Sie sind auf Seite 1von 27

REFERAT ANESTESIA PEDIATRI

Disusun oleh: Pramita Yulia Andini 030.09.184

Pembimbing: dr. Batara Tampubolon, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR PERIODE 17 FEBRUARI 22 MARET 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa NIM Bagian

: Pramita Yulia Andini : 030.09.184 : Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Judul referat Pembimbing

: Anestesi Pediatri : dr. Batara Tampubolon, SpAn

Bogor, 22 Maret 2014 Pembimbing

Dr. Batara Tampubolon, SpAn

BAB I PENDAHULUAN

Penatalaksanaan anestesi pada pediatrik sedikit berbeda bila dibandingkan dengan dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mendasar antara anak dan dewasa meliputi perbedaan anatomi, fisiologi, respon farmakologi dan psikologi disamping prosedur pembedahan yang berbeda pada anak. Walaupun terdapat perbedaan yang mendasar, tetapi prinsip utama anestesi yaitu : kewaspadaan, keamanan, kenyamanan, dan perhatian yang seksama baik pada anak maupun dewasa adalah sama. Beberapa tahapan anastesi pediatrik seperti tahapan evaluasi, persiapan pra bedah, dan tahapan premedikasi-induksi merupakan tahapan yang paling menentukan keberhasilan dati tindakan anastesia yang akan kita lakukan. Berjalannya setiap tahap dengan baik akan menentukan untuk tahap selanjutnya. Adaptasi fisiologis dalam sistem jantung dan pernafasan anak-anak untuk memenuhi peningkatan permintaan merupakan hal fisiologis yang harus diperhatikan. Salah satu perbedaan paling penting antara pasien anak dan dewasa adalah konsumsi oksigen yang, pada bayi dapat melebihi 6ml/kg/min, dua kali lipat dari orang dewasa. Perbedan-perbedaan inilah yang mengakibatkan tindakan anastesi pada neonatus dan anak adalah istimewa.

BAB II PEMBAHASAN

Anestesia pada bayi dan anak berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa, anestesia anak dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum melakukan anestesia karena alas an itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman. Pembagian pediatri berdasarkan perkembangan biologis:1 1. neonatus 2. infant 3. child usia dibawah 28 hari usia 1 bulan - 1 tahun usia 1 tahun -12 tahun

2.1. Anestesi Pada Neonatus Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus. a. Sistem Pernafasan Jalan Nafas Otot leher bayi masih sangat lunak, leher lebih pendek, sulit menyangga atau memposisikan kepala, dengan tulang occipital yang menonjol. Lidah neonatus relative besar, epiglottis berbentuk U dengan proyeksi lebih ke posterior dengan sudut sekitar 450, relatif lebih panjang dan keras, letaknya tinggi, bahkan menempel pada palatum molle sehingga cenderung bernafas melalui hidung. Akibat perbedaan anatomis epiglottis tersebut, saat intubasi kadangkala diperlukan pengangkatan epiglottis untuk visualisasi. Sementara lubang hidung, glottis, pipa tracheobronkial relatif sempit, sehingga dapat meningkatkan resistensi

jalan nafas, mudah sekali tersumbat oleh adanya sekret atau edema. Trakea neonatus yang pendek, berbentuk seperti corong dengan diameter tersempit adalah pada bagian cricoid.2 Pernafasan : Pada neonatus thoraks ukurannya kecil dengan iga horizontal. Diafragma terdorong keatas oleh isi perut yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam memelihara tekanan negatif intratorakal dan volume paru rendah sehingga memudahkan terjadinya kolaps alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas secara diafragmatis. Kadang-kadang tekanan negatif dapat timbul dalam lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara atau gas anestesi mudah terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat kesulitan bernafas dan perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan pipa lambung. Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat sedikitnya elemen elastis paru, maka akan menurunkan FRC (Functional Residual Capacity) sementara volume tidalnya relatif tetap. Untuk meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas, karena itu neonatus mudah sekali gagal nafas. Peningkatan frekuensi nafas juga dapat akibat dari tingkat metabolisme pada neonatus yang relative tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan orang dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari dewasa hingga dua kalinya. Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan mengapa desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada neonatus prematur, karena adanya stress dingin maupun sumbatan jalan nafas.

b. Sistem Sirkulasi Dan Hematologi Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan pembuluh paru yang besar (lebih tinggi dibanding tahanan vaskuler sistemik =SVR) hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru, sedang sisanya (90%) terjadi shunting kanan ke kiri melalui ductus arteriosus Bottali. Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak (saat umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah, tahanan pembuluh darah sistemik (SVR) naik dan pada saat yang sama paru mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutupan foramen ovale (menutup setelah beberapa minggu), aliran darah di ductus arteriosus Bottali berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan ductus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara anatomis pada usia 23 minggu.
5

Pada neonatus reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga keadaan kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan secermat dan seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indicator yang baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap penggantian volume. Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.

c. Sistem Ekskresi Dan Elektrolit Akibat belum matangnya ginjal neonatus, filtrasi glomerulus hanya sekitar 30% disbanding orang dewasa. Fungsi tubulus belum matang, resorbsi terhadap natrium, glukosa, fosfat organic, asam amibo dan bikarbonas juga rendah. Bayi baru lahir sukar memekatkan air kemih, tetapi kemampuan mengencerkan urine seperti orang dewasa. Kematangan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus mendekati lengkap sekitar umur 20 minggu dan kematangannya sedah lengkap setelah 2 tahun. Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-obatan juga menjadi diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk menahan air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi berat dan ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia. Pemberian cairan dan perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi diperlukan kecermatan lebih disbanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal pemberian elektrolit, yang biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.

d. Fungsi Hati Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang rendah pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolik. Hipotermia dapat pula menyebabkan hipoglikemia. Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir adalah 5060%. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg%) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang. Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk bedah bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg intra muscular. Hatihati penggunaan opiat dan barbiturat, karena kedua obat tersebut dioksidasi dalam hati.

e. Sistem Saraf Waktu perkembangan sistem syaraf, sambungan syaraf, struktur otak dan myelinisasi akan berkembang pada trimester tiga (myelinisasi pada neonatus belum sempurna, baru matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun), sedangkan berat otak sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun. Waktu-waktu ini otak sangat sensitive terhadap keadaan-keadaan hipoksia. Persepsi tentang rasa nyeri telah mulai ada, namun neonates belum dapat melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. Sebenarnya anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah disbanding orang dewasa. Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular junction dapat mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non depolarizing. Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama pada saat bayi dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring. Sirkulasi bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam. Belum sempurnanya mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan menyebabkan akumulasi obat-obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana mengakibatkan aksi yang lama dan depresi pada periode pasca anestesi. Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi intravena dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan, depresi pernafasan dan apnoe pada periode pasca anestesi. Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropin.

f. Pengaturan Temperatur Pusat pengaturan suhu di hipothalamus belum berkembang, walaupun sudah aktif. Kelenjar keringat belum berfungsi normal, mudah kehilangan panas tubuh (perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar, tipisnya lemak subkutan, kulit lebih permeable terhadap air), sehingga neonatus sulit mengatur suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan (bersifat poikilotermik). Produksi panas mengandalkan pada proses non-shivering thermogenesis yang dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terletak diantara scapula, axila, mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia mencegah produksi panas dari lemak coklat. Hipotermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu sekitar yang panas, selimut atau kain penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal: atropin, skopolamin).
7

Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu lingkungan yang rendah, permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infus atau tranfusi darah dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi umum (yang menekan pusat regulasi suhu) maupun obat vasodilator. Temperatur lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah 270C. Paparan dibawah suhu ini akan mengandung resiko diantaranya: cadangan energi protein akan berkurang, adanya pengeluaran katekolamin yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskuler paru dan perifer, lebih jauh lagi dapat menyebabkan lethargi, shunting kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis metabolik. Untuk mencegah hipotermia bias ditempuh dengan : memantau suhu tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, incubator, cairan intra vena hangat, begitu pula gas anestesi, cairan irigasi maupun cairan antiseptic yang digunakan yang hangat.

g. Respon Farmakologi Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada neonatus berbeda dibandingkan dengan dewasa karena pada neonatus : 1. Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler berbeda dengan orang dewasa. 2. Laju filtrasi glomerulus masih rendah 3. Laju metabolisme yang tinggi 4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah 5. Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses biotransformasi obat. 6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung, liver dan ginjal) 7. Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan : ventilasi alveolar tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat, mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan darah cenderung lebih peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena mekanisme kompensasi yang belum sempurna dan depresi miokard hebat. Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat toksisk pada neonatus disbanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut sangat mudah menembus sawar darah otak, kemampuan metabolisme masih rendah atau kepekaan pusat nafas sangat tinggi. Sebaliknya neonatus tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin. Bayi umumnya membutuhkan dosis suksisnil cholin relative lebih tinggi disbanding dewasa karena ruang extraselulernya relatif lebih besar. Respon terhadap pelumpuh otot non depolarisasi cukup bervariasi.
8

2.1.2 Persiapan Anestesi Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi, elektrolit, asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau mendekati normal. Sebagian pembedahan bayi baru lahir merupakan kasus gawat darurat. Proses transisi sirkulasi neonatus, penurunan PVR (Pulmonary Vascular Resistance) berpengaruh pada status asam-basanya. Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat mungkin menggunakan incubator yang telah dihangatkan. Sebelum bayi masuk kamar bedah hangatkan kamar dengan mematikan AC misalnya. Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas harus rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan. Untuk anestesi yang lama, kalau mungkin gas-gas anestetik dihangatkan, dilembabkan dengan pelembab listrik. Biasanya digunakan system anestesi semi-open modifikasi system pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari Jackson-Rees. Puasa Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam sebelum anestesi. Infus Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll. Untuk pemeliharaan digunakan preparat D5%10% dalam cairan elektrolit. Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi akibat puasa lama atu sulit minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal, evaporasi (Insensible water loss), tranduksi atau sekuestrasi cairan ke dalam lumen usus atau kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia sangat mudah terjadi karena luas permukaan tubuh dan kompartemen atau volume cairan ekstra seluler relative lebih besar serta fingsu ginjal belum matang. Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat dipantau melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin (<1,010) ,aupun dengan pemasangan CVP (Central Venous Pressure). Premedikasi Sulfas Atropine

Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran, Isofluran, suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1 mg dan maksimal 0,5 mg. lebih

digemari secara intravena dengan pengenceran. Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umumnya jelek. Penenang

Tidak dianjurkan, karena susunan saraf pusat belum berkembang, mudah terjadi depresi, kecuali pasca anestesi dirawat diruang perawatan intensif.

2.1.3 Masa Anestesi Induksi Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar berjalan dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O. Intubasi Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis tinggi dengan bentuk U. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya. Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid. Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala. Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi premature. Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot. Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara iv atau im. Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan pipa trachea yang paling besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor.

2.1.4 Pemeliharaan Anestesi Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali. Pada umunya menggunakan gas anestesi N2O/O2 dengan kombinasi halotan, enfluran, isofluran ataupun sevofluran. Pelumpuh otot golongan non depol sangat sensitive sehingga harus diencerkan dan pemberiannya secara sedikit demi sedikit.

10

Pemantauan 1. Pernafasan - Stetoskop prekordial - Pada nafas spontan, gerak daad, dan bag reservoir - Warna ekstremitas 2. Sirkulasi - Stetoskop perikordial - Perabaan nadi - EKG dan CVP 3. Suhu - Rektal 4. Perdarahan - isi dalam botol suction - Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah - Periksa Hb dan Ht secara serial 5. Air Kemih - Isi dalam kantong air kemih

Pengakhiran Anestesia Pembersihan sekret dalam rongga hidung dan mulut dilakukan secara hati-hati. Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan. Bila masih ada pengaruh obat pelumpuh obat non-depol, dapat dilakukan penetralan dengan neostigmin (0,04 mg/kg) bersama atropin (0,02 mg/kg). kemudian dilakukan ekstubasi.

2.2 Anastesi pada Anak Pernafasan. Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibanding orang dewasa. Pada orok dan bayi antara 30 - 40 x semenit. Tipe pemafasan; orok, dan bayi ialah abdominal, lewat hidung, sehingga gangguan pada kedua bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan. . Paru-paru lebih mudah rusak karena tekanan ventilasi yang berlebihan, sehingga menyebabkan pneumotoraks, atau pneumomediastinum.4 Laju metabolisme yang tinggi menyebabkan cadangan oksigen yang jauh lebih kecil; sehingga kurangnya kadar oksigen yang tersedia pada udara inspirasi, dapat menyebabkan terjadinya bahaya hipoksia yang lebih cepat dibandingkan pada orang dewasa. Neonatus
11

tampaknya lebih dapat bertahan terbadap gangguan hipoksia daripada anak yang besar dan orang dewasa, tetapi hal ini bukan alasan untuk mengabaikan hipoksia pada neonatus .4 Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa.2 1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah jug alebih besar

2. Laring yang letaknya lebih anterior 3. epiglottis yang lebih panjang 4. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa 5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway Variable Frekuensi pernafasan Tidal Volume ml/kg Dead space ml/kg Alveolar ventiltion FRC Konsumsi Oxygen Anak-anak 30-50 6-8 2-2.5 100-150 27-30 6-8 Dewasa 12-16 7 2.2 60 30 3

Tabel 2. Perbedaan fisiologi pernafasan pada anak dan dewasa2

2. Kardio-Sirkulasi. Frekuensi jantung/nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 x permenit. Hipoksia menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis yang lebih dominan. Kadar hemoglobin orok tinggi (16-20 gr%), tetapi kemtidian menurun sampai usia 6 bulan (10-12 gr%), karena pergantian dari HbF (fetal) menjadi HbA (adult). Jumlah darah bayi secara absoluts sedikit, walaupun untuk perhitungan mengandung 90 miligram berat badan Karena itu perdarahan dapat menimbulkan gangguan sistem kardiosirkulasi. Dan juga duktus arteriosus dan foramina pada septa interatrium dan interventrikel belum menutup selama beberapa hari setelah lahir. 4 umur Preterm 1000g Baru lahit 6 bulan 2 tahun Heart Rate 130-150 110-150 80-150 85-125 Tekanan Systolic 45 60-75 95 95 Tekanan Diastolic 25 27 45 50
12

4 tahun 8 tahun

75-115 60-110

98 112

57 60

Tabel 3. Perbedaan heart rate, dan tekanan darah pada pediatric berdasarkan umur Bayi bersifat poikilotennik, karena luas permukaan tubuhnya relative lebih luas dibanding orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan bahaya hipotermia pada lingkungan yang dingin, dan hipertermia pada lingkungan yang panas. Disamping itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus belum berkembang dengan baik1,6,7 3. Cairan tubuh. Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air yaitu dari berat badan 75%, setelah berusia 1 tahun turun menjadi 65% clan setelah dewasa menjadi 55-60 %. Cairan ekstrasel orok ialah 40% dari berat badan, sedangkan pada dewasa ialah 20%. Pada Tabel 4. dapat dilihat perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatric berdasarkan umur. Umur Premature Baru lahit 3 bulan-1 tahun >1tahun Dewasa EBV 90-100cc/kg 80-90 cc/kg 70-80 cc/kg 70 cc/kg 55-60 cc/kg

2.2.2 Penerapan Anestesi Pada Pediatri 1. Tahap Pra Bedah Kunjungan pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam sebelum tindakan anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita .sangat penting untuk memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesia yang akan dilakukan. Pada kunjungan tersebut kita mengadakan penilaian tentang keadaan. umum, keadaan fisik dan mental penderita. 1.1 Premedikasi pada anak Anak-anak dan orang tuanya sering merasa cemas saat-saat pre operatif. Kecemasan saat preoperasi dapat bervariasi dengan berbagai macam cara. Sesuai dengan umurnya, bentukbentuk kecemasan ini dapat berupa verbal atau tingkah laku. Menangis, agitasi, retensi urine, nafas dalam, tak mau bicara, pernafasan dalam, merupakan bentuk dari anak yang cemas. Kecemasan ini dapat mencapai puncaknya saat induksi anestesi. Ada berbagai cara untuk menekan kecemasan pre-operatif ini.
13

Tujuan dan definisi dari premedikasi ini bervariasi pada tiap tenaga medis, dan pasien dan orangtuanya memiliki persepsi sendiri terhadap arti premedikasi
5,7

. Bagi tenaga medis,

premedikasi berfungsi untuk pendekatan psikologis memberikan penjelasan pada pasien dan keluarganya, tentang apa yang akan dilakukan sebelum dan sesudah operasi beserta yang akan terjadi kemudian. Dan juga untuk memisahkan sang pasien dari orang tuanya dengan tenang pada saat akan dilakukan operasi, dan juga penggunaan obat-obatan analgesi dan hipnotik yang bertujuan untuk membuat amnesia ataupun mengurangi nyeri post operasi. Tujuan lainnnya dapat berupa menekan biaya obat yang akan digunakan, anti emesis, memudahkan saat induksi, dan hal-hal lain yang tak diinginkan. 1.2 Indikasi , Keuntungan dan Kerugian pada Premedikasi Pasien anak-anak yang memerlukan premedikasi dan sedasi untuk membuat mereka menjadi kooperatif, adalah yang termasuk di bawah ini: 1. Anak-anak yang memiliki riwayat operasi sebelumnya sehingga menjadi terlalu takut akan ketidaknyamanan akan perawatan di rumah sakit dan operasi berikutnya. 2. Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya secara mudah, dimana ahli anestesi merasa kehadiran orang tuanya pada saat induksi tidak akan menguntungkan. 3. Anak-anak yang terbatas komunikasinya yang disebabkan karena keterbelakangan mental (misalnya autisme), dan orang tua berperan sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan sang anak saat induksi. 4. Keadaan-keadaan dimana induksi harus dilakukan tanpa ada usaha perlawanan dari ataupun sikap tidak kooperatif, atau menangis dari sang anak. 5. Remaja yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja sering merasa ketakutan akan kehilangan penampilan tubuhnya, kematian. 1.3. Anak-anak Yang Cenderung Mengalami Komplikasi Ada beberapa kelompok anak-anak yang memiliki kecenderungan lebih untuk mengalami komplikasi, dan perhatian lebih tentu harus diberikan sebelum premedikasi dilakukan. Riwayat spesifik seperti obstruksi saluran pernafasan atas, aspirasi, control refleks yang buruk, batuk dan muntah yang tak terkoordinasi, harus diperhatikan sebelum pemberian premedikasi. Riwayat apnoe, obstruksi, merupakan kontraindikasi yang absolute. Anak-anak yang memiliki kelainan seperti di bawah ini harus diperlakukan secara berhati-hati dalam pemberian premedikasi:

14

1. Hipertropi Adenoid Seorang anak dengan hipertropi adenoid memiliki resiko lebih besar untuk mengalami obstruksi jalan nafas dari tingkat sedang sampai parah. Komplikasi yang sama juga dapat dialami oleh anak-anak yang memiliki hipertropi tonsil. 2. Macroglossia Fungsional Baik karena sindrom hipertropi lidah ataupun syndrome hipomandibularisme relative, obstruksi jalan nafas merupakan komplikasi potensial pada pasien-pasien ini. 3. Pasien dengan Kelainan Neurologi Respon dari anak yang mengalami kelainan neurology berbeda-beda. Dapat terjadi aspirasi, diskoordinasi menelan, batuk, yang membuat kelompok anak-anak yang memiliki kelainan ini sulit diramalkan sewaktu diberikan sedasi, bahkan dengan dosis yang telah dikurangi. 4. Distrofi muscular. Pasien pada kelompok ini , bila mereka menggunakan kursi roda, dokter harus lebih berhatihati , terutama terhadap efek depresi respiratorik. 5. Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg tidak memerlukan sedasi pre operasi, karena mereka dapat dipisahkan dengan mudah dari orang tuanya dengan tingkat kecemasan yang rendah,. Onset , durasi, efek samping obat-obatan terhadap anak-anak ini tak dapat diramalkan. 1.4. Cara Pemberian Obat Banyak cara pemberian obat dalam premedikasi. Oral dan rectal merupakan cara yang sering dipilih. Meskipn begitu, bukan berarti kedua cara di atas merupakan cara yang paling aman, dimana tidak dapat diramalkan karena fluktuasi dari bioavalabilitas dan substansi first past effect. a. Cara Oral Biasanya merupakan cara yang paling dapat diterima. Hal-hal yang perlu diperhatikan berupa jumlah obat , onset, durasi, tingkah laku selama penyembuhan, interaksi dengan obat lain, dan efek samping. Kadang kala anak membuang kembali obat yang telah ditelan. Biasanya ini terjadi karena kurang kooperatifnya anak ataupun kurang lembutnya sikap sang premedikator. Obat-obat yang sering digunakan per-oral dapat dilihat pada table 5. 5 Nama Obat Agen Cara Pemberian Benzodiazepin Midazolam Oral 0,3Dosis Onset (menit) 15-30 Depresi Efek

15

Diazepam

Nasal

0,7mg/kgBB 0,10,2mg/kgBB

5-10

system pernafasan, eksitasi postoperative eksitasi

Dissosiatif

Ketamin

Oral IM

3-8mg/kgBB 10-15 2-5mg/kgBB 2-5

Eksitasi Meningkatkan TD, intra tekanan cranial

meningkat Opioids Morfin Meperidin Fentanil IM IM oral 0,1-0,2 mg/kgBB 0,5-1 mg/kgBB 10-15 g/kgBB 15-30 15-30 5-15 Depresi system pernafasan Depresi system pernafasan Depresi sitem pernafasan Barbiturat Pentobarbital Oral Tiopental Rectal 3mg/kgBB 30mg/kgBB 60 5-10 Eksitasi postoperative yang memanjang Depresi system pernafasan, Eksitasi postoperative yang memanjang Antikolinergik Atropin Scopolamin Oral IM IV IM 20g/kgBB 20g/kgBB 1020g/kgBB 15-30 5-15 30 15-30 Flushing Mulut kering Rasa gembira halusinasi

16

20g/kgBB H2 Antagonis Cimetidine Ranitidine Oral Oral 7,5mg/kgBB 2 mg/kgBB 60 60

Keterangan : IM : Intra Muscular IV : Intra Vena TD : Tekanan Darah Tabel 5. Nama obat-obat premedikasi, dosis, cara pemberian dan efeknya 5 a.1 Midazolam Obat makan yang sering digunakan. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5mg/kgBB sampai 20mg/kgBB. Dosis ini hamper selalu efektif dan mempunyai batas aman yang luas. Efek sedasi dan hilangnya cemas dapat timbul 10 menit setelah pemberian. Patel dan Meakin
5

telah membandingkan midazolam oral dan diazepam-droperidol sampai trimeprazine, dan

mendapatkan hasil yang lebih baik pada pre-operatif dan post-operatif pada midazolam dalam menghilangkan kecemasan dan menimbulkan efek sedasi. a.2.Fentanyl Telah banyak berhasil digunakan. Memiliki efikasi yang sama dengan obat oral cair meperidine, diazepam dan atropine. Namun efek samping yang tak dapat diramalkan berupa depresi pernafsan, pruritus dan mual muntah merupakan kerugian sehingga tidak diterima secara universal. a.3.Ketamin Bentuk oral merupakan alternative yang popular. Gutstein dan koleganya membandingkan efek placebo dari 3 sampai 6 mg/kgBB dari ketamin oral. Ketamin tidak berefek terhadap depresi pernafasan, dan takikardi. Ketamin juga dapat diberikan bersamaan dengan permen pada dosis 5-6mg/kgbb tanpa hambatan. a.4. Barbiturat Telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai obat premedikasi. Memiliki onset of action yang lambat, dan durasi yang lama. Pentobarbital 3mg/kgBB sampai 30mg/kgBB memiliki onset satu jam dan durasi samapai 6 jam
5 .

Kerugiannya adalah efek sedasi yang

panjang dan tidak cocok untuk pembedahan yang singkat atau emergensi yang memerlukan persiapan yang cepat.

17

b. Cara Nasal Premedikasi Intranasal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tetes dan inhalasi. Dosis yang tepat tentu diperlukan dan onset yang berulang dapat dicapai jika cara nasal digunakan. Namun, pasien biasanya akan merasakan rasa yang tidak nyaman, meskipun hanya sebentar. Sewaktu midazolam 100g/kgBB intranasal dibandingkan dengan 10g/kgBB afentanyil intranasal, efek sedasi yang didapatkan sama, namun tidak ditemukan rasa hidung terbakar pada anak-anak yang menerima alfentanil, dimana 70% dari anak-anak yang mengunakan midazolam merasakan rasa hidung terbakar 5 c. Cara Rectal Cara ini kadangkala bergantung pada sang ahli anestesi sendiri. Telah dilaporkan bahwa cara rectal merupakan cara yang popular di Eropa,sedangkan di Negara-negara lain tidak 5Cara rectal telah dibandingkan dengan midazolam oral oleh Khazin dan Ezra 5 yang menemukan bahwa keduanya sama efektif, namun cara rectal lebih di toleransi. Pada anak dewasa, cara rectal tidak begitu dianjurkan karena alas an estetika dan volume yang dibutuhkan untuk menghantarkan dosis yang adekuat. d. Cara Intramuskular dan Subkutan Cara ini tidak begitu dianjurkan mengingat anak-anak sangat takut denga jarum, dan bahkan dapat membuat rasa ketakutan yang berlebih pada tindakan tindakan selanjutnya. Keuntungan cara ini adalah tidak dibutuhkannya sikap kooperatif dari pasien , dan tanpa harus mengkhawatirkan pasien tersebut memuntahkan kembali obat yang telah diberi secara oral 5 e. Cara Sublingual Meskipun cara ini memiliki keuntungan , yaitu onset yang lebih cepat, namun tidak begitu popular karena sulit memberikannya pada anak yang tidak kooperatif. 1.5. Puasa Merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien anak. Dulu pentingnya puasa tidak begitu diapresiasi dengan baik. Namun setelah ada laporan bahwa regurgitasi dan refluks gaster yang sering terjadi pada anak yang tidak dipuasakan, akhinya puasa menjadi suatu persiapan pre operasi yang mulai banyak digunakan 5 Lamanya puasa yang dibutuhkan tergantung dari banyak factor, seperti jenis operasi, waktu makan terakhir samapi terjadinya cedera (pada operasi emergensi), tipe makanan, dan pengobatan yang diberikan pada pasien sebelum operasi. Tipe makanan Rekomendasi lama puasa

18

Cairan

Minimum 2 jam Minimum 4 jam Penganganan tersendiri (pasang NGT, dll)

Pasien sehat Pasien sakit Operasi emergensi Susu

Minimum 4 jam Minimum 6 jam

ASI Susu non ASI Padat

1 hari sebelum operasi Penanganan tersendiri

Operasi elektif Operasi emergensi

Tabel 6. Rekomendasi waktu puasa pada tahap pra-bedah dikutip dari5

1.6. Induksi Pada Pediatri Cara induksi pada pasien pediatric tergantung pada umur, status fisik ,dan tipe operasi yang akan dilakukan (ijo). Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik tersendiri dalam menginduksi pasien pediatric, namun juga harus memiliki rencana kedua jika rencana pertama gagal dilakukan yang mungkin disebabkan oleh situasi klinik tertentu. Namun, apapun jenis situasi klinik yang dialami, tujuan dari induksi adalah sama, yaitu 5: Memisahkan sang pasien dari orangtuanya sebisa mungkin Pasien bersikap kooperatif saat dilakukan induksi Induksi yang berjalan mulus tanpa komplikasi apapun Pencapaian dan pemantauan system respirasi, kardiovaskular, dan cairan yang stabil selama induksi Tercapainya efek hipnotik, sedative dan relaksasi 1.6.1. Persiapan induksi Ahli anestesi harus memiliki informasi yang adekuat dari pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien, jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental (kooperatif/tidak) pasien. Dari informasi ini, tentu dapat dipersiapkan keperluan-keperluan seperti pipa ETT, pemanjangan anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi, dan perawatan intensif yang memadai. Jika hal-hal ini telah terpenuhi, tentu intubasi akah berjalan dengan lancar dan dengan komplikasi yang minimal.

19

Persiapan-persiapan yang harus dilakukan tersebut meliputi 5:


Persiapan kamar operasi Rencana untuk mendapatkan sikap kooperatif dari pasien Penggunaan klinik dari agen-agen induksi Obat adjuvant untuk induksi anestesi Monitoring pasien Rencana-rencana tambahan dalam menghadapi berbagai macam situasi klinik yang tak terduga. Persiapan Kamar Operasi Persiapan kamar operasi merupakan hal yang esensial, dan tergantung pada ukuran tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan rencana airway manajemen. Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu dan ventilator diatur sesuai tubuh pasien, ukuran face mask yang sesuai, dan juga oral airway. Laringoskop harus di cek apakah berfungsi dengan baik, dan ukuran blade yang sesuai harus dipersiapkan. Obat obatan , tube trakea, stylet yang sesuai juga merupakan hal yang esensial dalam persiapan. Peralatan untuk resusitasi, obat-obat emergensi juga harus dipersiapkan. Karena permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa, yangcenderung untuk terjadinya hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu harus disesuaikan juga, dan alat pemanas dapat disediakan untuk dapat menjaga suhu pasien.

Keberadaan Orang Tua Pasien Salah satu tujuan dari anestesi pediatric adalah menyediakan tahap pre-operatif sebaik dan semulus mungkin. Keberadaan orang tua di sisi pasien, merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan pada pasien, selain dengan menggunakan obat-obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan video tentang petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya, tentang apa dan bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan sebaiknya
5

. Hal ini dapat membantu terutama pada pasien usia pra sekolah. Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki tingkat

kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk mengurangi kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika orang tua pasien memiliki kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak akan membantu , atau bahkan menjadi lebih sulit.

20

Jika pasien telah ter sedative, keberadaan orang tua tak lagi diperlukan, dimana hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan orang tua saat induksi sangat tergantung dari tipe orang tua tersebut, instruksi yang diberikan, pasien dan sang ahli anestesi sendiri. Penggunaan klinik dari agen-agen induksi Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena. Induksi inhalasi. Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke muka penderita. Induksi intravena. Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan tiopenton (pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak Induksi dapat juga dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan secara intra muskular. 1 Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektiftetapi kurang kuat dan harus menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih sering dipakai dibeberapa tempat, tctapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga seringkali tidak disediakan. Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektif tetapi kurang kuat dan harus menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih sering dipakai dibeberapa tempat, tetapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga seringkali tidak disediakan. 4 1.7. Intubasi.

21

Anestesi sebelum intubasi tidak penting bagi anakanak dengan berat badan kurang dari 5 kg, dan dapat berbahaya.Risiko stridor meningkat karena pembengkakan mukosa pada saluran pernapasan kecil akibat ititasi laring oleh pipa, perala tan atau uap. Pipa tak bertutup yang cukup kecil untuk pengeluaran gas dapat dipakai. Suatu bungkus tenggorokan akan menghentikan cairan melalui pipa yang masuk ke paru-paru. Bayi kecil yang berat badannya kurang dari 5 kg tidak dapat mempertahankan pemapasan spontan dengan pipa trakea yang sempit, sehingga hams diberikan ventilasi. 4 Para abli anestesi harus memutuskanantara penggunaan masker anestesi dan intubasi. Penggunaan intubasi dapat dicapai dengan atau tanpa bantuan relaksan otot. Pada anak yang kecil, atau jika terdapat kelainan sa luran pemapasan, paling aman untuk memperdalam anestesi sampai pipa dapat disisipkan sementara pernapasan spontan berlangsung. Jika terdapat keraguan tentang kemampuan saluran pernapasan untuk dilalui pipa, seorang ahli anestesi barus memperlibatkan babwa ia dapat memberikan ventilasi pada paru menggunakan kantong, dan masker sebelum membuat penderita menjadi lumpuh dengan relaksan otot Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. Kepala bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Dengan adanya perbedaan anatomis padajalan nafas bagian atas, lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi. Blade laringkoskop yang lebib kecil'digunakan untuk anak, jenisnya tergantung pada piliban ahli anestesi dan adanya gangguan saluran pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat dibengkokkan tidak digunakan di bawab nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus disiapkan bila diperlukan. Daerah aliran udara paling sempit pada anak kecil adalah di bawah pita suara Intubasi dalam keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat atau diperkirakan akan menjumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar pada neonatus usia kurang dari 10-14 hari . Hati-hati terhadap hipertensi dan meningginya tekanan intrakranial yang mungkin dapat menyebabkan perdarahan dalam otak akibat laringoskopi dan intubasi. Lebih digemari intubasi sesudah tidur dengan atau tanpa pelumpuh otot. Kalau tidak menggunakan pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan sampai dalam lalu diberikan analgesia topikal barn dikerjakan intubasi. Dengan pelumpuh otot digunakan suksinil-kolin dosis 2 mg/kgBB secara intravena setelah bayi/anak tidur. Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau jika ditakutkan akan

22

terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea .sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung. Bayi prematur menggunakan pipa bergaris tengah 2.0-3.0 mm, bayi cukup bulan 2.5-3.0 mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sam pail tahun 4.5 mm. Untuk usia diatas 1 tahun digunakan minus sebagai berikut: Garis tengah bagian dalam pipa trakea ialah : umur dalam tahun /4+ 4. 5 mm. Pilihlah pipa trakea yang paling besar yang dapat masuk dengan sedikit longgar dan pada tekanan inspirasi 20-25 em H20 terjadi sedikit kebocoran. Dianjurkan menggunakan pipa mulut faring untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlipat. Intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi. Peralatan dengan ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees harus digunakan. Neonatus harus dijaga agar tetap hangat, karena daerah permukaan kulit yang luas dibandingkan massa tubuhnya, perkembangan system pengaturan suhu yang belum berkembang, dan lemaknya masih merupakan penyekat tubuh yang buruk. Suhu ruang bedah sekurang-kurangnya 22C (75F), selimut, dan kasur hangat digunakan 2. Tahap Intra Bedah 2.1. Pemeliharaan anestesia. Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali. Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pacta bayi hanya untuk tindakan ringan yang tidak lama. Gas anestetika yang umum digunakan adalah N20 dic;ampur dengan 02 perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N20 mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran atau isofluran. Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas 10 kg .Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan diberikan secara sedikit demi sedikit. Infus. Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan banyaknya cairan yang hilang. Untuk bedah kecil, ringan sebentar dengan perdarahan yang sangat minimal tidak diperlukan terapi cairan. Apalagi segera setelah pembedahan diperbolehkan mmum. Walaupun demikian diperlukan jalur vena terbuka untuk memasukkan obat-obatan pacta waktu anestesia, atau kalau diperlu kan infus segera dapat diberikan. Biasanya dipasang semprit berisi NaCI fisiologis dengan jarum sayap
23

Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktu puasa, pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab-sebab lain misalnya adanya cairan lambung, cairan fistula dan lain-lainnya. Besamya cairan yang hilang akibat trauma bedah/anestesia yang hams diganti menurut Lockhart1 Cairan yang seharusnya masuk,karena puasa harus dtganti. Misalnya puasa 6 jam harus diganti 25% dari kebutuhan.dasar 2,.4 jam. Cara menggantinya sebagai berikut: -Pada jam I diberikan 50% nya - Pada jam II diberikan 25% nya - Pada jam III diberikan 25% oya Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Iaktat Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan1: 1. mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan keduanya kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain penutup dan lain-lain. 2. mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada neonatus harus diganti dengan darah. 3. Tahap Pasca Bedah 3.1. Pengakhiran anestesia. Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya. Berikan zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir kalau perlu. Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg). Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,20,4mg secara titrasi. Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan. bergerak-gerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis. Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi 3.2. Perawatan di Ruang Pulih.
24

Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu. skomya menurut Lockhart1

Yang Dinilai Pergerakan


Nilai 2 1 0

Gerak bertujuan Gerak tak bertujuan diam Pernafasan

2 1 0

teratur, batuk , menangis depresi perlu dibantu Warna

2 1 0

merah muda pucat sianosis Tekana Darah

2 1 0

berubah sekitar 20% berubah 20-30% berubah lebih dari 30% Kesadaran

2 1 0

benar-benar sadar bereaksi tak bereaksi

3.3. Komplikasi Semua pasien, terutama yang diintubasi, lebih memiliki resiko untuk mengalami komplikasi pada anestesi pediatric. Biasanya hal ini dapat ditanggulangi dengan acetaminophen 2

25

Mual dan munatah adalah hal yang paling sering terjadi, terutama pada pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa ETT dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkak Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya terjadi pada anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan, bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2. Pediatric Anesthesiolgy:The Basics. http://www.anesthesia.wisc.edu/ med3/ Peds/ pedshandout.html. accessed on March 10th, 2014. 3. Anatomy of The Respiratory System. http://www.ohsuhealth.com/dch/ health/ respire/acute_lower_bronchio. Accessed on March 10th, 2014. 4. Boulton TB. Anestesiologi. Alih Bahasa : Oswari J. Editor: Wulandari WD. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5. Pudjiadi A, Latief A, Budiwardhana N. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat: Sedasi dan Analgesia. Unit Kerja Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia 2013. 6. Parent Present Induction. http://www.archildrens.org/

medical_services/clinical/anesthesia/parent_present_induction.asp. accessed on March 10th, 2014. 7. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia. http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/ clinical/ped%20orient. Accessed on 9th March, 2014.

27

Das könnte Ihnen auch gefallen