Sie sind auf Seite 1von 11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)tahun 2007, Angka kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 34/1000 kelahiran hidup. Bila angka ini dikonversikan secara matematis, mak a setidaknya terjadi 400 kematian/hari atau 17 kematian bayi setiap 1 jam di seluruh Indonesia, sedangkan Angka Kematian Balita (AKBAL)sebesar 44/1000 kelahiran hidup yang berarti terjadi 529 kematian /hari atau 22 kematian balita setiap jamnya. Data Riset Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan adanya beberapa penyakit penyebab utama kematian bayi dan balita. Pada kelompok bayi (0-11 bulan), dua penyakit terbanyak sebagai penyebab kematian adalah penyakit diare sebesar 31,4% dan pneumonia 24%, sedangkan untuk balita, kematian diare ssebesar 25,2%, pneumonia 15.5%, Demam Berdarah Dengue (DBD)6,8%, dan campak 5,8%. Penyakit-penyakit penyebab kematian tersebut pada umumnya dapat ditangani di tingkat Rumah Sakit dan Puskesmas perawatan namun masih sulit untuk ukuran Puskesmas non-perawatan. Hal ini disebabkan antara lain karena masih minimnya sarana/peralatan, alat diagnosis, obat-obatan dan ketersediaan SDM di tingkat Puskesmas terutama Puskesmas no-perawatan dan Puskesmas terpencil. Selain itu, seringkali Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter yang siap di tempat setiap saat. Padahal, Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling diandalkan di tingkat kecamatan. Kenyataan lain, di banyak provinsi, keberadaan Rumah Sakit pada umumnya hanya ada sampai tingkat kabupaten/kota sedangkan masyarakat Indonesia banyak tinggal di pedesaan. Kendala seperti tersebut di atas banyak terjadi di negara-negara berkembang. Berpijak dari hal tersebut, WHO dan UNICEf telah mengembangkan suatu strategi /pendekatan yang dinamakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Intregated of Chidhood Illness (IMCI). Indonesia telah mengadopsi pendekatan MTBS sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai tahun 1997. Salah satu kegiatan awal yang penting pada eaktu itu adalah mengadaptasi Modul MTBS WHO melalui kerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sehingga menghasilkan 1 set generik
1

Modul MTBS versi Indonesia. Setelah itu modul MTBS mengalami revisi beberapa kali sesuai dengan perkembangan situasi penyakit dan kebijakan pengobatan di Indonesia. Modul MTBS yang dipakai sekarang (last update) adalah Midul revisi tahun 2008. Saat ini penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi namun belum semua Puskesmas dapat menerapkannya karena berbagai kendala antara lain: terbatsnya jumlah tenaga kesehatan yang dapat dilatih MTBS, perpindahan (mutasi ) tenaga kesehatan yang telah dilatih, kurang lengkapnya seana dan prasarana pendukung, dan sebagainya. Sebagai gambaran, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia ada sekitar 7500 Puskesmas (Depkes, 2006), untuk menerapkan MTBS perlu dilatih 2 orang tenaga kesehatan di setiap Puskesmas. Dalam 1 kali penyelenggaraan pelatihan MTBS dapat melatih 30-40 tenaga kesehatan yang dibagi dalam 3-4 kelas dengan lama pelatihan 6 hari. Apabila dalam 1 tahun Depkes hanya menyelenggarakan pelatihan MTBS 10 kali saja , maka berarti Depkes hanya dapat meng-cover sekitar 300-400 tenaga kesehatan/tahun atau sekitar 5% saja yang dapat dilatih MTBS. Belum lagi bila dikurangi jumlah tenga kesehatan yang pindah atau pensiun maka jumlah itu sangat tidak memadai. Oleh karena itu Dinas Kesehatan/|Kota harus menjasi pemeran utama dalam pelatihan MTBS agar seluruh Puskesmas di wilayahnya dapat menerapkan MTBS. B. Tujuan 1. Mampu melakukan pemeriksaan kesehatan dasar balita sakit dengan menganalisis dalam MTBS 2. Mampu mengkategorikan hasil pengukuran BB, TB, atau PB menurut U dalam status gizi balita menurut aturan WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta 3. Mamou membaca kartu Kartu Menuju Sehat Balita (KMS-Balita) dengan riwayat psikososial anak 4. Mampu menyarankan tindakan berdasar keadaan balita sakit pada pedoman MTBS dan riwayat perkembangan stimulus anak 5. Mamou melakukan penilaian, klasifikasi, rekomendasi atau penanganan balita sakit berdasarkan MTBS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/ terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang dating di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Surjono et al., 1998; Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008). MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara menatalaksana balita sakit. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran, yaitu kelompok usia satu hari sampai dua bulan dan kelompok usia dua bulan sampai lima tahun (Depkes RI, 2008). Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti puskesmas. WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan, dan kecacatan pada bayi dan balita. MTBS telah digunakan lebih dari 100 negara dan terbukti dapat: 1. Menurunkan angka kematian balita 2. Memperbaiki status gizi 3. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan 4. Memperbaiki kinerja petugas kesehatan 5. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah. (Soenarto, 2009) Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penakit, identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan dirumah dan kapan kembali untuk tindak lanjut. Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk penggolongan derajat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut. Tiap klasifikasi mempunyai warna dasar,
3

yaitu merah (penanganan segera atau perlu dirujuk), kuning (pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan), dan hijau (perawatan di rumah) sesuai dengan urutan keparahan penyakit (Depkes RI, 2008; Surjono et al., 1998). Tiap klasifikasi menentukan karakteristik pengelolaan balita sakit. Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah. Alur konseling merupakan nasihat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan nasihat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk tindak lanjut (Surjono et al., 1998). Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS untuk melakukan penilaian/ pemeriksaan dengan cara menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak kemudian memeriksa dengan cara lihat dan dengar atau lihat dan raba. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan menentukan jenis tindakan/ pengobatan. Ketika anak sakit datang ke ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua atau wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti: 1. Apakah anak bisa minum/ menyusu? 2. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya? 3. Apakah anak menderita kejang? Kemudian petugas akan melihat/ memeriksa apakah anak tampak letargis atau tidak sadar. Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain: 1. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernapas? 2. Apakah anak menderita diare? 3. Apakah anak demam? 4. Apakah anak mempunyai masalah telinga? 5. Memeriksa status gizi 6. Memeriksa anemia 7. Memeriksa status imunisasi 8. Memeriksa pemberian vitamin A 9. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain (Depkes RI, 2008)
4

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut diatas, petugas akan mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-langkah tindakan/ pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain: 1. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah 2. Mengajari ibu cara mengobati infeksi local di rumah 3. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah 4. Memberikan konseling bagi ibu 5. Menasehati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan, dan lain-lain. Selain itu, di dalam MTBS terdapat penilaian dan klasifikasi bagi Bayi Muda berusia kurang dari dua bulan, yang disebut Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Penilaian dan klasifikasi bayi muda di dalam MTBM terdiri dari: 1. Memeriksa kemungkinan kejang 2. Memeriksa gangguan napas 3. Memeriksa hipotermia 4. Memeriksa kemungkinan infeksi bakteri 5. Memeriksa ikterus 6. Memeriksa kemungkinan gangguan saluran cerna 7. Menilai apakah bayi menderita diare 8. Memeriksa kemungkinan berat badan rendah dan/atau masalah pemberian ASI 9. Memeriksa status imunisasi 10. Memeriksa masalah/ keluhan lain 11. Memeriksa masalah/ keluhan ibu (Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008) B. MTBS di Puskesmas Selogiri Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang cost effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu (Islalluddin, 2011). Puskesmas Selogiri telah menjalankan program MTBM maupun MTBS untuk kedatangan pasien bayi dan balita di klinik kesehatan keluarga.

Dokter dan tenaga kesehatan di klinik kesehatan keluarga Puskesmas Selogiri melaksanakan program MTBM dan MTBS sesuai dengan Algoritma MTBS. Sebagai gambaran, untuk penilaian dan tindakan/pengobatan bagi setiap balita sakit, pendekatan MTBS memakai satu set Bagan Dinding yang ditempelkan di tembok ruang pemeriksaan dan dapat memenuhi hampir semua sisi tembok ruang pemeriksaan MTBS di puskesmas dan formulir pencatatan baik bagi bayi muda (0-2 bulan) maupun balita umur 2 bulan - 5 tahun. Untuk menerapkan MTBS di wilayah puskesmas, petugas kesehatan perlu mendapatkan pelatihan dengan monitor langsung secara berkala dari Dinas Kesehatan.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KEGIATAN YANG DILAKUKAN Pertemuan pertama tanggal 13 April 2011 Pada pertemuan pertama diselenggarakan pretest field lab dengan topik Ketrampilan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. pretest dimulai pukul 06.00 selama 10 menit kemudian dilanjutkan dengan kuliah pengantar yang disampaikan oleh ibu Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si. dengan dilaksanakannya pretest dan kuliah pengantar diharapkan mahasiswa lebih memahami dan siap untuk melaksanakan kegiatan field lab. Pertemuan kedua tanggal 20 April 2011 Pada pertemuan kedua, field lab dilaksanakan di puskesmas. Kelompok 13 berkesempatan mendapatkan tugas untuk melaksanakan field lab di Puskesmas Selogiri, Wonogiri. Jam 06.30 kami berangkat dari kampus menuju puskesmas dengan menempuh perjalanan sekitar 90 menit. Jam 08.00 kami tiba di puskesmas Selogiri. Kami disambut dengan ramah baik oleh para staff maupun Kepala Puskesmas Selogiri. Kami diberikan sekilas pengenalan mengenai puskesmas Selogiri dan juga mengenai MTBS. Kemudian kami melaksanakan praktek langsung MTBS kepada pasien puskesmas dengan didampingi dokter pengawas. Dalam kesempatan ini kami memeriksa empat pasien balita dengan cara MTBS. Setelah itu dokter memberikan pembahasan penyakit pada pasien balita tersebut dan menjelaskan langkah diagnosis dan penatalaksanaan pasien balita dengan menggunakan pendekatan MTBS. Setelah cukup untuk mendapatkan inforrmasi dan data yang diperlukan dalam pembuatan laporan, dokter mempersilahkan kami untuk pulang. Pertemuan ketiga tanggal 27 April 2011 Pertemuan ketiga dijadwalkan dilaksanakan rabu tanggal 27 April 2011. Pada pertemuan ketiga ini, kami berkewajiban untuk mengumpulkan laporan kegian field lab dengan topik Ketrampilan MTBS dan melaksanakan presentasi mengenai kegiatan field lab yang telah kami lakukan. Kemudian Kepala Puskesmas akan memberikan koreksi dan pembahasan atas laporan kegiatan yang telah kami sampaikan

B. PEMBAHASAN Pasien yang ditemukan pada hari pelaksanaan Field Lab Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Selogiri pada hari Rabu, 20 April 2011 adalah

sebagai berikut: 1. Nama Anak : Prama Surya Pratama

Jenis Kelamin : Laki-laki Usia Berat Badan Suhu : 3 bulan : 5,7 Kg : 36,7C Pasien datang diantarkan oleh orang tuanya dengan keluhan batuk berdahak yang sudah berlangsung 3 hari dan sedikit demam (subfebris). Dari hasil pemeriksaan sesuai alur tatalaksana balita sakit usia 2 bulan-5 tahun, didapatkan anak masih bisa minum ASI, sadar penuh, tidak diare, dan tidak muntah. Frekuensi nafas anak 35x/menit. Tidak ada perdarahan, tidak ada tanda-tanda masalah pada telinga, Imunisasi yang didapatkan juga teratur sesuai dengan jadwal dan usia. Anak juga mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya. Dari pemeriksaan dan menyesuaikan dengan bagan MTBS, anak didiagnosis menderita batuk bukan pneumonia dan diberi resep obat oleh dokter. 2. Nama Anak : Rema Vera A.

Jenis Kelamin : Perempuan Usia Berat badan Suhu : 14 bulan : 7,4 Kg : 36,2 C Pasien datang diantarkan oleh orang tuanya dengan keluhan batuk dan deman. Demam selama 2 hari, kemudian sudah turun lalu suhu naik lagi 2 hari kemudian. Oleh ibunya telah diberi obat penurun panas. Dari pemeriksaan ditemukan adanya bercak-bercak merah pada daerah pipi, perut, dan tangan anak. Ibunya menjelaskan bahwa bercak-bercak ini mulai muncul saat demam anak mulai turun. Bercak-bercak ini menghilang ketika kulit dilebarkan, ini dapat dibedakan dengan bercak merah pada demam berdarah yang tidak menghilang saat kulit dilebarkan. Anak didiagnosis menderita campak dan diberi resep obat oleh dokter. Pada pasien ini diketahui juga riwayat kelahiran aterm, pemberian ASI eksklusif (-), Berat badan lahir 3000 gram. Hari itu dilakukan juga pengukuran tinggi badan dan lingkar kepala anak, didapatkan hasil TB= 68 cm dan LK=43 cm. Menurut
8

berat badan dan tinggi badan menurut umur dalam KMS, anak itu berada di bawah garis hijau sehingga diberi nasehat kepada ibu untuk meningkatkan asupan makanan anak. 3. Nama Anak : Hendra

Jenis Kelamin : Laki-laki Usia Berat Badan Suhu : 2 tahun : 15 Kg : 36,5 C Anak datang diantarkan orang tuanya dengan keluhan batuk berdahak yang sudah berlangsung 1 minggu, sebelumnya pasien sudah berobat ke puskesmas karena batuk dan demam, sudah mendapat obat dan saat itu kembali lagi karena batuknya belum sembuh. Dari anamnesis dengan orangtuanya, anak masih bisa minum, sadar penuh, tidak diare, dan tidak muntah. Riwayat imunisasi lengkap dan dulu diberi ASI eksklusif oleh ibu. Pada anak tidak ada perdarahan dan tidak ada tanda-tanda masalah pada telinga. Anak kurang kooperatif ketika diperiksa sehingga tidak didapatkan data frekuensi nadi dan frekuensi nafas. Berdasarkan bagan MTBS, anak didiagnosis batuk bukan pneumonia dan diberi resep obat oleh dokter. 4. Nama Anak : Yudistira

Jenis Kelamin : Laki-laki Usia Berat Badan Suhu : 1 bulan 25 hari : 3200 gram : 37,2 C Anak datang diantarkan oran tuanya dengan keluhan batuk. Dari pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan alur manajemen terpadu bayi muda umur 1hari 2 bulan tidak ada kejang, pernapasan anak normal ditunjukkan oleh frekuensi nafas 50x/menit, nafas teratur, tidak ada nafas cuping hidung. Suhu tubuh normal, bayi masih mau minum dengan baik, hanya saja terkadang terganggu oleh batuknya, kulit tidak kuning, dan tidak diare. Bayi berusia kurang dari 2 bulan yang daya tahan tubuhnya baik sangat jarang menderita penyakit infeksi bakteri, namun pada kasus ini bisa juga disebabkan karena adanya keluarga balita yang juga sakit dan mungkin karena kurangnya kebersihan pada bayi yang terbiasa memakai hisapan (empeng). Oleh dokter bayi diberi resep obat dan nasihat untuk dihindarkan dari keluarga yang sakit dan mengurangi pemakaian hisapan.
9

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN Kegiatan Managemen Terpadu Balita Sakit yang dilaksanakan di Puskesmas Selogiri telah berjalan dengan baik.

B. SARAN Mempertahankan dan meningkatkan kualitas program Managemen Terpadu Balita Sakit yang telah dilaksanakan.

10

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Islalluddin. 2011. Makalah MTBS. http://islalluddinhttpbelajarkesehatanblogspot.com/2011/04/makalah-mtbs.html (26 April 2011)

Soenarto, Y. 2009. MTBS: Strategi Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Anak. Disampaikan pada Simposium Pediatri TEMILNAS 2009. Surakarta (1 Agustus 2009)

Surjono, et al. 1998. Studi Pengembangan Puskesmas Model Dalam Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). http://www.chnrl.net/publikasi/pdf/MTBS.pdf (26 April 2011)

Wijaya, A.M. 2009. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). http://infodokter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37:manajem en-terpadu-balita-sakit-mtbs&catid=27:helalth-programs&Itemid=44 (26 April 2011)

11

Das könnte Ihnen auch gefallen