mengalami penebalan dan kaya akan
glikogen. Tidak seperti mamalia lain, epitel vagina pada manusia tidak mengalami perubahan
secara signifikan selama siklus menstruasi. Tapi yang mengalami perubahan hanyalah kadar
glikogen yang meningkat pada masa setelah ovulasi dan berkurang pada saat akhir masa
siklus.
Produksi glikogen pada epitel vagina dipengaruhi oleh estrogen. Hormon ini menstimulasi
epitel vagina sehingga dapat memproduksi dan menyimpan glikogen dalam jumlah yang
besar, yang kemudian dilepaskan pada lumen vagina untuk membasahi daerah sekitarnya.
Secara alami, flora normal vagina akan memetabolisme glikogen membentuk asam laktat
yang bertanggung jawab dalam merendahkan suasana pH vagina, terutama saat pertengahan
siklus menstruasi. Suasana asa ini sangat berperan dalam mencegah invasi bakteri patologis.
Cervix Uterus
Cervix uterus merupakan bagian yang menghubungkan vagina dengan tuba tuerina
melalui os external canalis cervicalis yang dilapisi oleh membran mucosa yang disebut
endocervix. Bagian ini mengandung mucus yang disekresikan oleh kelenjar tubular yang
dilapisi oleh epitel kolumner dan dipenuhi oleh sel silia.
Aktivitas sekresi kelenjar pada endocervix diregulasi oleh estrogen dan mencapai jumlah
maximal pada masa ovulasi. Fungsi sekret endocervicalis adalah memberi lubrikasi selama
hubungan seksual terjadi dan berperan sebagai sawar yang melindungi dari invasi bakteri.
Selama ovulasi, mukus pada cervix menjadi lebih encer, berair dan pHnya lebih alkali
dibanding sebelumnya, kondisi ini dibuat sedemikian rupa agar dapat mendukung migrasi
sperma. Selain itu terjadi pula peningkatan jumlah ion dalam mukus sehingga terbentuk
kristal – kristal yang menyerupai pakis. Secara klinis, hal ini dapat digunakan sebagai
pendeteksi saat yang tepat untuk melakukan fertilisasi.Setelah masa ovulasi, mukus cervix
menjadi lebih kental dan asam.
Ada sejumlah flora normal pada vagina dan cervix, namun yang paling sering ditemui
adalah Lactobacillus acidophilus. Bakteri ini mampu memproduksi asam laktat dengan jalan
memecahkan glikogen yang berasal dari sekret vagina dan cervix. Asam laktat ini
membentuk semacam lapisan asam (pH 3,0), yang dapat mencegah proliferasi bakteri
patologis.
Jadi secara umum, keputihan merupakan hal yang fisiologis. Namun kondisinya dapat
berubah menjadi patologis ketika jumlah bakteri yang menginvasi traktus genitalia meningkat
ataupun karena penurunan daya tahan tubuh pejamu.1, 2
(2)Hal – hal yang dapat mengantarkan keputihan pada keadaan patologis antara lain:
b. pencucian vagina
c. pemakaian antibiotik
d. hubungan seksual
(3)Adapun hal – hal yang menjadi penyebab utama timbulnya keputihan yang patologis
adalah sebagai berikut:4
a. Jamur
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur Candida albicans umumnya dipicu oleh
faktor dari dalam maupun luar tubuh seperti :
Kehamilan
Obesitas / kegemukan
Pemakaian pil KB
Sekret yang keluar biasanya berwarna putih kekuningan, seperti kepala susu (cottage
cheese), berbau khas dan menyebabkan rasa gatal yang hebat pada daerah intim-vulva dan
sekitarnya sehingga disebut vulvovaginitis. Rasa gatal sering merupakan keluhan yang
dominan dirasakan.
b. Bakteri
Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri dari bakteri ”baik” yang berfungsi dalam
keseimbangan ekosistem sekaligus menjaga keasaman / pH yang normal serta beberapa
bakteri lain dalam jumlah kecil seperti Gardnerella vaginalis , mobiluncus, bacteroides dan
Mycoplasma hominis.
Beberapa keadaan seperti kehamilan, penggunaan spiral / IUD (intra uterine device),
hubungan seksual, promiskuitas dapat memicu ketidakseimbangan flora normal vagina
dimana pertumbuhan bakteri ”jahat” menjadi berlebihan. Keputihan yang disebabkan oleh
bakteri Gardnerella dsb disebut sebagai bacterial vaginosis / BV. Sebanyak 50% dari wanita
dengan bacterial vaginosis bersifat asimtomatik yaitu tidak memberikan gejala yang berarti.
Keputihan biasanya encer, berwarna putih keabu-abuan dan berbau amis (fishy odor). Bau
tercium lebih menusuk setelah melakukan hubungan seksual dan menyebabkan darah
menstruasi berbau tidak enak. Jika ditemukan iritasi daerah vagina seperti gatal biasanya
bersifat lebih ringan daripada keputihan yang disebabkan oleh Candida albicans atau
Trichomonas vaginalis.
c. Parasit
Keputihan berupa sekret berwarna kuning-hijau, kental, berbusa dan berbau tidak enak
(malodorous). Kadang keputihan yang terjadi menimbulkan rasa gatal dan iritasi pada daerah
intim.
(4)Patofisologi timbulnya bau amis pada keputihan awalnya didahului oleh pertumbuhan
mikroorganisme anaerobik yang berlebihan disertai produksi enzim proteolitik yang
berperan dalam pelepasan produk biologik seperti poliamina. Produksi zat ini
menyebabkan transudasi cairan vagina dan eksfoliasi sel epitel yg menyebabkan sekret
vagina. Bau amis pada keputihan berasal dari poliamina.
(5)Hubungan antara faktor psikologi dengan keputihan berkaitan erat dengan persoalan
hormonal. Saat stres terjadi, hormon estrogen mengalami peningkatan produksi sehingga
menstimulasi epitel vagina dan serviks menghasilkan glikogen lebih banyak dari jumlah
normal. Selain itu saat stres terjadi, daya tahan tubuh mengalami penurunan sehingga ikut
menambah kerentanan seseorang terserang invasi bakteri.
(6) Beberapa anamnesis tambahan yang dapat diberikan pada pasien ini untuk dapat
menegakkan diagnosis antara lain:
a. Onset: untuk mengetahui sejak kapan gejala seperti ini dialami dan apakah ini
merupakan gejala berulang atau pertama kalinya.
b. Warna dan konsistensi: hal ini sangat penting ditanyakan sebab warna sekret dan
konsistensi dapat menjadi petunjuk patogen penyebab timbulnya gejala. Namun
untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan sekret vagina.
c. Gejala lain: Keputihan patologis biasanya selain ditandai bau amis, ada juga
sejumlah gejala lain yang menyertai seperti rasa gatal pada daerah trigonum
genitalia. Gejala lain yang perlu ditanyakan adalah ada tidaknya rasa panas pada saat
buang air kecil dan nyeri abdomen. Hal ini untuk memastikan apakah penyebaran
penyakit telah mencapai organ urinarius atau viseral. Selain itu perlu juga ditanyakan
apakah pada sekret vagina terdapat nanah ataupun darah.
d. Siklus haid: pada umumnya sekret vagina mengalami peningkatan pada saat ovulasi
dan akhir masa menstruasi sehingga penting ditanyakan pada pasien apakah saat ini
dia sedang haid atau tidak, dan apakah siklus haidnya teratur.
e. Aktivitas seksual: pertanyaan yang menyangkut hal ini cukup sensitif namun harus
ditanyakan karena banyak penyakit kelamin menular melalui aktivitas seksual yang
tidak sehat.
(8) Jika kita mengambil keputihan sebagai titik tolak untuk melakukan diagnosis maka
kemungkinan besar, pasien dalam kasus ini mengalami salah satu dari beberapa keadaan di
bawah ini, yakni:
a. Vaginosis bacterial
Etiologi5
Patofisiologi
Patogenesisnya masih belum jelas. G.vaginalis tergolong flora normal dalam vagina
melekat pada dinding. Beberapa peneliti menyatakan terdapat hubungan yang erat antara
g.vaginalis dengan bakteri anaerob pada pathogenesis penyakit vaginosis bakterial.
Gejala klinis5,6
Pada wanita dengan vb, keluhan berupa adanya duh tubuh vagina ringan, melekat pada
dinding vagina, dan berbau amis. Bau lebih menusuk setelah senggama dan darah menstruasi
berbau abnormal. Dapat timbul rasa gatal dan terbakar akibat iritasi pada vagina dan
sekitarnya, serta kemerahan dan edema pada vulva. Terdapat 50% kasus bersifat asimtomatik.
Pada pemeriksaan terlihat du tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen, viskositas
rendah atau normal, berbau dan jarang berbusa. Gejala peradangan umum tidak ada. Duh
tubuh melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan yang difus,
ph secret vagina berkisar antara 4,5-5,5.
b. Trikomoniasis4,7
Pemeriksaan Diagnostik
Pada perempuan, meningkatnya pH vagina, adanya bau amina, dan sekret vagina
hijau-kuning yang berbusa merupakan indikasi kuat infeksi T.vaginalis. Namun, diagnosis
yang hanya didasarkan pada gejala kurang dapat diandalkan karena beragamnya gejala dan
adanya infeksi asimtomatik. Pada laki – laki, gejala tidak banyak berbeda dari uretritis yang
disebabkan oleh organisme lain. Pemeriksaan trikomonad dalam sediaan basah saline pada
pemeriksaan mikroskopik sekret dapat menegakkan diagnosis tapi tidak dapat menyingkirkan
diagnosis. Demikian juga, T.vaginalis yang terdeteksi pada Pap smear tidak dapat diandalkan
karena tingginya angka positif-palsu dan negatif-palsu.
Biakan adalah baku emas untuk diagnosis; namun terapi biasanya sudah dapat
diberikan hanya berdasarkan gejala klinis.
Terapi
Metronidazol per oral sangat efektif untuk mengeradikasi T.vaginalis dari semua bagian
tubuh dan di Amerika Serikat merupakan satu – satunya obat oral yang tersedia untuk terapi
trikomoniasis. Perempuan hamil dapat diterapi dengan metronidazol dosis tunggal. Semua
pasangan seksual harus diterapi sebelum mereka kembali melakukan hubungan kelamin.
Infeksi vagina yang disebabkan oleh T.vaginalis sudah sangat jarang, kemungkinan
karena banyaknya penggunaan metronidazole oleh populasi yang secara seksual aktif untuk
mengobati vaginosis bakterial.
c. Candida albican3
Candida albicans adalah spesies candida yang secara normal ditemukan di mulut,
tenggorokan, usus, dan kulit laki – laki dan perempuan sehat dan sering dijumpai di vagina
perempuan asimtomatik. C. albicans adalah spesies penyebab pada lebih dari 80% kasus
infeksi kandida pada genitalia. Pertumbuhan berlebihan C. albicans adalah penyebab
tersering vaginitis dan vulvoginitis. C. glabrata dan C. tropicalis adalah dua spesies lain yang
menyebabkan vulvovaginitis. Sampai 75% perempuan dapat mengalami pa ling tidak satu
kali kandiasis vulvovaginal seumur hidup mereka., dan 40% sampai 45% akan mengalami
infeksi berulang (CDC, 1998). Secara ketat, kandidiasis tidak dianggap di tularkan secara
seksual, namun, C. Albicans dapat dibiak dari penis 20% laki – laki pasangan perempuan
yang mengidap vulvovaginitis kandida rekuren (Sobel, 1999).
Infeksi simtomatik timbul apabila terjadi perubahan pada resistensi penjamu atau flora
bakteri local. Faktor predisposisi pada perempuan adalah kehamilan, haid, diabetes milletus,
pemakaian kontrsepsi, dan terapi antibiotik. Baju dalam yang ketat, konstriktif, dan sintetik
sehingga menimbulkan lingkungan hangat yang lebab untuk klonisasi diperkirakan berperan
dalam infeksi rekuren. Pada sebagian perempuan, reaksi hipersentivitas terhadap produk –
produk misalnya pencuci vagina (douche), semprotan deodorant, dan kertas toilet berpewangi
dan berwarna mungkin ikut berperan minimbulkan klonisasi (Faro, 1997). Perempuan
umumnya mengalami infeksi akibat salah satu predisposisi di atas yang menyebabkan
pertumbuhan berlebihan organisme. Pada kedua jenis kelamin, penyakit penekan imun dan
obat imunosupresif sangat meningkatkan resiko pertumbuhan berlebihan koloni disemua
bagian tubuh yang mangandung kandida. Individu yang mengalami kandidiasis yang
persisten dan membandel harus diperiksa untuk kemungkinan infeksi HIV.
Pada perempuan, gejala paling mencolok pada vulvovaginitis ragi ini adalah pruritus dan
iritasi hebat pada vulva dan vagina. Dapat timbul edema, eritema, dan visura pada vulva,
disertai disuria akibat meradangnya jaringan ( disuria eksternal). Sering terdapa secret vagina
seperti “keju lembut” atau dadih. Pemeriksaan dalam memperlihatkan vagina yang kering dan
plak – plak pituh yang lekat.
Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesis disertai temuan klinis dan pemeriksaan mikroskopik sudah memedai untuk
menegakkan diagnosis kandidiasis pada sebagian besar pasien. Pemeriksaan mikroskopis
sekret vagina dengan larutan KOH 10% akan emperlihatkan hifa bercabang dan pembentukan
tunas (budding) khas kandidiasis. Pemeriksaan ini bersifat diagnostik pada 65 % sampai 85%
perempuan simtomatik (Sobel. 1999). Selama infeksi kandida, vagina mempertahankan pH
normal 4.0 sampai 4,5. pada perempuan simtomatik, dan pada semua perempuan dengan
kandidas rekuren, harus dilakukan biakan vagina apabila hasil pemeriksaan mikroskopik
negatif. Namun, hasil biakan yang positif pada perempuan asimtomatik seyogyanya tidak
menyebabkan pembarian terapi karena C. Albicans adalah flora komensal di vagina sebagaian
besar perempuan.
Terapi
Kandidiasis genital dapat diterpi secara topikal atau oral. Obat golongan azol efektif pada
pada 80% sampai 90% pasien yang menyelesaikan terapi. Infeksi rekuren dapat diteapi
dengan kombinasi preparat topikal dan oral. Kandidiasis vulvovagina rekuren didefinisikan
sebagai empat kali atau lebih infeksi simtomatik dalam satu tahun. Terapi untuk laki – laki
pasangan perempuan yang mengidap infeksi rekuren terbukti tidak mengurangi kekambuhan
infeksi. Pemberian yogurth oral setiap hari dan hiposentisisasi dwngan preparat –preparat anti
gen C. Albicans dilaporkan berhasil pada sebagian pasien perempuan.
Sintesis Masalah
Fluor Albus bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dan merupakan gejala yang
paling sering kita jumpai dalam ginekologi.
Yang dinamakan fluor albus adalah cairan yang keluar dari vagina yang bersifat
berlebihan dan bukan merupakan darah. Secara normal selalu seorang wanita mengeluarkan
cairan dari alat kemaluannya yang bersal dari :
• Infeksi yang biasanya menimbulkan fluor yang berwarna kuning atau hijau.
• Bertambahnya sekret yang normal, sifat jernih.
Cairan tersebut diatas disebut luar biasa kalau:
• Konstitusionil: pada keadaan astheni, anaemia, nephritis kronis dan pada bendungan
umum. (decompensatio cordis, cirrhosis hepatis)
• Kelainan endokrin seperti pada fuctional bleending (kadar oestrogen tinggi), pada
kehamilan (kerena hydraemia dan pengaruh endoktrin)
• Infeksi:
a) Vulvis – vulvovaginitis.
b) Vaginitis (Klopitis)
c) Cervicitis
d) Endometritis
e) Salpingitis.
Vulvitis:
Disebabkan oleh:
Pessarium
Rambut kemaluan
Rambut wol
Kain atau kapas
Diagnosis
Zat seperti keju oleh monilia, biasanya disertai gatal yang sangat.
a) Gonococcus
b) Corpus allienum
c) Oxyuris
Fluor albus pada pubertas dapat disebabkan :
a) Astheni
b) Rangsang seksuil (onani)
Fluor pada orang tua : pada kolpitis dan endometritis senilis, carcinoma.
Komplikasi
Komplikasi fluor albus ialah pruritus, eczema dan condylomata acuminata sekitar vulva.
Terapi
Kesimpulan
Nona Ita dalam kasus ini menderita suatu keadaan yang disebut keputihan. Karena kurangnya
informasi yang diberikan dalam rekam medisnya, maka untuk menegakkan diagnosis
diperlukan anamnesis, pemfis dan pemeriksaan penunjang yang lebih banyak lagi. Mengingat
keputihan dapat disebabkan banyak hal, maka penanganan yang benar akan mengurangi
resiko timbulnya gejala berulang dan eradikasi patogen menjadi lebih baik. Keputihan sangat
mengganggu aktivitas penderitanya sehingga pendeteksian dini dan upaya pencegahan sangat
penting dilakukan.
Daftar Pustaka
4. Goldman & Ausiello. Lower Genital Tract Infections in Women: Cecil Textbook of
Medicine. 22nd Ed. USA. Saunders; 2004; 1916
5. Arif Mansjoer dkk. Vaginosis Bakterial: Kapita Selekta Kedokteran Jil. 2 Ed. 3. Jakarta.
Media Aesculapius; 2007;149
6. Adhi Juanda ed. Dkk. Vaginosis Bakterial: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 5.
Jakarta. UI Press; 2007; 386