Sie sind auf Seite 1von 116

PENUNTUN TEKNIS

PENETAPAN KADALUWARSA
PRODUK INDUSTRI KECIL
PANGAN



Oleh:

Prof. Dr. Ir. Winiati Puji Rahayu, MS
Dr. Ir. Arpah. Msi






DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2003
Penuntun Teknis


i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
PETUNJUK PENGGUNAAN. iii
TABEL PEMILIHAN METODA.. v
I. PENDAHULUAN 1
II. PENETAPAN KADALUWARSA DENGAN UJI SENSRORI. 3
1. PARTIALLY STAGGERED DESIGN 3
2. METODA ROSS (Ross, et al., 1985) 5
3. JUST NOTICEABLE DIFFERENCE (JND) 7

III. PENETAPAN KADALUWARSA DENGAN METODA
KADAR AIR KRITIS 12
1. CONTOH PENGGUNAAN PERSAMAAN LABUZA UNTUK
MENGHITUNG UMUR SIMPAN 12
2. CONTOH TRANSFORMASI UMUR SIMPAN MENJADI
TANGGAL, BULAN DAN TAHUN KADALUWARSA 17

IV. PEMBUATAN KURVA SORPSI ISOTHERMIS. 22
V. PENERAPAN MODEL HEISS-EICHNER DAN RUDOLPH. 26
1. PENERAPAN MODEL HEISS-EICHNER... 26
2. PENERAPAN MODEL RUDOLPH. 28

VI. PENETAPAN WAKTU KADALUWARSA
DENGAN METODA ARRHENIUS. 35
1. CONTOH PENETAPAN ORDO REAKSI.. 35
2. CONTOH PERHITUNGAN WAKTU KADALUWARSA.. 44

VII. PENENTUAN KADALUWARSA SARI BUAH DENGAN
METODA ARRHENIUS.. 46

VIII. CONTOH PENETAPAN KADALUWARSA
Penuntun Teknis


ii
DAGING DENGAN METODA ARRHENIUS. 57

DAFTAR PUSTAKA 70




























Penuntun Teknis


ii
PETUNJUK PENGGUNAAN

1. Petunjuk penentuan waktu kadaluwarsa ini dapat diterapkan pada kelompok produk
pangan berikut:
A. KELOMPOK PRODUK KERING DAN GARING, SEPERTI:
BISKUIT DAN KUE KERING (COOKIES)
KERUPUK
EMPING DAN KERIPIK
KACANG GORENGAN
BAWANG GORENG
SERBUK TEH
DAN SEBAGAINYA

B. KELOMPOK PRODUK TEPUNG, PATI DAN BUBUK, SEPERTI:
TEPUNG BERAS
TAPIOKA
KOPI BUBUK
TERIGU
BUMBU INSTAN, TEPUNG LADA DAN CABE
SAGON
BUBUK AGAR-AGAR
MINUMAN INSTAN BUBUK (STMJ)

C. KELOMPOK PRODUK OLAHAN IKAN, DAGING DAN AYAM, SEPERTI:
BASO URAT
BASO IKAN
OTAK-OTAK
SOSIS
NUGGET
FINGER STICK
TAHU

Penuntun Teknis


iii
D. SARI BUAH DAN SIROP
SARI BUAH
SIROP

E. SELAI, JAM DAN JELLY DAN KAYA
SELAI BUAH (JAM)
SELAI KACANG
SELAI SRIKAYA

F. DODOL, MANISAN BUAH DAN SALE PISANG

G. ROTI-ROTIAN

H. BOLU, LAPIS LEGIT, CAKE, BIKA AMBON DAN SERABI

I. MAYONNAISE DAN SALAD DRESSING

J. BUMBU MIE INSTAN

2. Pilihlah metoda yang akan Saudara gunakan untuk menentukan waktu kadaluwarsa
dari Tabel dibawah ini. Perhatikanlah bahwa terdapat 3 metoda penentuan
kadaluwarsa, PILIH HANYA SALAH SATU DIANTARANYA. Kemudian pilihlah
kriteria kadaluwarsa yang ingin Saudara gunakan dan jenis pengemas yang
diterapkan.
Misalkan: Produk kerupuk dengan kriteria kadaluwarsa ketengikan
menggunakan Metoda Arrhenius.

3. Berdasarkan pemilihan tersebut, lihatlah contoh penerapan metoda tersebut di
dalam buku/diktat ini.

Penuntun Teknis


iv
4. Kemudian lakukan penentuan waktu kadaluwarsa seperti contoh tersebut, tentunya
dengan menggunakan data perubahan kriteria produk yang telah diamati selama
penyimpanan.

5. Terakhir, lakukan transformasi dari umur simpan yang diperoleh menjadi TANGGAL,
BULAN dan TAHUN KADALUWARSA


























Penuntun Teknis


v
TABEL PEMILIHAN METODA SESUAI DENGAN KRITERIA
KADALUWARSA

JENIS UJI KADALUWARSA JENIS
PRODUK
KRITERIA
SENSORI KAK* ARRHENIUS
KEMASAN
-----

----- Pl, Al, Krt/Kt
-----

----- Klg
Kadar air
-----

----- Lmt

-----

Pl, Al, Krt/Kt

-----

Klg
Kekerasan

-----

Lmt

-----

Pl, Al, Krt/Kt

-----

Klg
KELOMPOK
A
PRODUK
KERING
DAN GARING
Bau dan
Ketengikan
(objektif)
-----

Lmt
-----

----- Pl, Al, Krt/Kt
-----

----- Kain
Kadar air/
gumpalan
-----

----- Lmt

-----

Pl, Al, Krt/Kt

-----

Kain
Perubahan
bau, warna,
gumpalan
-----

Lmt

-----

Pl, Al, Krt/Kt

-----

Kain
KELOMPOK
B
PRODUK
TEPUNG,
PATI DAN
BUBUK
Jamur

-----

Lmt, Krt/Kt
----- -----

----- -----

Total
Mikroba
----- -----

Semua
kemasan
kecuali kaleng

-----


-----

Bau, warna,
tekstur

-----

Semua
kemasan
kecuali kaleng
----- -----

----- -----

KELOMPOK
C
PRODUK
OLAHAN
IKAN,
DAGING,
AYAM DAN
TAHU
Ketengikan
(objektif)
----- -----

Semua
kemasan
kecuali kaleng









Penuntun Teknis


vi

JENIS UJI KADALUWARSA JENIS
PRODUK
KRITERIA
SENSORI KAK* ARRHENIUS
KEMASAN
----- -----

Tetrapak
----- -----

Pl, Al, Krt/ Kt.
Klg, Lmt
Kadar
vitamin C
----- -----

Btl
----- -----

----- -----

Pl, Al, Krt/ Kt.
Klg, Lmt
Tekanan
oksigen
----- -----

Btl

----- ----- Tetrapak

----- ----- Pl, Al, Krt/ Kt.
Klg, Lmt
KELOMPOK
D
SARI BUAH
SIROP
DAN
MINUMAN
RINGAN
Warna, bau,
rasa,
kemanisan

----- ----- Btl
----- -----

Btl jar-gelas
----- -----

Pl, Al, Krt/Kt
Total kapang
----- -----

Btl Jar-plastik

----- ----- Btl jar-gelas

----- ----- Pl, Al, Krt/Kt
Rasa, bau,
warna,
konsistensi
----- ----- Btl Jar-plastik
----- -----

Btl jar-gelas
----- -----

Pl, Al, Krt/Kt
KELOMPOK
E
SELAI, JAM
DAN JELLY

Ketengikan
----- -----

Btl Jar-plastik
----- -----

----- -----
Ketengikan
----- -----


Pl, Al, Krt/Kt

-----


-----

Jamur/
Penampa
kan


-----


Pl, Al, Krt/Kt

----- -----

----- -----
KELOMPOK
F
DODOL,
MANISAN
BUAH DAN
SALE PISANG
Rasa, bau,
tekstur

----- -----

Pl, Al, Krt/Kt









Penuntun Teknis


vii

JENIS UJI KADALUWARSA JENIS
PRODUK
KRITERIA
SENSORI KAK* ARRHENIUS
KEMASAN

----- -----

----- -----
Rasa, bau,
tekstur,
penampakan

----- -----

Pl, Al, Krt/Kt

-----


-----

Kekerasan
(stalling/
retrogradasi)
-----


Pl, Al, Krt/Kt

-----


-----

KELOMPOK
G
ROTI-ROTIAN

Ketengikan

-----


Pl, Al, Krt/Kt

-----

----- -----
Rasa, bau,
tekstur,
penampakan
----- -----

Pl, Al, Krt/Kt

-----


-----

Kekerasan
(stalling/
retrogradasi)
-----


Pl, Al, Krt/Kt

-----


-----

KELOMPOK
H
BOLU, LAPIS
LEGIT, CAKE,
BIKA AMBON
DAN SERABI

Ketengikan

-----


Pl, Al, Krt/Kt
----- -----

Btl, Pl, Al,
Krt/Kt
----- -----

Klg
Ketengikan,
total mikroba
----- -----

Lmt, Kt/Krt

-----

Btl, Pl, Al,
Krt/Kt

-----

Klg
Konsistensi/
Stabilitas
Emulsi

-----

Lmt, Kt/Krt

----- ----- Btl, Pl, Al,
Krt/Kt

----- ----- Klg
KELOMPOK
I
MAYONNAISE
DAN SALAD
DRESSING
Rasa, bau.
warna

----- ----- Lmt, Kt/Krt








Penuntun Teknis


viii

JENIS UJI KADALUWARSA JENIS
PRODUK
KRITERIA
SENSORI KAK* ARRHENIUS
KEMASAN

-----


-----
Ketengikan

-----


Pl, Al, Lmt

----- -----

----- -----
Rasa, bau,
warna

----- -----

Pl, Al, Lmt

-----


-----

KELOMPOK
K
BUMBU MIE
INSTAN
(MINYAK)
Penampa
kan
kemasan
-----


Pl, Al, Lmt
*KAK = Kadar Air Kritis
Keterangan Pengemas:
Pl = Plastik (film)
Al = Aluminium foil
Krt = Kertas
Kt = Karton
Lmt = Laminat
Klg = Kaleng
Btl = Botol





Penuntun Teknis


1
I. PENDAHULUAN

Ketentuan umum dalam penetapan kadaluwarsa pangan diantaranya adalah:
penyimpanan produk sampai terjadi atau mulai tampak adanya tanda-tanda perubahan
ke arah deteriorasi (kerusakan), pengambilan contoh dengan interval waktu tertentu
selama penyimpanan, analisa perubahan yang terjadi terhadap kriteria kadaluwarsa,
tabulasi dan analisa data, pengolahan dan transformasi data dan terakhir penetapan
waktu kadaluwarsa. OTA (office of technology assessment, 1979), mensyaratkan
beberapa hal dalam penetapan waktu kadaluwarsa pangan diantaranya adalah
pemilihan kriteria kadaluwarsa yang jelas dan mewakili perubahan yang sesungguhnya
terjadi selama penyimpanan, penerapan metoda analisa terhadap kriteria kadaluwarsa
yang akurat dan sesuai dengan prinsip-prinsip statistika, adanya batas maksimal dari
kriteria kadaluwarsa yang dinyatakan sebagai titik terjadinya kadaluwarsa dan
transformasi data dari tempat penyimpanan ke kondisi distribusi yang sesungguhnya.

A. PENYIMPANAN CONTOH
Terdapat dua cara penyimpanan yang digunakan untuk menetapkan kadaluwarsa
pangan yaitu:
1. Penyimpanan dengan pengkondisian yang dapat mempercepat terjadinya
kadaluwarsa pada produk, disebut ASLT (Accelerated shelf life testing) atau disebut
juga penyimpanan ASS (Accelerated storage studies)
2. Penyimpanan tanpa pengkondisian atau penyimpanan pada kondisi biasa sehari-
hari disebut ESS (Extended storage studies).

1. Penyimpanan dengan ASLT
Penyimpanan ini diterapkan melalui penyimpanan produk pada 3 temperatur yang
berbeda kemudian dilakukan pengukuran terhadap perubahan yang terjadi. Namun
demikian, jika diterapkan pada metoda kadar air kritis (KAK) maka dapat dilakukan pada
hanya satu temperatur saja karena hubungan temperatur dengan tekanan uap air jenuh
dapat diperoleh dari tabel uap.

Penuntun Teknis


2
Selang temperatur yang digunakan pada metoda ASLT tergantung pada produknya.
Secara umum pembagiannya adalah sebagai berikut: digunakan suhu antara 15
o
C
sampai 45
o
C untuk produk yang akan disimpan (dan diedarkan) pada suhu ruang,
antara -5
o
C sampai dengan 15
o
C untuk produk yang akan disimpan pada kulkas/ruang
pendingin dan antara - 20
o
C sampai dengan 5
o
C untuk produk beku.

2. Penyimpanan dengan ESS
Penyimpanan dengan metoda ESS dilakukan dengan cara membiarkan produk pada
kondisi biasa sehari-hari, kemudian dilakukan pengamatan dan analisa terhadap
perubahan yang terjadi. Penyimpanan ESS tidak dapat diterapkan pada produk yang
dikemas untuk tujuan pengawetan yang cukup lama seperti pengemasan secara
hermitis dalam kaleng karena akan membutuhkan pengamatan yang sangat banyak dan
memakan waktu lama, sehingga menjadi tidak efisien.

B. INTERVAL WAKTU PENGAMBILAN CONTOH
Interval waktu pengambilan contoh untuk ASLT dan ESS berbeda. Untuk ASLT,
secara umum digunakan interval setiap 3 5 hari untuk penyimpanan pada 45
o
C, 7
10 hari untuk penyimpanan pada 35
o
C dan 14 20 hari untuk penyimpanan pada 25
o
C
atau lebih rendah. Untuk produk tertentu (yang tidak terkemas), interval pengambilan
contoh dapat sangat singkat karena perubahan yang terjadi sangat cepat seperti
misalnya pembentukan lendir pada daging segar yang dapat terjadi hanya dalam
selang beberapa jam. Namun demikian yang penting dalam hal ini adalah bahwa
hampir semua kerusakan yang terjadi berlangsung lebih cepat pada temperatur yang
lebih besar, sehingga makin tinggi suhu penyimpanan semakin pendek interval
pengambilan contoh. Pengecualian bagaimanapun selalu ada dalam segala hal, dalam
hal ini pun ada pengecualian terhadap beberapa jenis produk fermentasi seperti
dendeng, sosis kering (salami) dan terasi, kerusakan pada produk ini justru akan
berlangsung lebih cepat pada temperatur yang lebih rendah. Pada metoda ESS interval
waktu pengambilan contoh dapat mencapai satu bulan.

Penetapan besarnya jarak atau interval waktu pengambilan contoh bukanlah hal yang
dapat mempengaruhi hasil perhitungan kadaluwarsa, namun dilakukan untuk
Penuntun Teknis


3
memudahkan administrasi dan disain percobaan serta agar perubahan kerusakan yang
terjadi dapat digambarkan dan disajikan melalui suatu kurva dengan demikian
perubahan tersebut dapat diikuti dengan baik. Hal ini akan sangat membantu proses
penetapan waktu kadaluwarsa, karena melalui penggambaran pada kurva tersebut
dapat terlihat titik dimana produk memasuki tahap-tahap akhir kadaluwarsanya.

Penganalisaan secara serentak terhadap satu set contoh yang ditarik pun dapat
dilakukan apabila ada data mengenai kapan persisnya (tanggal) produk tersebut
dikemas atau diproduksi, bahkan terhadap produk yang telah beredar sekalipun,
selama (yang penting) hasil analisa nantinya secara jelas dapat menunjukkan adanya
perubahan terhadap kriteria kadaluwarsa yang diamati terhadap waktu sejak diproduksi.

Jadi, interval pengambilan contoh dapat disesuaikan dengan desain percobaan yang
diterapkan.

C. PERUBAHAN (KRITERIA KADALUWARSA) SELAMA PENYIMPANAN
Beberapa hal yang perlu dipahami mengenai kriteria kadaluwarsa adalah: 1). kriteria
kadaluwarsa dipilih dari salah satu dari perubahan yang dianggap paling sesuai dari
empat kategori perubahan yang mungkin terjadi pada produk, yaitu: perubahan
mikrobiologi, kimia, fisik dan organoleptik. 2). perubahan tersebut dapat dianalisa dan
dikuantifikasi sehingga dapat diketahui kuantitas awal, kuantitas pada setiap tahap
analisa berdasarkan interval pengambilan contoh dan kuantitas pada saat kadaluwarsa
(batas kadaluwarsa).

Hal lain yang juga penting adalah kecenderungan perubahannya selama penyimpanan
antara lain kecepatan perubahannya, bentuk perubahannya misalnya apakah liniar
terhadap waktu ataukah cenderung berbentuk kurva. Secara umum kriteria perubahan
berdasarkan mikrobiologi seperti pertumbuhan mikroba lebih cepat dari perubahan
karena reaksi kimia seperti ketengikan, disamping itu perbedaan kecepatan
perubahannya pun pada suhu yang berbeda juga agak berbeda. Hal-hal seperti ini patut
diperhatikan dalam menentukan interval penarikan contoh. Pada Gambar 1
Penuntun Teknis


4
diperlihatkan contoh grafik perubahan intensitas kriteria kadaluwarsa yang berbentuk
kurva (pertumbuhan mikroba) dan liniar (reaksi ketengikan).


Gambar 1. Grafik perubahan intensitas kriteria kadaluwarsa terhadap
waktu penyimpanan (A) :kurva (pertumbuhan mikroba)
dan (B) : liniar (reaksi ketengikan).

Pada penyimpanan yang cukup lama, dimana intensitas perubahan relatif kecil
terhadap waktu biasanya diterapkan beberapa teknik tertentu untuk menduga interval
pengambilan contoh misalnya dengan mencari nilai Q
10,
dengan menggunakan
diagram, berdasarkan laju reaksi atau laju pertumbuhan mikroba dan sebagainya.
Namun hal-hal seperti ini tidak sesuai diterapkan pada industri kecil pangan karena
berbagai faktor seperti : waktu kadaluwarsa produk industri kecil pangan biasanya sama
dengan atau kurang dari satu tahun, perubahan biasanya tidak terlalu kompleks dan
dapat teramati dengan dengan baik oleh panca indra, perubahan berlangsung cukup
cepat karena teknik pengemasan yang masih sederhana.




Penuntun Teknis


5
II. PENETAPAN KADALUWARSA DENGAN UJI SENSRORI

Berikut ini diberikan 3 contoh penetapan waktu kadaluwarsa dengan metoda
organoleptik atau uji sensori yang dapat diterapkan pada kelompok produk seperti yang
telah diperlihatkan pada Tabel (lihat Petunjuk Penggunaan hal i) , yaitu:
1. Pentahapan Berjenjang (partially staggered design)
2. Metoda Ross
3. Metoda JND (just noticeable difference)

1. PENTAHAPAN BERJENJANG (PARTIALLY STAGGERED DESIGN)
Metoda analisa yang digunakan adalah menyerupai uji skor (atau uji skala) dengan
skor 1 sampai dengan 7 yang dikembangkan oleh Gacula dan Kubala (1975) di Armour
Food Research Laboratory, Oak, Ilinois, dimana pemberian skor dilakukan setelah
membandingkan contoh dengan standar. Skor ini dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 1. Skor uji tahapan berjenjang untuk penetapan
kadaluwarsa (partially staggered design)

Skor Deskripsi skor Keterangan
1 tidak ada
sama sekali
(none)
Tidak ada sedikitpun perbedaan dengan standar
yang masih segar atau sama sekali tidak terdapat
adanya tanda-tanda kadaluwarsa
2 sangat sedikit
(very slight)
Sangat sedikit adanya tanda-tanda kadaluwarsa
3 sedikit
(slight)
Sedikit ada tanda-tanda kadaluwarsa
4 cukup
(moderate)
Cukup terdeteksi (terasa/terlihat/tercium) adanya
tanda-tanda kadaluwarsa
5 cukup kuat
(moderately
strong)
Cukup kuat terdeteksi adanya tanda-tanda
kadaluwarsa
6 kuat
(strong)
Terdeteksi dengan kuat dan jelas adanya tanda-
tanda kadaluwarsa
7 sangat kuat
(very strong)
Sangat kuat terdeteksi adanya tanda-tanda
kadaluwarsa


Penuntun Teknis


6
Dapat juga diterapkan dalam bentuk skala, maka skala tersebut akan terlihat sebagai
berikut:

Gambar 2. Skala perubahan intensitas kriteria kadaluwarsa

Metoda ini dapat diterapkan untuk penyimpanan ASLT (ASS) maupun ESS. Jika
digunakan pendekatan ASS atau ASLT, maka produk disimpan pada 3 temperatur yang
berbeda, sedangkan untuk ESS maka produk disimpan pada suhu ruang.

Panelis yang digunakan dapat panelis terlatih maupun panel konsumen. Jika digunakan
panelis terlatih maka dibutuhkan sekitar 5 sampai 8 panelis, sedangkan jika digunakan
panel konsumen, maka digunakan minimal 45 panel konsumen. Panelis diminta
memberikan skor sesuai perbedaan yang dirasakan antara produk yang telah disimpan
dengan produk standar yang baru diproduksi.

Dengan mengambil nilai skor tertentu (misalnya 2.5) sebagai batas kadaluwarsa (cut-
off level), maka waktu kadaluwarsa produk yang dianalisa dapat ditentukan dari grafik
hubungan rata-rata skor dengan waktu.

Dalam hal ini pertama-tama akan diberikan contoh yang telah dikembangkan oleh
Gacula dan Kubala (1975), kemudian akan diberikan beberapa modifikasi berdasarkan
yang pernah dilakukan dan ditemukan dalam literature. Modifikasi diterapkan utamanya
terhadap interval pengambilan contoh dan dalam hal penggunaan standar dan pelatihan
panelis.

1. Kumpulkan contoh yang akan dianalisa, contoh yang dikumpulkan ini haruslah
berbeda saat diproduksinya, dan dibagi menjadi beberapa periode. Dalam hal ini
(khusus untuk teladan ini), haruslah terdapat pula contoh produk yang telah
Penuntun Teknis


7
kadaluwarsa. Jika tidak memungkinkan ditariknya contoh yang telah
kadaluwarsa (tersedianya contoh yang telah kadaluwarsa) maka gunakan
teladan yang telah dimodifikasi yang akan diperlihatkan pada teladan
selanjutnya.
2. Siapkan contoh yang terdiri dari 2 contoh yang sama (duplo) dan 1 standar,
dimana standar yang digunakan adalah produk yang segar (baru diproduksi),
sehingga dengan demikian dalam masing-masing satu nampan (tray) akan
terdapat 3 contoh.
3. Dua contoh yang sama (duplo) diberikan penomoran berdasarkan sistem 3
angka dengan nomor yang berbeda, sedangkan standar dilabel sebagai standar.
4. Jika digunakan kriteria kadaluwarsa perubahan flavor karena ketengikan, maka
bentuk form pengujian akan terlihat sebagai berikut:


Format : uji skor kadaluwarsa Tanggal:
Nama :
Petunjuk : Setelah mencicipi sampel berikut, berikanlah skor 1 jika flavor
masih sangat segar dan persis sama dengan standar (tidak ada
sama sekali tanda-tanda ketengikan) dan skor 7 jika off-flavor
ketengikan sudah sangat kuat.

Kode Sampel
236 568


Petunjuk skor Deskripsi skor
1 tidak ada sama sekali (none)
2 sangat sedikit (very slight)
3 Sedikit (slight)
4 Cukup (moderate)
5 cukup kuat(moderately strong)
6 Kuat (strong)
7 sangat kuat (very strong)
Penuntun Teknis


8

5. Lakukan pengujian terhadap contoh secara bersamaan atas tiap periode,
dengan menggunakan 6 orang panelis yang diminta memberikan skor seperti
yang diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Jika memungkinkan maka dapat
dilakukan pengujian terhadap lebih dari satu periode pada hari yang sama.
6. Rata-ratakan hasil pengujian dari ke 6 orang panelis kemudian ditabulasi
disertai waktu pada saat produk tersebut diproduksi, seperti diperlihatkan pada
Tabel 4.

Analisa regresi kemudian diterapkan menggunakan kolom (2) dan kolom (5) dari Tabel
4, dimana sumbu X adalah hari setelah diproduksi dan sumbu Y adalah rata-rata skor
total keseluruhan (grand mean). Hasil analisa regresi memberikan persamaan sebagai
berikut:

Tabel 2. Hasil pengujian dari 6 orang panelis
(ulangan 1, dari sampel duplo)
Panelis Periode
Pengujian 1 2 3 4 5 6
Rataan
(Ulangan 1)
Periode 0 .. .. .. .. .. .. 2.0
Periode I .. .. .. .. .. .. 1.8
Periode II .. .. .. .. .. .. 2.6
Periode III .. .. .. .. .. .. 2.2
Periode IV .. .. .. .. .. .. 2.0
Periode V .. .. .. .. .. .. 2.8
Periode VI .. .. .. .. .. .. 2.2


Tabel 3. Hasil pengujian dari 6 orang panelis
(ulangan 2, dari sampel duplo)
Panelis Periode
Pengujian
1 2 3 4 5 6
Rataan
(Ulangan 2)
Periode 0 .. .. .. .. .. .. 1.4
Periode I .. .. .. .. .. .. 1.8
Periode II .. .. .. .. .. .. 2.2
Periode III .. .. .. .. .. .. 2.0
Periode IV .. .. .. .. .. .. 2.8
Periode V .. .. .. .. .. .. 2.2
Periode VI .. .. .. .. .. .. 3.4

Penuntun Teknis


9

Tabel 4. Data grand mean dari contoh penerapan partially staggered design

Periode
Pengujian
Hari sejak
diproduksi
Rata-rata skor panelis tiap
ulangan (1 dan 2)
Rata-rata
(grand mean)
(1) (2) (3) (4) (5)
0
I
II
III
IV
V
VI
28
36
43
49
56
63
70
2.0
1.8
2.6
2.2
2.0
2.8
2.8
1.4
1.8
2.2
2.0
2.8
2.2
3.4
1.7
1.8
2.4
2.1
2.4
2.5
3.1
Sumber: Gacula dan Kubala (1975).


Y = 0.85 + 0.0292 X

Dengan memasukkan nilai Y sebesar 2.5 sebagai skor batas kadaluwarsa (cut-off)
untuk pembentukan off-flavor, maka diperoleh nilai rata-rata X = 56.6 hari. Artinya,
bahwa dibutuhkan waktu sebanyak 57 hari bagi produk untuk mulai dikenalinya
pembentukan off-flavor (bau dan rasa yang menyimpang) bagi panelis. Grafik hasil
regresi diperlihatkan pada Gambar 2.












Penuntun Teknis


10

Gambar 2. Penggunaan analisa regresi pada partially staggered design


2. PENTAHAPAN BERJENJANG DENGAN MODIFIKASI
Modifikasi 1:
Modifikasi yang dilakukan adalah dengan memproduksi sampel secara bersamaan
kemudian dilakukan penyimpanan. Penarikan contoh kemudian dilakukan berdasarkan
interval tertentu. Jika interval waktu pengambilan contoh adalah 12 hari, maka pengujian
dilakukan setiap 12 hari, dengan demikian tidak ada pengujian yang dilakukan terhadap
2 periode sekaligus pada hari yang sama. Sehingga Tabel 2 dan Tabel 3 akan terlihat
sebagai berikut (Tabel 5):


Penuntun Teknis


11
Tabel 5. Hasil pengujian dari 6 orang panelis
(ulangan 1, dari sampel duplo)

Panelis Waktu
Pengujian 1 2 3 4 5 6
Rataan
(Ulangan 1)
Hari ke 0
(Periode 0)
.. .. .. .. .. .. 1.4
Hari ke 12
(Periode I)
.. .. .. .. .. .. 1.8
Hari ke 24
(Periode II)
.. .. .. .. .. .. 2.2
Hari ke 36
(Periode III)
.. .. .. .. .. .. 2.0
Hari ke 48
(Periode IV)
.. .. .. .. .. .. 2.8
Hari ke 60
(Periode V)
.. .. .. .. .. .. 2.2
Hari ke 72
(Periode VI)
.. .. .. .. .. .. 3.4

Dalam hal ini dilakukan 2 ulangan pengujian (duplo), sehingga akan diperoleh data
ulangan ke 2 seperti terlihat pada Tabel 6. Dengan demikian rataan akhir (grand
mean) akan tampak seperti diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 6. Hasil pengujian dari 6 orang panelis
(ulangan 2, dari sampel duplo)

Panelis Waktu
Pengujian 1 2 3 4 5 6
Rataan
(Ulangan 1)
Hari ke 0
(Periode 0)
.. .. .. .. .. .. 1.7

Hari ke 12
(Periode I)
.. .. .. .. .. .. 1.8

Hari ke 24
(Periode II)
.. .. .. .. .. .. 2.4

Hari ke 36
(Periode III)
.. .. .. .. .. .. 2.1

Hari ke 48
(Periode IV)
.. .. .. .. .. .. 2.4

Hari ke 60
(Periode V)
.. .. .. .. .. .. 2.5

Hari ke 72
(Periode VI)
.. .. .. .. .. .. 3.1

Penuntun Teknis


12

Tabel 7. Data grand mean dari contoh penerapan partially staggered design
Periode
Pengujian
Hari sejak
diproduksi
Rata-rata skor panelis tiap
ulangan (1 dan 2)
Rata-rata
(grand mean)
(1) (2) (3) (4) (5)
0
I
II
III
IV
V
VI
0
12
24
36
48
60
72
2.0
1.8
2.6
2.2
2.0
2.8
2.8
1.4
1.8
2.2
2.0
2.8
2.2
3.4
1.7
1.8
2.4
2.1
2.4
2.5
3.1

Analisa regresi kemudian diterapkan menggunakan kolom (2) dan kolom (5), dimana
sumbu X adalah hari setelah diproduksi dan sumbu Y adalah rata-rata skor total
keseluruhan (grand mean). Hasil analisa regresi memberikan persamaan sebagai
berikut:
Y = 1.69 + 0.0167X

Dengan memasukkan nilai Y sebesar 2.5 sebagai skor batas kadaluwarsa (cut-off)
untuk pembentukan off-flavor, maka diperoleh nilai rata-rata X = 50 hari. Artinya, bahwa
dibutuhkan waktu sebanyak 50 hari bagi produk untuk mulai dikenalinya pembentukan
off-flavor (bau dan rasa yang menyimpang) bagi panelis. Grafik hasil regresi
diperlihatkan pada Gambar 3.
y = 0.0167x + 1.6857
R
2
= 0.8305
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
0 20 40 60 80
Penyimpanan (Hari)
R
a
t
a
a
n

S
k
o
r

Gambar 3. Penggunaan analisa regresi pada partially staggered design
(modifikasi 1).

Penuntun Teknis


13
Adanya variasi nilai antara 50 dan 57 hari dalam hal ini disebabkan oleh karena pada
cara ini (modifikasi 1), skor tersebut sebenarnya tidak benar-benar dianalisa pada hari
seperti yang ditunjukan oleh interval waktu pengambilan contoh.

Modifikasi 2: Pelatihan Panelis
Sebaiknya, jika digunakan panelis terlatih maka panelis dilatih terlebih dahulu untuk
mngenali kriteria kadaluwarsa misalnya jika kriterianya adalah perubahan flavor dengan
batas kadaluwarsa adalah timbulnya flavor tengik dengan intensitas yang cukup. Maka
panelis sebaiknya dilatih mengenali flavor produk yang sudah tengik yang dianggap
kadaluwarsa tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengenalkan panelis dengan
asam lemak standar yang memberikan berbau tengik. Setelah itu barulah panelis
diminta untuk mengenali flavor kadaluwarsa tersebut pada produk.

Modifikasi 3:
Modifikasi yang juga banyak diterapkan di dalam literatur adalah penyimpanan sampel
yang ditarik pada suhu beku (-32
o
C) sebelum dianalisa secara bersamaan. Hal ini
khususnya diterapkan pada pola modifikasi 1 dan dilakukan sebagai berikut: Sampel
periode ke 1, ditarik pada hari ke 12 kemudian dibekukan pada suhu beku (-32
o
C),
selanjutnya sample periode ke 2 ditarik pada hari ke 24 dan kembali dibekukan pada
suhu beku (-32
o
C), demikian seterusnya sehingga keseluruhan sampel habis dan telah
terambil semuanya. Setelah itu sampel di thawing dan diekuilibrasi selama beberapa
jam sampai mencapai suhu ruang, lalu dilakukan penguijian. Bagaimana pun hal ini
tidak dianjurkan untuk diterapkan pada semua jenis produk pangan dan hanya
memungkinkan pada produk tertentu saja. Misalnya penentuan kadaluwarsa karena
perubahan warna.

2. METODA ROSS (Ross, et al., 1985).
Percobaan Ross et al. (1985), termasuk dalam metoda ESS, oleh karena itu
memerlukan waktu yang lama. Meskipun demikian, jika diterapkan pada produk yang
pengemasnya bukan tipe kaleng, maka interval sampling dapat dipercepat. Ross
(1985) melakukan analisis waktu kadaluwarsa terhadap 52 jenis ransum militer, yang
Penuntun Teknis


14
meliputi snack, berbagai jenis minuman, makanan utama, daging, berbagai jenis desert,
buah-buahan maupun sayuran dalam kaleng.

Produk ransum militer disimpan pada suhu 4, 21, 30

dan 38
o
C, kemudian dilakukan
sampling berdasarkan interval waktu seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Suhu dan interval sampling yang diterapkan Ross et al. (1985)
Suhu
(
o
C)
Waktu pengambilan contoh (bulan)
4 0 - 12 - - 30 36 48 60 108 - -
21 0 - 12 18 24 30 36 48 60 - - 120
30 0 6 12 18 24 30 36 - - - - -
38 0 6 12 18 24 - - - - 115 -

Prosedur:
1. Pengujian dilakukan pada suhu kamar oleh 36 panelis tidak terlatih yang dipilih
secara acak dari sukarelawan militer maupun sipil, atau modifikasi dapat
dilakukan dengan menggunakan 5 8 panel terlatih
2. Panelis diminta memberi skor hedonik antara 1 (tidak suka) sampai 9 (sangat
suka), (jika panelis melakukan uji tanpa diberi standar) atau skor hedonik 1 (sama
dengan standar) sampai 9 (sangat berbeda dengan standar) jika digunakan
standar
3. Batas kadaluwarsa ditetapkan pada skor rata-rata 5
4. Penyajian data dilakukan dengan menghitung rata-rata skor, seperti pada contoh
1 (partially staggered design) yang kemudian dihubungkan dengan waktu
kadaluwarsa menggunakan garis regresi.

Modifikasi yang dilakukan terhadap Metoda Ross yang terpenting adalah dalam hal
interval sampling dan suhu penyimpanan, antara lain:

1. Temperatur yang digunakan diubah sehingga menyerupai temperatur pada
metoda ASLT, dengan demikian hasil yang diperoleh diperlakukan sebagai data
ASLT. Misalnya jika digunakan temperatur 25, 35 dan 45
o
C, dengan interval
Penuntun Teknis


15
pengambilan sampel masing-masing adalah 5, 10 dan 15 hari, maka bentuk
tabulasi data Tabel 8 akan sama dengan Tabel 9 berikut:

Tabel 8. Suhu dan interval sampling modifikasi metoda Ross et al.
Suhu
((
o
C)
Waktu pengambilan contoh (Hari)
25 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
35 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
45 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135

2. Penggunaan panelis terlatih sejumlah 6 panelis dan setiap sampel dilakukan
pengujian secara duplo akan memberikan gambaran perolehan data sebagai
berikut:
Tabel 9. Hasil pengujian dari 6 orang panelis
dari sampel yang disimpan pada suhu 25
o
C
(ulangan 1, dari sampel duplo)
Panelis Waktu
Pengujian 1 2 3 4 5 6
Rataan
(Ulangan 1)
Hari ke 0
(Periode 0)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 5
(Periode I)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 10
(Periode II)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 15
(Periode III)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 20
(Periode IV)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 25
(Periode V)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 30
(Periode VI)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 35
(Periode VII)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 40
(Periode VIII)
.. .. .. .. .. ..
Hari ke 45
(Periode IX)
.. .. .. .. .. ..

Penuntun Teknis


16
3. Oleh karena terdapat 3 temperatur penyimpanan dan tiap pengujian adalah
duplo, maka akan diperoleh 6 buah tabel yang menyerupai Tabel 9.
4. Sehingga akhirnya akan diperoleh 3 grand mean, masing-masing untuk
temperatur 25, 35 dan 45
o
C.

Tabel 10. Tabulasi data hasil skor pada penyimpanan 25
o
C
Tabulasi data hasil skor pada penyimpanan 25
o
C
Periode
Pengujian
Hari sejak
diproduksi
Rata-rata skor panelis tiap
ulangan (1 dan 2)
Rata-rata
(grand mean)
(1) (2) (3) (4) (5)
I
II
III
..
..
IX

Tabel 11. Tabulasi data hasil skor pada penyimpanan 35
o
C
Tabulasi data hasil skor pada penyimpanan 35
o
C
Periode
Pengujian
Hari sejak
diproduksi
Rata-rata skor panelis tiap
ulangan (1 dan 2)
Rata-rata
(grand mean)
(1) (2) (3) (4) (5)
I
II
III
..
..
IX

Tabel 12. Tabulasi data hasil skor pada penyimpanan 45
o
C
Tabulasi data hasil skor pada penyimpanan 45
o
C
Periode
Pengujian
Hari sejak
diproduksi
Rata-rata skor panelis tiap
ulangan (1 dan 2)
Rata-rata
(grand mean)
(1) (2) (3) (4) (5)
I
II
III
..
..
IX

Penuntun Teknis


17
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN:
PENGGUNAAN UJI ORGANOLEPTIK UNTUK METODA ASLT DAPAT
MENYEBABKAN JUMLAH SAMPEL MENINGKAT BEBERAPA KALI LIPAT
JIKA MEMUNGKINKAN MAKA SAMPEL DAPAT DIBEKUKAN DAN
DILAKUKAN PENGUJIAN SECARA BERSAMAAN
JIKA TIDAK MEMUNGKINKAN UNTUK DIBEKUKAN MAKA GUNAKAN UJI
OBJEKTIF DENGAN BANTUAN PERSAMAAN ARHENIUS
SAMPEL HARUS SELALU MEMPUNYAI SUHU YANG SAMA DENGAN
SUHU RUANG PADA SAAT DICICIP, SEHINGGA HARUS DI THAWING
DAN DIEKUILIBRIUMKAN BEBERAPA JAM SEBELUM PENGUJIAN

5. Format pengujian menggunakan format pengujian uji skor dengan skor 1 sampai
dengan 9, perhatikan temperatur penyimpanan dari mana sample tersebut
ditarik, hal ini harus diberi label secara terpisah, misalnya label pada nampan
yang digunakan.

Format : uji skor kadaluwarsa Tanggal:
Nama :
Petunjuk : Setelah mencicipi sampel berikut, berikanlah skor 1 jika amat
sangat suka dan skor 9 jika amat sangat tidak suka.
Suhu: 25
o
C
Kode Sampel
236 568


Suhu: 35
o
C
Kode Sampel
158 458



Penuntun Teknis


18
Suhu: 45
o
C
Kode Sampel
257 548


Analisa regresi kemudian diterapkan menggunakan kolom (2) dan kolom (5) dari Tabel
10, 11 dan 12, dimana sumbu X adalah hari setelah diproduksi dan sumbu Y adalah
rata-rata skor total keseluruhan (grand mean). Hasil analisa regresi memberikan
persamaan sebagai berikut:

Suhu: 25
o
C Y1 = a + b X1
Suhu: 35
o
C Y2 = a + b X2
Suhu: 45
o
C Y3 = a + b X3

Dengan memasukkan nilai Y sebesar 5 sebagai skor batas kadaluwarsa (cut-off),
maka diperoleh nilai rata-rata X = sebagai waktu kadaluwarsa pada tiap-tiap temperatur
tersebut. Grafik hasil regresi akan menyerupai Gambar 4.
Suhu Persamaan Skor
kadaluwarsa
Waktu
Kadaluwarsa
(Hari)
Suhu: 25
o
C Y1 = a + b X1 Y = 5 .
Suhu: 35
o
C Y2 = a + b X2 Y = 5
Suhu: 45
o
C Y3 = a + b X3 Y = 5

Penuntun Teknis


19
0
2
4
6
8
0 20 40 60 80
Penyimpanan (Hari)
R
a
t
a
a
n

S
k
o
r


Gambar 3. Penggunaan analisa regresi pada modifikasi
metoda Ross

Metoda Ross juga dapat digunakan pada satu suhu saja (ESS), hal ini akan
memberikan hasil yang hampir sama dengan metoda pentahapan berjenjang
sebelumnya, kecuali bahwa pada metoda Ross digunakan skor dengan interval 1
sampai dengan 9.

3. UJI JND (JUST NOTICEABLE DIFFERENCE) PADA PENETAPAN HQL (HIGH
QUALITY LIFE)

Produk yang ditentukan waktu kadaluwarsanya menggunakan metoda ini biasanya
dinyatakan sebagai HQL (High quality life) di dalam literatur. Hal ini dilakukan untuk
membedakannya dengan hasil dari metoda-metoda lainnya, HQL memberikan waktu
kadaluwarsa yang relatif sangat singkat. HQL didefenisikan sebagai waktu dari sejak
selesai diproduksi hingga dirasakan (dideteksi secara sensori) adanya perubahan-
perubahan yang menyimpang. Pengertian ini sedikit berbeda dengan istilah PSL
(Practical shelf life) yang didefenisikan sebagai lamanya suatu produk dapat disimpan
dimana mutu organoleptiknya tetap dapat dipertahankan untuk dapat dikonsumsi atau
digunakan sebagaimana yang seharusnya. Menurut Singh (1994) istilah HQL
digunakan khusus untuk produk beku.
25
o
C
Penuntun Teknis


20
Perbedaan lainnya, HQL ditentukan menggunakan panelis terlatih sedangkan PSL
menggunakan panel konsumen (Cardelli dan Labuza 2001). Hasil penentuan PSL
akan selalu lebih besar dari nilai HQL jika diterapkan pada produk yang sama
(Robertson 1993), sehingga rasio dari PSL: HQL digunakan sebagai ukuran
akseptabilitas dan daya awet produk pangan. Rasio PSL: HQL disebut acceptability
factor dan mempunyai kisaran nilai sekitar 2 : 1 hingga 6 : 1 (Robertson 1993).

Prosedur:
Penentuan HQL dilakukan menggunakan uji organoleptik khususnya uji pembeda,
dimana batas kadaluwarsanya dilakukan melalui penentuan titik Just Noticeable
Difference (JND) atau biasa juga disebut First Noticeable Difference. JND adalah titik
(waktu) dimana suatu perbedaan mutu dapat dideteksi oleh panelis terlatih (Van Arsdel
1969). Perbedaan mutu yang dimaksud adalah perbedaan mutu secara umum
(Singh 1994), akan tetapi menurut Symons (1994) perbedaan mutu yang dideteksi
biasanya adalah faktor mutu yang termasuk termolabil (sensitif terhadap fluktuasi
temperatur) seperti: perubahan warna, perubahan flavor, perubahan tekstur
(pengerasan) dan ketengikan.

Menurut Symons (1994) selain JND juga dapat digunakan uji pembeda lainnya seperti
uji segitiga atau duo-trio untuk mendapatkan nilai HQL, dimana panelis terlatih diminta
membedakan antara contoh dengan standar. uji skor juga pernah diterapkan untuk
menetapkan titik JND, sehingga perbedaan antara HQL dan PSL tidak terlalu jelas,
sebagai contoh Dalholf dan Jul (1965) menggunakan uji skor antara 5 (sangat tidak
suka), 0 (netral) dan 5 (sangat suka) untuk penetapan HQL, kemudian penurunan nilai
skor dari netral (0) sebesar satu unit ditetapkan sebagai JND atau titik kadaluwarsa.
Literatur yang terbaru menyatakan bahwa HQL menggunakan panelis terlatih
sedangkan PSL menggunakan panel konsumen (Cardelli dan Labuza, 2001). Dewasa
ini uji JND agak jarang digunakan untuk menetapkan kadaluwarsa akan tetapi lebih
banyak digunakan untuk menentukan ambang batas, hal ini kemungkinan disebabkan
karena sukar mendesain teknik pengambilan dan pengelolaan sampel yang rasional.


Penuntun Teknis


21
Lagi pula, berbeda dengan metoda sebelumnya, jumlah panelis yang digunakan pada
uji ini disarankan lebih banyak. Jika digunakan panel terlatih (HQL), maka jumlah
panelis terlatih sebaiknya lebih besar 20, sedangkan jika digunakan panel konsumen
(PSL), maka sebaiknya jumlah panelis lebih besar atau sama dengan 70. Hal ini untuk
memberikan keyakinan yang tinggi secara statistik pada keputusan yang diambil.
Bagaimanapun uji sagitiga masih sering dianjurkan di dalam beberapa pustaka.

Penerapan HQL maupun PSL dapat dilakukan dengan pendekatan ASS atau ASLT
maupun ESS. Akan tetapi mengingat kompleksitas yang mungkin terjadi jika
digunakan metoda ASLT (jumlah sampel menjadi sangat banyak sehingga sukar
dikelola), maka sebaiknya diterapkan pada penyimpanan ESS. Berikut ini diberikan
contoh penetapan HQL dengan uji segi tiga.

Sampel yang disimpan (pada 3 temperatur berbeda jika penyimpanan ASLT).
selanjutnya disampling pada interval pengambilan contoh yang telah ditentukan.
Sampel kemudian disajikan kepada panelis sesuai prosedur penyajian uji segitiga, yaitu
dua sampel yang sama dan satu sampel yang berbeda. Dua sampel yang sama adalah
sampel yang telah disimpan, sedangkan sampel yang berbeda adalah sampel standar
yang masih baru dan segar. Panelis diminta membedakan mana yang sampel berbeda.
Jika diterapkan pada penyimpanan ESS, maka cukup pada suhu ruang.

Panelis kemudian diminta menentukan mana sampel yang berbeda. Hasil pengujian
yang menggunakan 47 panelis terlatih akan terlihat sebagai berikut (Tabel 13).

Untuk dapat mengatakan bahwa produk benar-benar telah kadaluwarsa maka
digunakan tabel uji segitiga untuk mengambil keputusan. Pada tabel ditunjukkan bahwa
untuk penggunaan sejumlah n=47 panelis, diperlukan sebanyak 23 , 24 dan 27
jawaban benar untuk masing-masing tingkat signifikansi 5 %, 1% dan 0.1. Misalkan
digunakan tingkat signifikansi sebesar 5%, maka produk telah kadaluwarsa pada
pengambilan sampel periode ke 6.

Penuntun Teknis


22
Meskipun dalam prakteknya dapat saja dilakukan pengujian beberapa sifat sensori
seperti rasa, bau, tekstur dan warna, secara bersama-sama, namun demikian untuk
pengambilan keputusan dapat dipilih salah satu dari sifat sensori tersebut. Dalam hal ini
sebaiknya dipilih yang paling sensitive, yaitu yang paling cepat terjadinya perbedaan.
Contoh tabulasi hasil pengujian warna pada salah satu periode (periode 6), dari masing-
masing jawaban panelis yang berjumlah 47 panelis, dimana jumlah panelis yang
menyatakan beda (untuk warna) pada periode tersebut adalah 24 panelis. Sedangkan
pada Tabel 14 berikut diperlihatkan data respon panelis pada saat pengujian periode ke
6 untuk kriteria warna.
Tabel 13. Uji segitiga untuk rasa tengik, bau tengik
dan perubahan warna

Panelis Menyatakan Beda Waktu
Penyimpanan
Rasa Bau Tekstur Warna
Periode 1 5 4 6 5
Periode 2 8 7 6 5
Periode 3 11 12 15 11
Periode 4 16 15 14 12
Periode 5 20 22 21 22
Periode 6 23 23 25 24
Periode 7 27 26 27 28
Periode 8 30 33 32 29
Periode 9 35 39 36 38
Periode 10 44 45 44 46
Periode 11 47 47 47 47

Tabel 14. Uji segitiga tingkat perubahan warna (Periode 6)
Sampel pada lama Penyimpanan Panelis

Periode 6 Periode 6 Standar
Kode Sampel 031 044 056
Panelis 1 0 0 1
2 0 0 1
3 1 0 0
4 0 1 0
5 0 1 0
6 1 0 0
7 0 0 1
8 0 0 1
9 0 0 1
10 0 0 1
Penuntun Teknis


23
11 0 1 0
12 1 0 0
13 1 0 0
14 0 0 1
15 0 0 1
16 1 0 0
17 0 1 0
18 0 1 0
19 0 0 1
20 0 1 0
21 0 0 1
22 0 1 0
23 1 0 0
24 1 0 0
25 0 0 1
26 0 1 0
27 0 0 1
28 0 0 1
29 0 1 0
30 1 0 0
31 0 1 0
32 0 1 0
Panelis 33 0 0 1
34 0 0 1
35 1 0 0
36 1 0 0
37 0 1 0
38 1 0 0
39 0 0 1
40 0 0 1
41 0 0 1
42 0 0 1
43 0 0 1
44 0 0 1
45 0 0 1
46 0 0 1
47 0 0 1

R Beda 11 13 24
0 = sama; 1 = beda



Penuntun Teknis


24
Seperi terlihat pada Tabel 14 bahwa pada periode ke 6 tersebut terdapat sejumlah 24
panelis yang telah menyatakan bahwa kedua sampel yang diuji telah berbeda dengan
standar. Sedangkan pada periode sebelumnya terlihat bahwa hanya 22 panelis yang
menyatakan beda (periode 5), sedangkan pada periode ke 4, hanya sejumlah kecil (12
panelis) yang telah menyatakan beda. Format uji sagitiga adalah sebagai berikut:

Format : Uji segitiga untuk bau, rasa dan warna
Nama : Tanggal:
Petunjuk :

Setelah melihat (warna), membau (bau) dan mencicip bandingkanlah ketiga sampel
nyatakan salah satu sampel yang berbeda dengan tanda ( ).
Kode sampel
180 296 422
Bau
(tingkat
ketengikan)


Kode sampel
0.31 044 056
Rasa
(tingkat
ketengikan)


Kode sampel
567 765 675
Warna











Penuntun Teknis


25
III. SELEKSI, PELATIHAN DAN UJI KETERANDALAN
PANELIS

Untuk memilih panelis terlatih sejumlah 8 -10 orang dilakukan tahap-tahap, seleksi,
pelatihan dan uji keterandalan panelis. Dalam contoh ini seleksi dilakukan terhadap
calon panelis mahasiswa. Seleksi panelis dilakukan dengan wawancara terhadap
sejumlah besar mahasiswa (misalnya dalam satu kelas yang berjumlah 70 orang
mahasiswa, dengan syarat bahwa kelas tersebut telah menerima mata kuliah penilaian
indra minimal selama 1 semester). Kriteria seleksi yang umum antaranya tidak
merokok, mengenal produk yang akan diuji dan pernah mencicipinya dan sebagainya.
Dari hasil seleksi direkrut 47 orang panelis yang selanjutnya diberi pelatihan
menggunakan uji pelatihan panelis. Uji ini disebut uji pengenalan rasa khas, bau khas,
warna khas dan flavor khas kemudian setelah itu dilanjutkan dengan uji keterandalan
panelis.

Uji yang terakhir ini yang baik diterapkan adalah menggunakan uji skor atau skala,
namun dengan uji segitiga pun cukup memadai, hanya saja agar sukar mengambil dan
memisahkan sejumlah kecil panelis terlatih (8-10 panelis) jika diterapkan uji segitiga.
Jika diterapkan uji akor atau skala maka panelis yang andal kemudian dapat disaring
lebih lanjut untuk mendapatkan 10 diantaranya yang terandal.

Pada contoh ini, digunakan produk salad dressing. Rasa tengik pada mayonnaise
diperoleh dengan menambahkan asam butirat, sedangkan perubahan warna karena
pencoklatan pada salad dressing diperoleh dengan memproduksi salad dressing
dengan bahan minyak yang telah berwarna kemerahan.

Waktu pelatihan berlangsung 3 jam per minggu selama 3 minggu, sehingga total waktu
pelatihan adalah 9 jam.

Untuk membedakan produk kadaluwarsa dan yang belum kadalauwarsa, beberapa
istilah diperkenalkan kepada panelis pada awal pelatihan antara lain:
Penuntun Teknis


26
1. rasa khas salad dressing (belum kadaluwarsa) didefinisikan sebagai campuran
rasa asam dan gurih pada mulut (yang menyerupai rasa gurih kuning telur)
disertai dengan aroma/flavor minyak yang segar.
2. rasa khas salad dressing kadaluwarsa didefinisikan sebagai campuran rasa
asam dan gurih pada mulut (yang menyerupai rasa gurih kuning telur) dengan
aroma/flavor minyak yang tengik.
3. bau khas pada salad dressing (belum kadaluwarsa) didefinisikan sebagai bau
minyak segar disertai bau asam yang ringan.
4. bau khas pada salad dressing kadaluwarsa didefinisikan sebagai adanya
penyimpangan terhadap bau khas salad dressing segar akibat terjadinya
ketengikan
(sebagai referensi bau tengik pada panelis diminta mengingat bau minyak sawit
yang telah tengik, sedangkan Gills dan Resurreccion (2000) menggunakan
shortening sebagai standar bau tengik).
5. warna khas salad dressing (belum kadaluwarsa) didefinisikan sebagai warna
putih menyerupai krim yang terbentuk karena terjadinya emulsi minyak dalam
air.
6. warna khas salad dressing kadaluwarsa didefinisikan sebagai perubahan
terhadap warna putih krim menuju kecoklatan (sebagai referensi warna coklat
kepada panelis diperlihatkan warna kecoklatan pada minyak yang telah
mengalami pemanasan tinggi).

2. TUJUAN
Tujuan dari seleksi, pelatihan dan uji keterandalan panelis ini adalah: memperoleh
panelis yang sudah mengenal metoda dan teknik pengujian oraganoleptik,
mengenalkan pada calon panelis rasa khas tengik pada produk salad dressing serta
perubahan-perubahan yang menyertainya, menghitung koefisien keterandalan panelis
menggunakan metoda sidik ragam dan memperkecil galat dari respon panelis selama
pengujian.

3. SILABUS

Penuntun Teknis


27
3. SILABUS Tahap Subyek Waktu
A. SELEKSI 1. Memberikan
informasi awal
kepada sejumlah
mahasiswa

2. Wawancara
3. Penyaringan






Kriteria Seleksi:
1. Pengertian dan
pemahaman panelis
terhadap produk
seperti mayonnaise
dan salad dressing
2. Kemampuan indra
panelis seperti
kemampuan
membedakan warna ,
rasa dan pembauan
3. Latar belakang: tidak
alergi terhadap
produk pangan dan
tidak merokok.
4. Panelis diminta
membedakan rasa,
warna dan bau khas
salad dressing yang
baru diproduksi
dengan mayonnaise
yang telah
kadaluwarsa
180 menit
B.PELATIHAN

Uji pengenalan
rasa khas, bau
khas dan flavor
khas.





1. Konsensus
mengenai definisi
salad dressing
kadaluwarsa dan
yang belum
kadaluwarsa.
2. Pengenalan
laboratorium uji
3. Penyusunan
jadwal pengujian
4. Uji pengenalan
rasa khas bau khas
dan flavor khas.

1. Pengertian dari
beberapa definisi dan
istilah: bau khas salad
dressing kadaluwarsa,
rasa khas pada salad
dressing kadaluwarsa
dan perubahan
warna.
2. Uji bau khas tengik
3. Uji rasa khas tengik.
4. Uji perubahan warna.

180 menit
C. UJI
KETERANDALAN

1. Uji Segitiga
2. Uji Skor

1. Uji segitiga
2. Uji skor
180 menit
Total Waktu: 9 Jam




Penuntun Teknis


28
Format uji pelatihan penelis
Format : Pengenalan rasa khas tengik dengan Cicip
Nama : Tanggal:
Petunjuk :

Beri tanda ( ) pada kolom sesuai dengan rasa tengik yang anda cicip

Kode Sampel Ciri khas
rasa tengik 821 367 689 145 752
Ada
Tidak ada

Format : Pengenalan bau khas tengik dengan pembauan.
Nama : Tanggal:
Petunjuk :

Beri tanda ( ) pada kolom sesuai dengan bau tengik yang anda rasa

Kode Sampel Ciri khas
bau tengik 521 327 489 345 652
Ada
Tidak ada

Format : Pengenalan tingkat perubahan warna (kecerahan)
Nama : Tanggal:
Petunjuk :

Beri tanda ( ) pada kolom sesuai dengan perubahan kecerahan yang saudara amati.



Penuntun Teknis


29

Kode Sampel Ciri khas
perubahan
warna
621 337 418 645 152
Ada
Tidak ada

Format : Uji sagitiga untuk bau, rasa dan warna
Nama: Tanggal:
Petunjuk:
Setelah melihat (warna), membau (bau) dan mencicip bandingkanlah ketiga
sampel nyatakan salah satu sampel yang berbeda dengan tanda ( ).

Kode sampel
180 296 422
Bau
(tingkat
ketengikan)


Kode sampel
0.31 044 056
Rasa
(tingkat
ketengikan)


Kode sampel
567 765 675
Warna



Format : Ujj skala
Nama : Tanggal:

Petunjuk : Berilah tanda (X) pada garis sesuai dengan rasa tengik yang anda
rasa
Kode sampel
Penuntun Teknis


30
Sangat tidak tengik Sangat tengik
432

561

785

896

984

465

985

237

986

398

Tabel 16. Data uji pengenalan rasa khas tengik dengan cicip
Konsentrasi (mg malonaldehida/Kg)
0.03 mg/Kg 0.06 mg/Kg 0.09 mg/Kg 0.12 mg/Kg 0.15 mg/Kg
Kode

Panelis
521 327 489 345 652
Panelis 1 0 0 1 1 1
2 0 0 0 1 0
3 0 0 1 1 1
4 0 0 1 0 1
5 1 0 0 0 1
6 0 1 1 1 1
7 0 1 1 1 1
8 1 0 1 1 1
9 0 1 0 1 1
10 0 1 0 1 1
11 0 0 1 1 1
Penuntun Teknis


31
12 0 1 1 1 1
13 1 0 0 1 1
14 0 0 1 1 0
15 0 0 1 1 1
16 0 0 0 1 1
17 0 1 1 1 1
18 0 0 1 1 0
19 0 1 1 1 1
20 0 1 0 0 0
21 0 0 0 1 1
22 0 1 1 0 1
23 0 0 1 1 1
24 0 1 0 1 1
25 0 1 1 1 1
26 0 1 0 0 0
27 0 1 0 0 1
28 0 1 1 0 0
29 0 0 1 1 0
30 0 0 1 1 1
31 0 1 1 0 1
32 0 0 0 0 0
Ada=1; tdk ada=0
Tabel 16 . (Lanjutan)
Konsentrasi (mg malonaldehida/Kg)
0.03
mg/Kg
0.06
mg/Kg
0.09 mg/Kg 0.12
mg/Kg
0.15 mg/Kg
Kode

Panelis
521 327 489 345 652
Panelis 33 0 0 0 0 0
34 0 0 0 1 1
35 0 0 1 1 1
36 0 0 1 1 1
37 0 0 0 0 1
38 0 0 0 0 0
39 0 0 1 1 1
40 0 0 1 1 1
41 0 1 1 1 1
42 0 1 0 0 1
43 0 1 0 1 1
44 0 1 1 1 1
45 0 1 1 1 1
46 1 0 0 1 1
47 0 0 0 1 1
R 4 20 27 34 37
Ada=1; tdk ada=0

Penuntun Teknis


32
Tabel 17. Data uji pengenalan bau khas tengik dengan pembaun

Konsentrasi (mg malonaldehida/Kg)
0.03
mg/Kg
0.06
mg/Kg
0.09
mg/Kg
0.12
mg/Kg
0.15
mg/Kg
Kode

Panelis
821 367 689 145 752
Panelis 1 0 0 1 0 1
2 0 0 0 1 1
3 1 1 1 0 0
4 0 1 0 1 1
5 0 0 1 0 1
6 0 0 1 1 1
7 0 0 0 1 1
8 0 0 1 0 1
9 1 1 1 1 1
10 0 0 1 0 1
11 0 1 0 1 1
12 0 0 1 1 1
13 0 0 0 1 1
14 1 0 0 1 1
15 1 0 0 1 1
16 0 1 1 1 1
17 0 1 1 1 1
18 1 0 0 1 0
19 0 0 0 1 1
20 1 0 1 1 0
21 1 0 0 0 1
22 0 0 0 0 0
23 0 1 1 1 1
24 0 0 1 0 0
25 0 0 1 1 1
26 0 0 0 1 1
27 0 0 1 0 1
28 1 0 1 1 1
29 0 0 1 1 1
30 0 0 1 0 1
31 0 0 1 0 0
32 0 0 1 1 1
Ada=1; tdk ada=0




Penuntun Teknis


33

Tabel 17. (Lanjutan)
Konsentrasi (mg malonaldehida/Kg)
0.03
mg/Kg
0.06
mg/Kg
0.09
mg/Kg
0.12
mg/Kg
0.15
mg/Kg
Kode

Panelis
821 367 689 145 752
Panelis 33 0 0 1 1 1
34 0 0 0 0 0
35 0 0 0 0 1
36 0 0 1 0 1
37 0 0 1 1 1
38 0 0 1 0 1
39 1 0 1 1 1
40 0 1 1 1 1
41 0 0 1 1 1
42 0 0 1 0 1
43 0 0 1 0 0
44 1 0 0 1 1
45 0 0 1 1 1
46 1 1 1 0 0
47 0 0 0 1 1

R 11 9 31 29 38
Ada=1; tdk ada=0














Penuntun Teknis


34

Tabel 18. Data uji pengenalan perubahan warna
Konsentrasi (mg malonaldehida/Kg)
0.03
mg/Kg
0.06
mg/Kg
0.09
mg/Kg
0.12
mg/Kg
0.15
mg/Kg
Kode

Panelis
621 337 419 645 152
Panelis 1 0 1 1 1 1
2 0 0 1 1 1
3 0 0 0 1 1
4 0 1 0 0 1
5 1 1 0 0 0
6 0 0 1 1 1
7 0 0 1 1 1
8 0 0 1 1 1
9 0 0 1 1 1
10 0 0 1 1 1
11 1 1 1 0 0
12 0 0 1 1 1
13 0 0 1 1 1
14 1 1 0 1 0
15 1 1 0 1 0
16 0 0 1 0 1
17 0 1 1 1 1
18 1 1 0 1 0
19 0 0 1 0 1
20 0 0 1 1 0
21 1 1 0 1 0
22 0 0 1 0 1
23 0 0 1 1 1
24 0 0 1 1 1
25 0 1 1 1 1
26 1 0 0 0 1
27 0 0 1 1 1
28 0 0 1 1 1
29 0 0 1 0 0
30 1 1 0 0 1
31 0 0 1 1 1
32 1 0 0 0 1
Ada=1; tdk ada=0




Penuntun Teknis


35

Tabel 18 . (Lanjutan)
Konsentrasi (mg malonaldehida/Kg)
0.03
mg/Kg
0.06
mg/Kg
0.09
mg/Kg
0.12
mg/Kg
0.15
mg/Kg
Kode

Panelis
621 337 419 645 152
Panelis 33 0 0 1 0 1
34 0 1 1 1 1
35 0 0 1 1 1
36 0 1 1 1 1
37 1 1 0 1 0
38 0 0 1 0 1
39 0 0 1 1 1
40 0 0 1 1 1
41 0 1 0 0 0
42 0 1 0 1 1
43 0 0 1 1 1
44 0 0 1 1 1
45 0 0 1 1 1
46 1 1 0 1 1
47 0 1 0 1 1

R 11 18 32 34 37
Ada=1; tdk ada=0














Penuntun Teknis


36

1. Seleksi Panelis
Seleksi dilakukan dengan melihat tingkat pemahaman panelis terhadap uji organoleptik
dan sifat-sifat produk yang akan diuji (mayonnaise). Semua panelis adalah
mahasiswa dan telah memperoleh mata ajaran penilaian organoleptik selama 1
semester. Pertama-tama seleksi dengan wawancara dilakukan untuk melihat
pengertian dan pemahaman panelis terhadap produk seperti mayonnaise dan salad
dressing dan kemampuan indra panelis seperti kemampuan membedakan warna, rasa
dan pembauan. Calon panelis yang merokok dan mempunyai latar belakang alergi
terhadap produk pangan disisihkan. Kemudian seleksi dilanjutkan dan panelis diminta
membedakan rasa, warna dan bau khas mayonnaise yang baru diproduksi dengan
mayonnaise yang telah kadaluwarsa. Panelis yang mampu membedakan kemudian
diberi pelatihan. Sebanyak 47 panelis hasil seleksi kemudian diberi pelatihan sebanyak
9 jam yang dibagi menjadi 3 sesi masing-masing 3 jam.

2. Pelatihan Panelis
Pelatihan terhadap rasa khas tengik, bau khas tengik dan pencoklatan pada salad
dressing dilakukan dengan menggunakan uji pelatihan panelis atau uji pengenalan rasa
khas, bau khas, warna khas dan flavor khas (Soekarto dan Hubeis 1992; Gills dan
Resurreccion 2000). Kepada panelis terlebih dahulu diberi pengertian tentang produk
kadaluwarsa serta perubahan-perubahan organoleptik yang digunakan sebagai kriteria
kadaluwarsa (Gills dan Resurreccion 2000). Untuk membedakan produk kadaluwarsa
dan yang belum kadalauwarsa, beberapa istilah diperkenalkan kepada panelis antara
lain:
1. rasa khas salad dressing (belum kadaluwarsa) didefinisikan sebagai campuran
rasa asam dan gurih pada mulut (yang menyerupai rasa gurih kuning telur)
disertai dengan aroma/flavor minyak yang segar
2. rasa khas salad dressing kadaluwarsa didefinisikan sebagai campuran rasa
asam dan gurih pada mulut (yang menyerupai rasa gurih kuning telur) dengan
aroma/flavor minyak yang tengik
3. bau khas pada salad dressing (belum kadaluwarsa) didefinisikan sebagai bau
minyak segar disertai bau asam yang ringan
Penuntun Teknis


37
4. bau khas pada salad dressing kadaluwarsa didefinisikan sebagai adanya
penyimpangan terhadap bau khas mayonnaise segar akibat terjadinya
ketengikan (sebagai referensi bau tengik pada penelitian ini panelis diminta
mengingat bau minyak sawit yang telah tengik, sedangkan Gills dan
Resurreccion (2000) menggunakan shortening sebagai standar bau tengik)
5. warna khas salad dressing (belum kadaluwarsa) didefinisikan sebagai warna
putih menyerupai krim yang terbentuk karena terjadinya emulsi minyak dalam air
6. warna khas salad dressing kadaluwarsa didefinisikan sebagai perubahan
terhadap warna putih krim menuju kecoklatan (sebagai referensi warna coklat
kepada panelis diperlihatkan warna kecoklatan pada minyak yang telah
mengalami pemanasan tinggi).

Panelis kemudian diminta mengenali ada atau tidak ada rasa khas, bau khas, warna
khas mayonnaise kadaluwarsa pada contoh yang disajikan. Bila terdapat rasa khas,
bau khas, warna khas kadaluwarsa panelis diminta memberi angka 1 (satu) pada form
uji, sebaliknya bila tidak ada maka diberi angka 0 (nol).

Gills dan Resurreccion (2000) yang melakukan penentuan waktu kadaluwarsa selai
kacang melakukan pelatihan terhadap panelis dengan cara memberikan sejumlah
produk/material kepada panelis yang relevan dengan kriteria uji sebagai standar
seperti ketengikan (standar shortening), warna coklat (standar cardboard), oiliness
(standar mayonnaise), spreadability (standar mayonnaise), kelengketan (standar saus
keju) dan sebagainya, panelis kemudian diberi produk selai kacang bermerek tertentu
(misalkan merk A) dan diminta memberikan skor antara 0 hingga 150 (jika sama dengan
standar) pada masing-masing criteria. Panelis yang memberikan rata-rata skor kurang
dari 10 diuji ulang sampai mencapai nilai tertentu yang merupakan konsensus dari para
panelis terhadap produk selai kacang merk A tersebut. Konsensus tersebut dilaporkan
sebagai berikut, misalnya ketengikan = 60 (standar shortening= 150), warna coklat
=65 (standar cardboard=150), oiliness = 50 (standar mayonnaise=150),
spreadability=145 (standar mayonnaise=150), kelengketan = 20 (saus keju=150). Pada
penelitian tidak dijelaskan bagaimana para panelis bisa sampai pada nilai konsensus
Penuntun Teknis


38
terhadap selai kacang merek A tersebut. Disamping itu selai kacang bermerek A yang
diberi skor pada pelatihan panelis tidak digunakan sama sekali dalam penelitian utama.

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan studi pustaka terlebih dahulu mengenai
batas ketengikan yang umum digunakan sebagai batas kadaluwarsa pada produk
pangan yang berkisar antara 0.1 mg malonaldehida/Kg hingga 0.5 mg
malonaldehida/Kg yaitu: 0.5 mg malonaldehida/Kg pada sosis daging babi (Sheard et
al. 2000), pada minyak kelapa ketengikan mulai dapat dideteksi pada konsentrasi 0.1
mg malonaldehida/Kg (Qazumi 1993) serta 0.15 mg malonaldehida/Kg pada crackers
(Arpah 1998). Demikian juga pada oat cereal ketengikan mulai dapat dideteksi pada
konsentrasi 0.2 mg malonaldehida/Kg (Labuza 1982) dan pada produk krim susu yang
disterilisasi UHT (ultra high temperature) kriteria kadaluwarsa berdasarkan perubahan
bilangan TBA adalah sebesar 0.16 mg malonaldehida/Kg (Labuza 1982).

Sampel mayonnaise minyak sawit kemudian diproduksi dengan tingkat ketengikan
sebagai berikut: 0.03 mg malonaldehida/Kg, 0.06 mg malonaldehida/Kg, 0.09 mg
malonaldehida/Kg; 0.12 mg malonaldehida/Kg dan 0.15 mg malonaldehida/Kg,
kemudian disajikan untuk dikenali tingkat intensitas perubahannya: meliputi perubahan
rasa, bau dan warna dihadapan 47 panelis. Disamping itu juga dilakukan pengenalan
terhadap perubahan bau dan rasa (tidak termasuk perubahan warna dan flavor)
terhadap sampel salad dressing yang mengandung 0.1% (v/v) asam butirat 10% di
dalam polietilen glikol.

Hasil pengujian terhadap pengenalan rasa khas tengik, bau khas tengik dan tingkat
pencoklatan (perubahan warna) pada produk mayonnaise dengan tingkat ketengikan
0.03, 0.06, 0.09, 0.12 dan 0.15 mg malonaldehida/Kg diperlihatkan pada Tabel 16, 17
dan 18

Hasil menunjukkan bahwa pengenalan panelis terhadap rasa khas tengik, bau khas
tengik dan perubahan warna konsisten dengan tingkat ketengikan produk yang diujikan.
Pengenalan panelis terhadap kriteria kadaluwarsa tersebut meningkat jika tingkat
ketengikan meningkat yang berarti bahwa panelis mengenali dengan baik kriteria yang
Penuntun Teknis


39
diujikan serta mengurutkannya/merangking sesuai dengan perubahan yang
sesungguhnya. Untuk pengenalan rasa khas tengik, pada tingkat ketengikan 0.03 mg
malonaldehida/Kg, 4 orang dari 47 panelis menyatakan merasakan rasa tengik. Pada
konsentrasi 0.06 mg malonaldehida/Kg meningkat menjadi 20 orang. Pada konsentrasi
0.09 mg malonaldehida/Kg meningkat lagi menjadi 27 orang dan pada konsentrasi 0.12
mg malonaldehida/Kg dan 0.15 mg malonaldehida/Kg masing-masing menjadi 34 dan
37 panelis (Tabel 19). Hal ini berarti bahwa trend pengenalan panelis konsisten dengan
trend peningkatan tingkat ketengikan yang digunakan dan menunjukkan bahwa panelis
mengenali dengan baik rasa khas tengik yang diujikan. Menurut Soewarno (1993)
trend yang berlawanan dapat terjadi jika panelis belum mengenali sifat organoleptik
yang diujikan dan perlu dilakukan pelatihan/uji ulang.

Hal yang hampir sama diperlihatkan pada uji pengenalan bau khas tengik (dengan
pembauan). Jumlah panelis yang mengenali bau khas tengik dengan pembauan untuk
tingkat ketengikan 0.03, 0.06, 0.09, 0.12 dan 0.15 mg malonaldehida/Kg masing-masing
adalah: 11 panelis, 9 panelis, 31 panelis , 29 panelis dan 38 panelis (Tabel 19).
Sedangkan pengenalan kecenderungan terjadinya pencoklatan untuk tingkat ketengikan
0.03, 0.06, 0.09, 0.12 dan 0.15 mg malonaldehida/Kg adalah masing-masing 11
panelis, 18 panelis, 32 panelis 34 panelis dan 37 panelis.

Tabel 19. Pengenalan rasa khas tengik, bau khas tengik dan pencoklatan
Konsentrasi (tingkat ketengikan) R
0.03 mg/Kg 0.06 mg/Kg 0.09 mg/Kg 0.12 mg/Kg 0.15 mg/Kg
R1 4 20 27 34 37
R2 11 9 31 29 38
R3 11 18 32 34 37
R1=jumlah panelis yang memberi skor ada rasa tengik, R2=jumlah panelis yang
memberi skor ada bau tengik, R3=jumlah panelis yang memberi skor pencoklatan.

Hasil pelatihan berdasarkan Tabel 19 menunjukkan bahwa panelis telah mengenali
dengan baik rasa khas tengik dan tingkat perubahan warna yang diamati sehingga
menghasilkan suatu urutan yang benar dan konsisten antara hasil pengenalan dengan
Penuntun Teknis


40
perubahan sesungguhnya yang terjadi (tingkat ketengikan/kerusakan). Namun
demikian pada bau khas tengik terdapat panelis yang tidak mampu mengurutkan
dengan benar perubahan bau pada tingkat konsentrasi 0.03 dan 0.06 mg
malonaldehida/Kg.

Menurut Soekarto (1993), pengujian ulang dapat diterapkan terhadap panelis yang
memberikan pengurutan yang ekstrim yaitu panelis yang cenderung memberikan
jawaban yang berlawanan (memberikan angka 1 pada konsentrasi rendah dan angka 0
pada konsentrasi tinggi) atau jika tersedia cukup banyak panelis maka panelis tersebut
dapat disisihkan secara langsung sehingga diperoleh urutan yang benar.

Pada penggunaan uji pengenalan diatas kesimpulan yang diambil hanya berlaku atas
kelompok panelis (kemampuan 47 panelis secara berkelompok yang mampu meranking
dengan benar tidak berarti bahwa tiap-tiap individu panelis akan secara konsisten
mampu meranking sampel yang disajikan), dengan uji pengenalan tersebut konsistensi
dan keterandalan individu panelis belum dijamin oleh suatu hasil penarikan kesimpulan
yang didasarkan pada kriteria baku, misalnya tabel statistika. Bilamana sejumlah panelis
ditarik secara acak dari kelompok tersebut dan diuji ulang, maka kemungkinan untuk
mendapatkan urutan yang salah dapat terjadi, meskipun demikian kesalahan tersebut
dapat diperkecil jika secara hati-hati dipilih panelis yang cenderung memberikan
jawaban 0 (tidak ada) pada konsentrasi rendah dan jawaban 1 (ada) pada konsentrasi
yang tinggi serta menyisihkan panelis yang cenderung memberi jawaban yang
berlawanan dengan tingkat kerusakan yang diujikan. Untuk meningkatkan lagi
pengenalan panelis terhadap kriteria yang diujikan dan sekaligus melihat keterandalan
panelis maka dilakukan uji keterandalan panelis menggunakan uji segitiga.

3. Uji Keterandalan Panelis
Menurut Soekarto (1992) uji segitiga lebih sensitif dibandingkan dengan uji pembeda
lainnya seperti misalnya uji pasangan, karena pada dasarnya uji segitiga adalah
pengembangan dari uji pasangan dimana pembandingan meliputi bukan saja antara
sampel A terhadap B tetapi juga sekaligus apakah A> B ; B=A ataukah B>A.

Penuntun Teknis


41
3.1 Uji Keterandalan dengan Uji Segitiga
Oleh karena tingkat pengenalan panelis terhadap rasa dan warna sudah sangat baik
sedangkan pada bau kesalahan pengurutan hanya ditemukan pada konsentrasi 0.03
dan 0.06 (dibawah treshold konsentrasi ketengikan produk pangan pada umumnya,
yaitu 0.1 hingga 0.5 mg malonaldehida/Kg), maka konsentrasi 0.09 dapat langsung
dipilih dan digunakan untuk dapat dibedakan dengan 2 sampel lainnya yang masing-
masing mempunyai konsentrasi 0.00 mg malonaldehida/Kg, dalam hal ini dua sampel
berkonsentrasi 0.00 mg malonaldehida/Kg dibandingkan dengan satu sampel
berkonsentrasi 0.09 mg malonaldehida/Kg. Panelis diminta untuk mengenali sampel
yang berbeda dari ketiga sampel tersebut.

Untuk dapat mengatakan bahwa produk dengan kandungan 0.09 mg malonaldehida/Kg
benar-benar berbeda dengan sampel 0.00 maka diperlukan sebanyak 23, 24 dan 27
jawaban benar untuk masing-masing tingkat signifikansi 5 %, 1% dan 0.1%. Hasil
pengujian menunjukkan (Lampiran 7, 8 dan 9 serta direkapitulasikan pada Tabel 20),
bahwa diperoleh jawaban benar yang melampaui tingkat signifikasi 0.1%. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa panelis mengenali dengan sangat baik perubahan bau, rasa
dan warna produk jika konsentrasi mencapai 0.09 mg malonaldehida/Kg, dengan
demikian diharapkan akan dapat mengenali sampel kadaluwarsa yang memiliki batas
kadaluwarsa sama dengan atau lebih besar dari tingkat ketengikan tersebut. Oleh
karena produk mayonnaise memiliki batas kadaluwarsa yang lebih besar dari nilai
tersebut, maka dapat diharapkan bahwa panelis akan dapat membedakan antara
produk yang belum kadaluwrsa dengan produk yang sudah kadaluwarsa.

Tabel 20. Uji segitiga untuk rasa tengik, bau tengik
dan perubahan warna

Konsentrasi (tingkat ketengikan) Beda
0.00 mg/Kg 0.00 mg/Kg 0.09 mg/Kg
Beda1 0 0 47
Beda2 0 1 46
Beda3 0 2 45
Penuntun Teknis


42
B1=jumlah panelis yang menyatakan beda pada rasa,
B2=jumlah panelis yang menyatakan beda pada bau,
B3=jumlah panelis yang menyatakan beda pada warna.

Hasil pengujian segitiga memperlihatkan tingginya tingkat keterandalan panelis yaitu
hanya ada 3 panelis yang memberikan jawaban yang salah (Tabel 20), masing-masing
1 panelis pada uji bau dan 2 panelis pada uji warna. Hal ini memberikan tingkat
signifikasi yang tinggi yaitu berbeda nyata pada tingkat 0.1%.

Meskipun semua panelis dapat dikategorikan sebagai panelis yang telah mengenal
dengan sangat baik kriteria kadaluwarsa pada mayonnaise, namun ingin diketahui juga
rangking keterandalan dari panelis, sehingga dapat terlihat 10 panelis yang terbaik yaitu
panelis yang konsisten memberikan jawaban yang sesuai dengan perubahan intensitas
kriteria yang digunakan. Hal ini dapat diketahui jika dapat diukur keterandalan individu
masing-masing panelis. Oleh karena data hasil pengujian sebelumnya tidak dapat
digunakan untuk mengukur keterandalan individu panelis maka diterapkan uji skala
dan digunakan untuk menghitung keterandalan individu berdasarkan analisis
keragaman (Hubeis 1985).

3.2. Uji Keterandalan Berdasarkan Analisis Keragaman dari Hasil Uji Skala
Menurut Soekarto dan Hubeis (1993), perhitungan nilai keterandalan panelis dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu: pertama dengan metode sekuensi Walds dan kedua
dengan analisis keragaman. Hubeis (1985) menggunakan analisis keragaman (dari
hasil uji skor/skala) untuk mengukur keterandalan panelis terhadap kepulenan nasi dari
berbagai varietas padi. Keunggulan metode keragaman adalah bahwa koefisien
keterandalan tim dan individu panelis dapat diukur secara bersama-sama.

Pengujian dilakukan dengan menerapkan uji skala sebagai berikut: terhadap panelis
disajikan 10 sampel dari 2 jenis sampel yang berbeda intensitasnya yaitu masing-
masing 5 sampel dengan tingkat ketengikan 0.05 mg malonaldehida/Kg dan 5 sampel
dengan dengan tingkat ketengikan 0.1 mg malonaldehida/Kg (digunakan 5 ulangan
agar diperoleh keragaman yang besar sedangkan digunakan konsentrasi 0.05 dan 0.1
mg malonaldehida/Kg karena pada kisaran konsentrasi tersebut panelis paling tidak
Penuntun Teknis


43
dapat membedakan secara pasti intensitas yang diujikan) kemudian panelis diminta
merespon tingkat ketengikannya pada suatu skala garis lurus dengan skala 0 cm (tidak
ada) hingga 12.5 cm (sangat kuat intensitasnya) pada masing-masing sampel. Dua
jenis sampel tersebut dihitung keragamannya masing-masing dengan 5 ulangan untuk
tiap tingkat ketengikan kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan satu nilai
keragaman.

Hasil perhitungan galat individu panelis 1 hingga panelis 47 diperlihatkan ditabulasi
(tidak dimuat dalam diktat ini) menunjukkan bahwa dari 47 panelis tersebut terdapat 10
panelis yang benar-benar andal (memberikan keragaman terkecil) dan digunakan untuk
penelitian penentuan waktu kadaluwarsa salad dressing.

Table 21. Uji segitiga untuk Rasa tengik
Konsentrasi asam butirat
0 mg/Kg 0 mg/Kg 0.09 mg/Kg
Kode

Panelis 567 765 675
Panelis 1 0 0 1
2 0 0 1
3 0 0 1
4 0 0 1
5 0 0 1
6 0 0 1
7 0 0 1
8 0 0 1
9 0 0 1
10 0 0 1
11 0 0 1
12 0 0 1
13 0 0 1
14 0 0 1
15 0 0 1
16 0 0 1
17 0 0 1
18 0 0 1
19 0 0 1
20 0 0 1
21 0 0 1
22 0 0 1
23 0 0 1
24 0 0 1
25 0 0 1
Penuntun Teknis


44
26 0 0 1
27 0 0 1
28 0 0 1
29 0 0 1
30 0 0 1
31 0 0 1
32 0 0 1
0=sama; 1=beda
Tabel 21 .(Lanjutan)
Konsentrasi asam butirat
0 mg/Kg 0 mg/Kg 0.09 mg/Kg
Kode

Panelis
567 765 675
Panelis 33 0 0 1
34 0 0 1
35 0 0 1
36 0 0 1
37 0 0 1
38 0 0 1
39 0 0 1
40 0 0 1
41 0 0 1
42 0 0 1
43 0 0 1
44 0 0 1
45 0 0 1
46 0 0 1
47 0 0 1

Beda 0 0 47











Penuntun Teknis


45

Tabel 22. Uji segitiga untuk bau tengik

Konsentrasi asam butirat
0 mg/Kg 0 mg/Kg 0.09 mg/Kg
Kode

Panelis
180 296 422
Panelis 1 0 0 1
2 0 0 1
3 0 0 1
4 0 0 1
5 0 0 1
6 0 0 1
7 0 0 1
8 0 0 1
9 0 0 1
10 0 0 1
11 0 0 1
12 0 0 1
13 0 0 1
14 0 0 1
15 0 0 1
16 0 0 1
17 0 0 1
18 0 0 1
19 0 0 1
20 0 0 1
21 0 0 1
22 0 0 1
23 0 0 1
24 0 0 1
25 0 0 1
26 0 0 1
27 0 0 1
28 0 0 1
29 0 0 1
30 0 0 1
31 0 0 1
32 0 0 1
0=sama; 1=beda.




Penuntun Teknis


46
Table 22. (Lanjutan)
Konsentrasi asam butirat
0 mg/Kg 0 mg/Kg 0.09 mg/Kg
Kode

Panelis
180 296 422
Panelis 33 0 0 1
34 0 0 1
35 0 1 0
36 0 0 1
37 0 0 1
38 0 0 1
39 0 0 1
40 0 0 1
41 0 0 1
42 0 0 1
43 0 0 1
44 0 0 1
45 0 0 1
46 0 0 1
47 0 0 1

R Beda 0 1 46

















Penuntun Teknis


47

Tabel 23. Uji segitiga tingkat perubahan warna

Konsentrasi asam butirat
0 mg/Kg 0 mg/Kg 0.09 mg/Kg
Kode

Panelis
031 044 056
Panelis 1 0 0 1
2 0 0 1
3 0 0 1
4 0 0 1
5 0 0 1
6 0 0 1
7 0 0 1
8 0 0 1
9 0 0 1
10 0 0 1
11 0 0 1
12 0 0 1
13 0 0 1
14 0 0 1
15 0 0 1
16 0 0 1
17 0 0 1
18 0 0 1
19 0 0 1
20 0 1 0
21 0 0 1
22 0 0 1
23 0 0 1
24 0 0 1
25 0 0 1
26 0 1 0
27 0 0 1
28 0 0 1
29 0 0 1
30 0 0 1
31 0 0 1
32 0 0 1
0=sama; 1=beda




Penuntun Teknis


48
Tabel 23. (Lanjutan)
Konsentrasi asam butirat
0 mg/Kg 0 mg/Kg 0.09 mg/Kg
Kode

Panelis
031 044 056
Panelis 33 0 0 1
34 0 0 1
35 0 0 1
36 0 0 1
37 0 0 1
38 0 0 1
39 0 0 1
40 0 0 1
41 0 0 1
42 0 0 1
43 0 0 1
44 0 0 1
45 0 0 1
46 0 0 1
47 0 0 1

R Beda 0 2 45

















Penuntun Teknis


49
IV. PENETAPAN KADALUWARSA DENGAN METODA KADAR
AIR KRITIS

Metoda ini banyak diterapkan pada produk-produk kering dimana perubahan kadar air
menjadi kriteria kadaluwarsa. Ditemukan cukup banyak literatur yang menvariasikan
metoda ini, namun demikian semuanya berdasarkan rumus dasar yang sama.
Diantaranya adalah:
1. Metoda Labuza
2. Metoda Heiss-Eichner
3. Metoda Rudolph

1. CONTOH PENGGUNAAN PERSAMAAN LABUZA UNTUK
MENGHITUNG UMUR SIMPAN
Parameter (data) yang diperlukan adalah:
1. data pengemas terdiri dari : luas pengemas dan permeabilitas uap air pengemas
2. kadar air awal produk
3. berat kering produk di dalam kemasan yang digunakan tersebut
4. kadar air kesetimbangan produk pada RH (relatif humidity) yang digunakan
5. kadar air kritis produk, yaitu kadar air pada saat produk dianggap telah kadaluwarsa
6. tekanan uap air jenuh udara pada temperatur yang digunakan
7. nilai slope dari kurva sorpsi isothermis produk, yaitu kurva hubungan antara kadar
air dengan a
w
(aktivitas air).

Contoh: Data yang tersedia adalah sebagai berikut,
1. Produk kering (jenis biskuit) dengan kadar air awal (simbol = Mi) adalah 0.02 gram
H2O/gram BK ( kadar air diukur dengan metoda oven dengan Basis Kering) atau
sama dengan KA= 2.0% (BK)
2. Produk dikemas dalam kemasan plastik dengan nilai permeabilitas uap air ( simbol
= k/X) adalah 0.3 gram H2O/hari.m2.mmHg, data ini dapat diperoleh dari data
sekunder dapat pula diperoleh dengan melakukan pengukuran secara langsung.
3. Berat kering produk tersebut (simbol = Ws) adalah 500 gram dan luas kemasan
adalah A = 0.15 m2. Berat kering produk adalah berat produk setelah dipanaskan
pada 105
o
C sampai beratnya konstan.
Penuntun Teknis


50
4. Produk pada penyimpanan T = 30
o
C. Tekanan uap air jenuh (Po) pada suhu (T)
30
o
C = 31.8. Data ini diperoleh dari tabel uap.
5. Kadar air kritis biskuit (Mc) = 0.06 gram H2O/gram BK atau 6.0% (BK). Data ini
dapat digunakan data sekunder dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran
secara langsung. Kadar air kritis biskuit adalah kadar air pada saat biskuit kehilangan
kekerasannya, dalam hal ini adalah 6.0 % (BK)
6. Kadar air kesetimbangan biskuit (= Me) pada suhu (T = 30
o
C) = 0.08 gram
H2O/gram BK atau 8.0% (BK) adalah kadar biskuit pada saat terjadi kesetimbangan
dengan lingkungan tempat penyimpanan.
7. slope kurva sorpsi isothermis produk (b), diperoleh berdasarkan contoh yang akan
diperlihatkan pada bagian selanjutnya.

Rumus yang digunakan adalah persamaan Labuza, sebagai berikut:








PERHITUNGAN:










03 . 23
0.06
31.8
500
0.15
3 . 0
0.06 0.08
0.02 - 0.08
ln
t =
|
.
|

\
|
(

=
b
P
W
A
x
k
m m
m m
ln
t
o
s
c e
i e
(

=

Penuntun Teknis


51
Waktu kadaluwarsa bisKuit tersebut adalah : 23 hari

Berapakah waktu kadaluwarsa pada T = 10
o
C, T = 20
o
C dan T = 30
o
C, jika diketahui
nilai Po (tekanan uap air jenuh) pada temperatur tersebut masing masing-masing
adalah:

Po, pada T 10
o
C =9,21 20
o
C= 17,54 30
o
C= 31,8 40
o
C= 55,32

Nilai-nilai tekanan uap air jenuh (Po) ini dapat diperoleh pada tabel uap (Lampiran 1).
Pada 10
o
C (Po =9,21):

Pada 20
o
C (Po=17,54):




Pada : 40
o
C, Po = 55,32.
53 . 79
0.06
9.21
500
0.15
3 . 0
0.06 0.08
0.02 - 0.08
ln
t =
|
.
|

\
|
(

=
76 . 41
0.06
17.54
500
0.15
3 . 0
0.06 0.08
0.02 - 0.08
ln
t =
|
.
|

\
|
(

=
24 . 13
0.06
55.32
500
0.15
3 . 0
0.06 0.08
0.02 - 0.08
ln
t =
|
.
|

\
|
(

=
Penuntun Teknis


52

Ketiga waktu kadaluwarsa ini yang diperoleh pada 3 temperatur yang berbeda
kemudian dapat dihubungkan untuk mendapatkan persamaan garisnya, sebagai berikut:

Kadaluwarsa Biskuit
y = 141.24e
-0.5974x
R
2
= 0.9989
0
20
40
60
80
100
Temperatur
o
C
W
a
k
t
u

k
a
d
a
l
u
w
a
r
s
a


Setelah diperoleh persamaan garis (kurva) hubungan waktu kadaluwarsa dengan
temperatur seperti diatas, maka persamaan ini dapat digunakan langsung menghitung
waktu kadaluawarsa pada temperatur lainnya, tanpa memasukkan data-data Po.
Sebagai contoh, persamaan dari kurva diatas adalah:

y = 141,24e
-0,05974x

Atau
ln t = ln 141.24 0.05974 (T)
R2 = 0,9989

Contoh 1: Dengan menggunakan persamaan ini maka dengan mudah akan dapat
dihitung waktu kadaluwarsa pada temperatur penyimpanan lainnya,


10 20 30 40
Penuntun Teknis


53
Waktu kadaluwarsa pada 15
o
C dengan menggunakan persamaan ini adalah:

ln 141.24 ( ) ( ) 0.0597 ( ) 15 ( ) [ ] 4.055 =


e
4.055
57.685 =


Sehingga umur simpan (t) pada 15
o
C akan sama dengan 57.7 hari

Contoh 2: Waktu kadaluwarsa pada 25
o
C dengan menggunakan persamaan ini adalah:

ln 141.24 ( ) ( ) 0.0597 ( ) 25 ( ) [ ] 3.458 =

e
3.458
31.753 =


Sehingga t pada 25
o
C akan sama dengan 31.8 hari.

Contoh 3: waktu kadaluwarsa pada 35
o
C dengan menggunakan persamaan adalah:

ln 141.24 ( ) ( ) 0.0597 ( ) 35 ( ) [ ] 2.861 =

e
2.861
17.479 =


Sehingga t pada 35
o
C akan sama dengan 17 hari.

Hal ini, juga dapat diterapkan dan berlaku terhadap waktu kadaluwarsa yang diperoleh
menggunakan uji organoleptik dengan penyimpanan ASLT.


Penuntun Teknis


54

2. CONTOH TRANSFORMASI UMUR SIMPAN MENJADI TANGGAL, BULAN
DAN TAHUN KADALUWARSA.

Transformasi berikut ini hanya dilakukan jika penetapan waktu kadaluwarsa yang
diterapkan adalah dengan penyimpanan yang dipercepat seperti ASLT atau ASS,
sedangkan jika digunakan penyimpanan ESS, transformasi tidak dilakukan seperti telah
diperlihatkan sebelumnya pada penerapan metoda organoleptik.

2.1. Berdasarkan Metoda Numerik
Terdapat beberapa cara untuk merubah umur simpan (waktu kadaluwarsa pada
temperatur tertentu) menjadi tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa (waktu
kadaluwarsa pada berbagai kondisi temperatur), namun cara numerik yang akan
diberikan berikut ini adalah cara yang paling baik untuk memberikan pengertian tentang
prinsip perubahan nilai umur simpan (pada kondisi tertentu) menjadi tanggal, bulan dan
tahun kadaluwarsa. Umur simpan pada kondisi tertentu, sebenarnya juga adalah waktu
kadaluwarsa. Hanya saja, waktu kadaluwarsa ini diperhitungkan hanya pada satu
kondisi spesifik, misalnya pada suhu 10, 20, atau 30
o
C, sedangkan tanggal, bulan dan
tahun kadaluwarsa sudah bersifat umum.

Hal ini memungkinkan karena kondisinya sudah diperhitungan secara kumulatif.
Bagaimanapun perubahan umur simpan menjadi tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
jarang ditemukan atau dipublikasikan secara detil dan biasanya dilakukan oleh
produsen dengan berbagai pertimbangan. Hal ini berbeda halnya dengan topik seperti
pemilihan kriteria kadaluwarsa, pemodelan umur simpan, metoda pengukuran
perubahan mutu dalam penentuan umur simpan dan sebagainya yang banyak dibahas
dan dipublikasikan.

Untuk mengubah umur simpan menjadi tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa, maka
harus tersedia data distribusi perjalanan produk setelah keluar dari gudang pabrik. Data
ini dapat disusun berdasarkan pengalaman atau dapat pula diestimasi berdasarkan
rata-rata kondisi penyimpanan. Contoh data distribusi yang akan digunakan adalah
seperti yang diperlihatkan pada Tabel 24.
Penuntun Teknis


55

Data di dalam Tabel 24 ini menyatakan bahwa rata-rata produk biskuit tersimpan
selama 4 hari pada gudang pabrik yang bersuhu rata-rata =20
o
C, kemudian produk
akan mengalami transpor yang rata-rata berlangsung selama 2 hari dengan suhu
tempat penyimpanan selama transpor rata-rata sebesar = 20
o
C. Setelah itu produk
akan disimpan pada gudang distributor selama 7 hari, dimana suhu penyimpanan
gudang distributor rata-rata sebesar = 25
o
C, demikian seterusnya.

Tabel 24. Data distribusi
No. Kondisi Distribusi Suhu
(
o
C)
Rata-rata waktu
Simpan pada Suhu tersebut
(Hari)
1 Gudang Pabrik 20 4
2 Transport 20 2
3 Gudang Distributor 25 7
4 Transport 21 1
7 Toko/Eceran
Bagian luar 15 5
Bagian dalam 20 6
8 Transport 29 0,167
9 Konsumen 10 14

Langka-langkah yang dilakukan dalam penetapan tanggal, bulan dan tahun
kadaluwarsa ini adalah:
1. Pertama-tama tentukanlah persamaan umum hubungan umur simpan dengan
temperatur. Pada contoh sebelumnya telah diperoleh hubungan sebagai berikut:

y = 141,24e
-0,05974x

ln t = ln 141.24 0.05974 (T)

2. Kemudian untuk masing-masing temperatur penyimpanan pada kolom distribusi,
hitunglah umur simpan dari masing-masing temperatur itu (seperti pada contoh yang
diberikan pada saat menghitung umur simpan pada 15
o
C, 25
o
C dan 35
o
C dibagian
1). Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam kolom berikut dari data distribusi,
sebagai berikut (Tabel 25):
Penuntun Teknis


56
3. Untuk mendapatkan nilai perubahan mutu yang telah hilang setelah penyimpanan
produk pada kondisi distribusi yang telah dilaluinya, bagikan nilai kolom (4) dengan
kolom (5) kemudian kalikan dengan 100 (lihat Tabel 26).
4. Data pada kolom (7) pada Tabel 26 memberikan pengertian bahwa pada akhir
distribusi produk ini kehilangan umur simpan sebesar 85.5 %, dengan sisa waktu
simpan sebesar 14.5%.

Dalam hal ini total waktu kadaluwarsanya adalah:

Waktu Kadaluwarsa berdasarkan distribusi = {(Total waktu simpan (kolom 4) + (sisa
waktu kadaluwarsa yang tersisa)
Tabel 25. Data distribusi disertai nilai umur simpan

No. Kondisi Distribusi
(2)
Temp.
(
oC
)
(3)
Rata-rata waktu
Simpan pada Temp.
tersebut (Hari)
(4)
Umur simpan pada
Temp. tersebut
(Hari)
(5)
1 Gudang Pabrik 20 4 42,82
2 Transport 20 2 42,82
3 Gudang Distributor 25 7 31,77
4 Transport 21 1 40,34
7 Toko/Eceran
Bagian luar 15 5 57,72
Bagian dalam 20 6 42,82
8 Transport 29 0,167 25,02
9 Konsumen 10 14 77,79









Penuntun Teknis


57
Tabel 26. Data distribusi disertai nilai umur simpan

Rata-rata waktu
simpan pada Temp.
tersebut
(Hari)
(4)
Umur simpan pada
Temp. tersebut
(Hari)
(5)
Mutu yang hilang
(%)
(6)
Kumulatif mutu yang
hilang (%)
(7)
4 42,82 9,34 15,06
2 42,82 4,67 19,73
7 31,77 22,03 41,76
1 40,34 2,48 44,24

5 57,72 8,66 52,91
6 42,82 14,01 66,92
0,167 25,02 0,67 67,58
14 77,79 18,00 85,58


Dalam hal ini total waktu distribusi = 39.167 hari
Sisa sebesar 14.5 % pada 10
o
C = (0.145 x 77,79248) =11.2 hari
Dengan demikian Waktu kadaluwarsa = 39.167 hari +11.2 hari = 50.37 Hari

Jadi, jika produk diproduksi tanggal 13 Oktober 2003, maka produk akan kadaluwarsa
pada tanggal : 1 Desember 2003 (yaitu, 50.37 hari setelah hari ini).

2. 2. Metoda Lainnya.
2.2.1. Jika berdasarkan pengalaman, diyakini bahwa distribusi produk sebagian besar
hanya berlangsung pada satu atau dua temperatur penyimpanan tertentu yang dominan
dan fluktuasi temperatur selama distribusi tidak terlalu bervariasi, maka penetapan
tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa cukup dilakukan pada temperatur yang dominan
tersebut. Misalkan, diasumsikan bahwa selama distribusi produk hanya akan
mengalami 2 kondisi temperatur yang ekstrim yaitu pada siang hari dengan temperatur
20
o
C dan malam hari dengan temperatur 15
o
C. Sehingga waktu kadaluarsa dapat
ditentukan dengan mengambil rata-rata kedua temperatur tersebut, yaitu:
(umur simpan pada 15
o
C + umur simpan pada 20
o
C)/2 = (57.6 + 41.7)/2 = 50 Hari.
Penuntun Teknis


58
Dengan cara ini maka tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa produk akan sama dengan
: 1 Desember 2003, atau sama dengan yang diperoleh diatas.

2.2.2. Dapat juga diasumsikan bahwa produk setelah keluar dari pabrik sebagian besar
akan disimpan pada satu temperatur saja misalnya 15
o
C , yaitu temperatur rata-rata di
supermarket. Dengan cara ini maka akan diperoleh waktu kadaluwarsa sebesar:

y = 141,24e
-0,05974x

ln t = ln 141.24 0.05974 (T)

ln 141.24 ( ) ( ) 0.0597 ( ) 15 ( ) [ ] 4.055 =


Sehingga t pada 15
o
C akan sama dengan:
e
4.055
57.685 =


Dengan cara ini, maka tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa adalah: 7 Desember
2003.











Penuntun Teknis


59
V. PEMBUATAN KURVA SORPSI ISOTHERMIS

Penerapan persamaan Labuza atau Model Heiss-Eichner, memerlukan slope kurva
sorpsi isothermis produk. Kurva ini, jika belum tersedia datanya maka memerlukan
pelaksanaan percobaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
Menurut Spiess dan Wolf (1987). penetapan kurva sorpsi isothermis dilakukan dengan
menggunakan 8 jenis garam seperti yang diperlihatkan pada Tabel 27 berikut ini
(Meskipun demikian penggunaan 4 atau 5 jenis garam juga menghasilkan kurva yang
cukup baik, bilamana interval nilai a
w
-nya tidak terlalu berimpit).

Tabel 27. Preparasi larutan jenuh untuk penetapan kurva sorpsi isothermis

Kuantitas Jenis Garam a
w

Garam (gram) Air (ml)
NaOH 0.06 150.0 85.0
MgCl2 0.32 200.0 25.0
K2CO3 0.44 200.0 90.0
KI 0.69 200.0 50.0
NaCl 0.75 200.0 60.0
KCl 0.84 200.0 80.0
BaCl2 0.96 250.0 70.0
K2Cr2O7 0.98 250.0 50.0
Sumber: Spiess & Wolf (1987).

Preparasi Larutan

Preparasi larutan jenuh untuk penetapan kurva sorpsi isothermik dilakukan sebagai
berikut: Garam yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam desikator atau sorption
container lainnya (misalnya stoples dengan tutup karet vakum) sambil diaduk.
Kemudian ditambahkan sejumlah air yang telah ditentukan jumlahnya sesuai dengan
Tabel 27 diatas, wadah sorpsi kemudian ditutup dan dibiarkan selama 24 jam.

Wadah yang disediakan untuk sampel kemudian ditimbang dan ditambahkan sekitar 5
gram sampel yang telah diketahui berat keringnya (telah ditentukan kadar airnya
sebelumnya) . Wadah sorpsi dibuka sekali lagi dan diaduk, kemudian wadah sampel
Penuntun Teknis


60
beserta sampel diatasnya diletakkan diatas trivet dan ditutup rapat . Keseluruhan
sorption container (Gambar 4) kemudian dimasukkan ke dalam ruangan yang
dilengkapi dengan pengontrol temperatur (misalnya waterbath) pada 25
o
C dan
dibiarkan selama 3 hari agar ekuilibrium (beratnya konstan).


Gambar 4. Sorption container dengan trivet di dalamnya untuk menopang
sampel. Temperatur dibuat konstan 25
o
C dengan menempatkan-
nya di dalam thermostat (Arpah, 1996).

Sampel yang telah ekuilibrium kemudian dicatat penambahan beratnya (atau
pengurangan beratnya) dan dihtung kadar airnya berdasarkan basis kering. Nilai kadar
air pada tiap-tiap a
w
kemudian diplot dengan nilai kadar air produk dalam basis kering,
sehingga memberikan kurva seperti berikut ini (Gambar 5).

Penuntun Teknis


61
Kurva Sorpsi Isoterm
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Aktivitas air (aw)
G
r
a
m

H
2
O
/
1
0
0

g
r

B
K

Gambar 5. Kurva soprsi isothermis
Slope kurva dihitung dari garis lurus pada bagian lurus dari kurva yang diperoleh,
sebagai berikut (Gambar 6).
Kurva Sorpsi Isoterm
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Aktivitas air (aw)
G
r
a
m

H
2
O
/
1
0
0

g
r

B
K

Gambar 6. Slope pada kurva soprsi isothermis



Penuntun Teknis


62
VI. PENERAPAN MODEL HEISS-EICHNER DAN RUDOLPH

1. PENERAPAN MODEL HEISS-EICHNER

Model Heiss-Eichner adalah variasi dari Metoda KAK (Kadar air kritits) lainnya, seperti
model Labuza yang telah disinggung sebelumnya. Bagaimanapun perlu dijelaskan
bahwa dewasa ini cenderung digunakan persamaan Labuza, sehingga model Heiss-
Eichner diperlihatkan hanya sebagai bahan perbandingan dan pengetahuan saja. Untuk
menggunakan persamaan model Heiss-Eichner, diperlukan parameter-parameter
berikut:

1. Tangen yaitu slope yang diperoleh dari grafik sorpsi isothermik hubungan antara
kadar air dalam persen bahan kering sebagai sumbu y dan RH (Relative humidity)
sebagai sumbu x.
2. Luas pengemas A, dalam cm
2
(atau m
2
)
3. Fluks uap air (JH
2
O) dalam gram/cm
2
.hari (atau gram/m
2
.hari)
4. Ws adalah berat kering produk
5. Me adalah kadar air kesetimbangan dari produk dengan RH diluar pengemas
6. Mi adalah kadar air awal produk
7. Me adalah kadar air kritis, yaitu kadar air pada saat produk kadaluwarsa,

Percobaan yang dilakukan pada produk biskuit tipe Cookies dan Crackers memberikan
kurva sorpsi isothermik dengan nilai Tangen = 17.23 gram air/100 gram bahan
kering.unit a
w
untuk Cookies dan Tangen = 16.48 gram air/100 gram bahan kering
.unit a
w
untuk Crackers.

Luas kemasan (A) dan fluks (J), merupakan karakteristik pengemas, sedangkan berat
kering produk (Ws) merupakan karakteristik produk. Berat kering (Ws) untuk Cookies
bervariasi diantara nilai-nilai 12.74 gram hingga 13.36 gram per sampel, sedangkan
untuk Crackers antara 3.28 hingga 3.55 gram.

Penuntun Teknis


63
Kadar air kesetimbangan (Me) untuk Cookies maupun Crackers adalah 18% db, yaitu
kadar ekuilibrium pada a
w
= 0.83 dan temperatur 25
o
C untuk produk Crackers. Mi
adalah kadar air awal produk yang nilainya berbeda pada produk Cookies dan
Crackers. Mi untuk Cookies = 4.5906 gram air/100 gram bahan kering dan Mi untuk
Crackers = 1.6291 gram air/100 gram bahan kering.

Penentuan waktu kadaluwarsa yang dilakukan menggunakan persamaan Heiss-
Eichner:
(

|
.
|

\
|


=
Mt Me
Mi Me
Log
A
Ws
J
RH RH
t
O H
out in
gain
303 . 2
100
tan
2



Perhitungan untuk produk Cookies memberikan hasil seperti yang diperlihatkan pada
Tabel 28. Perhitungan untuk produk Crackers diperlihatkan pada Tabel 29.

Tabel 28. Waktu kadaluwarsa produk Cookies yang dihitung menggunakan
model Heiss-Eichner.

Ulangan Waktu Kadaluwarsa
(Hari)
1
2
3
106.27
111.41
106.02
Tangen =17.23; luas pengemas (A)= 2x30 cm
2
;
J= 0.0169 g/cm
2
.hari; Me = 18% db; Mc = 10% db;
Mi = 4.5906 % db






Penuntun Teknis


64

Tabel 29. Waktu kadaluwarsa produk Crackers yang dihitung menggunakan
model Heiss-Eichner.

Ulangan Waktu Kadaluwarsa
(Hari)
1
2
3
75.91
74.88
70.13
Tangen =16.48; luas pengemas (A)= 2x30 cm
2
;
J= 0.0169 g/cm
2
.hari; Me = 18% db; Mc = 9.8% db;
Mi = 1.69 % db

2. PENERAPAN MODEL RUDOLPH
Model ini pun adalah salah satu bentuk variasi model KAK yang sangat sederhana dan
sudah jarang diterapkan, namun karena kesederhanaannya dan sifatnya yang tidak
memerlukan peralatan banyak maka mempunyai daya tarik tersendiri. Prosedur
penetapan waktu kadaluwarsa menurut model Rudolph adalah sebagai berikut (Floros,
1993):

1. mengukur kadar air produk (basis kering) di dalam pengemas yang luas
permukaannya divariasikan setelah disimpan pada suatu kondisi lingkungan yang
konstan. Dalam hal ini digunakan luas pengemas dan kondisi pengemas seperti
yang diperlihatkan pada Tabel 30.
2. membuat grafik dengan memplotkan data hubungan {(J.A.t)/Ws} dengan kandungan
air produk.
3. membuat grafik berikutnya dengan memplotkan nilai kadar air awal (Mi) dengan
kadar air kritis (Mc) pada grafik.
4. menghitung waktu kadaluwarsa menggunakan persamaan:



Penuntun Teknis


65
{t = (Ws/J
H2O
.A)}

Tabel 30. Luas pengemas yang digunakan untuk menghitung umur
simpan menggunakan model Rudolph*).

Luas (Cm
2
)** No. Sampel
Cookies Crackers

1
2
3
4
5


48.3
66.2
107.5
136.2
179.2

45.5
71.8
91
154.2
196.0
*). kondisi percobaan:RH=98%. T = 30
o
C
**) .rata-rata dari 2 ulangan.

Model Rudolph memerlukan parameter-parameter berikut untuk menghitung nilai umur
simpan:
a). flux uap air (J
H2O
) dalam g/cm
2
.hari atau g/m
2
.hari.
b). luas pengemas (A) dalam cm
2
atau m
2
.
c). berat kering produk (Ws) dalam gram.
d). kadar air awal Mi dan kadar air kritis produk (Mc).

Hubungan antara {(J.A.t)/Ws} dengan kadar air produk (M) hasil percobaan yang
dilakukan pada dua tipe biskuit diperlihatkan pada Tabel 31 sampai Tabel 34, untuk
produk Cookies maupun produk Crackers.

Sebagaimana dinyatakan dalam prosedur (Floros, 1993), point (b), data pada Tabel 31
hingga 34 kemudian diplotkan, dan dihitung nilai {(J.A. t)/Ws}, kemudian dihitung umur
simpannya menggunakan model persamaan Rudolph untuk produk Cookies maupun
Crackers. Hasil perhitungan umur simpan diperlihatkan pada Tabel 35.
Penuntun Teknis


66
Tabel 31. Hubungan antara nilai {(J.A.t)/Ws)} dengan kandungan air produk*).

Cookies Crackers t

Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari) Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari)
1 4.867 4.841 0.0026 0.0024 - - - -
3 5.195 5.184 0.0059 0.0058 1.74 1.68 0.00144 0.0008
4 5.314 5.327 0.0071 0.0072 1.88 1.84 0.00289 0.00248
5 5.986 5.949 0.0138 0.0135 2.449 2.449 0.0085 0.0085
8 6.119 6.099 0.0152 0.0150 2.160 2.117 0.0056 0.0051
10 6.425 6.428 0.018 0.018 3.373 3.424 0.0177 0.0183
11 6.753 6.750 0.020 0.020 4.840 4.850 0.032 0.032
13 7.002 7.02 0.024 0.024 6.470 6.570 0.048 0.049
17 7.216 7.250 0.026 0.0265 7.500 7.720 0.059 0.06
21 7.619 7.6576 0.003 0.03 8.750 8.960 0.0715 0.073
24 7.902 7.958 0.033 0.034 9.490 9.669 0.078 0.080
26 8.28 8.365 0.0368 0.038 10.470 10.770 0.088 0.09
31 8.46 8.52 0.0386 0.039 10.997 10.685 0.093 0.095
34 8.75 8.89 0.041 0.042 11.885 12.014 0.1028 0.104

*) Keterangan: Untuk Cookies A= 48.3 cm2 ; untuk Crackers A= 45.5 cm.











Penuntun Teknis


67
Tabel 32. Hubungan antara nilai {(J.A.t)/Ws)} dengan kandungan air produk*).
Cookies Crackers t

Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari) Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari)
1 4.913 4.920 0.0031 0.0032 1.856 1.859 0.00257 0.00297
3 5.264 5.285 0.0067 0.0068 2.225 2.229 0.006 0.063
4 5.421 5.447 0.008 0.0085 2.390 2.420 0.0079 0.008
5 6.080 6.127 0.0148 0.0153 2.869 2.972 0.0127 0.0137
8 6.245 6.281 0.0164 0.0168 2.630 2.730 0.304 0.011
10 6.560 6.576 0.0196 0.0197 3.993 4.086 0.0239 0.0248
11 6.860 6.933 0.0226 0.0226 5.610 5.790 0.04 0.041
13 7.168 7.193 0.0256 0.0259 7.345 7.500 0.057 0.059
17 7.397 7.480 0.0279 0.0288 8.487 8.633 0.068 0.070
21 7.805 7.894 0.0320 0.0329 9.960 10.025 0.083 0.084
24 8.127 8.223 0.0350 0.0360 10.560 10.750 0.089 0.09
26 8.559 8.664 0.0400 0.0400 11.63 11.890 0.100 0.100
31 8.814 8.826 0.0420 0.0420 12.18 12.28 0.105 0.106
34 9.186
.
9.188 0.0458 0.0458 12.990 13.198 0.110 0.110

*) Keterangan: Untuk Cookies A= 66.2 cm2 ; untuk Crackers A= 71.8 cm2.











Penuntun Teknis


68
Tabel 33. Hubungan antara nilai {(J.A.t)/Ws)} dengan kandungan air produk*).
Cookies Crackers t

Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari) Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari)
1 5.110 5.220 0.005 0.006 1.956 1.988 0.0035 0.0038
3 5.540 5.700 0.094 0.011 2.234 2.268 0.0064 0.0066
4 5.750 5.980 0.0116 0.0138 2.450 2.570 0.008 0.009
5 6.590 6.980 0.0200 0.0239 3.016 3.280 0.0141 0.0168
8 6.840 7.310 0.0224 0.0271 2.960 3.220 0.01365 0.016
10 7.160 7.690 0.0256 0.0310 4.220 4.463 0.026 0.028
11 7.540 8.160 0.0294 0.0360 5.600 6.030 0.04 0.04
13 7.978 8.650 0.0338 0.041 7.588 8.1990 0.0598 0.066
17 8.270 9.100 0.0368 0.0376 8.767 9.600 0.071 0.08
21 8.890 9.650 0.0400 0.004 9.930 10.840 0.083 0.09
24 9.250 10.00 0.046 0.045 10.620 11.640 0.08 0.10
26 9.850 10.67 0.0525 0.051 11.590 12.540 0.099 0.109
31 10.11 11.02 0.0550 0.053 12.09 13.210 0.104 0.116
34 10.56 11.55 0.0590 0.0580 12.90 14.084 0.1126 0.125

*)Keterangan: Untuk Cookies A= 107.5 cm2 ; untuk Crackers A= 91.0 cm2












Penuntun Teknis


69

Tabel 34. Hubungan antara nilai {(J.A.t)/Ws)} dengan kandungan air produk*).
Cookies Crackers t

Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari) Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari)
1 5.280 5.320 0.0056 0.0063 2.048 11.135 0.045 0.0954
3 2.80 5.860 0.01 0.010 2.4063 11.514 0.008 0.099
4 6.066 6.186 0.012 0.0129 2.684 11.940 0.0108 0.103
5 6.908 7.249 0.02 0.02 3.359 12.779 0.0176 0.118
8 7.248 7.594 0.0235 0.0252 3.412 12.812 0.018 0.112
10 7.565 8.066 0.0264 0.0288 4.80 14.620 0.0320 0.130
11 8.00 8.680 0.0307 0.0334 6.59 16.972 0.0499 0.154
13 8.530 9.380 0.035 0.039 8.9606 19.537 0.0736 0.179
17 9.048 9.916 0.038 0.045 10.484 21.412 0.0888 0.198
21 9.906 10.597 0.043 0.051 11.886 23.024 0.102 0.254
24 10.39 11.084 0.046 0.0557 12.615 23.860 0.110 0.2226
26 11.36 11.758 0.0517 0.0626 13.913 25.330 0.119 0.237
31 11.66 12.118 0.0538 0.065 14.440 25.818 0.128 0.242
34 12.44 12.627 0.0575 0.0832 15.380 26.854 0.138 0.252

*)Keterangan: Untuk Cookies A= 136.2 cm2 ; untuk Crackers A= 154.2 cm2











Penuntun Teknis


70
Tabel 35. Hubungan antara nilai {(J.A.t)/Ws)} dengan kandungan air produk*).
Cookies Crackers t

Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari) Kadar air (%) (J.A.t)/Ws (hari)
1 5.160 5.230 0.0056 0.0063 2.00 1.800 0.0040 0.002
3 5.610 5.650 0.010 0.010 2.253 2.056 0.0060 0.004
4 5.820 5.890 0.0122 0.0129 2.579 2.268 0.0098 0.0067
5 6.700 6.830 0.02 0.02 2.2588 2.743 0.0166 0.0114
8 6.957 7.120 0.0235 0.0252 3.1959 2.4647 0.0150 0.0086
10 7.244 7.484 0.0264 0.0288 4.579 3.968 0.0298 0.0237
11 7.675 7.939 0.0307 0.0334 6.554 5.720 0.0495 0.0412
13 8.107 8.501 0.0350 0.0390 8.616 7.660 0.070 0.060
17 8.440 9.121 0.0380 0.045 9.880 9.00 0.080 0.0740
21 8.936 9.736 0.0430 0.0510 11.232 10.423 0.0960 0.0880
24 9.240 10.178 0.0460 0.0557 11.820 11.190 0.102 0.0959
26 9.770 10.858 0.0517 0.0626 12.890 12.340 0.113 0.107
31 9.980 11.155 0.0538 0.0650 13.195 12.940 0.116 0.113
34 10.35 11.757 0.0575 0.0832 14.06 13.887 0.125 0.123

*)Keterangan: Untuk Cookies A= 179.2 cm2 ; untuk Crackers A= 196.0 cm2








Penuntun Teknis


71
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
13579
1
1
1
3
Kadar Air (M)
{
(
J
.
A
.
t
)
/
W
s
}


Gambar 7. Hasil plot {(J.A.t/Ws)} vs kadar air (M) produk Cookies










Penuntun Teknis


72
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kadar air (M)
{
(
J
.
A
.
t
)
/
W
s
)
}

Gambar 8. Hasil plot {(J.A.t/Ws)} vs kadar air (M) produk Crakers

Tabel 36. Umur simpan produk Cookies dan Crackers yang dihitung
Menggunakan model Rudolph.
Umur Simpan (hari) Ulangan
Cookies*). Crackers**).

1
2
3


31.40
31.21
37.50

27.34
23.86
22.81
*). Mi = 4.5906 % db; Mc = 10.0 % db; J= 0.0169 g/cm
2
.hari
**). Mi = 1.630 % db; Mc = 9.80 % db; J= 0.0169 g/cm
2
.hari

Penuntun Teknis


73
VII. PENETAPAN WAKTU KADALUWARSA DENGAN
METODA ARRHENIUS

Berbeda halnya dengan metoda sensori yang umumnya diterapkan pada kondisi
penyimpanan ESS, maka metoda ini sebaliknya lebih sesuai diterapkan pada
penyimpanan yang diakselerasi atau ASLT, disamping itu data yang digunakan selalu
merupakan data hasil pengukuran objektif.

Persamaan yang digunakan ada 2 jenis yaitu persamaan ordo nol dan persamaan ordo
satu. Untuk memutuskan persamaan ordo mana yang lebih baik digunakan maka
terlebih dahulu data hasil pengamatan diplot.

1. CONTOH PENETAPAN ORDO REAKSI
1. Ordo nol
Teori Singkat ordo nol:




Sehingga persamaan waktu kadaluwarsa untuk ordo nol adalah:

Penuntun Teknis


74

Dimana :
Ao : konsentrasi mula-mula (nilai awal) dari criteria kadakuwarsa
A atau Ac : konsentrasi pada titik batas kadaluwarsa
k : kecepatan perubahan kriteria tersebut selama penyimpanan

Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu pada ordo nol adalah
berupa garis lurus, dengan slope kemiringan k yang nilainya konstan. Bentuk umum
grafik tersebut tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 9):

Gambar 9. Grafik ordo nol (garis lurus)

2. Plot ordo nol dan penetapan nilai k
Berikut ini diberikan contoh data perubahan warna suatu jenis minuman yang diukur
menggunakan spektrofotometer. Misalkan data perubahan warna menjadi kecoklatan
(Browning) minuman yang disimpan dalam kemasan laminat (PE/Paper/Alufo/PE) dan
botol jar pada penyimpanan bertemperatur tetap sebesar T = 25
o
C adalah sebagai
berikut (Tabel 37):
Penuntun Teknis


75
Tabel 37. Data perubahan (pencoklatan) selama penyimpanan

Pencoklatan (Browning)
pada OD = 420 nm
Waktu Penyimpanan
(Hari) pada suhu
= 25
o
C
Laminat Gelas Jar
0 0,1 0,1
10 0,123 0,114
20 0,147 0,127
30 0,171 0,141
40 0,195 0,155

Kemudian data tersebut diatas diplot masing-masing untuk kemasan laminat dan botol
jar menggunakan plot garis lurus, sehingga memperlihatkan hubungan seperti pada
Gambar 10:
LAMINAT
y = 0,0024x + 0,0996
R
2
= 0,9999
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0 10 20 30 40 50
Waktu (Hari)
O
p
t
i
c
a
l

D
e
n
s
i
t
y


Gambar 10. Plot data untuk kemasan laminat

Penuntun Teknis


76
GELAS JAR
y = 0,0014x + 0,1
R
2
= 0,9998
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0 10 20 30 40 50
Waktu (Hari)
O
p
t
i
c
a
l

d
e
n
s
i
t
y


Gambar 11. Plot data untuk kemasan gelas-jar

Dari Gambar 10 dan 11 terlihat bahwa ordo reaksi adalah nol (karena grafik hampir
lurus sempurna), dengan nilai R
2
yang mendekati 1. Dari gambar juga dapat diperoleh
nilai k yaitu dari slope persamaan garis. Untuk laminat nilai k = 0.0024, sedangkan
untuk gelas, nilai jar k = 0.0014.

3. Contoh data yang mengikuti ordo satu:
Teori singkat ordo satu


Penuntun Teknis


77
Sehingga persamaan waktu kadaluwarsa ordo satu adalah:
( ) ( ) t k A Ln A Ln .
0
=

Sehingga waktu kadaluwarsanya akan sama dengan:
( ) ( )
k
A Ln A Ln
t
0

=


Grafik Ordo satu berupa kurva (bukan garis lurus), namun akan membentuk garis lurus
dalam bentuk persamaan logaritmanya, dengan slope kemiringan k yang nilainya tidak
konstan sebagai berikut (Gambar 12):

Gambar 12. Plot ordo satu

Misalkan data perubahan kandungan vitamin C dari jus buah, dengan kepekatan 9
o
Brix
yang disimpan pada suhu penyimpanan bertemperatur tetap sebesar T = 10
o
C adalah
sebagai berikut (Tabel 38):


Penuntun Teknis


78
Tabel 38. Data perubahan vitamin C

Waktu Penyimpanan
(Minggu) pada suhu
= 10
o
C
Perubahan
Kandungan
Vitamin C
(mg/100 ml)
0 52.6
4 45.1
8 38.3
12 32.9
16 26.7

4. Plot Ordo Satu dan Penetapan Nilai k

Contoh:
Plot ordo nol dan ordo satu dari data diatas akan memberikan grafik sebagai berikut
(Gambar 13):
PLOT ORDO NOL
y = -1.615x + 52.1
R
2
= 0.9954
0
10
20
30
40
50
60
0 5 10 15 20
Waktu (Minggu)
V
i
t

C

(
m
g
/
1
0
0
m
l
)


Gambar 13, Plot ordo nol perubahan vitamin C
Penuntun Teknis


79

PLOT ORDO SATU
y = 53.344e
-0.0421x
R
2
= 0.9968
0
10
20
30
40
50
60
0 5 10 15 20
Waktu (Minggu)
V
i
t

C

(
m
g
/
1
0
0
m
l
)


Gambar 14, Plot ordo satu perubahan vitamin C
Grafik menunjukkan bahwa:
Plot ordo nol dari data memberikan grafik garis lurus dengan nilai
k = -1,615 dan R
2
= 0,9954.
Sedangkan plot ordo satu memberikan nilai k = -0,0421 dan R2 = 0,9968.
Nilai R
2
menunjukkan bahwa plot ordo satu lebih mendekati nilai
1 dibanding R
2
dari plot ordo nol.

Oleh karena itu penggunaan plot ordo satu akan memberikan hasil perhitungan waktu
kadaluwarsa yang lebih tepat, dengan demikian persamaan yang akan digunakan untuk
menentukan waktu kadaluwarsanya adalah persamaan ordo satu.

5. Menghitung nilai k secara sederhana:
Selain dapat diperoleh dari persamaan, nilai k dapat pula dihitung langsung dengan
menggunakan persamaan ordo nol atau satu, seperti contoh berikut ini (Tabel 39):

Penuntun Teknis


80
Tabel 39. Data pencoklatan

Pencoklatan (Browning)
pada OD = 420 nm
Waktu Penyimpanan
(Hari) pada suhu
= 25
o
C
Laminat Gelas Jar
0 0,1 0,1
10 0,123 0,114
20 0,147 0,127
30 0,171 0,141
40 0,195 0,155

Nilai k dapat langsung dihitung dari persamaan, bila digunakan ordo nol, maka:

t
A A
k
0

=


Dengan demikian, untuk kemasan Laminat, pada t = 40 Hari (lihat Tabel 39), maka nilai
k :
00238 . 0
40
1 . 0 195 . 0
=

= k


Sedangkan pada t = 20 Hari, nilai k akan sama dengan:

00237 . 0
20
1 . 0 147 . 0
=

= k


Dari hasil perhitungan inipun terlihat bahwa nilai k yang diperoleh cenderung sama
(pada t = 40 yaitu 0.00238, dan t = 20 yaitu 0.00237), yang menunjukkan bahwa grafik
Penuntun Teknis


81
adalah ordo nol (Bandingkan nilai yang diperoleh dengan nilai k yang diperoleh dari
slope persamaan garis lurus hasil regresi).

Dengan cara yang sama terhadap kemasan Gelas Jar:
Pada t = 40 Hari, maka nilai k :

00138 . 0
40
1 . 0 155 . 0
=

= k


Sedangkan pada t = 20 Hari nilai k :

00137 . 0
20
1 . 0 127 . 0
=

= k


Nilai k yang diperoleh juga cenderung sama (pada t = 40 yaitu 0.00138, dan t = 20 yaitu
0.00137), yang menunjukkan bahwa grafik adalah ordo nol (Bandingkan nilai tersebut
dengan nilai k dari grafik)

Jika persamaan yang digunakan adalah persamaan ordo satu,
maka nilai k dihitung secara sederhana menggunakan persamaan ordo satu yaitu:

( ) ( )
k
A Ln A Ln
t
0

=


Pada t = 16 Minggu, maka nilai k :

( )
043 . 0
16
7 . 26 9 . 52
=

=
Ln Ln
k

Penuntun Teknis


82

Sedangkan pada t = 8 Minggu nilai k :
( )
040 . 0
8
3 . 38 9 . 52
=

=
Ln Ln
k


Nilai k yang diperoleh (pada t = 16,. Yaitu 0.043 dan t = 8, yaitu 0.040), cenderung
berbeda yang menunjukkan bahwa grafik adalah suatu kurva, sehingga lebih cenderung
mengikuti ordo satu (Bandingkan nilai tersebut dengan nilai k yang diperoleh dari grafik).

2. CONTOH PERHITUNGAN WAKTU KADALUWARSA
Umur Simpan pada suhu (T) = 25
o
C:
Setelah nilai k dihitung maka waktu kadaluwarsa dapat langsung dihitung. Misalnya
pada contoh ini data mengikuti persamaan ordo nol sehingga digunakan persamaan
ordo nol, maka:

k
A A
t
0

=


dengan batas kadaluwarsa ditetapkan sebesar OD = 0.25 (nilai batas kadaluwarsa ini
dapat diambil dari standar atau diperoleh berdasarkan hasil penelitian atau berdasarkan
saran dari pakar), maka umur simpannya adalah:

a. Kemasan laminat :

63
002375 . 0
1 . 0 25 . 0
=

= t




Penuntun Teknis


83
b. Kemasan Gelas Jar :

109
001375 . 0
1 . 0 25 . 0
=

= t


Sedangkan jika seandainya ingin digunakan persamaan ordo satu maka cara
perhitungannya dilakukan dengan menggunakan persamaan ordo satu. Dalam hal ini
digunakan contoh data jus buah dengan kepekatan 9
o
Brix, karena data tersebut telah
diuji dan menunjukkan bahwa lebih sesuai dengan persamaan ordo satu. Dengan
demikian umur simpan dari jus buah, dengan kepekatan 9
o
Brix yang disimpan pada
suhu penyimpanan bertemperatur tetap sebesar T = 10
o
C akan sama dengan:

( ) ( )
k
A Ln A Ln
t
0

=


Dalam hal ini, batas kadaluwarsa adalah apabila kandungan Vit C tersisa = 20 mg/100
ml (nilai batas kadaluwarsa ini dapat diambil dari standar atau diperoleh berdasarkan
hasil penelitian), dengan demikian umur simpannya adalah:

( )
Minggu
Ln Ln
t 23
0415 . 0
0 . 20 9 . 52
=

=









Penuntun Teknis


84
VIII. PENENTUAN KADALUWARSA SARI BUAH DENGAN
METODA ARRHENIUS

Suatu jenis sari buah dalam kemasan akan ditentukan waktu kadaluwarsanya. Untuk
itu dilakukan percobaan dengan menyimpan produk pada 3 temperatur (ASLT), yaitu:
25, 35

dan 45
o
C. Faktor mutu yang digunakan sebagai kriteria kadaluwarsa adalah
kandungan Ascorbic acid (AA). Selama penyimpanan, sampel diukur kandungan AA-
nya dan memberikan hasil pengukuran sebagai berikut (Table 40):

Tabel 40. Data perubahan vitamin C (AA) selama penyimpanan ASLT

Penyimpanan Pada
25
o
C

Penyimpanan Pada
35
o
C

Penyimpanan Pada
45
o
C

Interval sampling
(Hari)
mg AA/ml Interval sampling
(Hari)
mg AA/ml Interval sampling
(Hari)
mg AA/ml
20 0,948 5 1,029 0 1,2
40 0,476 10 0,758 5 0,655
60 0,04 20 0,261 10 0,109

Diketahui batas kadaluwarsa adalah saat dimana semua ascorbic acid telah habis
terdegradasi atau A = 0 mg/ml, sedangkan konsentrasi awal ascorbic acids adalah
Ao=1.2 mg/ml.

1. Penentuan Ordo Reaksi
Pertama-tama data data hubungan hari penyimpanan dengan perubahan
konsentrasi AA diplot pada masing-masing temperatur menggunakan plot ordo nol dan
ordo satu (Gambar 15. 16. 17, 18, 19 dan 20).






Penuntun Teknis


85
a. Plot ordo nol
DATA PADA 35
o
C; ORDO NOL
y = -0,051x + 1,2775
R
2
= 0,9995
0
0,5
1
1,5
0 5 10 15 20 25
Waktu (Hari)
A
A

(
m
g
/
m
l
)

Gambar 15. Plot ordo nol pada penyimpanan 35
o
C

DATA PADA 25
o
C; ORDO NOL
y = -0,0227x + 1,396
R
2
= 0,9995
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (Hari)
A
A

(
m
g
/
m
l
)


Gambar 16. Plot ordo nol pada penyimpanan 25
o
C

Penuntun Teknis


86
DATA PADA 45
o
C; ORDO NOL
y = -0,1091x + 1,2002
R
2
= 1
0
0,5
1
1,5
0 2 4 6 8 10 12
Waktu (Hari)
A
A

(
m
g
/
m
l
)


Gambar 17. Plot ordo nol pada penyimpanan 45
o
C

b. Plot ordo satu
DATA PADA 25
o
C; ORDO SATU
y = 6,2169e
-0,0791x
R
2
= 0,9039
0
0,5
1
1,5
0 20 40 60 80
Waktu (Hari)
A
A

(
m
g
/
m
l


Gambar 18. Plot ordo satu pada penyimpanan 25
o
C

Penuntun Teknis


87
DATA PADA 35
o
C; ORDO SATU
y = 1,7536e
-0,0936x
R
2
= 0,9858
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 5 10 15 20 25
Waktu (Hari)
A
A

(
m
g
/
m
l


Gambar 19. Plot ordo satu pada penyimpanan 35
o
C


DATA PADA 45
o
C; ORDO SATU
y = 1,4627e
-0,2399x
R
2
= 0,9244
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
0 5 10 15
Waktu (Hari)
A
A

(
m
g
/
m
l
)


Gambar 20. Plot ordo satu pada penyimpanan 45
o
C

Hasil plot data yang diperlihatkan oleh grafik-grafik diatas menunjukkan bahwa data
lebih sesuai dengan persamaan ordo nol (dengan nilai R2 yang lebih dekat kenilai 1).
Sehingga selanjutnya akan digunakan persamaan ordo nol untuk menghitung waktu
Penuntun Teknis


88
kadaluwarsanya. Nilai-nilai slope (k) kemudian diambil dari persamaan ordo nol pada
masing-masing temperatur, dan selanjutnya ditabulasikan sebagai berikut (Tabel 41):

Tabel 41. nilai slope k dari hasil plot pada ordo nol
Temperatur
(
o
C)
Persamaan
Ordo Nol
Slope Persamaan
(k)
ln k
25 y = -0,0227x + 1,396 0,023 -3,75114
35

y = -0,051x + 1,2775 0,051 -2,91538
45

y = -0,1091x + 1,2002 0,109 -2,21664

Oleh karena itu akan digunakan persamaan reaksi ordo nol, untuk penetapan umur
simpan t, dengan menggunakan persamaan:

k
A A
t

=
0


2. Umur Simpan pada Temperatur Penyimpanan (T):
Dengan memasukkan data-data sebagai berikut:
Ao = 1.2 mg/ml
A = 0 (Batas kadaluwarsa)
k(25
o
C) = 0,023
k(35
o
C) = 0,051
k(45
o
C) = 0,109

Maka diperoleh umur simpan pada masing-masing temperatur sebagai berikut (Tabel
42):






Penuntun Teknis


89
Tabel 42. Waktu kadaluwarsa
Temperatur
(
o
C)
Umur Simpan
(Hari)
25 52,17
35

23,53
45

11,01


3. Hubungan Umur Simpan dengan Temperatur
Seperti halnya pada contoh-contoh sebelumnya maka umur simpan dapat dihubungkan
dengan temperatur untuk mendapatkan nilai umur simpan pada temperatur lainnya
(selain 3 temperatur yang diterapkan). Pada penggunakan metoda Arrhenius maka
lebih baik menghubungkan nilai k dengan temperatur.

Nilai k umumnya tidak dapat diperoleh jika digunakan kriteria kadaluwarsa berdasarkan
perubahan sifat fisik (seperti persamaan Labuza maupun berdasarkan perubahan mutu
organoleptik), maka pada metoda terdahulu itu, digunakan hubungan langsung antara
umur simpan yang diperoleh dengan temperatur (seperti contoh yang telah diberikan
sebelumnya).

Sedangkan nilai k yang diperoleh dalam contoh ini dihubungkan dengan temperatur
menggunakan persamaan Arrhenius:

=
RT
Ea
e k k
0






Penuntun Teknis


90
Atau dalam bentuk logaritma:
T R
Ea
k k
1
ln ln
0

=

Grafik dari Hubungan Ln k (sebagai ordinat y) dengan (1/T) sebagai absis x, akan
memberikan persamaan garis lurus seperti y = a + b x . Dimana slope atau b akan sama
dengan (Ea/RT) dan intersept atau a akan sama dengan = ln ko. Meskipun demikian,
penting untuk dicatat bahwa temperatur pada persamaan Arrhenius adalah dalam skala
derajat Kelvin (
o
K). Untuk mengubah temperatur derajat Celcius ke Kelvin maka harus
ditambahkan dengan 273, seperti ditabulasikan berikut ini (Tabel 43):
Tabel 43. Tabulasi parameter Arrhenius

Temperatur
(
o
C)
(1)
Temperatur
(
o
K)
(2)
(1/T)

(3)
Slope Persamaan
(k)
(4)
ln k

(5)
25
o
C 273+25=298
o
K 0,003356 0,023 -3,75114
35
o
C 273+35=308
o
K 0,003247 0,051 -2,91538
45
o
C 273+45=318
o
K 0,003145 0,109 -2,21664

Dengan meregresikan nilai ln k (kolom 5) dengan nilai (1/T) pada kolom 3, maka akan
dapat diperoleh persamaan garisnya. sebagai berikut:

PLOT ARRHENIUS
y = -7311,9x + 20,8
R
2
= 0,9991
-4
-3
-2
-1
0
0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335 0,0034
(1 / T)
o
K
l
n

k


Gambar 21. Plot Arrhenius
Penuntun Teknis


91

Persamaan garis dari regresi hubungan ln k dengan (1/T) pada grafik adalah:

Y = -7311.9 X + 20.8

Sehingga persamaan Arrhenius akan sama dengan

Ln k = 20.8 7311.9 (1/T)

Dengan nilai umur simpan pada 3 temperatur yang diperoleh serta dengan bantuan
persamaan Arrhenius diatas, maka akan dapat dilakukan transformasi umur simpan
tersebut menjadi tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa berdasarkan distribusi yang
dikehendaki.

4. Transformasi nilai umur simpan menjadi tanggal kadaluwarsa.
Misalkan kondisi distribusi yang akan digunakan sebagai acuan adalah sebagai berikut
(sama seperti pada contoh penggunaan persamaan Labuza yang telah diberikan
sebelumnya):

Tabel 44. Data distribusi
No. Kondisi Distribusi

Temperatur
(
o
C)
Rata-rata waktu simpan
pada Temp. tersebut
(Hari)
1 Gudang Pabrik 28 3
2 Transport 30 2
3 Gudang Distributor 30 7
4 Transport 27 1
5 Toko/Eceran 23 30
6 Bagian luar 29 1
7 Bagian dalam
Transport 15 14
Konsumen 20 7
8 Gudang Pabrik 29 0,167
9 Transport 10 10

Penuntun Teknis


92
Maka dengan memasukkan tiap-tiap nilai suhu dari tabel distrbusi ke dalam persamaan
Arrhenius:
Ln k = 20.8 7311.9 (1/T)

Tabel 45. Nilai k sebagai fungsi suhu

Temperatur
(
o
C)
(1)
k
(2)
28 0,033
30 0,039
30 0,039
27 0,031
23 0,023
29 0,036
15 0,013
20 0,019
29 0,036
10 0,00846

maka dapat diperoleh nilai k untuk tiap nilai temperatur yang disubtitusikan. Nilai k
untuk masing-masing temperatur distribusi tersebut diperlihatkan pada Tabel 45.

Selanjutnya untuk setiap nilai k, dapat dihitung nilai umur simpan pada temperatur yang
bersangkutan menggunakan persamaan ordo nol:

k
A A
t

=
0


Dimana:
Ao = 1.2 mg/ml
A = 0 (Batas kadaluwarsa)
k = masing-masing sesuai tabel distribusi

Penuntun Teknis


93
Jika ditabulasikan maka nilai umur simpan yang diperoleh untuk setiap nilai k, akan
sama dengan (Tabel 46):
Tabel 46. Tabulasi nilai k dan umur simpan
Temp.:
(
o
C)
(1)
Nilai k
(2)
Umur Simpan
(Hari)
(3)
28 0,033 36,36
30 0,039 30,77
30 0,039 30,77
27 0,031 38,77
23 0,023 52,17
29 0,036 33,33
15 0,013 92,31
20 0,019 63,16
29 0,036 33,33
10 0,00846 141,84

Untuk melihat perubahan faktor mutu ascorbic acids (AA) selama distribusi, maka cukup
kalikan nilai k dengan rata-rata waktu penyimpanan pada kondisi tersebut, seperti yang
diperlihatkan berikut ini (Tabel 47):
Tabel 47. Perubahan faktor mutu ascorbic acids (AA) selama distribusi
Kondisi
Distribusi

Temp.:
(1)
(
o
C)

Rata-rata
waktu
simpan pada
Temp.
tersebut
(Hari)
(2)
k
(3)
Jumlah AA
Terdegradasi
(kolom 2 x
kolom 3)

Kumulatif AA
Terdegradasi
(mg/ml)
AA Sisa
(Ao=1.2)
Gudang
Pabrik 28 3 0,033 0,099 0,099 1,101
Transport 30 2 0,039 0,078 0,177 1,023
Gudang
Distributor 30 7 0,039 0,273 0,45 0,75
Transpor 27 1 0,031 0,031 0,481 0,719
Toko/Eceran 23 30 0,023 0,69 1,171 0,029
Bagian luar 29 1 0,036 0,036 1,207 NIHIL
Bagian
dalam 15 14 0,013 0,182 1,389 NIHIL
Transport 20 7 0,019 0,133 1,522 NIHIL
Konsumen 29 0,167 0,036 0,006012 1,528012 NIHIL
Gudang
Pabrik 10 10 0,00846 0,0846 1,612612 NIHIL
Penuntun Teknis


94
Seperti diperlihatkan pada kolom terakhir pada Tabel 47 diatas, bahwa AA telah nihil
(=0) jauh sebelum produk sampai ke konsumen. Dalam hal ini waktu kadaluwarsa
produk hanya sebesar (3+2+7+1+30) atau sekitar 43 Hari, sedangkan diperlukan waktu
kadaluwarsa sebesar (3+2+7+1+30+1+14+7+0.167+10) atau sekitar 75.167 Hari.

Dalam kasus seperti ini maka harus dilakukan perbaikan pengemas. Penggunaan
pengemas yang lebih baik akan dapat memperkecil nilai k. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah dengan menurunkan temperatur penyimpanan.
























Penuntun Teknis


95
IX. CONTOH PENETAPAN KADALUWARSA DAGING
DENGAN METODA ARRHENIUS

Daging segar dikemas dalam kantong plastik dan akan disimpan pada temperatur yang
lebih rendah (5
o
C). Konsentrasi awal total mikroba daging tersebut, segera setelah
pengemasan adalah 10
3
/Cm
2
. Batas kadaluwarsa produk daging segar adalah
terbentuknya lendir pada permukaan daging yang berhubungan dengan jumlah total
mikroba sebesar 10
8
/Cm
2
. Jika diasumsikan bahwa semua mikroba tersebut adalah
bakteri Pseudomonas fluorescens, yang memiliki waktu generasi sebesar 8.5 jam pada
suhu 5
o
C. Hitunglah:

a. Lama waktu penyimpanan hingga terbentuk lendir pada permukaan daging
(konsentrasi bakteri mencapai 10
8
/Cm
2
). Dengan kata lain hitunglah waktu
kadaluwarsa pada temperatur penyimpanan 5
o
C.
b. Jika penyimpanan dilakukan pada -5
o
C, maka waktu generasi mikroba akan
diperlambat menjadi 19 jam. Hitunglah waktu kadaluwarsa pada suhu -5
o
C.
c. Berapa nilai Q
10
perubahan mutu yang berlangsung pada daging tersebut.
d. Hitung waktu kadaluwarsa pada suhu -15
o
C dan -25
o
C.
e. Dengan menerapkan tabel distribusi yang diberikan, periksalah perubahan mutu
yang berlangsung selama distribusi tersebut.
f. Jika pada kemasan/label dinyatakan (claim) bahwa produk daging tersebut dapat
disimpan selama 3 bulan pada suhu --10
o
C di rumah konsumen, periksalah
kebenaran pernyataan tersebut.
Keterangan Tambahan:
Pertumbuhan mikroba mengikuti ordo-1 dalam bentuk,
( ) ( ) [ ] ( ) generasi waktu td k Ao Ln A Ln =

Dimana:
Ao = jumlah awal mikroba, saat td=0
A = 2Ao pada saat mikroba mencapat td yang pertama
td = waktu generasi = waktu yang diperlukan untuk berkembang biak
(1 menjadi 2)
Penuntun Teknis


96
Pada saat A=2 Ao
Maka persamaan diatas akan menjadi:
ln 2 = k td
k = 0.693/ td atau td = 0.693/k

Dengan demikian bila diketahui nilai td maka dapat diketahui nilai k (vice versa).
Contoh:
1. Menghitung nilai k menggunakan waktu generasi mikroba

Untuk dapat menghitung umur simpan menggunakan persamaan ordo satu, maka
pertama-tama dicari nilai k dengan menggunakan hubungan nilai k dengan waktu
generasi mikroba:
ln 2 = k td
k = 0.693/ td
Oleh karena td = 8.5 jam pada 5
o
C, maka:
k = 0.693/ (8.5)
k = 0.00815 jam
-1

Jadi nilai k pada 5
o
C adalah 0.00815 jam
-1
.

a. Hitunglah lama waktu penyimpanan hingga terbentuk lendir pada
permukaan daging (konsentrasi bakteri mencapai 10
8
/Cm
2
). Dengan
kata lain hitunglah waktu kadaluwarsa pada temperatur penyimpanan
5
o
C.

Diketahui : Jumlah mikroba awal, Ao = 10
3

Batas kadaluwarsa, A = 10
8
k pada 5
o
C adalah 0.00815 jam
-1
.




Penuntun Teknis


97
Maka umur simpan pada 5
o
C:
( ) ( )
k
A Ln A Ln
t
0

=

( ) ( )
Jam
Ln Ln
t 5 . 141
0815 . 0
10 10
3 8
=

=

b. Jika penyimpanan dilakukan pada -5
o
C, maka waktu generasi mikroba akan
diperlambat menjadi 19 jam. Hitunglah waktu kadaluwarsa pada suhu -5
o
C.

k = 0.693/ td
k = 0.693/19
k = 0.0365 jam
-1
.

Maka umur simpan pada -5
o
C:

( ) ( )
Jam
Ln Ln
t 4 . 315
0365 . 0
10 10
3 8
=

=


c. Berapa nilai Q
10
perubahan mutu yang berlangsung pada daging tersebut.

Ukuran Q10, adalah ukuran sensitifitas perubahan mutu produk terhadap perubahan
temperatur, menunjukkan seberapa besar perubahan mutu yang terjadi jika terjadi
perubahan suhu sebesar 10
o
C. Persamaan umum dari ukuran Q10 adalah sebagai
berikut:






Kecepatan reaksi pada T
o
C + 10
o
C
Q10 =
Kecepatan reaksi pada T
o
C

Penuntun Teknis


98
Dalam hubungannya dengan penetuan waktu kadaluwarsa, maka untuk menghitung
nilai Q10 dapat dimasukkan nilai k maupun nilai waktu kadaluwarsa secara langsug ke
dalam persamaan tersebut karena keduanya akan memberikan hasil yang nilainya
sama.
Jika digunakan nilai k, maka persamaannya adalah:






Sedangkan jika digunakan waktu kadaluwarsa, maka persamaannya adalah:






Dengan demikian nilai Q10 pada contoh ini adalah:

2 . 2
5 . 141
4 . 315
10
= =
Jam
Jam
Q


d. Berapa waktu kadaluwarsa pada -15
o
C dan -25
o
C

2 . 2
15
5
10
=

=
oC tpada
oC tpada
Q

( ) 10
Q
10
+
=
T t
T t
pada
pada
Nilai k pada T
o
C + 10
o
C
Q10 =
Nilai k pada T
o
C

Waktu kadaluwarsa pada T
o
C
Q10 =
Waktu kadaluwarsa pada T
o
C+ 10
o
C

Penuntun Teknis


99
Sehingga:

Umur simpan pada -15
o
C = 2.2 x 315.4 Jam = 693.88 Jam
Umur simpan pada -25
o
C = 2.2 x 693.88 Jam = 1526.53 Jam

e. Dengan menerapkan tabel distribusi (Tabel 48) yang diberikan, periksalah
perubahan mutu yang berlangsung selama distribusi tersebut. Jika pada
kemasan dinyatakan (claim) bahwa produk daging tersebut dapat disimpan
selama 3 bulan pada suhu --10
o
C di rumah konsumen, periksalah kebenaran
pernyataan tersebut.

Tabel 48. Tabel distribusi
TABEL DISTRIBUSI PRODUK BEKU
No. Kondisi Distribusi

Temp.
(
oC
)

Rata-rata waktu
Simpan pada Temp. tersebut (Hari)
1 Blast Freezing -40 48
2 Transpor -40 24
3 Cold Store -70 120
4 Transpor -40 24
5 Wholesale -20 480
6 Transpor -40 12
7 Toko/Eceran

Bagian bawah -20 240
Bagian atas -12 240
8 Transpor -20 1
9 Konsumen -18 120



Penuntun Teknis


100
Hubungan umur simpan dengan temperatur:

y = 211,11e
-0,0792x
R
2
= 1
0
500
1000
1500
2000
-30 -20 -10 0 10
Suhu (oC)
t


Gambar 22. Hubungan umur simpan dengan suhu daging


Atau



y = 211,11e-0,0792x
R2 = 1
Ln t = ln 211,11-0,0792 T

Hasil tabulasi perhitungan (seperti contoh sebelumnya) menghasilkan data perubahan
mutu selama distribusi (Tabel 49) berikut:





- T
t = to e
ln t = ln to - T
Penuntun Teknis


101
Tabel 49. Perubahan mutu selama distribusi

No. Kondisi Distribusi

Temp.
(
oC
)

Rata-rata waktu
Simpan pada Temp.
tersebut (Jam)
Umur Simpan
pada T
(Jam)
Mutu
Terdegradasi
(%)
1 Pembekuan -40 48 5018,741 0,956415
2 Transport -40 24 5018,741 1,434623
3 Cold Store -70 120 54010,53 1,656802
4 Transport -40 24 5018,741 2,135009
5 Wholesale -20 480 1029,609 48,75465
6 Transport -40 12 5018,741 48,99375
7 Display Cabinet

Center -20 240 1029,609 72,30358
Upper layer -12 240 546,3907 116,2282
8 Transport -20 1 1029,609 116,3253
9 Consumer -18 120 878,7798 129,9806

f. Jika pada kemasan/label dinyatakan (claim) bahwa produk daging tersebut dapat
disimpan selama 3 bulan pada suhu --10
o
C di rumah konsumen, periksalah
kebenaran pernyataan tersebut.

Seperti diperlihatkan pada Tabel 49, diatas, Claim tersebut tidak tepat. Karena daging
tersebuit telah kadaluwarsa di display cabinet Toko/supermarket.












Penuntun Teknis


102
BAHAN RUJUKAN

Apriyantono, A. D. Fardiaz, N. Puspitasari, S. Yasni. 1988. Analisis Pangan. IPB Press,
Bogor.

Alice. P. Shelf-life. 1999. Nutrition & Food Science. Volume 99 Number 3 1999 pp.
131135

Arafa, A.A., and T.C. Chen. 1976. Quality characteristics of convenience chicken
products as related to packaging and storage. J. Food Sci. 41:18-22.

Arpah dan Syarief, 2000. Evaluasi model-model pendugaan umur simpan pangan dari
hukum difusi Fick unidireksional. Bull. Tek & Ind. Pangan, Agustus. 2000.

Arpah, R. Syarief, J. Hermanianto dan P. Hariyadi 1998. Perbandingan beberapa model
ASS (accelerated storage studies) dari hukum difusi Fick unidireksional:
Penerapan pada penetapan umur simpan biskuit. Proceeding Seminar Nasional
Tek. Pangan dan Gizi. 15 Desember 1998. Yogyakarta.

Arpah, J. Hermanianto dan W.K. Jati. 1999. Penentuan umur simpan produk ekstrusi
dari hasil samping penggilingan padi (menir dan bekatul) dengan menggunakan
metoda konvensional , kinetika Arhenius dan sorpsi isotermis. Proceeding
Seminar Nasional Tek. Pangan dan Gizi. 12-13 Oktobert 1999. Jakarta.

Arpah, P. Setiawan dan A.B. Ahza. 1999. Pembuatan dan penetapan waktu
kadaluwarsa kacang garing tradisional berlemak rendah dari bahan dasar kacang
tanah hasil penekanan hidraulik. Proceeding Seminar Nasional Makanan
tradisional. 16 Maret 1999. Yogyakarta.

Arpah, 2001. Pendugaan umur simpan makanan dengan simulasi komputer. Makalah
disampaikan pada pelatihan teknis penentuan waktu kadaluwarsa makanan,
Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia-Badan Pengembangan Ekspor
Nasional. 13-15 Maret, 2001. Jakarta.

Arpah, 2002. Dasar-dasar penetapan waktu kadaluwarsa pangan. Makalah
disampaikan pada pelatihan teknis penentuan waktu kadaluwarsa makanan,
Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia-Badan Pengembangan Ekspor
Nasional. 29-30 Mei, 2002. Jakarta.

Cardelli. C., T. P. Labuza. 2001. Application of Weibull Hazard Analysis to the
determination of the Shelf Life of roasted and ground coffee. Lebensm.-Wiss. u.-
Technol., Vol : 34 (5) : 273-278.

Duyvesteyn. W.S., E. Shimoni. , T.P. Labuza. 2001. Determination of end of shelf-
life
for milk using Weybull Hazard Analysis. Lebensm.-Wiss. u.-Technol., Vol : 34 (3) : 143-
148;
Penuntun Teknis


103

Fields, S. C. and Prusik, T. 1986. Shelf life estimation of beverage and food products
using bar coded time-temperature indicator labels, in The Shelf Life of Foods and
Beverage,s, G. Charalambous, ed., Elsevier Science Publishers, Amsterdam, pp.
85 96.

Floros.J.D. ,V. Gnanasekharan, V.. 1993. Shelf Life Prediction Of Packaged Foods.
Chemical, Biological, Physical And Nutrisional Aspects, (G. Charalambous, ed.).
Elsevier Publ. London

Gacula, M.C.Jr. Kubala, J.J. 1975. Statistical model for shelf-life failure. J. Food Sci.
40 (404-409).

Gacula, M.C. 1975. The design of experiments for shelf life study. J. FoodSci. 40:399.

Guadagni, D. 1960. Calculation of quality change from time-temperature record..
Conference on Frozen Food Quality. November 4, 1960. USDA, Agri. Res. Serv.,
Albany, CA.

Heiss, R., E. Eichner, 1971. Moisture content and shelf-life. Food Manufacture 46(6):
37-42.

Heiss, R. 1958. Shelf life determinations. Mod. Pack. 31(8):119.

IFT, 1974. Shelf-life of Food, Report by The Institute of Food Technologiest Expert
Panel on Food Safety and Nutrition and The Commitee on Public Information, IFT,
Chicago, Illinois, August 1974. J.Food Sci. 39:861 (1974).

Labuza, T.P. 1994. The Maillard Reaction of Sugars with Proteins. Paper presented
at: Colorado Protein Stability Conference, Colorado University.

Labuza, T.P. 1983. Reaction kinetics and accelerated test simulation as a function of
Temperature didalam Computer-aided Techniques in Food Technology (I.Saguy
Ed.) Marcel-Dekker,NY.

Labuza, T.P. 1968. Sorption Isotherm in Foods. Food Tech 22(3): 263

Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press., Inc.,
Westport, Connecticut.

Labuza, T.P. and M.K. Schmidl. 1988. Philosophy of and graphical methods for
evaluation of sensory data useful in the shelf life testing of foods. Cereal
FoodsWorld. 33:(193-206).

Labuza, T. P, and Fu, B. 1992. Microbial growth kinetics for shelf life prediction: Theory
and practice, in Proceedings of the International Conference on the Application of
Predictive Microbiology and Computer Modeling Techniques to the Food Industry,
R. L. Buchanan and S. Pdumbo, eds., April 12 15, 1992, Tampa, FL.
Penuntun Teknis


104

Labuza, T. P., Fu, B. and Taoukis, P. S. 1992. "Prediction for shelf life and safety of
minimally processed CAP/MAP chilled foods," J. Food Prot., 55(10):741 750.

Labuza T.P. C.G.A. Davies. 2000. The Maillard Reaction. Paper of The Department of
Food Science and Nutrition University of Minnesota, St. Paul, Minnesota 55108.

Labuza, T. P. and Schmidl, M.K. 1985. Accelerated shelf-life testing of foods. Food
Technology, 39(9): 57-62, 64.

Labuza, T. P. 1971. Kinetics of lipid oxidation in foods. CRC Critical Reviews in Food
Technology (2): 355-404.

Mathlouthi, M. 1994. Food Packaging and Preservation. Blackie Academic and
Professional, UK.

Man, C.M.D. Jones. A.A. 1994. Shelf Life Evaluation of Foods. Blackie Academic &
Professional, London.

Nelson, P.E., J.V. Chambers., J.H. Rodriquez. 1987. Principles Of Aseptic Processing
And Packaging. Food Processor Institute, NY.


OTA-The Office of Technology Assessment. 1979. Open Shelf-Life Dating of Food.
OTA Contract Report.. OTA-C-78-001. Washington, DC.

Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Pengujian Organoleptik Produk Pangan.
Jurusan TPG-Fateta, IPB. Bogor.

Rosenfeld, P.E. 1984. Shelf-life testing utilizing the Arrhenius model to characterize a
distribution system. di dalam: Engineering and Food Processing Application. (B.M.
Mc. Kenna, ed.). Elsevier Applied Science Publisher. England.

Robertson, G.L. 1993. Food Packaging Principle and Practices. Marcel Dekker, Inc.
NY.

Rudolph, F.B. 1986. Prediction of shelf-life of package water sensitive foods. Lebenm
Wiss. u technol. 20(1):19-21

Syarief.. R. 1986. Teknologi Pengemasan Pangan (Penuntun Praktikum). Jurusan
Teknologi Pangan Dan Gizi, Fateta-IPB, Bogor.

Syarief, R. 1992. Teknologi Pengemasan Pangan . Monograf. PAU Pangan Dan Gizi
IPB, Bogor.

Surat Keputusan DirJen POM N0.02240/B/SK/VII/91, Tanggal 2 Juli 1991.

Penuntun Teknis


105
Sadler, G.D. 1987.Aseptic chemistry di dalam Principle of Aseptic Processing and
Packaging (P.E.Nelson, ed.). The Food Processor Institute,

Spiess, W.E.L., W. Wolf, 1987. Critical evaluation of methods to determine moisture
Sorption isotherm di dalam Water Activity: Theory and Application to Food. Marcell
Dekker, Inc. NY.

UU No.7 Tahun 1996. Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 1996.

Van Arsdel, W.B. 1957. The time-temperature-tolerance of frozen foods. I. Introduction -
the problem and the attack. Food Technol. 11:28.

Van Arsdel, W.B., and D.G. Guadagni. 1959. Time-temperature-tolerance of frozen
foods. XV. Methods of using temperature histories to estimate changes in frozen
food quality. Food Technol. 13:14.



DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2003

Das könnte Ihnen auch gefallen