Sie sind auf Seite 1von 37

Jamaluddin Ahmad A.

M (20120310243)

SKENARIO 3 (TUMBUH KEMBANG ANAK 9 BULAN DAN GANGGUANNYA) Keadaan bayi saat ini Usia 9 bulan. Belum dapat duduk sendiri, anak baru bisa berguling dari posisi tengkurap ke terlentang, kadang2 mengumam tetapi belum bisa mengeluarkan suara konsonan, tidak beroriantasi pada wajah orang yang di kenalnya walaupun dia tersenyum spontan, belum dapat meraih mainannya sendiri, makan sangat lambat dan hamper membutuhkan waktu 1 iam untuk menghabiskan sebotol susu dan sering tersedak selama minum, Anak kurus dan terdapat mikrosefali sebelumnya, keadaan lingkar kepala sekarang 39 cm, pada posisi terlentang anak berabring dengan posisi pinggul abduksi, kadang2 menendang dg kedua kakinya, posisi lengan terkulai di samping badan, tetapi tangan kanannya mengenggam jari pemeriksa ketika di lakukan tes palmar, anak menunjukan tonik reflek yang kuat dan asimetrik, menunjukan tepi bawah hati melebar 2 cm. Problem Definition 1. Apa yang seharusnya di lakukan bayi berumur 9 bulan dan perkiraan perkembangan bayi sekarang seharusnya pada usia berapa ? 2. Mengapa anak makan sangat lambat dan sering tersedak selama minum ?(pada BBLR refelks menelan dan menghisap yang lemah,sarwono 2002) 3. Bagaimana tes palmar dilakukan ? 4. Mengapa anak tersebut menunjukan tonik reflek yang kuat dan asimetrik ? 5. Mengapa tepi bawah hati melebar 2 cm ? (normalnya teraba 1-2 cm di bawah bats kostal pada bayi,lecture notes pediatrika) 6. Macam-macam jenis rflek yang ada pada bayi ? 7. Apa yang menyebabkan disabilitas(keterlambatan) pada anak ini? Pembahasan Masalah 1. Macam-macam jenis rflek yang ada pada bayi ?(refleks palmar dan tonik reflek)

(Susilowati, 2012)

Lingkar kepala yg kecil (mikrosefali) padaumumnya sebagai : - Variasi normal - Bayi kecil - Keturunan - Retradasi mental - Kraniostenosis (buku tmbuh kembang anak EGC) INFO TUTORIAL Sekelompok gangguan yang mempengaruhi gerak, keseimbangan dan postur tubuh disebabkan oleh cedera otak atau kurangnya asupan oksigen ke otak saat proses kelahiran, sehingga mengakibatkan perkembangan abnormal pada kendali otot dan gerakan. Sebanyak 10% CP terjadi selama proses kelahiran, 70-80% terjadi di dalam kandungan. Bayi lahir prematur berisiko mengalami CP. (Cerebral Palsy)

Tanda CP pada bayi Terlambat dalam mengendalikan gerak kepala, berguling, merih dengan satu tangan, duduk tanpa ditopang, merangkak dan berjalan. - Bermasalah dalam mengisap. Kesulitan mengendalikan gerak otot tubuh. Normalnya, otak memberi perintah pada tubuh untuk melakukan sesuatu. Namun karena CP dipengaruhi otak dan tergantung bagian mana dari tubuh yang dipengauhi otak, anak mungkin tidak bisa berjalan, tidak dapat biara, makan atau bermain dengan cara lazimnya dilakukan oleh anak-anak normal. Ciri-ciri CP di usia balita.

Gangguan oral seperti menguyah dan menelan. - Kesulitan bicara. - Tidak dapat mengendalikan kandung kemih dan buang air besar. - Masalah pada pendengaran dan penglihatan. - Sulit memusatkan pikiran yang bepengaruh pada belajar. - Bermasalah dalam mengartikan pengideraan seperti tidak mampu mengidentifikasi benda lewat sentuhan.

Cerebral palsy adalah istilah luas yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok gangguan statik nonprogresif yang disebabkan kerusakan otak yang terjadi pada saat prenatal, selama kelahiran, atau dalam periode postnatal sebelum sistem saraf pusat mencapai kematangan. Tipe spastik merupakan kelompok terbesar CP (66%), akibat kerusakan korteks serebri dan traktus piramidalis; sub kelompok data-n tipe ini muncul dalam bentuk hemiplegia (30%), diplegia (16%) dan kuadripiegia (20%). Tipe diskinetik merupakan kelompok terbesar kedua CP (21%), akibat kerusakan ganglia basalis dan traktus ekstrapiramidalis; sub kelompok dalam tipe ini dalam bentuk atetoid, distonia dan hipotonia. Tipe ataksia akibat kerusakan dari serebellum. Menunjukkan gangguan keseimbangan tubuh yang mengakibatkan kesulitan menggenggam objek. Tipe campuran (10%) ditandai dengan munculnya lebih dari satu gejala tersebut di atas. Pada tipe athetoid; gangguan motorik ini terlihat sebagai gerakan tubuh, tak terkontrol, involunter, tidak bertujuan dan tidak terkoordinasi, pada tubuh, wajah, dan ekstrimitas, menyebabkan pola aktivitas otot yang aneh. Gerakan otot berlebihan saat aktivitas volunter otot dicoba oleh pasien. Pengerutan otot wajah, liur menetes, dan cacat bicara bisa ditemui pada cerebral palsytipe ini. Etiologi cerebral palsy.1,3. Faktor prenatal sebanyak 70% adalah faktor infeksi, anoksia, toksik, kelainan vaskular, Rh disease, genetik, congenital malformation of brain. Faktor natal sebanyak 510% disebabkan oleh Anoksia, trauma lahir, dan gangguan metabolik. Faktor Pasca natal disebabkan oleh trauma, dan infeksi. (pustaka.unpad.ac.id)

Penyakit yang berhubungan dengan Cerebral Palsy

1. Gangguan Mental 2. Kejang atau Epilepsi

3. Gangguan Penglihatan dan pendengaran 4. Sensasi dan Presepsi Abnormal Di Amerika 10-20% CP di sebabkan oleh penyakit setelah lahir postnatal, kejadian ini akan lebih meningkat pada Negara yang belum berkembang. Beberapa Penyebab CP

(Darto Suharso, Kelompok Studi Neuro-developmental bagian ilmu kesehatan anak FK Unair RSU. Dr. Soetomo Surabaya) Bagian otak yg terkena cerebral palsy

(Mardiani, 2012. Undip, Study kasus cerebral palsy di YPAC Semarang)

Floppy infant syndrome. Pada jangka panjang dengan follow up, cerebral palsy dan keterbelakangan mental berubah menjadi 2 penyebab paling umum dari FIS. Berbagai gangguan neuromuscular dan SSP (system saraf pusat) dapat menyebabkan Floppy Infant Syndrom. Dan gangguan pada SSP lebih umum dari pada gangguan neuromuscular dalam menjadi penyebab. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19078754#)

Tatalaksana Cerebral Palsy

(Darto Suharso, Kelompok Studi Neuro-developmental bagian ilmu kesehatan anak FK Unair RSU. Dr. Soetomo Surabaya) Terapi farmakologi yang dapat di berkan.

(Darto Suharso, Kelompok Studi Neuro-developmental bagian ilmu kesehatan anak FK Unair RSU. Dr. Soetomo Surabaya)

Jamaluddin Ahmad A.M (20120310243)

LO SKENARIO 3 1. Langkah-langakah diagnostic pada kasus ini ? Langakah diagnostic cerebral palsy a. Nilai gejala awal b. Pemeriksaan fisik c. Pemeriksaan Neuroradiologik d. Pemeriksaan Lain (Penunjang) - Penjelasan langkah diagnostic

INFO SEPUTAR CEREBRAL PALSY

2. Prognosis dan Treatment Pada Kasus ? Prognosis Cerebral Palsy

Treatment atau Terapi pada Cerebral Palsy

Dalam melakukan terapi terhadap penderita Cerebral Palsy tidak hanya melibatkan dokter saja tetapi melibatkan satu TIM dalam penanganan Cerebral Palsy, inilah TIM teerapi Cerebral Palsy :

Setelah Tim terapi Cerebral Palsy terbentuk yang terdiri dari 8 ahli, maka segera di lakukan terapi dengan TERAPI SPESIFIK CEREBRAL PALSY

Terapi Spesifik Cerebral Palsy ada 3, Terapi Fisik, Perilaku dan lainnya Terapi Medikamentosa Terapi Bedah

Yang telah di jelaskan secara rinci seperti yang diatas.

3. Definisi Global Delay Development ? Keterlambatan Perkembangan Umum (KPU) atau global developmental delay (GDD) adalah bagian dari ketidakmampuan mencapai perkembangan sesuai usia, dan didefinisikan sebagai keterlambatan dalam dua bidang atau lebih perkembangan motor kasar/motor halus, bicara/berbahasa, kognisi, personal/sosial dan aktifitas sehari-hari. Istilah ini digunakan bagi anak yang berusia kurang dari lima tahun. Istilah KPU menggambarkan keadaan klinis yang berhubungan dengan berbagai penyebab dan ketidaksesuaian perkembangan adaptasi serta belajar pada kelompok umur tertentu.1-5 Prevalensi yang sebenarnya keterlambatan perkembangan umum tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan 5%-10% anak mengalami masalah keterlambatan perkembangan. Keterlambatan perkembangan umum merupakan bagian dari keterlambatan perkembangan, dengan prevalensi 1%-3% (Tjandrajani et al,2012) Penyebab keterlambatan perkembangan umum yang terbanyak adalah kelainan kromosom dan malformasi otak, tetapi banyak juga penyebab lainnya. (Tjandrajani et al,2012)

Di antara 604 pasien baru di KKTK (Klinik Khusus Tumbuh Kembang) RSAB Harapan Kita Jakarta yang dievaluasi didapatkan 187 (30,9 %) pasien dengan keterlambatan perkembangan umum, 93 kasus (49,7%) di antaranya mempunyai sebab yang jelas kelainan kongenital, mikrosefali, makrosefali, epilepsi, gangguan sensori integrasi, kejang demam, ensefalitis, cerebral palsy, hipotiroid kongenital, sindrom down, riwayat asfiksia, dan ADHD. Sisanya 94 (50,3%) tanpa penyakit penyerta, terdiri dari 62 (66%) laki-laki dan 32 orang perempuan (Tjandrajani et al,2012). Klinik Khusus Tumbuh Kembang (KKTK) RSAB Harapan Kita pada tahun 2008-2009 didapat 30,9 % kasus dengan keterlambatan perkembangan umum, merupakan kasus terbanyak yang ditemukan. Pada penelitian Shevell7 dan Delgado8 KPU menempati urutan tiga dari diagnosis terbanyak yang didapatkan pada anak-anak yang memiliki gangguan dalam tumbuh kembang.Hasil penelitian di klinik tumbuh kembang anak dan remaja RS dr. Soetomo pada tahun 2005, KPU menempati diagnosis utama pasien (29,8%) (Tjandrajani et al,2012). Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki (66%) lebih banyak dibandingkan dengan perempuan (34%), menunjukkan relatif sama dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa kebanyakan pasien KPU adalah laki-laki. (Jurnal Seri Pediatric vol 13, No 6 2012)

Hasil evaluasi perkembangan memperlihatkan 85,1% keterlambatan perkembangan motor kasar dan halus, diikuti keterlambatan bicara ekspresif, sosialisasi, kognisi, dan bicara reseptif. Meskipun keluhan utama terbanyak adalah gangguan bicara, ternyata keterlambatan yang ditemukan tidak hanya satu area perkembangan, yaitu dua area perkembangan 14 kasus (14,9%) dari 6 keterlambatan perkembangan yang dievaluasi dan sisanya lebih dari dua area. Hampir seluruh kasus yang berusia kurang dari 12 bulan mempunyai keterlambatan area perkembangan motoric. Dapat diperkirakan bahwa orang tua lebih tanggap terhadap gangguan perkembangan motorik untuk kelompok usia di bawah 12 bulan dan gangguan bicara ekspresif pada kelompok usia di atas 12 bulan dibandingkan dengan gangguan perkembangan lainnya. Faktor yang mempengaruhi perkembangan berbicara dan berbahasa di antaranya adalah perkembangan fisik dan mental anak, dan juga pengaruh dari lingkungan serta bagaimana respon anak terhadap sekelilingnya. Keterlambatan bicara dapat merupakan gejala dari berbagai penyakit seperti retardasi mental, kelainan pada pendengaran, gangguan dalam berbahasa, autis, afasia, dan keterlambatan dalam perkembangan. Dalam pemeriksaan anak dengan keluhan gangguan bicara diharapkan dokter juga memeriksa perkembangan kognitif, neurologis, fisik serta perkembangan anak lainnya. Hal tersebut sangat penting karena gangguan bicara dapat bersifat sekunder dari kelainan perkembangan lainnya atau bersamaan dengan kelainan lain. Perhatian awal orang tua mungkin adalah pada keterlambatan bicara, namun evaluasi perkembangan menunjukkan terdapat keterlambatan dalam reseptif, memecahkan masalah serta keterlambatan dalam motorik. (Tjandrajani et al,2012). Periode terpenting pertumbuhan dan perkembangan anak adalah umur di bawah 5 tahun. Beberapa domain perkembangan tersebut antara lain motorik halus, motorik kasar, bahasa/berbicara, personal sosial/interaksi sosial, kognitif, dan aktivitas sehari-hari. Global developmental delay (GDD) atau keterlambatan perkembangan global (KPG) atau keterlambatan perkembangan umum (KPU), merupakan suatu keadaan ditemukannya keterlambatan yang bermakna lebih atau sama dengan 2 domain perkembangan tersebut. Keterlambatan bermakna artinya pencapaian kemampuuan pasien kurang dari 2 standar deviasi (SD) dibandingkan dengan rata-rata populasi pada umur yang sesuai (Suwarba, et al, 2008).

(Irwanto, et al, 2006) Istilah KPG dipakai untuk anak umur kurang dari 5 tahun. Pada anak berumur lebih dari 5 tahun saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat, istilah yang dipakai adalah retardasi mental. Angka kejadian keterlambatan perkembangan secara umum sekitar 10% anak-anak di seluruh dunia. Sedangkan angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% anak-anak berumur <5 tahun. Etiologi KPG dapat dibedakan menjadi kejadian prenatal, perinatal, pasca natal, dan idiopatik. Sedangkan berapa angka kejadian KPG di Indonesia sampai saat ini belum pernah dilaporkan (Suwarba, et al, 2008). Hasil penelitian KPG di RSCM Jakarta Keluhan utama terbanyak adalah belum bisa berjalan dan berbicara 71(47,1%) kasus. Laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan rasio 1,3:1 (Suwarba, et al, 2008). Lima penyebab terbanyak KPG adalah disgenesis sereberal, palsi sereberal, infeksi TORCH, sindrom genetik, dan kelainan metabolik kongenital (Suwarba, et al, 2008). Etiologi KPG yang dapat diidentifikasi paling banyak adalah disgenesis serebral. Kesulitan makan pada pasien KPG dikarenakan adanya gangguan pada oromotor. Keadaan ini harus mendapat perhatian yang lebih baik pada upaya tata laksana pasien karena jika status gizi tidak diperbaiki maka semakin memperberat keadaan penyakitnya. Defisiensi nutrien tertentu sangat menentukan perkembangan susunan saraf pusat maupun perifer dan menimbulkan kelainan neurologis (Suwarba, et al, 2008).

4. Diagnosis Deferensial (DD) dari kasus ini dan apa penyebab utamanya anak ini mengalami gangguan Tumbuh Kembang ? Diagnosis Banding 1. Mental subnormal Sukar membedakan CP yang disertai retardasi mental dengan anak yang hanya menderita retardasi mental. Kedua keadaan ini pada umumnya saling menyertai. Oleh karena itu kalau ditemukan anak dengan retardasi mental, maka harus dicari tandatanda CP, demikian pula sebaliknya (Soetjiningsih, 1995). 2. Retardasi motorik terbatas Sukar untuk membedakan CP tipe diplegia yang ringan, dengan kelainan motorik terbatas pada tungkai bawah. (Soetjiningsih, 1995) 3. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif Anak mungkin didiagnosis sebagai tipe spastik, padahal sebenarnya hanya menunjukkan adanya tahanan terhadap gerakan pasif, biasanya pada abduksi paha. (Soetjiningsih, 1995) 4. Kelainan persendian Keterbatasan abduksi sendi paha dapat terjadi pada dislokasi kongenital. Gerakan yang terbatas, terdapat pula arthrogryposis multiplex congenital, seringkali dikelirukan dengan tipe spastik. Pada anak dengan mental subnormal atau hipotonia berat yang tidur pada satu sisi, dapat menyebabkan kontraktur otot yang menyebabkan gerakan abduksi paha terbatas. (Soetjiningsih, 1995) 5. Cara berjalan yang belum stabil Cara anak yang baru belajar berjalan terutama pada mereka yang terlambat berjalan, sering diduga menderita CP. (Soetjiningsih, 1995)

6. Gerakan normal Gerakan lengan dan kaki yang normal pada bayi sering dikelirukan dengan tipe athetoid. Terutama pada bayi dengan risiko athetoid, seperti pada hiperbilirubinemia. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang teliti. (Soetjiningsih, 1995) 7. Berjalan berjinjit Sebagian besar penderita tipe spatik berjalan dengan cara berjinjit. Tetapi cara berjalan dengan berjinjit kadang-kadang terdapat pada anak yang normal yang mulai belajar berjalan dengan cara ini. Untuk membedakan dengan tipe spastik, maka pada anak yang masih belajar berjalan dengan tonus otot, tendon jerk dan reaksi plantar yang normal. Cara berjalan berjinjit juga terdapat pada tendon akiles yang pendek kongenital, muskular distrofi, dislokasi sendi paha unelateral, autisme dan dystonia muskolorum. (Soetjiningsih, 1995) 8. Pemendekan kongenital pada gluteus maksimus, gastroknemius dan hamstring. Keadaan ini menyebabkan anak sulit duduk, sehingga terlambat duduk. Tetapi tendon Jerk pada anak ini normal, untuk membedakannya dengan penderita tipe spastik. 9. Kelemahan otototot pada miopati, hipotoni atau palsy Erb. Pada semua kasus ini akan ditemukan kelamahan otot. Knee Jerk, abduksi paha dan dorsofleksi sendi pergelangan kaki adalah normal. Palsy Erb jarang yang menetap. 10. Penyebab lain dari gerakan involunter Penyebab yang dimaksud termasuk didalamnya adalah tremor, spasme torsi, spasme nutans, korea dan tik. Sering membingungkan adalah antara athetosis dangan ataksia, sebelum gerakan involunter yang khas timbul. Pada spasme torsi, gejala pertama adalah sering terdapat hipertonus pada otototot betis, fleksi plantar dan inversi dengan aduksi kaki. Kemudian terjadi tortikolis, yang diikuti dengan spame torsi yang khas. Spasme nutans sering dikelirukan dengan tremor, tetapi tanda yang khas adalah kepala yang menganggukangguk atau twitching, disertai dengan kebiasaan melihat dengan ujung mata. Harus dapat membedakan athetosis dengan gerak yang lebih tidak teratur pada korea Sydenham atau Huntington. (Soetjiningsih, 1995). 11. Penyakitpenyakit degeratif pada susunan saraf Penyakitpenyakit seperti lipoidosis, leukoensefalopati, penyakit Schilder (ensefalitis periaksialis) dan multiple sklerosis sering dikelirukan dengan CP dengan penyebab pranatal. Toksoplasmosis dapat meyebabkan kejangkejang atau spastisitas, sehingga sering mengaburkan penyebab utamanya. Phenyl ketonuria, walaupun jarang juga dapat menyebabkan spastisitas. (Soetjiningsih, 1995) 12. Kelainan pada medula spinalis Kelainan disini adalah diastematomieli, siringomieli dan disrafisme spinal. Diastematomieli adalah kelainan kongenital pada medula spinalis yang menyebabkan paresis progresif pada tungkai bawah. Siringomieli terjadi pada anak yang agak besar, yang ditandi dengan adanya atrofi otot, arthropati, kelemahan atau spastisitas dan terdapat gangguan pada rasa sakit. Kelainan kongenital lain adalah tidak terbentuknya

tulak sakrum, menyebabkan kelemahan pada kaki dan disertai gangguan control spingter. Spastis diplegia atau monoplegia adalah sangat jarang, oleh kareba itu harus dicari gejalagejala lain pada ekstremitas atas. (Soetjiningsih, 1995) 13. Sindrom lain Kleidokranial diastosis yaitu tidak terbentuknya 1/3 bagian medial klavikula, kadang kadang diikuti spastisitas dan mental subnormal. Platibasia dan kelainan lain pada dasar kepala, kadangkadang disertai leher yang pendek, ataksia atau hipotonia. (Soetjiningsih, 1995) 5. Infeksi TORCH TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakti infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. TOXOPLASMA Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesipik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis. Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma. RUBELLA Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat

menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of Obstatrician and Gynecologists, 1981). Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan. CYTOMEGALOVIRUS (CMV) Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.

HERPES SIMPLEKS TIPE II Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh

pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus) Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt membahayakan janin yang dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan dari penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi gejala ini tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi yang tepat. http://tddc.itd.unair.ac.id/index.php/home/1-latest-news/61-infeksi-torch-pada-kehamilan.html

DAFTAR PUSTAKA Suharso, Darto. (2006). Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi Neuro-developmental bagian ilmu kesehatan anak FK Unair RSU. Dr. Soetomo Surabaya. Tjandrajani, Anna., et al. (2012). Keluhan Utama pada Keterlambatan Perkembangan Umum di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RSAB Harapan Kita. Seri Pediatri, 13 (6),
373-377. Suwarba, I Gusti Ngurah., et al. (2008). Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Seri Pediatri, 10 (4), 255-261. Irwanto., et al. (2006). Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak. Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya. Mardiani, Elita. (2006). Faktor Faktor Risiko Prenatal Dan Perinatal Kejadian

Cerebral Palsy (Studi Kasus Di Ypac Semarang)._____________________________

Das könnte Ihnen auch gefallen