Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
D A N AH I B A HG L O B A LF U N D A I D S , T U B E R K U L O S I S , D A NMA L A R I A
E X I TS T R A T E G I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN SELAKU PIMPINAN PRINCIPAL RECIPIENT HIBAH GF-ATM
NOMOR : HK.03.05/D/I.4/532/2012
TENTANG
PEDOMAN EXIT STRATEGI DANA HIBAH GLOBAL FUND AIDS, TUBERKULOSIS, DAN MALARIA
Menimbang
: a. bahwa Kementerian Kesehatan telah menerima dana hibah Global Fund AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (GF-ATM) untuk mendukung pelaksanaan Program Pengendalian AIDS, Tuberkulosis dan Malaria;
b. bahwa dana hibah GF-ATM akan berakhir pada tahun 2015 sehingga diperlukan langkah-langkah persiapan dan antisipasi untuk Pengendalian AIDS, Tuberkulosis dan Malaria, khususnya di bidang pendanaan, baik di pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu menyusun Pedoman Exit Strategy Dana Hibah GF-ATM yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273); 2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
ii
6. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/ Atau Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4597); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
iii
Keputusan Presiden Nomor 181 tahun 2000 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/ Kota Tahun Anggaran 2001 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 903/ Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat; 12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/ PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah; 13. Surat Edaran Nomor SE-2/PB/2012 tentang Petunjuk Lebih Lanjut Pengelolaan HIbah Langsung Baik dalam Bentuk Uang maupun Barang/ Jasa/ Surat Berharga Tahun 2011.
M E M U T U S K A N
Menetapkan Kesatu
: : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN TENTANGPEDOMAN EXIT STRATEGI AIDS, TUBERKULOSIS DAN MALARIA (ATM) UNTUK PEMERINTAH PUSAT DAN PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA : Pedoman Exit Strategy AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (ATM) sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu terlampir dalam Lampiran Keputusan ini.
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund
Kedua
iv
Ketiga
Keempat
: Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Exit Strategy AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (ATM) dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dengan mengikutsertakan institusi dan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masing-masing. : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Kelima
Ditetapkan : di Jakarta Pada tanggal : Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Keputusan ini disampaikan Kepada Yth: 1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
TIM PENYUSUN
Pengarah Tjandra Yoga Aditama Muhammad Subuh Rita Kusriastuti Editor Dyah Erti Mustikawati Toni Wandra Siti Nadia Tarmizi David Collins Kontributor Asik Surya Elvieda Sariwati Vini Sutriani Bayu Teja Muliawan G.K Wirakamboja I Nyoman Kandun Widiyarti Christian S. Mamahit Budiarti Setiyaningsih Trya Novita Diinihari Hanifah Rogayah Astuki Suharianto Anggraeny K Merry Triwisatawati Atin Parihatin Firdaus Hafidz
vi
Ringkasan Eksekutif
Memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (ATM) sebagai penyakit menular di negara berkembang menjadi hal penting di tingkat internasional maupun nasional. Dampak dari 3 penyakit ini dapat merusak dan menjadi hambatan besar dalam pembangunan. Oleh karena itu, berbagai upaya baik secara global, regional maupun lokal berupaya mengatasi masalah ke 3 penyakit ini. Global Fund sebagai lembaga pembiayaan untuk bidang kesehatan terutama pada penyakit AIDS, TB dan Malaria sejak tahun 2002 ikut membantu memerangi penyakit ini di negara berkembang. Dampak dari bantuan hibah Global Fund sangat dirasakan oleh program HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria di berbagai Negara termasuk Indonesia. Selama 5 tahun terakhir ini, telah banyak peningkatan dan capaian yang diperoleh. Namun dana hibah Global Fund diperkirakan akan berakhir sepenuhnya pada tahun 2015 akibat krisis ekonomi dan meningkatnya status ekonomi Indonesia sebagai Upper Lower Middle Income Countries. Berdasarkan kondisi tersebut Kementerian Kesehatan telah menyiapkan suatu strategi pembiayaan program ATM sebagai rencana transisi dan mencegah terjadinya penurunan kinerja setelah pendanaan hibah berakhir. Total anggaran sebesar 81,8 juta USD merupakan perkiraan dana yang dibutuhkan untuk menggantikan dana hibah GF Untuk mengatasi hal tersebut telah disusun rencana pembiayaan dari berbagai sumber lokal mulai dari Kementerian Kesehatan hingga pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Diharapkan dengan adanya komitmen dari berbagai pihak maka akan terjadi peningkatan pembiayaan setiap tahunnya hingga akhirnya dapat menutupi seluruh biaya pada tahun 2016. Kementerian Kesehatan telah memperhitungkan pembiayaan oleh pemerintah untuk program ATM adalah 31,2% di tahun 2011 sebagai dasar dan dengan target mencapai 40% tahun 2012, 50% tahun 2013, 60 tahun 2014, 70% tahun 2015 dan 80% tahun 2016. Sisa 20% di tahun 2016 harapannya dapat dibiayai oleh asuransi, CSR, donor atau sumber lain. Selain memperhitungkan kebutuhan biaya, pembagian peran/ tanggungjawab dan prioritas kegiatan menjadi hal penting di seluruh tingkat pemerintahan agar tidak terjadi kegiatan yang tumpang tindih. Pembagian wewenang dan tanggung jawab pembiayaan di setiap tingkat pemerintahan sudah diatur melalui PP no 38 Tahun 2007, yang diperlukan adalah penegasan batasan kegiatan-kegiatan prioritas yang merupakan tugas dan kewajiban antara pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/ kota). Menindaklanjuti hal tersebut, pembagian peran antara pemerintah pusat, kepada provinsi dan kabupaten/kota terkait dengan tanggung jawabnya dalam ATM diharapkan sudah dimulai pada perencanaan pembiayaan tahun 2013. Strategi pembiayaan ini adalah sebagai langkah awal untuk menjamin keberlangsungan dan mencapai tujuan program ATM di Indonesia, dimana seluruh kegiatan harus dapat dijalankan secara cost effective dan efisien serta memegang nilai-nilai Pro Rakyat, inklusif, responsif dan bersih.
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund
vii
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif Daftar Isi Bab I Latar Belakang Tujuan Dokumen Exit Strategy Landasan Hukum Ruang Lingkup Bab 2 Kinerja Hibah Global Fund terhadap ATM Pembiayaan Global Fund Bab 3 Arah dan Kebijakan Program ATM A. Rencana Strategis Program ATM Rencana Strategi Program HIV/AIDS Rencana Strategi Program Tuberkulosis Rencana Strategis Program Malaria B. Roadmap program dan scalling up ATM Roadmap program HIV/AIDS Roadmap program Tuberkulosis Roadmap program Malaria Bab 4 Pembiayaan dalam Program ATM A. Pembiayaan dan penganggaran ATM saat ini Program HIV/AIDS Program Tuberkulosis Malaria B. Sumber-Sumber Pembiayaan Program ATM Sumber Pembiayaan Pemerintah Asuransi Corporate Social Responsibility (CSR) C. Prioritas Pembiayaan Program ATM D. Prioritas Kegiatan dan Mekanisme Penyaluran Tingkat pusat Tingkat Provinsi Tingkat Kabupaten/ Kota Penutup Lampiran Lampiran 1: Risalah Rakerkesnas 2011 vii viii 1 7 7 9 10 11 12 12 12 13 14 15 15 15 16 20 20 20 21 23 23 24 27 28 29 29 30 30 31 32 33 33
viii
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (ATM) merupakan tiga penyakit yang mematikan di dunia. Secara bersama, penyakit ini membunuh 5 juga orang per tahun, terutama di negara miskin dan berkembang di dunia. Sebagian besar korban dari penyakit adalah pada usia produktif terutama laki-laki. Hal ini berdampak pada dunia bisnis dimana mereka dapat kehilangan pekerjanya, pemerintah kehilangan pegawai negerinya dan keluarga kehilangan anggota keluarga yang dicintainya termasuk sebagai pencari nafkah. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi dan stabilitas sosial dalam komunitas. Negara dengan insiden penyakit ATM yang tinggi telah terbukti menurunkan pertumbuhan ekonomi, sebagai contoh malaria dapat menurunkan GDP sebanyak 1,3% dan seseorang penderita Tuberkulosis rata-rata kehilangan 20-30% pendapatan karena penyakitnya. Oleh karena itu, Program AIDS, TB dan Malaria (ATM) merupakan program prioritas dan merupakan satu tujuan MDGs pada tujuan ke 6. Program Pengendalian AIDS, TB dan Malaria telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari Pengendalian HIV/AIDS, selama 5 tahun terakhir. Program pengendalian HIV/AIDS telah memberikan dukungan pada 228 RS dan 75 satelit yang aktif memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV-AIDS, 643 klinik IMS, 74 layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon), 90 klinik PPIA (Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak), dan 388 klinik KTS (Konseling dan Tes secara Sukarela). Dari jumlah layanan tersebut sebanyak 548.256 orang sudah melakukan testing dan konseling, 23.311 orang menerima pengobatan ARV, 28,380 ODHA menerima dukungan dan perawatan dan terhindar dari kematian, 61.428 IDUs menerima intervensi program 2.502 diantaranya aktif mengikuti program terapi rumatan metadone, 150.064 kasus IMS yang diobati, 624 orang ibu hamil yang menerima ARV phrophilaxis dan dukungan PMTCT lainnya.
Tabel 1. Pencapaian Target MDG HIV Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015 No. 6.1 Indikator Prevalensi HIV/ AIDS (persen) dari total populasi Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/ AIDS - Menikah Perempuan: 9,5% Laki-laki: 14,7% (2007) Perempuan: 11,9% Laki-laki: 15,4% (2010)* - Belum Menikah Perempuan: 2,6% Laki-laki: 1,4% (2007) Perempuan: 19,8% Laki-laki: 20,3% (2010)* Meningkat P e r l u perhatian khsusus BPS, SDKI 2007 *Kemkes, Riskesdas 2010 (data sementara) Meningkat P e r l u perhatian khsusus BPS, SDKI 2007 *Kemkes, Riskesdas 2010 (data sementara) Acuan dasar Saat ini 0,2% (2009) Target MDGs 2015 Menurun Status Perlu perhatian khsusus Perlu perhatian khsusus Sumber Estimasi Kemnkes 2006 BPS, SKRRI 2002/2003 &2007
6.2
12,8% (2002/03)
Meningkat
6.3
Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010 No. 6.5 Indikator Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obatobatan antiretroviral Acuan dasar Saat ini 38,4% (2009 Target MDGs 2015 Meningkat Status Perlu perhatian khsusus Sumber Kemkes, 2010, per 30 November 2009
Program pengendalian TB telah banyak mencapai kemajuan dan diakui secara global, antara lain penurunan peringkat dari ke 3 menjadi peringkat ke 4, dan angka kematian akibat TB sudah berhasil diturunkan lebih dari 50% yaitu dari 96 per 100.000 (1990) menjadi 27 per 100.000 (2010). Namun begitu, permasalahan TB masih sangat besar karena ada 169 orang per hari atau 61,000 orang per tahun yang meninggal akibat TB. Selain itu Indonesia menduduki peringkat ke 8 untuk jumlah kasus pada daftar kasus multi-drug resistance (kekebalan terhadap pengobatan TB). Tiga indikator MDG untuk TB sudah diakui on the track yaitu prevalensi TB tahun 2010, angka CDR 83% (kasus BTA pos sudah ditemukan dan diobati), dan angka keberhasilan pengobatan (SR) sudah mencapai 89,7%. Survei kekebalan obat di Jawa Tengah yang dilaksanakan tahun 2007 dan dilaporkan tahun 2010 menunjukkan jumlah kasus baru dengan multidrug resistance (MDR) yang tergolong rendah (1,8%), menandakan kinerja program pengendalian TB di Indonesia berjalan dengan baik. Program yang berjalan dengan baik ditambah ekspansi terkait perluasan penanganan TB MDR diperkirakan akan menimbulkan kebutuhan dana program dari sekitar 100 juta USD menjadi hampir 130 juta USD.
Tabel 2. Pencapaian MDG Turberkulosis
Target 6C : mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015 No. 6.9 Indikator Angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis Angka kejadian Tuberkulosis (semua kasus/ 100.000 penduduk/ tahun) Tingkat prevalensi Tuberkulosis (per 100.000 penduduk) Tingkat kematian karena Tuberkulosis (per 100.000 penduduk) 343 (1990) 443 (1990) 92 (1990) 228 (2009) Dihentikan, mulai berkurang Dihentikan, mulai berkurang Dihentikan, mulai berkurang Sudah tercapai Sudah tercapai Sudah tercapai Laporan TB Global WHO, 2009 Laporan TB Global WHO, 2009 Laporan TB Global WHO, 2009 Acuan dasar Saat ini Target MDGs 2015 Status Sumber
6.9a
6.9b
244 (2009)
6.9c
39 (2009)
No. 6.10
Indikator Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdetaksi dan diobati dalam program DOTS Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yagn terdeteksi dalam program DOTS Proporsi kasus Tuberkulosis yang diobati dan sembuh dalam program DOTS
Acuan dasar
Saat ini
Sumber
6.10a
70,0%
6.10b
85,0%
Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan sejak tahun 1959 yang ditandai dengan pencanangan program pembasmian malaria yang dikenal dengan sebutan Komando Pembasmian Malaria (KOPEM) oleh Presiden Soekarno. Program ini difokuskan di daerah Jawa, Bali dan Lampung dengan kegiatan utama penyemprotan insektisida dan pengobatan malaria konfirmasi, yang berhasil menurunkan jumlah kasus di daerah tersebut. Pada tahun 2000 dicanangkan gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali malaria atau Gebrak malaria yang merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dengan slogan Ayo Berantas Malaria. Selanjutnya pengendalian malaria di Indonesia memasuki fase eliminasi malaria yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/ MENKES/SK/IV/2009 yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030. Adapun sumber pembiayaan upaya pengendalian Malaria didukung oleh berbagai sumber baik dari pemerintah (APBN, APBD) maupun donor seperti WHO, UNICEF, ADB, American Red Cross dan GF ATM. Hasil yang telah dicapai dalam kurun waktu tersebut adalah penurunan Annual Paracite Incidence (API) dari 4,68 per 1000 penduduk berisiko pada 1990 menjadi 1,75 per 1000 penduduk berisiko pada tahun 2011 dengan jumlah penderita malaria positif sebanyak 256.592 dari 1.322.451 suspek malaria, serta persentase pengobatan ACT 66,3 %. Dalam upaya pencegahan telah didistribusikan kelambu berinsektisida (LLINs) sebanyak 7.587.167juta kelambu kepada penduduk berisiko malaria selama periode 2008 2011.
Target 6C : mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015 No. 6.6.a Indikator Angka kejadian malaria (per 1000 penduduk) Acuan dasar 4,68 (1990) Saat ini 1,75 (2011) Target MDGs 2015 <1 Status akan tercapai Sumber Kemenkes 2011 BPS, SDKI (2007) Kemenkes Riskesdas (2007) Kemenkes Riskesdas (2010)
6.7
3,3 % (2007) desa : 4,5 % kota : 1,6 % 16,5 % (2010) desa : 13,5 % kota : 11,4 %
meningkat
Terlepas dari pencapaian yang sudah dilakukan oleh ketiga komponen, baik yang sudah terpenuhi seperti TB maupun yang akan tercapai seperti malaria, penanggulangan ATM di Indonesia menghadapi tantangan kesinambungan pendanaan mengingat besarnya kontribusi bantuan donor luar dan masih terbatasnya kontribusi pendanaan pemerintah terkait penanganan ATM di Indonesia. Dana hibah dari Global Fund merupakan bagian penting dari keseluruhan dana untuk program pengendalian ATM. Kontribusi Global Fund dalam pengendalian TB telah berhasil meningkatkan kinerja program, dimana penemuan kasus TB (CDR = Case Detection Rate) dari 29% pada tahun 2002 menjadi 50% di tahun 2002 dan mencapai target global di tahun 2006 hingga saat ini. Sedangkan untuk Malaria, GF ATM berkontribusi pada 60% kegiatan operasional baik di pusat, provinsi, kabupaten/kota, puskesmas/rumah sakit sampai dengan kegiatan di tingkat masyarakat seperti pustu, pos malaria desa dan polindes. Melalui bantuan hibah GF ATM diagnosis dini dan pengobatan yang tepat melalui konfirmasi laboratorium telah mendukung perubahan dari indikator AMI (Annual Malaria Incidence) menjadi API. Selain itu dukungan terhadap perbaikan akses terhadap penemuan dan pengobatan penderita malaria, perbaikan pada kualitas pemeriksaan laboratorium dan perbaikan pada sistem
surveilans termasuk sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) semakin kuat.
Dalam program pengendalian HIV-AIDS dan IMS, dana pengadaan obat ARV, IMS dan Infeksi Oportunistik (IO) sebagian besar berasal dari APBN. Namun demikian untuk kegiatan operasional sebagian besar dana berasal dari GF ATM. Peningkatan kualitas maupun kuantitas layanan terkait HIV-AIDS dan IMS untuk meningkatkan akses ODHA kepada layanan banyak mendapat dukungan dari GF ATM, walaupun ada juga beberapa provinsi damupun kabupaten/kota yang mengalokasikan dana APBD untuk kegiatan tersebut. Dana hibah Global Fund diperkirakan akan berakhir sepenuhnya pada tahun 2015 sementara beberapa skema hibah akan berakhir sebelum tahun 2015 ataupun menjadi berkurang. Krisis ekonomi yang muncul di Eropa dan Amerika akhirnya berpengaruh terhadap kontribusi negara maju melalui GF ATM. Disisi lain, peningkatan status ekonomi Indonesia menurut data Word Bank sebagai negara Upper Lower Middle Income Countries menyebabkan Indonesia tidak lagi menjadi negara prioritas utama yang perlu di bantu oleh donor. Berdasarkan kondisi tersebut Kementerian Kesehatan telah menyiapkan rencana untuk mempercepat transisi ini untuk mencegah terjadinya kekurangan pembiayaan kegiatan program yang diperlukan setelah hibah berakhir. Chronology of Funding and Achievement of Program
R e s t ri k s 1
80 70 60
26 24 22 20 18 16 14 12
CDR (%)
10 8 6 4 2 0
2001
5 YSP
2002
TBCTA CIDA start-up
2003
GF ATM R1 Ph1 start-up
2004
2005
GF ATM R1 Ph2 start-up
2006
GF ATM R5 approved TB CAP
2007
2008
2009
2010
GF ATM R8 approved GFATM R5 Ph2 start-up GF ATM R1 Finished GF ATM R8 Ph1 start-up
GF ATM Proposal
TB Partners Forum
CDR
Donor Funding
30 28
Exit Strategy juga diharapkan hanya mempertimbangkan aspek manajemen pembiayaan namun juga aspek manajemen program, dimana diharapkan penyesuaian kemampuan pembiayaan dalam negeri tidak akan menggurangi kinerja program ATM. Integrasi dalam beberapa aspek terkait manajemen program ATM seperti supervisi dan monitoring bisa jadi diperlukan untuk pelaksanaan program yang cost effective dan efisien.
Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 3. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 4. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 5. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund
6. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang mengenai ketentuan umum perseroan terbatas dan Peraturan Menteri Negara BUMN No.PER-5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan 7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 10. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah 11. Keputusan Presiden Nomor 181 tahun 2000 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/ Kota Tahun Anggaran 2001 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. 15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga. 16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Dana Dekonsentrasi Dan Dana Tugas Pembantuan Sebelum 17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah 18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/ PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah
19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.05/ 2010 pasal 1 tentang Tata Cara Pengesahan Realisasi Pendapatan dan Belanja Yang Bersumber Dari Hibah Luar Negeri/ Dalam Negeri Yang Diterima Langsung Oleh Kementerian Negara/ Lembaga Dalam Bentuk Uang; 20. Surat Edaran Nomor SE-2/PB/2012 tentang Petunjuk Lebih Lanjut Pengelolaan HIbah Langsung Baik Dalam Bentuk Uang Maupun Barang/ Jasa/ Surat Berharga Tahun 2011
Ruang Lingkup
Dokumen ini membahas tentang latar belakang perlunya Exit Strategy, elemen pembiayaan dan prioritisasi kegiatan dari setiap tingkat pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) untuk menghindari tumpang tindihnya kegiatan.
Round
S (8+10) S(8+9) 6 8 S (10)
Nomor Hibah
IND-TMOH IND-S10G16-H IND-607G06-M IND-809G14-M IND-SMOH
PR
KemenKes KemenKes KemenKes KemenKes KemenKes
Mulai
01/07/2011 01/07/2010 01/03/2008 01/01/2010 01/01/2012
Berakhir
31/12/2013 30/06/2012 28/02/2013 31/12/2014 21/12/2014
Total
53.102.758 16.780.759 47.106.030 54.226.746 10.029.731 181.156.024
Tahun
Jun 2012 Jun 2012 Jul 2011 Jun 2012 Mar 2012Feb 2013 Jan 2013 Dec 2014 Jan 2014 Dec 2014
81.807.278
Sejak tahun 2011, hibah ATM terdapat hibah untuk Health System Strenghtening (HSS) sebesar 16,6 juta USD di bawah Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Kementerian Kesehatan. Hibah ini akan berjalan hingga Desember 2014. Dimana kegiatannya diharapkan dapat memperkuat sistem infromasi kesehatan dan sistem manajemen obat.
10
Selain itu, Non Government Organization (NGO)/ LSM merupakan penerima hibah untuk membiayai pelayanan kesehatan khususnya ATM dan masuk ke dalam PR dari 6 hibah Global Fudn lainnya. Setelah selesainya hibah Globah Fund, pemerintah tidak memiliki dana untuk membiayai pelayanan kesehatan di bawah tanggung jawab LSM. Oleh karena itu, LSM diharapkan dapat bertanggunjawab secara mandiri terhadap pembiayaan untuk keberlanjutan kegiatan melalui jejaring dan sistim yang sudah ada sebelumnya.
2011 (Baseline)
31,0% 0,2%
2012 (Target)
35,0% 2,5% 2,5% 40,0%
2013 (Target)
40,0% 5,0% 5,0% 50,0%
2014 (Target)
45,0% 7,5% 7,5% 60,0%
2015 (Target)
50,0% 10,0% 10,0% 70,0%
2016 (Target)
55,0% 12,5% 12,5% 80,0%
11
Rencana Jangka Menengah TUJUAN UMUM Meningkatnya pengendalian HIV-AIDS dan IMS secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
12
TUJUAN KHUSUS Menurunnya jumlah kasus baru HIV serendah mungkin Menurunnya tingkat diskriminasi serendah mungkin Menurunnya angka kematian AIDS serendah mungkin Meningkatnya kualitas hidup ODHA Sasaran Strategis Pengendalian HIV-AIDS & IMS Tahun 2010-2014 Menurunnya prevalensi HIV pada penduduk usia 15-49 tahun menjadi <0,5% Meningkatnya persentase penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS dari 65% menjadi 95% Meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan tes HIV dari 300.000 Menjadi 700.000 Meningkatnya persentase kabupaten/kota yang melaksanakan pencegahan penularan HIV sesuai pedoman dari 50% menjadi 100% Meningkatnya penggunaan kondom pada kelompok risiko tinggi dari 25% (P) dan 20% (L) menjadi 65% (P) dan 50% (L) Meningkatnya persentase ODHA yang mendapatkan ART dari 60% menjadi 90%. Meningkatnya persentase Rumah Sakit Pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA menjadi 100%.
13
2010- 2014. Sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014 antara lain : 1. Menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk. 2. Meningkatkan prosentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90%; 3. Meningkatkan prosentase keberhasilan pengobatan kasus baru TB paru (BTA positif)mencapai 88%; 4. Meningkatkan prosentase provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%; 5. Meningkatkan prosentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88%.
14
Sasaran Wilayah Eliminasi Pulau Sumatera (kecuali NAD dan Propinsi Kepulauan Riau), Propinsi NTB, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Propinsi Papua, Propinsi Papua barat, Propinsi NTT, Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara.
Indikator 1. Prevalensi TB per 100.000 penduduk 2. Persentase kasus baru TB Paru (BTA positif) yang ditemukan 3. Persentase kasus baru TB Paru (BTA positif) yang disembuhkan 4. Presentase Provinsi dengan angka kasus baru TB Paru BTA positif/ CDR (Case Detection Rate) minimal 70%
73
76
80
85
90
88
88
88
88
88
15
25
35
45
50
15
5. Presentase Provinsi mencapai angka keberhasilan pengobatan kasus baru TB Paru BTA positif/ SR (Success Rate) minimal 85% 6. Notifikasi semua kasus TB (per 100.000. pendududk)
84
84
84
86
88
126
138
145
152
153
2. Jangka Panjang Sasaran jangka panjang pengendalian TB adalah tercapainya eliminasi TB di Indonesia. Eliminasi TB sesuai dengan definisi WHO adalah menurunkan prevalensi TB sampai 1 per 100.000 penduduk. Dunia menargetkan eliminasi TB pada tahun 2050. Melihat hasil pencapaian target selama ini, Indonesia menargetkan eliminasi terjadi pada tahun 2040 pada tingkat nasional dan pada tahun 2050 pada tingkat provinsi. Beberapa tahap dalam mencapai tahap eliminasi tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 1 2 3 4 5 Tahap Reduksi dan pencapaian MDG Tahap Konsolidasi dan Inovasi Tahap pra Eliminasi Tahap Eliminasi tingkat nasional Tahap Eliminasi tingkat provinsi Indikator Prevalensi TB per 100.000 penduduk 180 100 50 1 1 Tahun Pencapaian 2015 2015 2020 2020 2030 2040 2050
Dalam road map pengendalian malaria bertujuan untuk mencapai eliminasi malaria pada tahun 2030, dengan mengupayakan setiap daerah dapat mencapai tahap eliminasi sesuai dengan pentahapan. Adapun pentahapan kegiatan dan situasi yang dicapai pada Eliminasi Malaria : 1. Pentahapan Kegiatan Pentahapan kegiatan eliminasi malaria dibagi menjadi 4 seperti yang tertuang dalam malaria global (Global Malaria Programme) yaitu: Pemberantasan, Pra Eliminasi, Eliminasi dan Pemeliharaan (pencegahan penularan kembali).
16
2. Situasi yang Dicapai pada Masing-masing Tahapan a. Tahap Pemberantasan Semua unit pelayanan kesehatan mampu melakukan tatalaksana malaria sesuai dengan pedoman nasional. Semua Penderita malaria yang diobati telah dilakukan konfimasi laboratorium Adanya upaya pengendalian malaria secara intensif untuk mencapai SPR > 5% Adanya kegiatan surveilans Vektor dan pengendalian vektor Kegiatan surveilans termasuk pencatatan dan pelaporan serta sistim kewaspadaan dini sudah berjalan baik Adanya keterlibatan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, LSM, organisasi profesi, Lembaga Internasional dan lembaga donor lainnya (pembentukan Tim Gebrak Malaria atau forum kerja sama lain yang sudah ada di Provinsi dan Kabupaten/Kota). b. Tahap Pra Eliminasi Semua unit pelayanan kesehatan sudah mampu memeriksa kasus secara laboratorium (mikroskopis). Semua penderita malaria klinis di unit pelayanan kesehatan sudah dilakukan pemeriksaan sediaan darah dan SPR mencapai < 5%. Adanya peningkatan kualitas dan cakupan upaya pengendalian malaria (surveilans, penemuan dan pengobatan, pemberantasan vektor) untuk mencapai Annual Parasite Incidence (API) , 1/1000 penduduk berisiko. Adanya peningkatan keterlibatan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, LSM, organisasi profesi, lembaga internasional, lembaga donor dan lainlain (Tim Gebrak Malaria atau forum kerja sama lain yang sudah ada di Provinsi dan Kabupaten/Kota). Tersedianya peraturan perundangan di tingkat Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang mendukung kebijakan dan sumber daya untuk pelaksanaan eliminasi malaria.
17
c. Tahap Eliminasi API sudah mencapai < 1/1000 penduduk berisiko dalam satuan wilayah minimal setara dengan Kabupaten/Kota. Surveilans sudah berjalan dengan baik termasuk Active Case Detection (ACD). Re-orientasi program menuju Tahap Eliminasi kepada semua petugas kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam eliminasi sudah dicapai dengan baik. Lintas sektor terkait telah berperan secara penuh dan sinergis mulai dari pemerintah, pemerintah daerah, LSM, organisasi profesi, lembaga internasional, lembaga donor dan lain-lain dalam eliminasi malaria yang tertuang didalam Peraturan Perundang-undangan. Upaya penanggulangan malaria dilakukan secara intensif sehingga kasus dengan penularan setempat (indigenous) tidak ditemukan dalam periode waktu satu tahun terakhir.
18
d. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali) Mempertahankan kasus indigenous tetap nol Kegiatan surveilans yang baik masih dipertahankan. Re-orientasi program menuju Tahap Pemeliharaan kepada semua petugas kesehatan, pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam eliminasi sudah dicapai dengan baik. Adanya konsistensi tanggung jawab pemerintah daerah dalam tahap pemeliharaan secara berkesinambungan dalam kebijaksanaan, penyediaan sumber daya baik sarana dan prasarana serta sumber daya lainnya yang tertuang dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Perundangan yang diperlukan di Provinsi, Kabupaten/Kota.
19
20
pengelolaan digabung melalui mekanisme Single Stream of Funding (SSF). Dana yang dikelola melalui SSF periode 1 Juli 2010 30 Juni 2012 sebesar USD 39.160.397,48 dilaksanakan di 135 kab/kota di 33 propinsi. Sampai dengan saat ini secara total jumlah dana untuk program pengendalian AIDS sebagian besar adalah dukungan pendanaan dari donor, dan donor terbesar di Indonesia saat ini adalah Global Fund. Kita menyadari bahwa bantuan donor tidak dapat seterusnya diandalkan, sehingga perlu upaya untuk peningkatan pembiayaan dalam negeri untuk dapat menggantikan ketergantunagn dengan donor secara bertahap terutama untuk kebutuhan esensial seperti: Obat ARV, OI dan IMS Pengadaan reagen HIV, CD4 dan VL Pengadaan Methadone Sedangkan kegiatan lain sesuai dengan peran dan fungsi maka tingkat pusat juga berperan sebagai pengaturan, pembinaan, pengawasan, ToT, Monev. Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota berperan dalam kegiatan operasional seperti pelatihan, Monev, pengembangan pengelolaan logistik, Analisa data, estimasi dan pemodelan, advokasi dan sosialisasi, maintenance dan operasional cost. Dibawah ini tabel tentang estimasi kebutuhan biaya program pengendalian AIDS 2012 sampai dengan 2015 berdasarkan kegiatan dari tiap tingkat pemerintahan (dalam juta rupiah):
Tabel 7. Estimasi kebutuhan biaya program AIDS 2012-2015
Tahun 2012 2013 2014 2015 Kebutuhan Esensial oleh Pusat 246.949 285.720 318.719 324.772 Kegiatan lain kewenagnan Pusat 34.098 20.596 56.499 21.597 Kegiatan oleh Prov dan Kab/ Kota 193.776 203.333 173.976 188.483
Program Tuberkulosis
Komitmen pemerintah dalam pembiayaan kesehatan program TB telah menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, anggaran kesehatan pemerintah untuk program TB berjumlah sebesar 145 milyar rupiah, meningkat 7,1% dibandingkan dengan jumlah anggaran pada tahun sebelumnya sebesar 135 milyar rupiah.
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund
21
Meskipun telah menunjukkan peningkatan, akan tetapi apabila dibandingkan dengan total kebutuhan anggaran untuk program TB selama satu tahun, maka kontribusi pemerintah tersebut hanya mencukupi 23,4% dari seluruh kebutuhan yang mencapai sebesar 621,5 milyar rupiah. Kesenjangan pendanaan yang diperlukan masih dipenuhi melalui bantuan donor internasional, seperti halnya dari pendanaan Global Fund, KNCV, WHO, dan sebagainya. Pendanaan yang bersumber dari donor internasional jumlahnya mencapai 269,36 milyar pada tahun 2009, atau sebesar 45% dari tahun sebelumnya. Untuk tahun 2012, pendanaan program pengendalian TB sebagian besar masih berasal dari dana hibah, walaupun terdapat komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam pembiayaan program TB yang disertai kenaikan ketersediaan dana, namun hingga saat ini belum mampu mencukupi seluruh kebutuhan biaya program pengendalian TB. Berikut adalah situasi pembiayaan untuk program pengendalian TB pada tahun 2012 dari berbagai sumber: 1. The Global Fund (IDR dalam 1.000.000)
Tabel 8. Situasi Pembiayaan Bersumber Global Fund (dalam juta rupiah)
Tahun 2009 2010 2011 2012 R1 42.882 R5 175.956 191.605 107.639 R8 81.558 32.105 66.486 R10/ SSF 135.000 287.163 Total 300.397 223.710 309.125 287.163 % 89 65 66 67
22
*Pembiayaan program pengendalian TB dari sumber dana APBD belum diketahui karena kesulitan informasi tentang pembiayaan tersebut.
Malaria
Sejak tahun 2003 selain dari APBN dan ABPD, pengendalian malaria juga didanai oleh dana bantuan hibah GF ATM, Round 1 yang melingkupi daerah Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, Maluku Utara sebesar USD 23.704.947, Round 6 melingkupi wilayah Sumatera dan wilayah Round 1 sebesar USD 45.987.357 dan Round 8 dengan wilayah Kalimantan dan Sulawesi sebesar USD 109.938.731. Sebagian besar dana bantuan hibah ini digunaan untuk mendukung kegiatan operasional intensifikasi dan integrasi pengendalian malaria di Kabupaten/ Kota dan sarana pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit serta kegiatan berbasis masyarakat (Pos Malaria Desa).
Tabel 11. Pembiayaan Program Malaria dari Berbagai Sumber 2009-2012 (IDR dalam 1.000.000)
Tahun 2009 2010 2011 2012 APBN 35.862 31.435 37.304 49.070 % 13% 8% 13% 22% APBD 20.078 28.873 31.544 36.996 % 7% 7% 11% 17% WHO 840 2.000 2.000 2.000 % 0% 0% 1% 1% UNICEF 28.000 23.271 28.000 28.000 % 10% 6% 10% 13% GF MAL (R6, R8) 191.828 316.165 182.068 105.215 % 69% 79% 65% 48%
23
Anggaran Pendapat dan Belanja Negara adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan yang diusulkan oleh Kementerian/Lembaga dan yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dana APBN dapat bersumber dari: a. Rupiah murni adalah seluruh penerimaan pemerintah, kecuali penerimaan pembiayaan proyek yang berasal dari dari pinjaman luar negeri dan/atau dalam negeri b. Dana pinjaman adalah semua transaksi yang mengakibatkan Negara/ Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga Negara/ Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. c. Dana Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/ lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Dalam upaya meningkatkan kualitas program pengendalian ATM di daerah, Kementerian Kesehatan melimpahkan kewenangan untuk mengelola dana APBN dengan melibatkan pemerintah daerah dengan mekanisme sebagai berikut : a. Dana Dekonsentrasi Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan bersifat non-fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset
24
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund
tetap. Kegiatan yang bersifat non-fisik antara lain berupa sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survey, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian.
b. Dana Perimbangan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari: a. Dana Bagi Hasil (DBH) DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi b. Dana Alokasi Umum (DAU) DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. c. Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
2. Dana Bantuan
Dana bantuan dari pusat diberikan kepada daerah, untuk membantu daerah melaksanakan kegiatan yang menjadi prioritas skala nasional. Ada dua jenis dana bantuan tersebut, yaitu: (1) Bantuan Sosial (Bansos) dan (2) Tugas pembantuan atau TP. Bansos dan TP bukan Bagian dari APBD, jadi baik Pemda dan DPRD tidak mempunayi kewenangan mengatur peruntukkan dan penggunaan Bansos dan TP.
25
Belanja Bantuan Sosial yaitu transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk uang, barang, dan jasa. Belanja bantuan sosial bersifat sementara atau berkelanjutan guna memberikan rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan penanggulangan kemiskinan agar dapat meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas kelangsungan hidup, dan memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian. Belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk : (1) bantuan langsung; (2) penyediaan aksessibilitas, dan/atau (3) penguatan kelembagaan.
b. Dana Tugas Pembantuan
Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dialokasikan untuk kegiatan bersifat fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah nilai aset pemerintah. Kegiatan yang bersifat fisik antara lain pengadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta kegiatan fisik lain yang menambah nilai aset pemerintah. Kegiatan fisik lain sebagaimana dimaksud antara lain pengadaan barang habis pakai, seperti obat-obatan, vaksin, pengadaan bibit dan pupuk yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah. Dana BOK dikucurkan ke Puskemas tahun 2011 melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan mekanisme Tugas Pembantuan (TP). Dana BOK yang disalurkan melalui mekanisme TP dipergunakan untuk belanja
26
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund
operasional, didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 248/ PMK.07/2010 tentang pengelolaan dan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, yang memungkinkan BOK diklasfiikasikan sebagai jenis kegiatan fisik lainnya. Diperjelas dalam surat Dierjen Perbendaharaan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan keuangan Kemenkeu No. S11664/ PB.6/2010 yang menyatkaan komponene pengeluaran Dana BOK tahun anggaran 2011 adalah untuk keigatan yang terdiri dari: i. Honor pengelola keuangan di Puskesmas ii. Transpor petugas dan kader dalam rangka melaksanakan kegiatan di luar gedung, termasuk orientasi, penyuluhan program dan supervisi; iii. Pembiayaan bahan habis pakai, diantaranya adlaah operasional Posyandu, pemberian makanan tambahan bagi pemulihan kasus gizi buruk dan penyediaan ATK; iv. Biaya pemeliharaan seperti pemeliharaan cold chain vaksin, dan pembuatan cincin sumur; v. Paket kegiatan manajemen 3. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) I Rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah di tingkat Provinsi 4. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) II Rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah di tingkat Kab/Kota
Asuransi
Dalam jangka panjang ke depan, asuransi akan mengcover seluruh biaya diagnostik dan pelayanan kuratif. Biaya pencegahan, promosi dan deteksi akan dibiayai oleh pemerintah. Hal ini akan mengurangi beban biaya dari semua tingkat pemerintahan meskipun di tingkat kabupaten/kota masih membutuhkan dana operasional untuk kegiatan pencegahan dan promosi dan kegiatan seperti penemuan kasus yang tentu saja tidak termasuk dalam asuransi. Sebagaimana kita ketahui bahwa masih terdapat 40% penduduk yang tidak terlindungi oleh asuransi kesehatan. Di sisi lain, mungkin tidak semua pelayanan ATM tertampung dalam paket asuransi kesehatan secara penuh.
Pedoman Exit Strategi Dana Hibah Global Fund
27
Beberapa kisah sukses yang telah mencapai universal coverage adalah provinsi Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Aceh dan Bangka Belitung. Dan beberapa kab/ kota dapat melakukan pengelolaan secara mandiri terhadap pendapatan yang diperoleh. Sedangkan dalam skema nasional, JAMKESMAS telah melindungi 76,4 juta rakyat miskin dan hampir miskin melalui sistem pembayaran INA-CBG di rumah sakit dan kapitasi di tingkat puskesmas. Saat ini program ATM telah dilindungi secara penuh, meskipun perlu dilakukan penyesuaian lebih lanjut agar dapat sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan. Asuransi Kesehatan PT. Jamsostek telah menjalin MoU bersama KemenKes untuk program pengobatan Tuberkulosis kecuali MDR TB. Sedangkan PT. Askes tahun ini akan memasukkan daftar obat Tuberkulosis dalam DPHO untuk tahun 2013. PT. Jamsostek menyediakan fasilitas rujukan internal pada pelayanan tingkat pertama. Sehingga pasien tidak perlu dirujuk, jika penegakan diagnosis TB dapat dilakukan di tingkat pertama. PT. Askes baru menjamin pemeriksaan darah rutin, urin rutin dan feses rutin untuk pelaynaan tingkat pertama. Pasien akan dirujuk ke Rumah Sakit untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Untuk program HIV/AIDS, PT. Askes maupun PT. Jamsostek menggunakan obat ARV dari pemerintah pusat. Sedangkan penyakit infeksi oportunistik HIV/AIDS telah menjadi paket manfaat dalam PT. Askes. Sedangkan PT. Jamsostek telah melindungi pesertanya tahun ini melalui CSR Jamsostek. Pelayanan medis dan obat malaria telah ditanggung sepenuhnya oleh PT. Askes maupun PT. Jamsostek. Namun perlu koordinasi lebih lanjut dengan program Malaria Kementerian Kesehatan guna menyelaraskan pengobatan standar malaria terbaru sehingga dapat masuk dalam formularium obat. Dari beragamnya skema asuransi kesehatan yang ada saat ini. Pada tahun 2014 akan digabung menjadi satu yakni BPJS 1. Namun hal ini membutuhkan waktu beberapa tahun sebelum berjalan secara penuh. Saat ini, Kementerian Kesehatan berusaha untuk memastikan diagnostik dan kuratif untuk pelayanan program ATM dapat secara penuh tercover dalam beberapa paket yang ada. Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kab/ Kota juga terus bekerja untuk memastikan bahwa seluruh penduduknya terlindungi jaminan kesehatan.
28
29
dana secara tepat, baik di tingkat pusat maupun daerah harus dilaksanakan melalui komitmen pembiayaan pemerintah pusat dalam APBN dan peningkatan pemerintah daerah dalam APBD untuk program ATM sebagai bagian dari pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal. Pembagian wewenang dan tanggung jawab pembiayaan di setiap tingkat pemerintahan sudah diatur melalui PP no 38 Tahun 2007, untuk itu perlu penegasan batasan kegiatankegiatan prioritas yang merupakan tugas dan kewajiban antara pusat dan daerah. Menindaklanjuti hal tersebut, pengalihan peran antara pemerintah pusat, kepada provinsi dan kabupaten/kota terkait dengan tanggung jawabnya dalam ATM sudah harus tertuang dalam perencanaan pembiayaan tahun 2013. Usulan tersebut diharapkan akan masuk menjadi bahasan pada Musrenbang di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (awal April 2012) dan selanjutnya dibahas di tingkat nasional pada Musrenbagnas yang akan dijadwalkan pada akhir April 2012. Usulan pembiayaan tahun 2013 untuk kegiatan-kegiatan program ATM di tingkat pusat provinsi kabupaten/kota adalah sebagai berikut : Tingkat pusat 1. Seluruh kebutuhan Obat Anti TB (OAT) lini 1 dan lini 2 (TBMDR), obat anti malaria dan RDT, ARV dan IMS (HIV). 2. Reagensia (2013-2014) sambil menunggu sistem quality assurance dilaksanakan secara baik (untuk HIV dan TB) 3. Kebutuhan Reagensia malaria (Giemsa dan RDT), kelambu insektisida dan alat Indoor Residual Spraying (dengan kenaikan secara bertahap) 4. Kebutuhan Penanganan KLB Malaria (Logistik dan Operasional KLB) 5. Pembuatan NSPK terkait ATM 6. Pembinaan teknis pelaksanaan NSPK ATM 7. Monitoring mutu obat TB, Malaria dan HIV/AIDS Tingkat Provinsi 1. Alat diagnostik : mikroskop, sarana diagnostik lainnya 2. Monitoring dan evaluasi program 3. Pelatihan petugas antar kabupaten/kota
30
4. Pemantauan dan quality assurance untuk laboratorium/pemeriksaan diagnostik 5. Penguatan tim Pelatih Provinsi 6. Pembinaan teknis pelaksanaan program 7. Buffer Stock obat anti malaria, reagen Giemsa, RDT dan Kelambu berinsektisida 8. Penguatan Surveilens dan Sistim Kewaspadaan Dini untuk mencegah terjadinya KLB 9. Penanganan KLB Malaria Tingkat Kabupaten/ Kota 1. Bahan-bahan penunjang pemeriksaan diagnosis di laboratorium seperti kaca sediaan, pot dahak, oil emersi, eter alkohol, ose, dan lampu spritus 2. Penyediaan kelambu, dan RDT (Rapid Diagnostic Test) 3. Logistik Pengendalian Vektor 4. Reagensia (setelah sistem quality assurance berjalan dengan baik 5. pengiriman logistik obat dan reagen dan logistik non obat (bahan/media penyuluhan dan lain-lain) ke fasilitas pelayanan kesehatan 6. Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis pelaksanaan program 7. Peningkatan informasi manajemen surveilans ATM untuk menyusun rencana aksi di Kab/Kota. 8. Pelatihan petugas ATM di daerah masing-masing. 9. Penanganan KLB malaria (Logistik dan operasional)
Penutup Penutup
31
PENUTUP
Untuk mendukung program ATM yang berkesinambungan dan juga terjangkau, program ATM harus dijalankan dengan cost effective dan juga efisien. Cost effective dapat diterjemahkan sebagai melakukan hal yang benar sementara efisien dapat diterjemahkan sebagai melakukan dengan benar. Sebagai contoh, berinvestasi dalam kegiatan pencegahan lebih cost effective dibandingkan pengobatan; Mengobati secara tuntas pasien TB biasa lebih cost effective dibandingankan pengobatan TB MDR; Kegiatan monitoring dan evaluasi secara bersama pada program ATM akan lebih jauh menekan biaya (inklusif). Prioritisasi dapat dilakukan terhadap pentahapan kegiatan. Contohnya memperkuat pelayanan dasar laboratorium sehingga seluruh suspek TB MDR dapat teridentifikasi sebagai bagian dalam investasi penggunaan teknologi diagnostik baru. Melakukan analisa cost effective dan efisiensi perlu dilakukan sebelum dana GF berakhir sehingga perubahan dapat dilakukan sementara dana masih tersedia. Cost effectiveness dan efisiensi dapat dilakukan ditingkat pusat. Namun setiap Provinsi dan Kabupaten/ Kota juga dapat menganalisa pelayanan program yang selanjutnya dapat dilakukan perbaikan. Hal ini memastikan bahwa pelayanan yang ada maupun tambahan, termasuk cara diagnostik dan pengobatan baru sedapat mungkin dilakukan dengan yang paling cost-effective dan efficient. Sejalan dengan mencapai tujuan roadmap reformasi kesehatan masyarakat, tujuan tersebut dapat dicapai malalui penyelenggaraan sistem kesehatan yang mempunyai nilai-nilai sebagai berikut: (1) Pro Rakyat; (2) Inklusif; (3) Responsif; (4) Efektif; dan (5) Bersih.
32
Lampiran 1
Risalah Rakerkesnas 2011
33
tahun 2008, Presiden RI mencanangkan eliminasi malaria secara bertahap (mulai 2010 sd 2030). Sejak tahun 2010, dilaksanakan pengendalian Malaria di wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Hasil yang telah dicapai adalah penurunan angka kasus klinis Malaria dari 3.000.000 kasus per tahun menjadi 1.300.000 kasus per tahun di tahun 2010. Dalam rangka mencapai target MDGs, pada tahun 2010 API sudah mencapai 2/1000 penduduk (50% dari kondisi tahun 1990 yaitu 4/1000 penduduk). Dan diharapkan indikator API bisa mencapai 1/1000 penduduk pada tahun 2014.
Pada Rakerkesnas 2010 dengan tema: Meningkatkan Good Governance Kesehatan di Tingkat Provinsi, salah satu sub tema yang dibahas dalam diskusi kelompok adalah Penanggulangan Terpadu AIDS, TB dan Malaria. Topik bahasan dalam diskusi kelompok tersebut meliputi: 1) Pembagian peran dalam pengembangan penanggulangan terpadu ATM antara Kemkes, Prov/Kab/Kota dan pemangku kepentingan lainnya, 2) Masukan terhadap percepatan pencapaian indikator ATM di MDGs, RPJMN, Inpres 3 dan Renstra Kemkes, 3) Pengembangan Sistem Informasi Manajemen utk program ATM di Kemkes, Prov dan Kab/Kota, 4) Kontribusi pendanaan daerah dalam pengendalian ATM Hasil pembahasan dalam diskusi kelompok diidentifikasi 9 isu pokok yang perlu ditindak lanjuti. Adapun 9 isu pokok tersebut adalah sbb: 1) Belum optimalnya dukungan untuk program ATM, 2) Kepedulian masyarakat masih kurang dalam pengendalian ATM, 3) Masih minimnya kuantitas dan kualitas tenaga pengelola ATM, 4) Masih belum optimalnya monitoring dan evaluasi, 5) Ancaman terhadap kesinambungan program ATM, 6) Belum optimalnya sistem informasi dan surveilans untuk program ATM, 7) Belum adanya keberpihakan BUMN dan swasta terhadap program ATM, 8) Pembangunan yang tidak berwawasan Kesehatan, 9) Belum optimalnya koordinasi dan integrasi kegiatan program ATM baik antar lintas sector maupun koordinasi pusat, provinsi dan kab/kota. Pertama Belum optimalnya dukungan untuk program ATM Peran Pusat adalah : Menetapkan Pedoman NSPK Pengendalian Terpadu ATM sebagai acuan pelaksanaan ; Melakukan penguatan dan sosialisasi NSPK ; Mendokumentasikan seluruh peraturan, kebijakan dan edaran yang mendukung pengendalian ATM; Mensosialisasikan peraturan, kebijakan dan edaran dari berbagai sektor yang mendukung pengendalian ATM ; Mengalokasikan anggaran untuk mendukung pelaksanaan NSPK; Melakukan percepatan pencapaian indikator ATM di MDGs, RPJMN, INPRES 3 dan Renstra Kementerian Kesehatan. Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Menjabarkan, merencanakan, melaksanakan dan memonitor NSPK menjadi kegiatan yang lebih operasional untuk pelaksanaan di kab/kota ; Melakukan advokasi, sosialisasi dan koordinasi ; Mengkaji, menjabarkan dan memonitor pelaksanaan dari seluruh peraturan, kebijakan dan edaran yang
34
terkait dengan pengendalian ATM ; Menjabarkan peraturan, kebijakan dan edaran sesuai situasi dan kondisi wilayah ; Penyediaan biaya operasional pelaksanaan NSPK di Provinsi serta mengoptimalkan pencapaian indikator ATM di MDGs dalam rangka mengurangi disparitas antar daerah. Kedua : Kepedulian masyarakat masih kurang dalam pengendalian ATM Peran Pusat adalah : Meningkatkan jejaring dan kemitraan LS/ LP/ LSM/ Ormas/ Swasta/ PT/ Organisasi Profesi ; Mengembangkan strategi pendekatan efektif untuk peningkatan kepedulian masyarakat ; Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan peran serta masyarakat/ kader/ ormas/ nakes di tingkat pusat ; Meninjau kembali PP No 41 Tahun 2007 tentang pola minimal dan maksimal struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota. Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Meningkatkan jejaring dan kemitraan LP/ LS/ LSM/ Ormas/ Swasta/ PT/ Organisasi Profesi/Toma/Toga ; Menggali wadah koordinasi di tingkat provinsi/kab/kota untuk peningkatan kepedulian masrayakat/Toma/Toga/ Anggota Dewan dll terhadap ATM ; Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan peran serta masyarakat/kader/ormas/nakes di tingkat Provinsi dan Kab/Kota. Ketiga : Masih minimnya kuantitas dan kualitas tenaga pengelola ATM Peran Pusat adalah : Mengembangkan Modul-Modul Pelatihan dan menyelenggarakan ToT Program ATM ; Pemenuhan Kebutuhan tenaga kesehatan ; Membuat kebijakan untuk mengurangi mutasi tenaga pelaksana ATM. Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Melaksanakan pelatihan program ATM untuk petugas Kab/Kota (oleh Provinsi) dan untuk petugas puskesmas dan jaringannya (oleh Kab/Kota) ; Pemenuhan kebutuhan tenaga pengelola ATM ; Kebijakan untuk mengurangi mutasi tenaga pelaksana ATM di wilayah kerjanya. Keempat Masih belum optimalnya monitoring dan evaluasi Peran Pusat adalah : Menyediakan dan sosialisasi Panduan Monev untuk Program ATM serta ; Melaksanakan Monev Terpadu Program ATM. Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Koordinasi, Sosialisasi Monev untuk Program ATM; Melaksanakan Monev Terpadu Program ATM. Kelima Ancaman terhadap kesinambungan program ATM Peran Pusat adalah : Menindaklanjuti ketetapan dalam UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 Ps 171 tentang alokasi anggaran minimal untuk kesehatan di Provinsi, Kab/Kota dalam bentuk peraturan pendukung (PP. Permen, dll) ; Menyusun strategi pengalihan pendanaan secara bertahap ke dalam pendanaan local dengan pembagian proporsi yang seimbang antara pusat, provinsi, kab/kota. Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Merealisasikan kewajiban pengalokasian 10% APBD untuk kesehatan ; Penganggaran daerah untuk Program Pengendalian ATM
35
dalam RAD sebesar 20% dari APBD Kesehatan. Pembagian peran yang disepakati adalah Pusat untuk logistik (obat dan reagen), Provinsi dan Kab/Kota untuk Biaya Operasional, Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi. Keenam Belum optimalnya sistem informasi dan surveilans untuk program ATM Peran Pusat adalah : Mengembangkan sistem informasi dan surveilans untuk program ATM ; Mensinkronisasikan sistem informasi ATM dalam SIKNAS ; Mengembangkan pedoman untuk peningkatan kemampuan dalam analisis dan penggunaan data/ informasi melalui MIFA (Management Information for Action). Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Mengkoordinir dan Melaksanakan sistem informasi dan surveilans untuk program ATM ; Mensinkronisasikan sistim informasi ATM dalam SIKDA ; Meningkatkan kemampuan dalam analisis dan penggunaan data/ informasi melalui MIFA. Ketujuh : Belum adanya keberpihakan BUMN dan swasta terhadap program ATM Peran Pusat adalah : Membuat SKB (Kemenkokesra, Kemendagri dan Kemenperindag) Alokasi CSR untuk Program ATM serta Penguatan Public Private Partnership dan Public Private Mix untuk meningkatkan keterlibatan seluruh fasilitas kesehatan dalam pengendalian ATM. Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Membuat Pergub/Perwako/Perbup tentang Alokasi CSR untuk Program ATM serta Menggali potensi Public Private Partnership dan Public Private Mix untuk meningkatkan keterlibatan seluruh fasilitas kesehatan dalam pengendalian ATM di Provinsi. Kedelapan ; Pembangunan yang tidak berwawasan Kesehatan: Peran Pusat adalah : Membuat SKB dengan Instansi Terkait (Kementerian Lingkungan Hidup, Kemenkokesra, Kemendagri dan Kemenperindag). Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Membuat Pergub/Perwako/Perbup untuk pembangunan yang berwawasan kesehatan. Kesembilan : Belum optimalnya koordinasi dan integrasi kegiatan program ATM baik antar lintas sector maupun koordinasi pusat, provinsi dan kab/kota. Peran Pusat adalah : Penegasan tupoksi masing-masing sektor dalam pengendalian ATM, Peningkatan koordinasi secara periodic dengan lintas sektor dan provinsi serta Integrasi program ATM dengan lintas program terkait. Peran Provinsi dan Kab/Kota adalah : Harmonisasi peran tupoksi masing-masing sektor dalam pengendalian ATM, Peningkatan koordinasi dengan lintas sektor dan kab/kota/ fasilitas layanan serta Integrasi pelaksanaan program ATM dengan lintas program terkait.
36