Sie sind auf Seite 1von 22

Meet the Expert

KeLAINAN PALPEBRA KONGENITAL

Oleh : Fitrus Oktoriza 0810311013 Jemmy Fandri 0810313243

Preseptor: Dr.Hendriati,Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR.M.DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena dengan izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan Meet The Expert (MTE) yang berjudul Kelainan Palpebra Kongenital sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Universitas Andalas RSUP DR.M.Djamil Padang. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing dr. Hendriati, Sp.M serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi kesempurnaan makalah ini.Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang Ptosis, terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekanrekan sejawat lainnya.

Padang, September 2012

Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar....................................................................................................... 2

Daftar Isi................................................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang................................................................................ 4

I.2 Batasan Masalah.............................................................................. 4 I.3 Tujuan Penulisan............................................................................. 5 I.4 Metode Penulisan............................................................................ 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi dan Fisiologi Palpebra..................................................... 6 II.2 Kelainan Palpebra Kongenital 1. Entropion kongenital................................................................ 2. Ektropion Kongenital............................................................... 3. Koloboma Kongenital.............................................................. 11 14 15

4. Epiblepharon............................................................................. 15 5. Ptosis......................................................................................... 16 6. Epicanthus................................................................................. 18 BAB III KESIMPULAN................................................................................ 21 22

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

BAB I Pendahuluan

I.1Latar Belakang Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang terdapat dua buah untuk tiap mata.Ia dapat digerakkan untuk menutup mata, dengan ini melindungi bola mata terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik atau kimiawi serta membantu membasahi kornea dengan air mata pada saat berkedip. Dalam keadaan terbuka, kelopak mata memberi jalan masuk sinar ke dalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan.Membuka dan menutupnya kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persarafannya masingmasing. Kelainan pada masa pembentukan pembentukan dan perkembangan palpebra dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kemampuan melihat pada seorang anak yang dilahirkan. Dimana gangguan ini dapat terjadi pada muskulus,pada saraf berupa defek neurogenik dan pada lipatan palpebra. Manifestasi dari gangguan tersebut dapat ditemui berupa jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid/ptosis) yang mengakibatkan seorang bayi megadahkan kepalanya untuk melihat, tepi palpebra yang melipat kearah kornea atau yang disebut entropion, bulu mata yang memutari tepi tarsus akibat gangguan pada kulit dan otot yang ditemui pada epiblepharon. Selain itu juga dapat ditemui lipatan vertikal kulit di atas kantus medialis atau yang dikenal dengan Epikantus, serta celah pada tepian palpebra (koloboma) akibat tidak sempurnya penutupan processus maxillaris semasa janin. Gangguan-gangguan tersebut dapat memicu terjadinya gangguan lain pada mata seperti terjadinya ambliopia, strabismus, ulkus kornea, trakoma, dry eye, iritasi pada mata serta gangguan lainnya.

I.2 Batasan Masalah Makalah ini membahas tentang definisi,epidemiologi,etioligi,patofisiologi, serta klasifikasi, diagnosis, dan tatalaksana kelainan palpebra kongenital

I.3 Tujuan Penulisan Untuk menambah pengetahuan tentang kelainan palpebra kongenital I.4 Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini adalah merujuk keberbagai literatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Palpebra Palpebra terletak di depan bola mata, yang melindungi mata dari cedera dan cahaya yang berlebihan. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah bergerak daripada palpebra inferior. Bila mata ditutup, palpebra superior menutup kornea dengan sempurna. Bila mata dibuka dan menatap lurus ke depan, palpebra superior hanya menutupi pinggir atas kornea. Palpebraberfungsi: a) Memberikanproteksimekanispada bola mata anterior b) Mensekresi lapisan lemak dari lapisan air mata c) Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea d) Mencegahmatamenjadikering e) Memilikipungtum tempat air matamengalirkesystemdrainaselakrimal.

a. Gerakan Palpebra Posisi palpebra pada waktu istirahat bergantung pada tonus m. Orbicularis oculi dan m. Levator palpebrae serta posisi bola mata. Palpebra menutup bila m. Orbicularis oculi kontraksi dan m. Levator palpebrae superioris relaksasi. Mata terbuka apabila m. Levator palpebrae superioris kontraksi dan m. Orbicularis oculi relaksasi.Pada waktu melihat ke atas, m. Levator palpebra superioris berkontraksi dan bergerak bersama bola mata. Pada waktu melihat ke bawah, kedua palpebra bergerak ke bawah. Palpebra superior terus menutupi kornea bagian atas dan palpebra inferior agak tertarik ke bawah. b. Struktur Palpebra Palpebra terbagi menjadi 7 lapisan, yaitu kulit, otot orbikularis, septum, bantalan lemak, tarsus, levator, dan konjungtiva. 1. Kulit Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous.Palpebra memiliki kulit yang tipis 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan.

Kulitdisinisangathalusdanmempunyairambutvellushalusdengankelenjarsebaseanya, jugaterdapatsejumlahkelenjarkeringat.Dibawahkulitterdapatjaringan areolar longgar yang dapatmeluaspada edema masif.

2.

Ototorbikularis M. orbikularisokuli yang berjalanmelingkar di dalamkelopakatasdanbawah,

danterletakdibawahkulitkelopak.Padadekattepimargopalpebraterdapatototorbikularisokul i yang disebutsebagaiM. Rioland. yang M. orbikularisberfungsimenutup tipis yang (n.VII) bola seratyang

mata.Ototiniterdiridarilempeng

seratnyaberjalankonsentris.Ototinidipersarafiolehnervusfasialis kontraksinyamenyebabkangerakanmengedip,

disampingituotot

inijugadipersarafiolehsarafsomaticeferen yang tidakdibawahkesadaran. M. orbikularis okuli terbagi dalam bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital, yang terutama berfungsi untuk menutup mata kuat, adalah otot melingkar tanpa insertio temporal. Ototpraseptaldanpratarsalmemiliki kaput medial superficial

danprofundus, yang turutsertadalampemompaan air mata. 3. Septum Orbita Septum orbitamerupakanjaringan fibrosis Septum septum

berasaldaririmaorbitamerupakanpembatasisiorbitadengankelopakdepan. merupakansawarpentingantarapalpebradanorbita.Padapalpebra superior,

orbitabersatudenganlevatoraponeurosiskuranglebih 1-3 mm superior tarsus pada orang yang bukanetnis Asia. 4. Bantalanlemakpraaponeurotika Bantalanlemaktambahanterdapat di medial palpebra di

superior.Lemakinipentingsebagaipetunjukdalamoperasi, belakang septum orbitadandi depanaponeurosislevator. 5. Tarsus Tarsusmerupakanjaringanikat fibrous panjangnya

karenaletaknyalangsung

25

mm,

yang

dihubungkanpadatepianorbitaolehtendotensokanthusmedialisdanlateralis.DidalamnyaterdapatkelenjarMeibom (40 buah di kelopakatas) yang membentuk oily layer dari air mata. Tarsus palpebra superior merupakanjaringanikat yang kokoh, tebal, yang bergunasebagaikerangkapalpebra, tarsus superior padabagiantengahpalpebra vertical berukuran 9-10 mm, denganketebalanlebihkurang 1 mm. Arkade arteri marginal terletak 2 mm superior margin palpebra dekat dengan folikel silia dan anterior tarsus antara levator aponeurosis dengan muskulus Muller. 6. Otot levator dan aponeurotik levator palpebra

Merupakan major refractor untuk kelopak mata atas. M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Saat memasuki palpebra, otot ini membentuk aponeurosis yang melekat pada sepertiga bawah tarsus superior. Otot ini dipersarafi oleh nervus okulomotoris (N.III), yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.Kerusakan pada nervus okulomotoris (N.III) atau perubahan-perubahan pada usia tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). Suatu otot polos datar yang muncul dari permukaan profunda levator berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Jika persarafan simpatis rusak (seperti pada sindrom Horner) akan terjadi ptosis ringan. Muskulus levator pada orang dewasa panjangnya lebih-kurang 40 mm, sedangkan aponeurosis panjangnya 14-20 mm. Ligamentun transversal (Whitnalls ligament) adalah penebalan dari fasia muskulus levator yang berlokasi di daerah transisi muskulus levator dengan aponeurosis levator. Ligamentum whitnalls adalah muskulus levator yang bertransformasi, berstruktur seperti tendon yang berwarna putih berkilat. Levator aponeurosis membelah menjadi lamella anterior dan posterior pada lokasi kira-kira 10-12 mm di atas tarsus. Lamella posterior terdiri dari jaringan otot yang lembut yang diinervasi oleh saraf simpatis, disebut juga muskulus mullers, yang analog dengan muskulus tarsal palpebra inferior. Muskulus muller kemudian berinsersi pada pinggir atas tarsus. Muskulus muller bagian posterior melekat erat dengan lapisan konjungtiva dan bagian anterior melekat dengan aponeurosis. Tidakditemukan arcade pembuluhdarahperiferpada anterior

muskulusmullerdekatdenganinsersipinggir superior tarsus. 7. Konjungtiva Tarsal Konjungtiva tarsal yang terletak di tarsal

belakangkelopakhanyadapatdilihatdenganmelakukaneversikelopak.Konjungtiva

melaluiforniksmenutupbulbusokuli.Konjungtivamerupakan membrane mukosa yang mempunyaisel Goblet yang menghasilkanmusin. Eversikelopakdilakukandenganmatapasienmelihatjauhkebawah.Pasiendimintajangan mencobamemejamkanmata.Tarsusditarikkearahorbita.Pada konjungtiva dapat dicari adanya papil, folikel, perdarahan, sikatriks dan kemungkinan benda asing.

Gambar 1. Penampang Melintang Palpebra Margo Palpebra Panjang margo palpebra adalah 25-30 mm lebar 2 mm. Iadipisahkanolehgariskelabu (batasmukokutan) menjaditepian anterior dan posterior. a) Margo anterior 1. Bulumata Bulumatamunculdaritepianpalpebradantersusuntidakteratur. 2. GlandulaZeis Iniadalahmodifikasikelenjarsebaseakecil, bermuarakedalamfolikelrambutpadadasarbulumata. 3. Glandula Moll Iniadalahmodifikasikelenjarkeringat yang bermuarakedalamsatubarisdekatbulumata. b) Margo posterior Margo palpebra superior berkontakdengan bola mata, yang yang

dansepanjangmargoiniterdapatmuara-muarakecildarikelenjarsebasea telahdimodifikasi (glandulaMeibom, atau tarsal). c) PunktumLakrimal

Pada ujung medial dari margo palpebra posterior terdapat elevasi kecil dengan lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior.

Fissura Palpebra Fissura palpebra adalah ruang ellips diantara kedua palpebra yang dibuka. Normalnya fissura palpebra memiliki lebar 9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Fissura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian
9

lateral orbita dan membentuk sudut tajam. Kanthus medialis lebih elliptic dan mengelilingi lakuna lakrimalis.

Gambar 2. Dimensi Normal dari Fisura Palpebra Retraktor Palpebra Retraktor palpebra berfungsi membuka palpebra. Mereka dibentuk oleh kompleks muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, dikenal sebagai kompleks levator palpebra superior. Di palpebra superior, bagian otot rangka adalah levator palpebra

superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Levator dipasok cabang superior dari nervus okulomotorius (N.III). Darah ke levator palpebrae superioris datang dari cabang muskular lateral dari arteri oftalmika.

Persarafan Sensoris Persarafan sensoris ke palpebra datang dari divisi pertama dan kedua dari nervus trigeminus (N.V). Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratrokhlearis, infratrokhlearis dan nasalis eksterna kecil adalah cabang-cabang dari divisi oftalmika dari nervus kelima. Nervus infraorbitalis, zigomaticofacialis, zigomaticotemporalis merupakan cabang-cabang dari divisi maksilaris (kedua) nervus trigeminus.

Pembuluh Darah dan Limfe


10

Pasokan darah ke palpebra datang dari arteri lakrimalis dan oftalmika melalui cabangcabang palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis antara arteri palpebra lateralis dan medialis membentuk arcade tarsal yang terletak di dalam jaringan areolar submuskular.12 Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena oftalmika dan vena-vena yang mengangkut darah dari dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra- dan pasca tarsal. Pembuluh limfe dari segmen lateral palpebra berjalan ke dalam nodus pra-auricular dan parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke dalam limfonodus submandibular.

2.2 Kelainan Palpebra Kongenital 1. Entropion Kongenital a. Definisi Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra ke arah dalam sehingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva dan kornea. Melipatnya kelopak mata bagian tepi ini dapat menyebabkan kelopak mata bagian lain ikut melipat dan biasanya kelopak mata bawah yang paling sering dikenai. Kondisi ini bisa unilateral ataupun bilateral.

Gambar 2.Entropion b.Epidemiologi Entropion kelopak mata bawah lebih sering terjadi daripada entropion kelopak mata atas. Entropion pada kelopak mata bawah lebih sering karena proses involusional pada proses penuaan, sedangkan pada kelopak mata atas sering karena sikatrikal seperti akibat trakoma. Entropion dapat terjadi unilateral maupun bilateral.

11

c. Etiologi a) Disgenesis retraktor kelopak mata bawah yang menyebabkan ketidakstabilan di kelopak mata atau kekurangan jaringan dalam lamela posterior kelopak mata yang dapat menimbulkan entropion. b) Defek struktural pada tarsal plate yang mengakibatkan gangguan pada tarsal, akibatnya timbul entropion pada kelopak mata atas.

d. Manifestasi Klinis Gejala klinis yang timbul berupa: 1. Iritasi atau ada benda asing yang masuk ke mata. 2. Mata berair terus dan pandangan kabur.

Dari pemeriksaan fisik akan tampak berupa : 1. Kerusakan pada epitel konjungtiva atau kornea akibat trauma. 2. Hiperemia pada konjungtiva yang terlokalisasi. 3. Kelemahan kelopak mata (involusional entropion). 4. Jaringan parut pada konjungtiva (sikatrik entropion). 5. Pertumbuhan kelopak mata bawah yang abnormal (kongenital entropion).

e. Diagnosis Sebagian besar pasien dengan entropion bermasalah dengan air mata yang terus mengalir, iritasi, terasa ada benda asing di dalam mata dan mata merah yang persisten. Dengan menggunakan slitlamp kadang-kadang dapat mengidentifikasi lipatan pinggir kelopak mata, kelemahan kelopak yang horizontal, melingkarnya perseptal orbikularis, enophtalmus, injeksi konjungtiva, trikiasis, dan entropion yang memanjang, keratitis punctata superfisial yang dapat menjadi ulkus dan formasi panus. Pasien dengan entropion sikatrik mungkin terdapat keratinisasi pada tepi kelopak mata dan simblefaron.Pemeriksaan fisik pada kelopak mata meliputi test snapback yaitu dengan cara menarik kelopak mata dengan hatihati ke arah luar lalu dilihat apakah kelopak mata dapat kembali ke posisi semula. Dari tes ini dapat dilihat kelemahan pada tonus kelopak mata yang horizontal. Pada pinggir kelopak mata bawah selalu ditemukan kelengkungan ke arah limbus setelah entropion terbentuk. Forniks inferior tidak selalu kelihatan dalam dan kelopak mata mungkin dapat mudah dikeluarkan.

12

Tanda klinis lainnya meliputi gambaran garis putih dalam ukuran milimeter di bawah tarsal inferior akibat dari pergeseran dari retraktor kelopak mata dan pergerakan yang sedikit atau tidak ada sama sekali dari kelopak bawah saat melihat ke bawah. Pindahnya bagian superior dari orbikularis superior dapat dideteksi dengan melakukan observasi yaitu menutup mata yang memerah setelah kelipak entropion kembali normal (tes kelengkungan orbikularis)

f.Tatalaksana. Entropion kongenital dapat diperbaiki dengan pemasangan kembali fasia

kapsulopalpebra. Dilakukan untuk mengencangkan kelopak mata anak-anak yang horizontal secara tidak serentak.Perbaikan epiblefaron diperlukan jika ada bukti keratopati atau jika gejalanya simptomatik. Dalam banyak kasus, hal ini dapat dilakukan tanpa harus mengangkat kulit. Goresan horizontal dibuat 1,5 mm di bawah bulu mata, menyeberangi kelopak mata bawah. Goresan diperluas sekitar mm ke medial dan lateral menuju area yang melipat. Sejumlah kecil otot orbikularis pretarsal dipindahkan, agar perbatasan tarsal bawah terbuka. Luka kemudian ditutup dengan cara memperkirakan kulit bagian atas tetap mebingkai perbatasan tarsal bawah, kemudian tepi kulit bagian bawah ditutup dengan jahitan 6.0 yang biasa.

g. Diagnosis Banding 1. Retraksi kelopak mata (penyakit Grave). Tarikan dari kelopak mata bawah dan atas menimbulkan bulu mata dan kulit kelopak melipat ke dalam menyerupai entropion. 2. Distrikiasis. Bersifat kongenital, terdapat kelainan yang menekan temapat keluarnya saluran Meibom. 3. Trikiasis.Kelainan berupa bulu mata yang mengarah ke kornea, sehingga timbul reaksi radang yang kedua dan terbentuk jaringan parut. 4. Dermatokalasis.Suatu keadaan degeneratif, timbul lebih awal, dan menunjukkan gambaran yang longgar dengan penonjolan dan kulit kelopak yang banyak. Perubahan arah bulu mata pada kelopak atas menyerupai entropion. 5. Epiblefaron. Kelainan kongenital yang tampak berupa pelipatan kulit kelopak dan ketegangan otot horizontal yang menyilang ke pinggir kelopak menyebabkan bulu mata masuk ke dalam. Orientasi dari tarsal plate normal selalu asimptomatik dan berkaitan dengan pertambahan umur.
13

h. Komplikasi 1. Konjungtivitis, Peradangan pada konjungtiva. Akan terlihat lapisan putih yang transparan pada mata dan garis pada kelopaknya. Entropion dapat menyebabkan konjungtiva menjadi merah dan meradang, dan menimbulkan infeksi. 2. Keratitis,Suatu kondisi dimana kornea meradang. Masuknay bulu mata dan tepi kelopak ke kornea dapat menimbulkan iritasi dan rasa sakit. Jaringan parut akan terbentuk dan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. 3. Ulkus kornea,Ulkus kornea adalah ulkus yang terbentuk di kornea, dan biasanya disebabkan oleh keratitis. Kondisi ini sangat serius karena dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Sangat penting utnuk segera berobat ke dokter jika mata menjadi merah, mata terasa sakit atau seperti ada yang mengganjal di dalam mata. i.Prognosis Entropion pada umumnya memiliki progmosis yang baik. Keefektivan

pengobatanentropion tergantung pada penyebab utama dan tingkat keparahan penyakitnya.

2.Ektropion Kongenital Ektropion adalah penurunan dan terbaliknya palpebra inferior ke arah luar, umumnya bilateral.Biasanya disebabkan oleh kelumpuhan nervus tujuh dan pengenduran musculus orbikularis okuli pada orang tua. Gejalanya adalah mata berair dan iritasi, serta dapat timbul keratitis pajanan.

gambar 4 ektropion
14

Penanganannya adalah perbaikan lukaparut melalui pembedahan dan sering dilakukan pencangkokan kulit.Ektropion ringan dapat diatasi dengan tindakan elektrokauterisasi yang cukup dalam menembus konjungtiva 4-5 mm dari palpebra pada aspek inferior lempeng tarsus.Reaksi fibrotik yang mengikuti seringkali menarik palpebra ke atas posisi normalnya.

3. Koloboma kongenital Koloboma kongenital terjadi karena tidak sempurnanya penutupan processus maxillaris semasa janin sehingga terbentuk celah pada tepian palpebra dengan ukuran bervariasi. Aspek medial palpebra superior paling sering terkena dan sering disertai tumor dermoid. Rekonstruksi bedah umumnya dapat ditunda beberapa tahun , tetapi harus dilakukan segera jika membahayakan kornea.

Gambar 5. Koloboma kongenita

4.Epiblepharon a.Definisi Epiblepharon kongenital adalah sebuah kelainan bawaan dari bentuk kelopak mata. Dimana pasien epiblepharon memiliki lipatan kulit horizontal pada kelopak mata atas atau bawah. Hal ini mengakibatkan bulu mata berlawanan dari arah yang seharusnya yaitu mengarah ke bola mata. Kondisi ini mengakibatkan iritasi kornea dan menyebabkan mata merah.

15

gambar 6. Epiblepharon

b.Manifestasi klinis: Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien dengan epiblepharon adalah: 1. mata gatal dan berair 2. mata merah 3. Photopobia 4. Terlihat lipatan dari kelopak mata yang mengakibatkan bulu mata mengarah kebola mata

c.Tatalaksana Tatalaksana tergantung dari berat ringannya tingkat blefaron yang diderita dan tingkat kerusakan pada kornea.Beberapa anak dengan epiblepharon tingakat sedang dapat mengatasi kondisi ini. Ini berhubungan dengan maturasi struktur wajah. Pada beberapa kasus tindakan bedah mungkin dibutuhkan. Dengan cara pengangkatan sejumlah kecil area kulit dan otot untuk membantu memutarnya keluar.

5. Ptosis 1.Definisi Ptosis merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid ), dimana kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal. Ptosis kongenital adalah ptosis yang telah ada sejak lahir. Normalnya fissura palpebra memiliki lebar 9 mm. Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm jika kedua palpebra simetris.

16

gambar 7.Ptosis

2.Etiologi Akibat dari gangguan perkembangan (maldevelopment) muskulus levator dengan karakteristik penurunan fungsi levator, kelopak mata tertinggal, dan kadang-kadang lagoftalmus. Adanya defek neurogenik yang terjadi pada saat perkembangan embrio. Ptosis ini jarang ditemukan dan sering berhubungan dengan kelumpuhan nervus kranial III kongenital, horner sindrom congenital.

3.Epidemiologi Sebagian besar kasus ptosis kongenital terjadi akibat gangguan pembentukan jaringan muskulus levator (myogenic etiology).

4.Patofisiologi Kelopak mata diangkat oleh kontraksi m. levator superioris palpebrae. Dimana gangguan perkembangan dari musculus levator mengakibatkan kemampuan m. levator untuk kontraksi dan relaksasi berkurang.

5.Manifestasi klinis Gejalautamadari ptosis adalahjatuhnyapalpebra.Ptosis

congenitalbiasanyatampaksegerasetelahlahirmaupunpadatahunpertamakelahiran.Anak-anak yang terlahirdengan ptosis biasanyamenengadahkankepalanyauntukmelihat.

17

6.Penegakan Diagnosis Penegakan diagnosis pada pasien dengan ptosis kongenital dapat dilakukan dengan melihat manifestasi klinis yaitu jatuhnya palpebra dan kebiasaan anak yang mengadahkan kepalanya untuk melihat.

7.Tatalaksana Pada ptosis kongenital (myogenic etiology) dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan palpebra pada otot frontal.Jenis operasi untuk ptosis kongenital adalah reseksi levator eksternal. Reseksi levator eksternal diindikasikan pada kasus ptosis moderat sampai berat dengan fungsi kelopak yang buruk. Ptosis kongenital termasuk kategori tersebut. Pedoman yang dianjurkan Beard : -Ptosis congenital ringan (1,5-2 mm) dengan fungsi levator yang masih baik (8 mm atau lebih) : reseksi 10 13 mm. - Ptosis kongenital sedang (3 mm) : Fungsilevatorbaik (8 mm atau lebih) : dipotong 14 17 mm; fungsi yang kurang (5-7 mm) : direseksi 13 22 mm fungsi yang buruk (0-4 mm): reseksi 22 mm atau lebih. -Ptosis congenitalberat (4 mm ataulebih) denganfungsi yang kurangsampaiburuk : reseksi 22 mm atau lebih atau lakukan sling frontalis.

6.Epicanthus a.Definisi Epikantus adalah lipatan vertikal kulit diatas katus medialis. Epicantus paling sering terdapat pada ras mongoloid. Semua orang mempunyai lipatan epikantus selama perkembangan janin dan meghilang setelah lahir dimana lipatan ini menghilang seiring dengan bertambahnya usia dengan mengencangnya kulit.

18

Gambar 8.Epicanthus

b.Epidemiologi Epikantus sering terdapat pada ras mongoloid. Kelainan ini dapat terjadi pada : sidrom down, sindrom fetal alkohol, sindrom turner dan sindrom blefarofimosis.

Klasifikasi Epicanthus terdiri dari 4 tipe : 1. Epicanthus tarsalis jika lipatan lebih menonjol pada kelopak mata bawah 2. Epicanthus inversus jika lipatan lebih menonjol pada kelopak mata atas 3. Epicanthus palpebra jika lipatan sama-sama menonjol pada kelopak mata bawah dan kelopak mata atas 4. Epicanthus supraciliaris jika lipatan muncul dari alis mata menuju ke sakus lakrimalis. Epicanthus tarsalis paling sering dijumpai pada mata orang asia, sedangkan epicanthus inversus hampir selalu barsamaan dengan blepharophimosis syndrome. Pertumbuhan normal tulang wajah dapat memperbaiki bentuk epicanthus, jika tidak terdapat kelainan pada kelopak mata. Pengobatan akan ditunda sampai usia dewasa. Bagaimanapun, epicanthus inversus hanya dapat diperbaiki dengan operasi plastic seperti Zplasty atau Y-V-plasty.

Pengobatan

19

Epicantus yang tidak menghilang sesuai dengan bertambahnya usia dapat di lakukan dengan memperbaiki bentuk kelopak mata dengan tindakan pembedahan antara lain : epicanthus Z plasty di lakukan untuk epicanthus yang sedikit. Double Z plasty meliputi kedua kelopak tanpa telecanthus Y-V plasty ,epicanthus dengan lipatan sedang dengan telecanthus pada blepharophimosis syndrom, menutup tendon canthal medial ke transnasal dengan mengikat ataupun memendekkan. Double Z plasty ( mustarde) dengan menandai lipatan epicanthus bersamaan dengan telecanthus terutama jika terdapat enteropion yang disebabkan oleh penarikan dari lipatan tersebut.

20

BAB III KESIMPULAN Menurut American Academy Ophtalmology, kelainan palpebra kongenital adalah kelainan yang berasal dari diferensiasi abnormal dari kelopak mata dan adneksa, gagalnya perkembangan serta gangguan dalam tahapan intrauterin, dan faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui. Beberapa kelainan palpebra kongenital seperti entropion, ektropion, koloboma, epicanthus, epiblepharon banyak dijumpai pada anak-anak terutama di benua Asia. Penyebabnya adalah kegagalan perkembangan pada tahap embriologi, serta faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui. Gejala klinis dari kelainan palpebra kongenital bervariasi tergantung kelainannya seperti entropion, ektropion, koloboma, epicanthus dan epiblepharon yang disesuaikan dengan penyebabnya. Pemeriksaan untuk kelainan palpebra kongenital biasanya dapat ditentukan dengan pemeriksaan mata standar ditunjang dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti tes snapback, dan lain-lain. Penatalaksanaan pada kelainan palpebra kongenital memerlukan teknik-teknik berbeda tergantung penyakitnya.Pada umumnya memerlukan tindakan operatif. Komplikasinya bisa berupa gangguan penglihatan ringan sampai kebutaan tergantung kelainannya.

21

DAFTAR PUSTAKA 1. Sidharta I. Kelainan Kelopak dan Kelainan Jaringan Orbita. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta: FKUI. 2005. 98. 2. Skorin Leonid. Entropion and Its Management. Januari 2000. 35-6. Diakses dari: http://www.ophtometry.co.uk. 3. Bupas Health Information Team. Entropion.British Oculoplastic Surgery Society.Agustus 2008. Diakses dari: http://www.bopss.org 4. Entropion. Diakses dari: http://www.bopss.org 5. Clinical Management Guidelines.Entopion.The College of Optometrist.Version 4.Januari 2009. 1-4. 6. Christoper DeBacker, MD. 2006. Entropion. Diakses dari http://www.eMedicine.com.6 Mei 2009. 7. Medicastore team, 2007. Entropion and Ectropion. Diakses dari http://www.medicastore.com.6 Mei 2009. 8. American Academy of Ophtamlology Orbit, Eyelids, and Lachrymal System Basic and Clinical Science Course, section II, The Foundation of AAO San Fransisco 2008.207-11.
9. Onwochei BC, Simon JW, Bateman JB, et al; Ocular kolobomata. Surv Ophthalmol. 2000

Nov-Dec;45(3):175-94. [abstract] 10. Gregory-Evans CY, Williams MJ, Halford S, et al; Ocular koloboma: a reassessment in the age of molecular neuroscience. J Med Genet. 2004 Dec;41(12):881-91. [abstract]

22

Das könnte Ihnen auch gefallen