Sie sind auf Seite 1von 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km2 dari timur ke barat sepanjang khatulistiwa dan 1.760 km2 dari utara ke selatan. Luas daratan Negara Indonesia mencapai 1,9 juta km2 dan luas perairan laut Indonesia sekitar 7,9 juta km. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.791km2. Mengingat perairan pantai atau pesisir merupakan perairan yang sangat produktif, maka panjangnya pantai Indonesia merupakan potensi sumber daya alam (hayati) yang besar untuk pembangunan ekonomi di negara ini. Potensi sumber daya alam wilayah pesisir tersebut haruslah didukung oleh pengelolaan pemenfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan ( environmental services ) yang terdapat di kawasan pesisir, dengan melakukan penilaian menyeluruh ( comprehensive assessment ) tentang kawasan pesisir berserta sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan dan kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya, guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan secara menyeluruh dan terpadu Pengelolaan wilayah pesisir ini juga sangat dipengaruhi oleh pemberlakukan Undang-Undang (UU) No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada beberapa pasalnya berkaitan dengan masalah wilayah pesisir dan laut. UU ini diharapkan segera diikuti dengan ketentuan seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaannya, sehingga pengelolaan ataupun pemanfaatan laut tidak semakin kacau. Dalam UU itu disebutkan, pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayah masing-masing, dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 10 UU 22/1999) sehingga pengelolaan sumber daya alam yang diserahkan ke pemerintah daerah, bisa menimbulkan harapan baru untuk pengelolaan kawasan pesisir yang lebih baik. Sebaliknya tanpa persiapan dan pembangunan institusi, UU itu bisa menjadi bencana karena akan terjadi eksploitasi yang memperparah kerusakan.

1.2 Rumusan Masalah Peruntukan wilayah pesisir menjadi kawasan pelabuhan menjadikan pelabuhan tersebut menjadi suatu kawasan yang multi fungsi dengan beragam aktivitas di dalamnya membutuhkan adanya pengembangan kawasan sehingga peningkatan aktivitas dan pengembangan kawasan pelabuhan seringkali menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Laporan dari Bapedalda menunjukkan terdapat beberapa masalah lingkungan yang terjadi di kawasan Pelabuhan. Kegiatan diperairan berupa kegiatan kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan menghasilkan banyak limbah baik berupa buangan minyak, sampah dan limbah cair lainnya setiap harinya. Aktivitas industri dalam proses produksinya juga menghasilkan buangan baik cair maupun gas yang dapat menyebabkan pencemaran kawasan di sekitarnya. Aktivitas darat lainnya berupa pergudangan, docking atau perbaikan kapal, industri dan perkantoran juga menghasilkan banyak limbah setiap harinya.

1.3 Tujuan a) b) c) Untuk mengetahui dampak cemaran dari aktivitas pelabuhan yang semakin meningkat. Untuk mengetahui prosedur AMDAL yang ada di pelabuhan. Untuk mengetahui usaha untuk mengurangi dampak pencemaran di pelabuhan

1.4 Sasaran Agar diperoleh ilmu dan keteramplan mengenai Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Terutama di daerah sekitar pelabuhan.

1.5 Luaran Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu dan informasi tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, sehingga meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman di lapangan sehingga bisa menjawab permasalahan yang timbul di masyarakat tentang lingkungan sekitar pelabuhan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pelabuhan Pengertian Pelabuhan menurut Peratuan Pemerintah RI no 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, adalah: Tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, untuk naik turun penumpang dan/ atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Sedangkan Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal dan barang, serta tempat perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. Bila ditinjau dari segi pengusahaanya maka pelabuhan arti pelabuhan adalah : a. Pelabuhan yang diusahakan Pelabuhan yang diusahakan, yaitu pelabuhan yang sengaja diselenggarakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukan kegiatan bongkar muat dan kegiatan lainnya.Pelabuhan semacam ini tentu saja dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang untuk pemakaian oleh kapal dan muatannya, dikenakan pembayaran-pembayaran tertentu b. Pelabuhan yang tidak diusahakan, yaitu pelabuhan yang sekedar hanya merupakan tempat kapal/ perahu dan tanpa fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh pelabuhan. Sedangkan menurut UU No.21 Tahun 1992-PP. No. 70 Tahun 1996- Km No. 26 Tahun 1998, Pengertian pelabuhan lebih diperluas yaitu : c. Pelabuhan Umum, ialah pelabuhan yang dikunjungi oleh bermacam-macam kapal untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang-barang campuran juga penumpang dan hewan serta dikelola oleh instansi yang ditunjuk oleh pemerintah seperti PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II, sebagai contoh: Pelabuhan Teluk Bayur. d. Pelabuhan Khusus, ialah pelabuhan yang dikunjungi oleh kapal- kapal yang bermuatan tertentu untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang-barang tertentu atau khusus serta dikelola oleh instansi terkait, sebagai contoh : Pelabuhan Teluk Kabung ( milik PERTAMINA ) e. Pelabuhan Laut, yaitu pelabuhan yang bebas untuk dimasuki oleh kapal-kapal yang berbendera negara asing. Jadi kalau sebuah kapal asing hendak memasuki pelabuhan laut, dia boleh

langsung masuk tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu, karena pelabuhan laut memang disediakan untuk perdagangan internasional. f. Pelabuhan Pantai, yaitu pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan dalam negeri dan luar negeri dan oleh karena itu tidak terlalu bebas disinggahi oleh kapal yang berbendera asing. Kapal asing tersebut masih dapat menyinggahi pelabuhan pantai, dengan cara terlebih dahulu meminta izin kepihak pelabuhan terkait.

2.2 Konsep Pembangunan Wilayah Pelabuhan Secara umum perencanaan pelabuhan agak berbeda dengan perencanaan prasarana lainnya, mengingat peran dan fungsi pelabuhan itu sendiri. Mengingat hal diatas, perencanaan pelabuhan harus dapat memenuhi dan merefleksikan fungsi dan perannya. Selain itu perencanaan pelabuhan harus dikaitkan pada aktifitas dan prasarana lainnya yang menunjang keberlangsungan pelabuhan itu. Perencanaan pelabuhan merupakan multi disiplin ilmu dan mempunyai kompleksitas yang cukup besar, sehingga berbagai disiplin ilmu terkait pada perencanaan pelabuhan ini. Seorang perencana pelabuhan (Port Planner) harus memimpin dan mengkoordinasikan berbagai keterkaitan disiplin ilmu tersebut menjadi suatu output perencanaan sesuai dengan tolok ukur/acuannya. Pembangunan di suatu wilayah/daerah pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi di daerah lain, dan kebijakan ekonomi makro dari negara bersangkutan. Dengan demikian, terdapat ketergantungan antar daerah, sehingga pertumbuhan produksi perkapita di suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh lokasi daerah dan aktivitas di daerah yang bersangkutan, akan tetapi juga kondisi dan aktivitas yang ada di daerah lain. Kondisi ketergantungan ini telah melahirkan paling tidak 2 (dua) teori yang berkaitan dengan kerangka konseptual pembangunan daerah, yaitu : 1. Konsep Basis Ekonomi Teori ini beranggapan bahwa permintaan terhadap input hanya dapat meningkat melalui perluasan permintaan terhadap output yang diproduksi oleh parkir basis (ekspor) dan parkir non basis (local). Permintaan terhadap produksi parkir local hanya dapat meningkat apabila pendapatan local meningkat. Sementara disisi lain, peningkatan pendapatan iini hanya akan terjadi apabila parkir basis meningkat. Oleh karena itu, menurut konsep ini ekspor daerah adalah merupakan faktor penentu dalam pembangunan ekonomi. Disinilah peranan mempromosikan daerah dan subsidi langsung kepada investor menjadi sangat penting. 2. Konsep Perbedaan Tingkat Imbalan (Rate of Return) Pemahaman dalam konsep perbedaan tingkat imbalan didasarkan pada pemikiran bahwa suatu daerah terbelakang bukanlah disebabkan karena tidak beruntung atau kegagalan pasar, akan tetapi disebabkan oleh produktivitasnya yang rendah. Oleh karena itu, investasi dalam prasarana adalah

penting sebagai sarana pembangunan daerah. Kedua teori di atas nampaknya sangat relevan untuk dipergunakan sebagai landasan didalam melihat proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Oleh karena itu, dalam suatu proses pembangunan ada 3 (tiga) program yang dapt dikelompokkan sebagai program prioritas, tanpa meninggalkan program-program penting lainnya. Ketiga program prioritas tersebut adalah : 1. Pengembangan Sumberdaya Manusia yang Berkualitas 2. Pembangunan Bidang Infrastruktur Program ini dimaksudkan untuk memperlancar system transportasi antar daerah sampai ke daerahdaerah yang masih terisolasi. Prioritas ini secara lebih rinci dijabarkan melaluiprogram-program sebagai berikut, a) b) c) d) e) Prasarana jalan dan jembatan Perhubungan darat, danau, sungai dan penyebrangan Perhubungan laut Perhubungan udara Pos dan Telekomunikasi

3. Pembangunan Perekonomian Dalam Arti Luas Program ini dimaksudkan untuk mewujudkan suatu parkir, apakah industri, pertanian atau parkir lainnya, yang akan dijadikan tulang punggung perekonomian daerah (Muis, 2011).

2.3 Konsep Perencanaan Pelabuhan Secara umum perencanaan/pengembangan pelabuhan dapat direfleksikan oleh sifat kelembagaannya, ada yang berorientasi bisnis (bussiness oriented) dan ada yang berorientasi kepada kepentingan umum. Pelabuhan yang berorientasi pada keuntungan, perencanaan pengembangan dilakukan secara bertahap dan dikaitkan pada pengembangan yang memberikan keuntungan langsung. Sebaliknya pelabuhan yang berorentasi pada kepentingan umum, perencanaan pengembangan dilaksanakan dalam jangka panjang dan komprehensif serta diarahkan pada pelabuhan sebagai prasarana umum yang menunjang perkembangan sosial ekonomi daerah dan nasional, guna memperoleh keuntungan menyeluruh. Menurut (Anonim, 2010) Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pelabuhan, diantaranya: Kebutuhan akan ruang dan lahan Perkembangan ekonomi daerah hinterland pelabuhan Perkembangan industri yang terkait pada pelabuhan Arus dan komposisi barang yang ada dan diperkirakan

Jenis dan ukuran kapal Hubungan transportasi darat dan perairan dengan hinterland Akses dari dan menuju laut Potensi pengembangan fisik Aspek nautis dan hidraulik Keamanan/keselamatan dan dampak lingkungan Analisis ekonomi dan finansial Fasilitas dan struktur yang ada. 2.4 Investasi dan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Keberhasilan proyek pembangunan pelabuhan bukan pada kehadiran fisiknya akan tetapi lebih dititik beratkan pada peran dan fungsinya dalam menunjang kelancaran dan pertumbuhan arus barang dalam pola perdagangan maupun pertumbuhan ekonomi regional maupun nasional (Muis, 2010). Secara umum investasi dapat berupa aktifitas:

Ekspansi/pengembangan, penilaian kelayakan atas perluasan lini produk yang ada seperti investasi baru untuk dermaga, bangunan, gudang dan modal kerja.

Penghematan biaya, misalnya investasi di bidang teknologi baru harus dinilai dari penghematan atau output yang lebih besar.

Penggantian (replacement), memutuskan perlu tidaknya dan waktunya penggantian peralatan tua dengan peralatan baru, menghemat biaya operasi dan meningkatkan kualitas.

Pilihan alternatif, memutuskan diantara alternatif investasi untuk mencapai hasil yang sama, sedangkan rasio antara modal dengan biaya investasi yang harus dikeluarkan berbeda.

2.5 Manajemen Sanitasi Pelabuhan Penerapan manajemen pada usaha Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) pada umumnya dibutuhkan pendekatan terhadap aspek sosial. Untuk melakukan pendekatan aspek sosial diperlukan penguasaan pengetahuan antara lain tentang kebiasaan hidup, adat istiadat, kebudayaan, keadaan ekonomi, kepercayaan, komunikasi dan motivasi (Depkes RI, 1996). Menurut Suparlan (1988) dalam Adriyani (2005) pendekatan aspek sosial membutuhkan berbagai pertimbangan terhadap berbagai macam faktor dari kehidupan masyarakat, diantaranya faktor: 1. Pengertian Pengertian karyawan serta masyarakat tentang pentingnya serta manfaat suatu usaha kesehatan masyarakat sangat diperlukan sebab tanpa adanya pengertian ini segala sesuatunya akan berjalan

tanpa arah. Pengertian merupakan dasar pokok guna memperoleh kesadaran dan pengetahuan untuk bertindak secara aktif. 2. Pendekatan Pendekatan yang baik perlu dilakukan terutama terhadap Pimpinan maupun karyawan perusahaan Tempat-Tempat Umum (TTU), biasanya dilakukan dengan memberikan beberapa bentuk motivasi. Titik pangkal suksesnya usaha STTU banyak bergantung dari cara pendekatan ini, ada 2 macam pendekatan terhadap pimpinan dan karyawan yang dapat ditempuh yaitu: a. Pendekatan formal Pendekatan formal yaitu suatu pendekatan terhadap pimpinan secara resmi. b. Pendekatan informal Pendekatan informal yaitu suatu pendekatan terhadap karyawan bawahan dimana pekerja berada dan dilakukan di tempat kerjanya. Selain pendekatan di atas menurut Buku Pedoman Sanitasi Tempat-Tempat Umum (1996), pendekatan yang biasa digunakan pada aspek ini adalah pendekatan edukatif yang ditujukan kepada masyarakat umum dan masyarakat pengunjung TTU khususnya perlu diberi pengertian dan kesadaran tentang usaha STTU. Dengan adanya pengertian dari pengunjung bahwa TTU yang tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan dan menyebarkan penyakit, maka pengunjung/masyarakat akan berusaha untuk senantiasa memelihara STTU. 3. Kesadaran Faktor kesadaran terutama karyawan pelabuhan dibutuhkan sekali guna pelaksanaan program, tanpa kesadaran makan pelaksanaan program STTU akan mengalami hambatan dan kesulitan, karena tidak diketahui dan disadari akan pentingnya serta manfaatnya baik bagi perusahaan maupun bagi pribadi karyawan yang bersangkutan. Faktor kesadaran diperoleh sebagai hasil pendekatan edukatif melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan. 4. Partisipasi Faktor partisipasi dari karyawan Pelabuhan secara total sangat dibutuhkan dalam rangka memelihara, membina dan mengembangkan usaha Sanitasi. Partisipasi penuh dari karyawan dapat diperoleh dan ditingkatkan dengan cara memberikan pengertian serta motivasi tentang pentingnya Hygiene dan STTU dipandang dari segi kesehatan maupun dari segi bisnis operasional. 5. Kerja sama Usaha kesehatan masyarakat khususnya usaha Hygiene dan STTU dibutuhkan adanya kerjasama dalam tim. Tanpa kerja sama yang baik maka usaha ini tidak akan berjalan dengan baik. 6. Keuangan

Dimana terdapat suatu usaha terutama dalam usaha Hygiene dan STTU khususnya yang berhubungan dengan masalah perbaikan dan penyempurnaan tentu membawa konsekuensi biaya, tanpa ditunjang biaya yang memadai ini maka kegiatan ini tidak akan berjalan semestinya. Kegiatan ini sangat membutuhkan adanya anggaran khusus terutama guna pelaksanaan pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan sanitasi di lingkungan pelabuhan hendaknya menjadi komitmen bagi seluruh pekerja di pelabuhan. Tentu saja hal ini diikuti dengan manajemen pemeliharaan sanitasi yang baik antara lain berupa kecukupan personil kebersihan, alokasi dana yang mencukupi dari pihak pengelola pelabuhan.

2.6 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup, setiap orang mempunyai hak atas imformasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup setiap usaha dan ataukegiatan dilarang melanggar baku-mutu dan kreteria baku kerusakan lingkungan hidup, setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinannya dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup *wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.* Setiap usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan atau kegiatan wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup dalammenerbitkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan wajib diperhatikanrencana tata ruang, pendapat masyarakat, pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang dan berkaitan dengan usaha atau kegiatan tersebut. *Pelanggaran terhadap proses itu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha *dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan atau kegiatan,pemerintahmendorong penanggung jawab usaha atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kepengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan pri kehidupan

masyarakat//bahkan Undang-undang pun meng-amanahkan sanksi pidana terhadap pelanggaran dampak lingkungan hidup dimaksud. Permasalahan dan kendala penerapan AMDAL dalam pengelolaan lingkungan hidup serta pra kondisi penerbitan berbagai perizinan suatu kegiatan usaha akhirnya menjadi pertanyaan besar (Buana, 2010).

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Proyeksi lalu lintas pelabuhan Secara umum kebutuhan suatu rencana pengembangan pelabuhan laut dipengaruhi oleh berbagai perkembangan social-ekonomi dan daerah layanannya, baik daerah layanan belakang (hinterland) maupun daerah layanan depan (foreland). Yang menjadi daerah layanan belakang dari pelabuhan yang direncanakan paling tidak mencakup wilayah satu Kabupaten atau bahkan bias juga satu propinsi, sedangkan daerah layanan depannya adalah daerah-daerah lain di seluruh Indonesia yang menjadi asal dan tujuan para penumpang/barang angkutan laut. Potensi pengguna dari pelabuhan yang direncanakan terutama berkaitan dengan fungsi pelabuhan ini apakah akan berfungsi sebagai pelabuhan Internasional, pelabuhan regional, atau pelabuhan local. Perkiraan arus bongkar muat barang di Pelabuhan akan didasarkan pada perkiraan pertumbuhan lalulintas barang yang ada di wilayah hinterland yang bersangkutan. Perkiraan pertumbuhan arus bongkar muat barang ini dapat dilakukan antara lain berdasarkan : 1. Metode Gravitasi (Bangkitan-tarikan). Proyeksi pertumbuhan bongkar muat barang dengan metode Gravitasi didasarkan pada teori bahwa adanya aktivitas dalam suatu zona (daerah) akan menyebabkan timbulnya kebutuhan perjalanan baik dalam zona itu sendiri atau perjalanan ke zonalain. Berdasarkan besarnya bangkitan dan tarikan perjalanan dari dan ke suatu zona, dapat dilakukan peramalan volume perjalanan beberapa tahun mendatang dengan menggunakan model estimasi distribusi perjalanan (trip distribution). Ada banyak faktor yang mempengaruhi bangkitan dan tarikan perjalanan, miasalnya jumlah penduduk, PDRB, jumlah rumah tangga, jumlah industri, dan jumlah kendaraan bermotor. Penentuan model terbaik dilakukan dengan meninjau parameterparameter berikut ini :

Memiliki koefisien korelasi (r2) terbesar, yang menunjukkan kedekatan hubungan antara model dengan data real.

Memiliki konstanta persamaan / intercept yang terkecil yang menunjukkan faktor-faktor yang tidak diperhitungkan / faktor pemaaf. Makin kecil konstanta persamaan, berarti pengaruhdari faktor-faktor yang tidak diperhitungkan semakin kecil.

Kesesuaian ekspektasi antara dugaan dan real.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan PDRB ini digunakan sebagai parameter pertumbuhan arus bongkar muat barang yang patut dipertimbangkan. Angka pertumbuhan jumlah bongkar muat barang di pelabuhan diasumsikan sesuai dengan rata-rata pertumbuhan PDRB di

daerah yang bersangkutan. Angka pertumbuhan PDRB ini diambildari rata-rata pertumbuhan PDRB beberapa tahun terakhir.

3. Perkiraan kompromi, yaitu laju pertumbuhan rata-rata dari proyeksi menggunakan model matematis dengan proyeksi berdasarkan pertumbuhan PDRB. Skenario ini kita sebut Skenario Moderat.

3.2 Sistematika Pelabuhan Kinerja pelabuhan dapat ditunjukkan oleh kualitas pelayanan terhadap kapal maupun barang di suatu pelabuhan. Variabel yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan atau kinerja operasional pelabuhan antara lain produktifitas bongkar muat yang antara lain diukur melalui variabel ship output, sedangkan kinerja operasional antara lain terdiri atas waiting time, berthing time, turn round time. Ship output (TSHP) sendiri merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur besarnya produktifitas bongkar muat kapal. Peralatan bongkar muat sangat mempengaruhi lamanya kapal di dermaga, apabila alat bongkar muat kurang memadai maka produktifitas bongkar muat rendah, sebaliknya peralatan bongkar muat memadai serta SDM yang profesional maka produktifitas bongkar muat akan tinggi, dengan sendirinya kapal akan cepat meninggalkan dermaga atau berthing time dapat diperkecil. Peranan Pelabuhan sebagai salah satu pelabuhan tujuan bagi pelayaran domestik dan pelayaran rakyat yang akan melakukan aktivitas bongkar muat berjenis barang keperluan rumah tangga dan bangunan dari berbagai daerah di seluruh pelosok nusantara, dan juga sekali merupakan tempat kegiatan ekonomi bagi suatu negara, oleh sebab itu dituntut tersedianya fasilitas pelabuhan yang memadai sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepelabuhan. 3.3 Pelabuhan dan Fasilitas Utamanya Pelabuhan adalah suatu kawasan yang mempunyai beberapa fasilitas untuk menunjang kegiatan operasional. Fasilitas-fasilitas tersebut ditujukan untuk melancarkan kegiatan usaha di pelabuhan. Fasilitas pelabuhan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. Pembagian ini dibuat berdasarkan kepentingannya terhadap kegiatan pelabuhan itu sendiri. Fasilitas pokok pelabuhan terdiri dari : Alur pelayaran Kolam pelabuhan Penahan gelombang (breakwater) Dermaga

Alur pelayaran: Alur pelayaran dalam istilah kepelabuhanan mempunyai pengertian bahwa daerah yang dilalui kapal sebelum masuk ke dalam wilayah pelabuhan. Batas wilayah pelabuhan sendiri dibatasi oleh pemecah gelombang (breakwater). Hampir di semua pelabuhan yang diusahakan ada aturan bahwa setiap kapal yang masuk ke daerah alur pelayaran harus membayar Jasa Labuh (biaya berlabuh di wilayah pelabuhan). Kolam Pelabuhan: Kolam pelabuhan adalah perairan yang berada di depan dermaga yang digunakan untuk bersandarnya kapal. Penahan Gelombang: Penahan gelombang (breakwater) merupakan bagian fasilitas pelabuhan yang dibangun dengan bahan batu kali dengan berat tertentu atau dengan bahan buatan yang berbentuk tertentu seperti tetraods, quadripods, hexapods ataudengan dinding tegak (caison). Dermaga: Sarana-sarana tambahan adalah sarana dimana kapal-kapal bersandar untuk memuat dan menurunkan barang atau untuk mengangkut dan menurunkan penumpang-penumpang. Yang dimaksud dengan tambatan adalah: Dermaga (quaywalls), pelampung tambatan (mooring piles), piled piers, ponton-ponton, dermaga-dermaga ringan (lighter wharves) dan jalan-jalan rel (slipways).

3.4 Persyaratan Sanitasi di Pelabuhan Persyaratan sanitasi standar yang harus dimiliki oleh sebuah pelabuhan antara lain: a. Bagian luar 1) Tempat parkir Harus bersih, tidak ada sampah berserakan, dan tidak ada genangan air. 2) Tempat sampah Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup dan kedap air serta dalam jumlah yang cukup. 3) Pencahayaan Penerangan harus cukup dan tidak menyilaukan mata, terutama pada pintu masuk dan keluar tempat parkir. b. Bagian dalam 1) Ruang tunggu a) Ruangan harus bersih. b) Tempat duduk harus bersih dan bebas dari kutu busuk. c) Pencahayaan harus cukup dan tidak menyilaukan mata (minimal 10 fc) sehingga dapat digunakan untuk membaca. d) Penghawaan harus cukup, minimal 10% dari luas lantai. e) Lantai tidak licin, kedap air, dan mudah dibersihkan.

f) Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup, kedap air, dan dalam jumlah yang cukup. 2) Pembuangan kotoran manusia a) Tersedia jamban yang memenuhi syarat (tipe leher angsa) minimal 1 jamban untuk 100 pengunjung, atau minimal 2 buah jamban. b)Tersedia peturasan (urinoir) yang baik, minimal 1 peturasan untuk 200 orang pengunjung dan tersedia pasokan air yang mencukupi. c) Harus ada tanda yang jelas untuk membedakan antara jamban pria dengan jamban wanita. d) Jamban dan peturasan harus dalam keadaan bersih dan tidak berbau. 3) Pembuangan sampah a) Harus tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup, kedap air, dan dalam jumlah yang cukup. b) Pengangkutan sampah dilakukan setiap hari sehingga tidak ada sampah yang menumpuk. 4) Pembuangan air limbah Air limbah dan air hujan dialirkan melalui saluran tertutup dan dibuang ke septic tank atau ke saluran air kotor perkotaan. 5) Tempat cuci tangan Harus tersedia tempat cuci tangan yang baik, minimal satu, dilengkapi dengan sabun dan kain serbet. Lain-lain 1) Tersedia alat perlengkapan untuk P3K. 2) Terdapat alat pemadam kebakaran. 3) Bar atau restoran atau rumah makan yang ada ahrus memenuhi syarat higiene dan sanitasi makanan dan minuman (Chandra, 2006).

Hubungan dengan Instansi Terkait Instansi yang terkait dalam pembangunan konstruksi sebuah rumah sakit dibutuhkan beberapa instansi yang dapat mendukung dari mulai proses pembangunan rumah sakit hingga kegiatan-kegiatan rumah sakit sesuai dengan fungsinya. Instansi yang terkait dalam pembangunan rumah sakit ini diantaranya yaitu: Menteri pekerjaan umum a. Menteri lingkungan hidup, b. Menteri tenaga kerja, c. Jaminan asuransi konstruksi,

d. Menteri kesehatan. e. Badan Pertanahan Nasional atau Kantor Pertanahan Setempat f. Pemerintahan Daerah, meliputi : Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) kota madya Jakarta pusat Dinas Tata Ruang dan Tata kota madya Jakarta pusat Dinas Pengawas Pembangunan daerah khusus Ibukota Jakarta Lurah dan Camat RT dan RW setempat (jalur penghubung terhadap warga). g. Pihak Pengadaan Barang dan Jasa Konstruksi h. Jaminan Pelayanan Kesehatan Jamsostek

PERMASALAHAN PEMBANGUNAN PELABUHAN 1). Ketataruangan Pemgembangan pelabuhan merupakan suatu contoh pembangunan yang dampaknya dapat mempengaruhi lingkungan yang cukup luas. Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan ini berasal dari konstruksi , tetapi dampak yang harus diperhitungkan juga adalah justru saat operasional. Pada saat operasional ini, yang dampaknya harus diperhitungkan dalam AMDAL adalah dampak lingkungan kaitan antara lingkungan laut dan lingkungan daratan. Adanya keterkaitan yang erat antara lingkungan laut dan daratan maka penggunaan lahan yang ada dalam lokasi rencana bandara dan lokasi sekitarnya memerlukan pencermatan. Penggunaan lahan pemukiman, pendidikan dan fasilitas rumah sakit harus dihindari. Demikian pula areal rencana untuk kawasan industri yang diperkirakan banyak mengemisikan pencemaran udara berupa asap atau sebab yang lain. Lokasi yang dipilih untuk pengembangan pelabuhan harus memiliki saluran drainase yang baik. Permasalahan ketataruangan yang lain misalkan di sekitar pelabuhan terdapat pasar yang berfungsi sebagai pusat aktivitas masyarakat sehingga di dalam kegiatan pengembangan harus memperhatikan betul gangguan apa saja yang mungkin timbul nantinya. Sementara itu, harus diperhatikan juga mengenai penggunaan lahan yang telah ada di daerah tersebut yang sangat rentan akibat pengaruh dari kegiatan pelabuhan. Hal ini misalnya pengaruh kebisingan dan limbah pelabuhan.

Pada saat ini dengan banyaknya kapal-kapal besar yang singgah apalagi dengan adanya kapal-kapal pesiar yang mewah maka dalam merencanakan suatu pelabuhan baru pertimbangan ketataruangan semakin kompleks. Dalam merancang perluasan pelabuhan perlu juga dipertimbangkan mengenai ketataruangan yang berkait dengan kawasan kebisingan dan keselamatan pelayaran. Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu : adanya batas permukaan horizontal yaitu kawasan yang terbentuk berupa area permukaan datar yang di dalamnya ada landasan pelabuhan. Batas permukaan konikal ini berada pada ketinggian tertentu yaitu bertemunya bidang dengan sudut 2,5 % yang kemudian bertemu dengan batas atas permukaan konical. Sudut yang terbentuk dari ujung landasan adalah 2 % yang membentuk bidang jalur keselamatan pelabuhan yang kemudian dipergunakan sebagai bidang pendekatan untuk pendaratan. 2). Pemilihan lokasi Pada umumnya, perencanaan pembangunan suatu pelabuhan mengalami

perencanaan yang bertahap. Pada umumnya pada awalnya, dilakukan pemilihan lokasi yang paling sesuai dari berbagai faktor. Secara observasif dengan mempertimbangan berbagai data awal yang tersedia dan masukan dari berbagai pihak ditetapkan calon lokasi pelabuhan. Pada awalnya dipilih beberapa calon pelabuhan kemudian dianalisis tingkat kesesuaiannya dengan mempertimbangkan berbagai faktor terkait. Kriteria untuk menentukan kesesuaian lokasi calon pelabuhan antara lain : sosial, ekonomi , tersedianya aksesibilitas dan lingkungan. Keempat faktor ini harus dipertimbangkan dengan cermat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan lokasi pengembangan pelabuhan. Faktor sosial yang sangat menentukan adalah akan ada atau tidaknya persoalan sosial dikemudian hari. Indikator yang paling mudah adalah dengan melakukan observasi dan Focus Group Discussion (FGD) tanggapan penerimaan masyarakat terhadap rencana kegiatan pembangunan pelabuhan. Social Acceptance Analysis ini dipergunakan untuk menentukan skor kesesuaiannya kemudian faktor kedua adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini utamanya berkait dengan perhitungan multiplier effects antara penggunaan lahan yang lama dan penggunaan lahan untuk pelabuhan. Faktor ketiga merupakan faktor ketersediaan akses dan kemungkinan pembangunan jalan dan fasilitas transportasi

yang akan datang. Semakin tinggi aksesibilitas yang sekarang ada atau kemungkinan berkembangnya aksesibilitas yang akan datang, kesesuaiannya semakin tinggi. Sementara itu faktor lingkungan, utamanya faktor kesesuaian terhadap lanskap, pola angin (kecepatan, arah, kekuatan), faktor visibilitas (tembus pandang), ketersediaan sumberdaya (air, material untuk konstruksi), daerah yang sering terjadi banjir, kegempaan dan pertimbangan dari adanya kawasan konservasi. Berdasarkan penilaian terhadap empat kriteria tersebut maka semakin sesuai, semakin besar skor untuk dapat dipilihnya dipergunakan lokasi untuk tersebut menilai

untuk pelabuhan. Keempat

kriteria

tersebut

kesesuaiannya menjadi lokasi pengembangan pelabuhan baru. Setiap faktor dinilai dengan skor dengan rating dari angka 1 sampai 3. Angka skor 1 untuk tidak sesuai, angka skor 2 untuk kurang sesuai, dan angka skor 3 untuk sesuai. Jumlah total untuk calon terpilih adalah yang memiliki total skor tertinggi. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Penetapan Lokasi Pelabuhan dari Beberapa Calon Lokasi Berdasar Beberapa Kriteria Kriteria Calon lokasi A Kurang sesuai Tidak sesuai Calon lokasi B Sesuai Kurang sesuai Sesuai Calon lokasi C Tidak sesuai Calon lokasi D Kurang sesuai Kurang sesuai Sesuai Kurang sesuai 5 8

Sosial

Ekonomi

Tidak sesuai Kurang sesuai

Aksesibilitas

Sesuai

Lingkungan Total

Tidak sesuai 7

Sesuai 11

Berdasar atas penilaian dengan menggunakan ketiga rating tersebut maka calon lokasi B yang paling sesuai dibanding dengan calon lokasi yang lain karena nilai totalnya

tertinggi. Kemudian proses lebih lanjut adalah dikaji dampak lingkungan dari lokasi B ini. Kajian ini menggunakan instrumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). 3). Rintangan (Handicap) Pembangunan pelabuhan mempunyai dampak lingkungan yang sangat komplek. Pada areal terminal sekitar pelabuhan dan di sepanjang kiri dan kanan pelabuhan harus diperhitungkan adanya rintangan yang mengganggu pelayaran. Kawasan dalam

pelabuhan maupun diluar pelabuhan harus bebas rintangan. Lokasi yang dihindari untuk menjadi lokasi pelabuhan dengan

mempertimbangkan rintangan ini adalah : meander sungai, lokasi cekung, lembah, intermountain, lebih rendah dibandingkan permukaan air laut, daerah yang sering terjadi angin mati, berubah-ubah dan taifun. Disamping itu suatu daerah yang sering terjadi kabut dan berdekatan dengan bukit yang akan menyebabkan terjadinya kesulitan bagi nakhoda dalam melayarkan kapal. 4). Peraturan Perundangan Amdal Pembangunan Pelabuhan Pedoman dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan berdasar pada ketentuan bersifat internasional dan peraturan nasional. Sementara itu pedoman yang harus diacu para penyusun dokumen AMDAL adalah : Undang-undang RI No. 50 tahun 1990 tentang keanekaragaman hayati dan ekosistemnya Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang pengelolahan lingkungan hidup Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, sekretariat Negara RI Jakarta Peraturan Pemerintah RI No.20 tahun 1997 tentang pengendalian pencemaran air, Bapedal Jakarta Peraturan Pemerintah RI No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai dampak Lingkungan

Peraturan Pemerintah RI No.41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara. Bapedal Jakarta Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-48/MenLH/II/1996 tentang kebisingan. Bapedal jakarta. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-49/MenLH/II/1996 tentang baku mutu tingkat getaran. Bapedal Jakarta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-50/MenLH/II/1996 tentang baku mutu tingkat kebauan. Bapedal Jakarta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-45/MenLH/I0/1997 tentang indek standar pencemar udara. Bapedal Jakarta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-49/MenLH/II/1996 tentang baku mutu tingkat getaran. Bapedal Jakarta. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 tentang pelayaran PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 9 TAHUN 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Administrator Pelabuhan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 21 TAHUN 2007 tentang Sistem Dan Prosedur Pelayanan Kapal, Barang Dan Penumpang Pada Pelabuhan Laut Yang Diselenggarakan Oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Pelabuhan. PERATURAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KM 16 TAHUN 2007, NOMOR : 21/MDAG/PER/5/2007 tentang Pembentukan Forum Informasi Muatan Dan Ruang Kapal.

PERATURAN

MENTERI

PERHUBUNGAN

NOMOR

KM.

71

TAHUN

2005 tentang Pengangkutan Barang/Muatan Antar Pelabuhan Laut di Dalam Negeri PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM.7 TAHUN 2005 tentang Sarana bantu navigasi pelayaran PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM.8 TAHUN 2005 tentang

Telekomunikasi Pelayaran KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 3 TAHUN 2004 tentang Penunjukan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Sebagai Designated Authority Pelaksanaan Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan (International Ships And Port Facility Security / ISPS Code) KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 33 TAHUN 2003 tentang Pemberlakuan Amandemen Solas 1974 Tentang Pengamanan Kapal Dan Fasilitas Pelabuhan (International Ships And Port Facility Security / ISPS Code) Di Wilayah Indonesia PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 tentang perkapalan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 tentang kepelabuhan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 tentang Kepelautan Sementara itu, mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2001 tentang kepelabuhan, tatanan kepelabuhan dalam kaitannya dengan keselamatan operasi pelayaran, kawasan di sekitar pelabuhan dialokasikan agar tidak membahayakan pelayaran, dapat dirinci menjadi beberapa kawasan, yaitu: Kawasan pendekatan kapal. Kawasan ini adalah suatu kawasan perpanjangan dermaga yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu.

Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi pelayaran adalah kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi pelayaran di dalam dan / atau di luar daerah lingkungan kerjayang penggunaannya harus memenuhi persyaratan tertentu guna menjamin kinerja / efisiensi alat bantu navigasi pelayaran dan keselamatan pelayaran. Batas kawasan keselamatan operasi pelayaran merupakan batas yang ditentukan berdasarkan atas batas ruang di sekitar pelabuhan yang terbebas dari berbagai gangguan untuk menjamin keselamatan operasi disekitar pelabuhan dan masyarakat sekitarnya. Batas kawasan kebisingan dalah kawasan tertentu di sekitar pelabuhan yang terpengaruh oleh gelombang suara mesin kapal udara yang dapat mengganggu lingkungan. Fungsi penetapan batas kawasan kebisingan adalah agar masyarakat menyadari bahwa tinggal disekitar pelabuhan itu tidak nyaman. Disamping itu dimasudkan pula untuk membatasi atau mengendalikan pemanfaatan lahan dan ruang udara di sekitar kawasan pelabuhan. Kawasan kebisingan pelabuhan digambarkan dengan ketetapan yang diberikan adalah WECPNL (weighted equivalent continuous noise level). Formula yang diperkenalkan untuk menentukan area kebisingan adalah sebagai berikut : WECPNL = dBA + 10 Log N-27

MASALAH UTAMA (MAIN ISSUES) DAN MASALAH KUNCI (KEY ISSUES) LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN PELABUHAN Dalam pembangunan pelabuhan banyak permasalahan lingkungan. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah masalah utama dan masalah kunci bagi lingkungan. Adanya pengalaman yang banyak terhadap aspek teknis pembangunan pelayaran laut serta permasalahan pengoperasiannya maka identifikasi main issues dan key issues akan mudah ditetapkan. Pada hakekatnya permasalahan lingkungan pada pembangunan pelabuhan terjadi ada yang bersifat umum tetapi ada juga yang bersifat khusus. Permasalahan yang umum dimanapun pengembangan pelabuhan dilakukan tersebut akan selalu muncul. Tetapi permasalahan yang khusus akan berbeda-beda tergantung dari kondisi ekosistem dan lingkungannya. Permasalahan utama (main issues) yang bersifat umum adalah pencemaran, kendaraan, fungsi lahan, interaksi sosial dan perubahan norma sosial. Adapun masalah kuncinya dapat dijabarkan sebagai berikut. Masalah umum pencemaran akan menimbulkan masalah kuncinya kebisingan, masalah bangkitan kendaraan masalah kuncinya kemacetan lalu lintas, fungsi lahan masalah kuncinya pemilik lahan kehilangan mata pencaharian (jobless), interaksi sosial masalah kuncinya perubahan pola kekerabatan dan perubahan norma sosial masalah kuncinya adalah mulai hilangnya kegotongroyongan yang ada di masyarakat. Kemudian dilakukan penelaahan terhadap dampak besar dan penting dari kegiatan pembangunan Bandara pada berbagai tahapan. Menetapkan adanya masalah (utama dan kunci) dan dampak (besar dan penting) dilakukan dengan bermula dari suatu hipotesis. Tetapi kemudian ditetapkan dengan cara professional judgment, melalui proses brainstorming (adu pendapat), rapat dan membentuk adhok. Metoda yang sama untuk masalah (utama dan kunci) serta penetapan kedua hal tersebut masuk dalam proses pelingkupan (Scoping). Dalam proses Scoping ini, beberapa aspek yang ditetapkan selain dampak (besar dan penting), tetapi juga penetapan batas wilayah studi. Pada lokasi tertentu yang memiliki ekosistem tertentu mempunyai permasalahan dan dampak yang spesifik. Pada umumnya dampak yang signifikan untuk seluruh pembangunan Bandar Udara adalah masalah dan dampak yang terkait dengan komponen-komponen fisik dan kimia serta biotis. Sementara untuk lokasi bandara yang spesifik, permasalahan dan dampaknya berkait dengan komponen biotis dan social ekonomi dan budaya.

PELINGKUPAN ATAU SCOPING DALAM AMDAL PEMBANGUNAN PELABUHAN Pengertian pelingkupan Pelingkupan atau lingkup studi diterjemahkan dari kata scoping. Pelingkupan merupakan istilah yang sangat popular didalam AMDAL. Pelingkupan ini memang sangat penting, karena dengan pelingkupan akan dapat diperoleh arahan terhadap permasalahan (utama dan kunci) dan dampak (besar dan penting) lingkungan dari suatu rencana kegiatan pembangunan. Bahkan lebih jauh dari itu proses pelingkupan ini akan dapat dipergunakan untuk menentukan batas wilayah studi. Atas dasar uraian diatas maka pelingkupan adalah suatu proses untuk menentukan komponen lingkungan yang terkena dampak (besar dan penting) dari suatu kegiatan pembangunan. Disamping itu dari proses pelingkupan akan dapat dipergunakan untuk menentukan batas wilayah studi. Untuk pengembangan Pelabuhan yang dampaknya mencakup pertimbangan lingkungan darat dan udara, penetapan batas wilayah studi sangat dibutuhkan ketelitiannya. Dengan demikian maka pelingkupan mempunyai tujuan untuk menghemat tenaga, biaya dan waktu dalam penelitian dan penyusunan dokumen AMDAL. Proses Pelingkupan Pelingkupan hanya dapat dilakukan apabila tersedia data (hasil observasi dan data sekunder) dan uraian kegiatan pembangunan yang lengkap. Proses yang harus dilakukan merupakan langkah-langkah yang dimulai dan menentukan masalah yang potensial. Masalah (utama) potensial yang akan timbul ini dibuat daftar. Dengan menggunakan metodeCheck list (daftar uji). Daftar masalah (utama) kemudian di uji untuk mendapat daftar masalah (utama) yang sudah teruji. Daftar masalah (utama) yang sudah teruji ini merupakan masalah yang dihipotesiskan untuk di kaji lebih lanjut. Melalui uji hipotesis ini maka setiap masalah (utama) yang sudah dikaji akan menjadi masalah (kunci). Daftar masalah (kunci) lebih pendek dan masalah (utama) yang dihipotesiskan. Proses yang harus dilakukan lebih lanjut adalah proses focusing (pemusatan). Dengan menggunakan metoda Check list lagi di dapat daftar komponen laingkungan yang diduga akan terkena dampak besar dan penting. Dampak besar dan penting dan proses focusing inilah yang kemudian dikaji lebih lanjut terhadap sifat dampak dan perilaku dampak (Fandeli , 2007).

Pendekatan Dalam Pelingkupan. Di dalam uji analogis, professional judgment dan brainstorming perlu melakukan pendekatan. Pendekatan yang dipakai harus sesuai. Pada umumnya pendekatan yang dipergunakan untuk pelingkupan adalah : pendekatan kebijakan dan perencanaan, pendekatan ekologis, pendekatan sosial, pendekatan proyek dan pendekatan administratf. Oleh karena masing masing pendekatan mempunyai konsekuensi memperoleh batasan wilayah studi tersendiri. Namun batas wilayah studi yang berasal dan kelima pendekatan dilakukan penampalan (Overlay). Penampalan peta dari lima pendekatan tersebut ditetapkan dengan pendekatan teknis. Batas wilayah studi dengan pendekatan teknis, inilah yang kemudian dipergunakan untuk pelaksaanaan di lapangan. Pemilihan kelima pendekatan tersebut dilakukan untuk komponen lingkungan yang sesuai. Pendekatan kebijakan dipergunakan untuk menetapkan wilayah studi untuk komponen lingkungan ketataruangan, pendekatan ekologis untuk komponen fisik dan biotis. Untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya dipergunakan pendekatan sosial. Berbagai aspek yang berkaitan dengan administrasi menggunakan pedekatan administrasi. Pendekatan administrasi

dipergunakan untuk hal hal yang tidak memerlukan site tertentu. Pendekatan administrasi ini dipergunakan untuk menetapkan pertimbangan dalam mengelola lingkungan. Khususnya kelembagaan yang bertanggung jawab di bidang lingkungan. Sementara pendekatan proyek untuk menetapkan sumber cemaran yang dapat mengganggu lingkungan sekitar proyek pembangunan. Di dalam AMDAL pembangunan PELABUHAN sebelum menetapkan batas wilayah studi perlu ditetapkan pertimbangan batas keamanan pelayaran. Batas wilayah keamanan pelayaran ini menjadi sangat penting karena faktor keamanan di pelabuhan dan wilayah sekitarnya merupakan bekerjanya dua faktor yaitu faktor rintangan di laut dan faktor rintangan di darat. Kedua faktor ini berperan penting dalam posisi kapal ketika akan berlayar dan ketika kapal akan berlabuh. Batas wilayah studi untuk AMDAL pembangunan pelabuhan pertama-tama harus mempertimbangan batas kawasan keselamatan penerbangan seperti diterangkan di depan. Langkah kedua berdasar atas peta batas keselamatan pelabuhan ini ditetapkanlah

batas wilayah studi yang mempertimbangkan batas di terestrialnya yang lazim dalam AMDAL. Batas wilayah terluar ditetapkan berdasar pendekatan ekologis yang

mempertimbangkan ekosistem batas Daerah Aliran Sungai (DAS) atau landform (bentuk lahan). Bentuk lahan dataran aluvial (Alluvial plain) atau daerah dataran pantai dapat dipergunakan untuk pertimbangan dalam penetapan batas wilayah studi.

IZIN PEMBANGUNAN DERMAGA DASAR HUKUM : a. Keputusan Menteri Perhubungan No.130-67 Th.2002 b. Keputusan Menteri Perhubungan No.26 Th.1998 c. Undang-undang No.21 Th.1992 tentang Pelayaran. d. Undang-undang No.23 Th.1997. e. Peraturan Pemerintah No.82 Th.1999. UNIT KERJA/INSTANSI YANG MEMPROSES PERIZINAN : Kantor Perhubungan wilayah terkait PROSEDUR PENGURUSAN IZIN : Mengajukan permohonan tertulis kepada pemimpin daerah terkait melalui Kepala Kantor Perhubungan dengan melampirkan syarat-syarat yang diperlukan PERSYARATAN UNTUK MENDAPATKAN IZIN : 1. Gambar rencana pembangunan dermaga. 2. Izin lokasi 3. Izin Usaha 4. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan 5. Investasi penanaman modal WAKTU PENGURUSAN IZIN : 14 (empat belas) hari kerja BIAYA PENGURUSAN IZIN : Retribusi Leges IMB (sesuai peraturan daerah masing-masing) JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IZIN : 3 (tiga) tahun KETENTUAN PELAKSANAAN/ KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN : 1. Tidak dibenarkan melakukan kegiatan dikeluarkan ketentuan izin yang diberikan. 2. Izin tidak dapat dipindahtangankan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Bupati. 3. Dermaga tersebut hanya untuk digunakan kegiatan bongkar/muat bahan baku milik sendiri. 4. Tidak untuk melayani pihak lain.

SANKSI ATAS PELANGGGARAN KETENTUAN IZIN : 1. Peringatan tertulis 2. Pembekuan izin 3. Pencabutan izin

Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan (Terminal) Khusus, maka syarat-syarat dan alur proses perijinan Pembangunan Terminal Khusus adalah sebagai berikut : A. ADMINISTRASI 1. Surat permohonan. 2. Akte pendirian perusahaan. 3. NPWP. 4. Ijin Usaha Pokok. 5. Bukti penguasaan / pemilikan tanah. 6. Ringkasan Rencana Kegiatan / Proposal. 7. Persetujuan penetapan lokasi Pelsus. 8. Rekomendasi Kepala Kantor Pelabuhan setempat. B. TEKNIS 1. Rencana Induk Pelsus. 2. Perhitungan konstruksi, spesifikasi teknis, metode dan jadwal pelaksanaan. 3. Tata letak fasilitas dermaga. 4. Gambar konstruksi bangunan (denah, tampak dan potongan). 5. Hasil survey Pelsus Kondisi Hidro-oceanografi (pasang surut, gelombang, kedalaman, arus, kadar salinasi dan sedimen). 6. Hasil survey Pelsus Topografi (garis kontur di sekitar dermaga). 7. Hasil survey Pelsus Kondisi tanah (jenis dan karakteristik lap. Tanah). 8. Hasil kajian keselamatan pelayaran (rencana penempatan SBNP, alur dan kolam pelabuhan). 9. Batas-batas wilayah daratan dan perairan Pelsus. 10. Studi lingkungan hidup kepelabuhanan yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang.

C. DIAGRAM ALUR PROSES PERIJINAN

Das könnte Ihnen auch gefallen