Sie sind auf Seite 1von 6

www.stidnatsir.ac.id Google Webstidnatsir.ac.

id Home Profil Sejarah Visi & Misi Struktur Lambang Dosen Mahasiswa/Alumni Lokasi Kampus Akademik Jurusan Da'wah Prodi KPI Prodi PMI Mata kuliah Kalender akademik Buku Panduan Panduan akdemik Panduan Dosen Panduan PKL Fasilitas Masjid Perpustakaan Lab Bahasa Asrama Pembinaan Sertifikasi Tahsin Tahfidz Bela Diri Qira'atul Kutub Kafilah Da'wah Pemagangan di Masjid Tahap Awal Mapala Jurnalistik Desa Binaan Tahap Menengah Kristologi Ghazwul Fikri Tahap Akhir (Pengabdian Da'wah) Lembaga LPM LTQ LPM STID M. Natsir Lembaga Penelitian Jurnal Da'wah Buletin Konsisten Penerbitan Buku PMB Syarat Pendaftaran Pendaftaran Sementara Tes Tulis Online Pengumuman Hasil Tes

Multimedia Rekaman Photo Vedio Decrease font size Reset font size to default Increase font size "Bidang Akademik" "Bidang Administrasi" Info Kampus: DAURAH PENGAJARAN METODE IQRA BAGI GURU AL QUR A... PELANTIKAN DAN PENETAPAN BADAN EKSEKUTIF MAHASISW... TANTANGAN DA WAH DI DAERAH PERBATASAN JADWAL MASTAMA TAHUN AKADEMIK 2011-2012 KULIAH UMUM DA I HARUS MEMILIKI KETAHANAN KUAT "Admin" "Bidang Pembinaan" Main Menu Arsip Artikel Info Kampus Kontak Kami Download Buku Tamu Banner Link STID Natsir Perpustakaan Jurnal Da'wah Buletin Konsisten LTQ LPM STID Natsir You Tube Stidnatsir Click to join stidnatsir Gabung Milis stidnatsir Download Buletin Image Hosting by PictureTrail.com Home Arsip Artikel Artikel Penyimpangan-Penyimpangan Tasawuf "Konspirasi Merusak Islam" Penyimpangan-Penyimpangan Tasawuf "Konspirasi Merusak Islam" PDF E-mail Written by Admin Monday, 17 May 2010 10:48 Oleh: Lukman bin Ma'sa Bagi yang bersikap objektif dalam menelaah buku-buku tasawuf dan risalah-risalah ahli tasawuf, meneliti biografi tokoh-tokohnya dan gaya hidup kaum sufi, keadaa n serta tingkatan-tingkatan mereka, mengupas asas-asas dankaidah-kaidah mereka, pasti dapat menilai bahwa ajaran tasawuf ditegakkan atas dasar sikap ekstrim dan penyelisihan syari at, gabungan dari akumulasi bid ah-bid ah, kesesatan dan penyimpan gan.

Pada bahasan ini penulis akan mencoba mengklasifikasiakan secara singkat penyimp angan-penyimpangan yang telah mereka lakukan. Dimana penyimpangan-penyimpangan i tu dapat kita simpulkan dari pokok-pokok ajaran mereka.

1. Penyimpangan Dalam Aqidah Aqidah tasawuf berbeda dengan aqidah al-Qur an dan Sunnah dari seluruh sisinya, di sebabkan faktor penerimaan ajaran dan sumber aqidah itu. Dalam Islam, aqidah han ya ditetapkan denga al-Qur an dan Sunnah. Sedangkan dalam tasawuf aqidah ditetapka n dengan ilham , wahyu yang dipercayai milik para wali. Menurut pengakuan mereka, p erkara gaib tampak seluruhnya bagi para wali sufi, denga kasyf dan dengan mengik atkan hati pada Rasulullah. Dan secara garis besar, sumber pengetahuan gaib sufi stik itu banyak sekali. Maka ketika sumber-sumber itu berbilang sedemikian rupa, maka aqidah itu sendiri sangat luas, berkembang, berubah-ubah, dan berlainan, bahkan berlawanan antara sufi satu dengan sufi lain. Masing-masing mengatakan apa yang didapat dari kasyf nya, dan apa yang tertangkap dalam benaknya.[1]

a. Aqidah tentang Allah Seorang sufi meyakini Allah dengan aqidahnya yang beraneka ragam. Diantaranya ad alah hulul (inkarnasi) seperti mazhab al-Hallaj[2], dan juga wihadtul wujud yang mengajarkan ketidakterpisahan antara Khalik dan makhluk. Inilah aqidah terakhir yang berkembang sejak abad ketiga hingga kini. Akhirnya, setiap tokoh aqidah in i mencatatnya dalam kitab, seperti Ibnu Araby, Ibnu Sab in, Al-Tilmasy, Abdul kari m al-Jaily, Abdul Ghani al-Nabalisy, dan juga mayoritas pimpinan tarekat sufi ko ntemporer.[3]

b. Aqidah tentang Rasulullah (Kenabian) Aqidah tentang Rasulullah pun diyakini oleh seorang siufi dengan aqidah yang ber aneka ragam. Diantara mereka ada yang meyakini bahwa Rasulullah tidak tidak menc apai martabat dan kondisi para sufi. Rasulullah tidak mengetahui ilmu-ilmu para sufi, seperti yang diungkapkan Busthamy, kami menyelami lautan yang para nabi ber henti di pantainya. dianatara mereka ada juga yang meyakini bahwa Muhammad adalah puncak jaagad raya ini. Dialah Allah yang bersemayam di atas Arasy. Langit, bum i, Arasy, kursy (singgasana), dan seluruh yang ada diciptakan dari cahaya Muhamm ad. Muhammadlah yang pertama maujud. Dialah yang bersemayam di atas Arasy Allah. Demikianlah aqidah Ibnu Araby dan sufi sesudahnya. Bahkan Ibn Taimiyah mengimformasikan pada masa hidupnya banyak dianatara kaum su fi yang meminta agar dapat memperoleh apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dan mengharap agar diberi mushaf-mushaf untuk disebarluaskan. Gagasan tersebut b anyak dipengaruhi oleh teori-teori kenabian dikalangan para filosof, sehingga me reka sampai pada kesimpulan bahwa pintu kenabian selalu terbuka dan tidak mungki n tertutup.[4]

c. Aqidah tentang Para Wali Keyakinan tentang wali juga bermacam-macam sebagaimana beraneka ragamnya aqidah

mereka. Diantara mereka ada yang mengutamakan wali daripada Nabi. Pada umumnya m ereka menyamakan wali dengan Allah dalam setiap sifatnya. Singkatnya, wali dalam keyakinan mereka adalah para wali itu alim, keramat dan sempurna. Pastinya, konsep demikian berbeda dengan konsep kewalian dalam Islam yang berdas ar kepada ketakwaan, amal shalih, ibadah yang sempurna dan sikap fakir atau butu h kepada Allah. Firman Allah: Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak Kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun ke padamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan".[5]

d. Aqidah tentang Surga dan Neraka Seluruh sufi meyakini bahwa mencari surga adalah upaya yang banyak mengurangi ke sempurnaan. Seorang wali tidak boleh berusaha menuju dan mencari surga. Yang mer eka cari hanyalah cinta dan ketidakberdayaan di haribaan Allah, membuka tabir ke gaiban, dan berkuasa atas alam ini. Itulah surga yang dipercayai oleh sufi. Mereka juga meytakini bahwa menjauhi neraka tidak selayaknya dilakukan oleh sufi yang sempurna, karena rasa takut akan neraka merupakan watak dari seorang hamba . Neraka bagi mereka tidaklah panas. Bahkan ada diantara sufi yang bersikap somb ong bahwa seandainya ia meludah di neraka, maka akan memadamkannya, seperti yang dikatakan Busthamy. Adapun yang beraqidah wihdatul wujud, diantara mereka ada y ang berkeyakinan bahwa neraka bagi yang memasukinya itu nyaman dan nikmat, sama dengan orang yang masuk surga. Inilah aqidah Ibnu Araby seperti yang dinyatakan dalam Al-Fushush. Lebih hebat lagi, Al-Qusyeiri, Al-Aththar, Al-Kalabadzi dan Al-Kamasykhanawi ser ta pengarang-pengarang sufi lainnya yang membawakan kisah tokoh sufi wanita, Rab i ah Al-Adawiyah; suatu hari Rabi ah jatuh sakit, lalu ditanya: Apa yang menyebabkan e ngkau sakit? Ia menjawab: Aku melihat surga dengan mata hatiku, lalu hatiku cembur u kepada diriku, ia pun memberikan pelajaran kepadaku. Setelah itu aku bersumpah untuk tidak mengulanginya lagi. [6]

e. Aqidah tentang Iblis dan Fir aun Mayoritas sufi meyakini bahwa Iblis adalah hamba yang paling sempurna dan makluk terbaik dalam hal aqidah karena mempercayai Iblis tidak bersujud kecuali kepada Allah. Begitu juga Fir aun bagi mereka adalah orang yang paling baik tauhidnya, k arena ia pernah berkata, Akulah Tuhanmu yang tertinggi. disini Fir aun mengetahui ha kikat karena setiap yang maujud itulah Allah. Dalam keyakinan mereka, Fir aun term asuk orang yang beriman dan masuk surga.[7]

2. Peyimpangan Dalam Syari at Syari at adalah apa yang termaktub dalam Al-Qur an dan As-Sunnah. Kebaikan hanyalah yang dikatakan baik oleh Allah dan Nabin-Nya, dan yang buruk serta tercela, hany alah yang dikatakan buruk dan dicela Allah dan Rasul-Nya. Akal dan rasional tida k boleh campur tangan dalam hal ini. Hukum asal ibadah adalah dilarang, (kecuali yang dikatakan ibadah oleh Syari at) demikian pula hukum asal dalam masalah muama lat adalah dibolehkan. Kaum sufi tidak meneladani Rasulullah saw. dalam keseharian mereka, baik dalam m asalah ibadah maupun muamalah, sebaliknya mereka membuat kreasi-kreasi baru dala

m ibadah yang tidak dikenal sama sekali pada zaman Rasulullah maupun sahabat. Di bawah ini akan disebutkan beberapa tindakan kaum sufi yang kontradiktif dengan Al-Qur an dan As-Sunnah. a. Syari at Tasawuf tentang Ibadah Menurut keyakinan sufi bahwa shalat, puasa, haji dan zakat adalah ibadah-ibadah orang awam, sedangkan mereka menyebutkan dirinya sebagai kaum khusus. Oleh karen anya mereka memiliki tatacara ibadah tertentu. Setiap sufi mensyari atkan syari at-syari at tertentu dalam ibadah untuk mereka sepert i dzikir tertentu dengan tatacara tertentu, khalwah, memakan makanan tertentu, p akaian khusus, dan halaqah atau perkumpulan tertentu. Tujuan ibadah dalam ajaran tasawuf adalah untuk mengikatkan hati pada Allah untu k menerima ajaran secara langsung menurut kepercayaan mereka, fana dalam Allah , me ncari kabar gaib dari Rasulullah, dan berakhlak dengan akhlak Allah. Sehingga, s eoranag sufi dapat menyingkap rahasia penciptaan, melihat setiap malaikat, dan m ampu mengatur alam ini. Tidak penting dalam ajaran tasawuf sekiranya syari at seor ang sufi bertentangan dengan kenyataan syari at Nabi Muhammad saw. Maka, khamar, b erbaurnya lelaki dan wanita dalam halaqah atau majelis dzikir, semua itu tidak p enting karena seorang sufi memiliki syari atnya sendiri-sendiri yang terima langsu ng dari Allah.[8]

b. Syari at Tasawuf tentang Perkara Halal dan Haram tidak ada sesuatu yang haram bagi penganut wihdatul wujud dalam ajaran tasawuf, karena setiap sesuatu pada hakikatnya adalah satu. Oleh karenanya, diantara mere ka ada yang pezina dan homoseks, ada yang menyetubuhi keledai-keledai secara ter ang-terangan, serta ada yang berkeyakinan bahwa Allah telah membebaskan tanggung jawab darinya dan menghalalkan apa yang Allah haramkan pada orang lain.[9]

c. Syari at tentang Pemerintahan, Kekuasaan dan Politik Dalam masalah pemerintahan, penguasa, dan politik, ajaran sufistik berpaham untu k tidak memerangi kejahatan dan tidak menentang sultan-sultan karena dalam keper cayaan mereka Allah telah menempatkan setiap hamba pada tempat yang Dia kehendak i.[10]

d. Syari at tentang Pendidikan Ini dalah salah satu sayari at sufistik yang sangat berbahaya, sebab mereka memngu asai akal manusia dan mengabaikannya. Mereka melakukannya dengan cara memasukan sufi pemula dalam tarekat berjenjang yang dimulai dari penghambaan, pengagungan hal-ihwal tasawuf dan para tokohnya, kemudian dengan talbis menampakan sesuatu se baliknya pada seseorang, menceburkan diri pada ilmu-ilmu tasawuf sedikit demi sed ikit, kemudian dengan mengikatkan diri pada tarekat tertentu dan menutup jalan k eluar dari tarekat tersebut.[11]

Referensi

Syeikh Abdur Rahman Abdul Khaliq, al-Fikru as-Sufi, Terj. Ahmad Misbach, Jak arta: Robbani Press, 2001 H.A. Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, Jakarta: Raj awali Press, 2002 Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf; Kritik Ibn Taimiyah Atas Rancang Tasawu f, Surabaya: JP Books, 2007 Ihsan Ilahi Zhahir, Tasawuf ! Bualan Kaum Sufi Ataukah Sebuah Konspirasi: meng gugat Ajaran tasawuf, Jakarta: Darul Haq, 2001

[1] Syeikh Abdur Rahman Abdul Khaliq, al-Fikru as-Sufi, Terj. Ahmad Misbach, Jak arta: Robbani Press, 2001, hlm. 32 [2] Pengertian hulul secara singkat adalah Tuhan mengambil tempat dalam tubuh ma nusia tertentu, yakni dia yang telah mensucikan dirinya dari sifat-sifat kemanus iaan melalui pengalaman fana. Doktrin ini adalah salah satu tipe dari pandangan tasawuf falsafi yang merupakan perkembangan lanjut dari paham al-Ittihad. Dan pe rtamakali dimunculkan oleh Huein Ibn Mansyur al-Hallaj (w.922 M). H.A. Rivay Sir egar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, Jakarta: Rajawali Press, 2002, hlm. 155-156 [3] Syeikh Abdur Rahman Abdul Khaliq, al-Fikru as-Sufi, Terj. Ahmad Misbach. hlm . 33 [4] Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf; Kritik Ibn Taimiyah Atas Rancang Tasawu f, Surabaya: JP Books, 2007. hlm. 125-126 [5] Syeikh Abdur Rahman Abdul Khaliq, al-Fikru as-Sufi, Terj. Ahmad Misbach. hl m. 33 [6] Lihat Risalah Al-Qusyeiriyah II/516, Tazkiratul Auliya karangan Al-Aththar hl . 34, At-Ta arruf li Mazhabi Ahli Tasawuf hlm. 184 dan kitab Jami ul Ushulil Auliyta karangan Al-Kamasykhanawi hlm.119. yang dikutip oleh Ihsan Ilahi Zhahir, Tasawu f ! Bualan Kaum Sufi Ataukah Sebuah Konspirasi: menggugat Ajaran tasawuf, Jakarta: Darul Haq, 2001. hlm. 96 [7] Syeikh Abdur Rahman Abdul Khaliq, al-Fikru as-Sufi, Terj. Ahmad Misbach. Hlm . 34 [8] Ibid. [9] Ibid, hlm. 35 [10] Ibid. [11] Ibid. Copyright2010 STID Mohammad Natsir

Das könnte Ihnen auch gefallen