Sie sind auf Seite 1von 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari tuberkulosis ? 2. Apa saja klasifikasi tuberkulosis ? 3. Apa penyebabnya ? 4. Bagaimana epidemiologi penyakit tuberkulosis ? 5. Bagaimana manifestasi klinis tuberkulosis ? 6. Jelaskan patogenesis tuberkulosis ? 7. Bagaimana pemeriksaan klinis dan penunjang pada tuberkulosis ? 8. Bagaiman gambaran HPA tuberkulosis ? 9. Bagaimana penatalaksanaan tuberkulosis ? 10. Apa saja komplikasi dari tuberkulosis ? 11. Bagaimana prognosis tuberkulosis ? 12. Bagaimana evaluasi pada pengobatan tuberkulosis ?

C. Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan definisi tuberkulosis 2. Menjelaskan klasifikasi tuberkulosis 3. Menjelaskan etiologi tuberkulosis 4. Menjelaskan epidemiologi tuberkulosis 5. Menjelaskan manifestasi klinis tuberkulosis 6. Menjelaskan patogenesis tuberkulosis 7. Menjelaskan macam-macam pemeriksaan(penegak diagnosis) untuk tuberkulosis 8. Menjelaskan gambaran HPA tuberkulosis 9. Menjelaskan penatalaksanaan tuberkulosis 10. Menjelaskan komplikasi tuberkulosis 11. Menjelaskan prognosis tuberkulosis 12. Menjelaskan evaluasi tuberkulosis

1|Page

D. Metode Penulisan Metode Literatur Penyusun melakukan metode literatur dengan berpedoman pada bukubuku kedokteran dan buku-buku kesehatan lainnya yang relevan dengan topik. Metode Teknologi Penyusun mengambil sebagian bahan dari internet dengan sumber yang valid.

2|Page

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang menular yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium tuberculosis dan ditandai dengan pembentukan tuberkel serta nekrosis kaseosa pada jaringan (Jannah, 2009). Tuberkulosis merupakan infeksi menular yang di tularkan melalui orang ke orang yang biasanya mempengaruhi paru-paru, di tularkan melalui batuk dan bersin (Ann R. Punnose,2013).

B. Klasifikasi Tuberkulosis A. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura. a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) Tuberkulosis paru BTA (+) - Sekurang-kurangnya 2dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. - Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. - Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif. b. Tuberkulosis paru BTA (-) - Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif. - Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. Tuberculosis positif a. Berdasarkan tipe pasien Kasus baru, adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps), adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

3|Page

pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : - Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis, dll). Dalam hal ini diberikan dahulu antibiotik selama 2 minggu kemudian di evalusi. - Infeksi jamur - TB paru kambuh Bila meragukan harap konsul ke spesialis / ahlinya. c. Kasus defaulted atau drop out, adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai. d. Kasus gagal, adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. e. Kasus kronik / pesisten, adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

Catatan : - Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. - Kasus bekas TB adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Atau pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapatkan pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologik.

4|Page

B. Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misal pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif (PDPI, 2005)

C. Etiologi Tuberkulosis Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosiS. Berikut merupakan faktor predisposisi pada penyakit tuberkulosis : imunosupresi malnutrisi perawatan kesehatan yang kurang infeksi HIV memakai obat yang mempengaruhi sistem imun, misalnya kortikosteroid Faktor sosial ekonomi. Misalnya lingkungan rumah yang buruk, kepadatan hunian, kemiskinan dan lain-lain (Jannah, 2009 ; Manalu, 2010)

D. Epidemiologi Tuberkulosis TB masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Satu dari tiga populasi dunia diperkirakan telah terinfeksi TB dan tujuh sampai delapan juta kasus terjadinya setiap tahunnya. Tuberkulosis sering ditemukan pada negara berkembang. Asia tenggara, Cina, India, Afrika dan Amerika merupakan negara yang angka infeksinya tertinggi dari tuberkulosis. Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total penderita TB di dunia. Sekitar 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif secara ekonomis yaitu 15-50 tahun (Ratnasari,2012 ; Jannah, 2009).

5|Page

E. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Gejala klinis pada penderita TB bermacam-macam, meliputi gejala klinis dan sistemik, yaitu : Gejala klinis : batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih dahak bercampur darah, batuk darah Gejala sistemik : sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan, berkeringat malam tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan (Putri, 2008 ; Ann R. Punnose,2013 ; Jannah, 2009). Tuberkulosis rongga mulut (oral tuberculosis) dapat primer, tetapi umumnya merupakan manifestasi sekunder tuberkulosis paru. Pada umumnya lesi tuberkulosis terletak di lidah, kadang-kadang juga di gusi, dasar mulut, palatum, bibir, mukosa bukal. Pada lidah terjadi makroglosia dan memberi kesan glossitis. Pada TB rongga mulut terjadi pembesaran kelenjar limfe daerah preaurikular, trismus, trakheitis dan laringitis. Pada tipe lesi tuberkulosis rongga mulut ditemukan granuloma, fissure, glossitis dan ulkus. Ulser tidak beraturan, tidak sakit, pinggirannya meninggi, ulser ditutupi pseudomembran putih keabu abuan dan mukosa sekitar ulser inflamasi dan edematus (Anitasari S, 2011 ; Surapan, 2003).

F. Patogenesis Tuberkulosis Infeksi primer terjdi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai alveolus dan menetap disana. Kuman masuk melalui saluran pernafasan akan dibawa ke kelenjar limfe disekitar hilus paru. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer atau kompleks paru. Hal tersebut disebut kompleks paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer 4-6 minggu dan waktu inkubasi 6 bulan (Putri, 2008 ; Warouw, 2007).

6|Page

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Putri, 2008, Warouw, 2007).

G. Diagnosis Tuberkulosis Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan : Gejala klinik Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). 1. Gejala respiratorik - Batuk 2 minggu - Batuk darah - Sesak napas - Nyeri dada Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. 2. Gejala sistemik - Demam - Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun. 3. Gejala tuberkulosis ekstra paru Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

7|Page

Pemeriksaan fisik / jasmani Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit

umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess. Pemeriksaan bakteriologik a. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH) b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): - Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) - Pagi ( keesokan harinya ) - Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

8|Page

Bahan

pemeriksaan/spesimen

yang

berbentuk

cairan

dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam--macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : - Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah - Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular - Bayangan bercak milier - Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif - Fibrotik - Kalsifikasi - Schwarte atau penebalan pleura Luluh paru (destroyed Lung ) : - Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) : Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari

9|Page

vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal. Pemeriksaan penunjang lainnya : pemeriksaan PCR, pemeriksaan serologi, uji tuberkulin, pemeriksaan histopatologi jaringan (PDPI, 2005; Hateyaningsih, 2009 ; Jannah, 2009).

H. Gambaran HPA Gambaran histopatologi kuman Mikobakterium Tuberkulosis (A) Sel epitel numerous dan sel Giant Langhans multipel dengan pewarnaan HE (B) Basil tahan asam pada pewarnaan Ziehl Nielsen. Berikut merupakan gambaran HPA pada pemeriksaan mikroskopik (Surapan 2003) .

I. Penatalaksanaan pada Tuberkulosis Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu : a. Tahap awal (intensif) Pasien mendapat obat setiap hari. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

10 | P a g e

b. Tahap lanjutan Pasien mendapat jenis obat lebih sedikit yang diminum 3x seminggu, namun dalam jangka waktu yang lama. Tahap lanjutan ini penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Manalu, 2010).

Berikut merupakan nama obat-obatan untuk pengobatan tuberkulosis beserta dosisnya.

J. Komplikasi Pada saluran cerna dapat menyebabkan terjadinyaa TBC lambung Ginjal dan juga bagian-bagian dari sistem urogenital(penyebab kemandulan pada wanita). Susunan saraf pusat yang menyebabkan radang selaput otak (tuberculosis meningitis pada anak-anak. Pada kerangka tubuh mengakibatkan osteomyelitis (Tan Hoan Tjay,2008).

11 | P a g e

K. Prognosis Sangat baik apabila didiagnosis dan diobati secara baik (Warouw, 2007) Terjadi komplikasi jika tidak di obati seperti kanker paru-paru (John M. Grange, 2009)

L. Pencegahan Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan- tindakan pencegahan selayaknya untuk menghindarkan droplet infection dari penderita ke orang lain : 1. batuk dan bersin sambil menutup mulut atau hidung dengan sapu tangan atau kertas tissue 2. 3. didesinfeksi dengan Lysol atau dibakar. Bila penderita berbicara dianjurkan untuk tidak terlalu dekat dengan lawan bicaranya. 4. 5. Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil bahaya penularan. Anak anak di bawah usia 1 tahun dari keluarga yang menderita TBC perlu divaksinasi BCG sebagai pencegahan. (Hoan Tjay Tan, 2011)

M. Evaluasi Pengobatan Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat. Evaluasi klinik - Pasien dievaluasi setiap selanjutnya setiap 1 bulan. - Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit. - Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan) - Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan

12 | P a g e

- Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik (sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan dan pada akhir pengobatan). - Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: - Sebelum pengobatan. - Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan

kemungkinankeganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan). - Pada akhir pengobatan. Evaluasi efek samping secara klinik - Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap. - Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan. - Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid. - Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol ( bila ada keluhan). - Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri ( bila ada keluhan). - Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman. Evalusi keteraturan berobat - Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya. - Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

13 | P a g e

Evaluasi pasien yang telah sembuh Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.

Tabel. Ringkasan paduan obat

14 | P a g e

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang menular yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium tuberculosis dan ditandai dengan pembentukan tuberkel serta nekrosis kaseosa pada jaringan. Penyebaran bakteri penyakit TB melalui inhalasi. Gejala klinis berupa batuk terus menerus selama lebih dari 3 minggu dan batuk berdarah. Sedangkan, gejala sistemik berupa demam, nyeri dada, sesak napas, penurunan berat badan, keringat dingin dimalam hari tanpa kegiatan fisik. Tuberkulosis atau sering disebut TB merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian tertinggi. Diperkirakan setiap tahunnya penderita TB bertambah. Langkah pemerintah dalam menangani enyakit ini adalah dengan diagnosa dini dan memberi pengobatan selama 6 bulan yang harus diminum rutin. Pemebrian obat-obatan untuk TB perlu diikuti dengan evaluasi pengobatan.

B. Saran Perlunya ada pengawas minum obat bagi pasien TB agar meminum obat secara teratur agar hasilnya dapat membaik. Karena obat-obatan untuk penyakit TB harus diminum rutin. Sebab, jika tidak diminum rutin sesuai aturan, maka pengobatan harus diulang dari awal lagi hingga terhitung 6 bulan pengobatan. Jika TB dapat didiagnosis dan diobati secara baik maka prognosisnya akan baik pula.

15 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA Anitasari S. HIV-AIDS dan Tuberkulosis Rongga Mulut. CDK 183/Vol.38 no.2. Maret April, 2011 Ann R. Punnose. Tuberculosis. The journal of the american medical assosiation. Vol 309.n0. 9. march 6, 2013 Drs. Tan Hoan Tjay. Obat- obat penting. Khasiat, penggunaan efek-efek sampingnya. Edisi keenam. Jakarta: PT. Elex Media Kamputindo.154.2008 Hateyaningsih E. 2009. Pengaruh Makanan Tambahan Terhadap Konversi Dahak Pada Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Jagakarsa, Jakarta Selatan Tahun 2008 2009. Jakarta : FKM UI. Jannah, Della., Indah R.,Lantip Rujito. Sensitivitas dan Spesifitas Pemeriksaan Imunokromtografi Tuberkulosis Dibandingkan dengan Kultur LowensteinJensen. Semarang: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Sains Medika FK UNISSULA. 2009 vol.1 (2):106-109 John M. Grange. Tuberculosis a comprehensive clinical reference. Eropa:sauders elsevier.2009.49 Langlais R. P, Miller C.S. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta : Hipocrates Leslie Delong, Nancy W. Burkhart. General and Oral Phatology for Dental Hygenist second edition. 2013. Baltimore: Christhoper Jhonson p. 267 Leslie Penlong and Nancy W. General and Oral Pathology for The Dental Hygienist. Burkhart. Lippincott. United States.2008.309-311 Manalu HSP. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan 2010 ;9(4); 1340 1346. Moussa Ahmed. Bees and honey against tuberculosis. journal of ancient disease and preventive remedies. 2013. ?. Vol1. issue1 PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). Pedoman Diagnosis & Terapi bag. Ilmu SMF Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:Erlangga. 2005 Putri, ASE. Gambaran Indikator P2TB di Propinsi Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2008;2;2;194-199.

16 | P a g e

Ratnasari NY. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Pada Penderita Tuberkulosis Paru (TB Paru) di Blai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit Minggiran. Jurnal Tuberkulosis Indonesia 2012; 8; 7 11. Surapan Kumar Purkait. Essentials of Oral Pathology second edition. 2003. New Delhi: Jaypee brothers. p. 248 Tan, Hoan Tjay Drs.; Rahardja, Kirana Drs. 2011. Obat-obatPenting, Khasiat Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, edisi ke 5, cetakan ke 2, penerbit Gramedia. Jakarta, Bab 9 Tuberkulastika hal 145 154. Warouw, Najoan Nan., Aloysius S., Manajemen TBC dalam Kehamilan. Bandung:JKM FK UKM. 2007, vol.6 (2):127-136

17 | P a g e

Das könnte Ihnen auch gefallen