Sie sind auf Seite 1von 10

Vol 6 no 2 Th 2010

Faktor-Faktor yang Berhubungan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPADATAN TULANG PADA WANITA POSTMENOPAUSE
1,2,3

Margo Utomo1,Wulandari Meikawati2, Zilfa Kusuma Putri3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang

Email : margoutomofkm@yahoo.com ABSTRACT Background. Osteoporosis is a chronic disease characterized by reduced bone mass. Factors which affect such as family history, physical activity, nutritional status and habits of high calcium foods.Objective. To analyze the correlation between family history, physical activity, nutritional status and habits of high calcium foods consumption with bone density at postmenopausal women.Methods. This study is a survey with a cross sectional approach with 35 subject. Independent variables was family history, physical activity, nutritional status and habits of high calcium foods consumption while dependent variable is the density of bone. The data family history and physical activity were searched by interview, nutritional status based on BMI and habits of high calcium foods consumption habits was searched by interview using FFQ. Bone density were measured by Ultrasound. The data analysed with Pearson Product Moment, Spearman Rank and Chi Square.Results. Six subjects (17,1%) have history of osteoporosis. A few of physical activity subjects (22,9%) is low category. Most subjects had a BMI> 18 kg / m2. A total of 74,3% subjects consumed milk. Two subjects (5,7%) had osteoporosis. There were significant correlation between family history, nutritional status and habits of high calcium foods consumption with bone density, but there was no correlation between physical activity with bone density. Conclusion. there were correlation between family history, nutritional status and habits of high calcium foods with bone density. Keywords. family history, physical activity, nutritional status, food calcium, bone density, postmenopausal women. ABSTRAK Latar Belakang: Osteoporosis merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang. Faktor yang berpengaruh antara lain riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi.Tujuan: Mengetahui hubungan antara riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause.Metode: Metode penelitian ini adalah survei dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 35 orang. Variabel bebas adalah riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi sedangkan variabel terikat adalah kepadatan tulang. Data riwayat keluarga dan aktifitas fisik diperoleh melalui wawancara, status gizi dihitung berdasarkan IMT dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi menggunakan FFQ. Kepadatan tulang diukur dengan ultrasound densitometry. Analisis data yang digunakan adalah Pearsons Product Moment, Rank Spearman dan Chi Square.Hasil: Enam orang (17,1%) mempunyai riwayat osteoporosis. Aktifitas fisik 8 orang (22,9%) tergolong baik. Sebagian besar subjek mempunyai IMT > 18 kg/m2. Sebanyak 74,3% subjek mengkonsumsi susu. Sebanyak 2 orang (5,7%) termasuk osteoporosis. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang, namun tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan kepadatan tulang.Kesimpulan: Riwayat keluarga, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi berhubungan dengan kepadatan tulang sedangkan kebiasaan mangkonsumsi makanan berkalsium tinggi berhubungan negatif dengan kepadatan tulang. Kata kunci: Riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi, makanan berkalsium, kepadatan tulang, wanita postmenopause

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Margo Utomo,Wulandari Meikawati

J Kesehat Masy Indones

PENDAHULUAN Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Keadaan ini berisiko tinggi karena tulang menjadi rapuh dan mudah retak bahkan patah[1,2]. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun sedangkan pada pria hormon testoteron turun pada usia 65 tahun. Menurut statistik dunia 1 dari 3 wanita rentan terkena penyakit osteoporosis [3]. Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia lanjut[2]. Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia, jumlah ini akan bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020 dengan usia harapan hidup mencapai 70 tahun[4]. Menurut data statistik Itali tahun 2004 lebih dari 44 juta orang Amerika mengalami osteopenia dan osteoporosis[2]. Di Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis[5]. Lima provinsi dengan risiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatra Selatan (27,75%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%)[6]. Prevalensi wanita yang menderita osteoporosis di Indonesia pada golongan umur 50-59 tahun yaitu 24% sedang pada pria usia 60-70 tahun sebesar 62%[7]. Osteoporosis tidak hanya berhubungan dengan menopause tetapi juga berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti merokok, postur tubuh kecil, kurang aktifitas tubuh, kurangnya paparan sinar matahari, obat-obatan yang menurunkan massa tulang, asupan kalsium yang rendah, konsumsi kafein, alkohol, penyakit diabetes mellitus tipe I dan II[8,9]. Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini sampai usia dewasa muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang (peak bone mass) dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol[3,7]. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang hubungan riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. METODA Penelitian dilaksanakan di RB Kusuma dan di RW IV Kedungmundu Kota Semarang pada bulan April 2010 merupakan penelitian explanatory dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan Quota Sampling, dimana populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita peserta senam lansia dan senam jantung sehat RW IV Kedungmundu. Jumlah subjek adalah 35 orang yang diambil berdasarkan kriteria inklusi yaitu wanita postmenopause berusia 45 tahun, bersedia mengikuti penelitian, telah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Vol 6 no 2 Th 2010

Faktor-Faktor yang Berhubungan

kepadatan tulang di RB Kusuma Semarang dan bertempat tinggal di Semarang serta berdasarkan kriteria eksklusi yaitu menggunakan kontrasepsi hormonal, menderita DM, merokok, menggunakan obat kortikosteroid dan mengalami patah tulang. Variabel bebas terdiri dari riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi. Variabel terikatnya adalah kepadatan tulang. Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu data identitas yang meliputi nama, usia, alamat, pendidikan, pekerjaan, berat badan dan tinggi badan ; data riwayat keluarga ; data aktifitas fisik ; data status gizi ; data kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi serta data hasil pemeriksaan kepadatan tulang subjek yang diukur menggunakan alat Ultrasound Bone Densitometry oleh petugas pemeriksaan tulang. Kepadatan tulang didefinisikan sebagai perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia atau dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (T-score). WHO menyatakan osteoporosis adalah keadaan dimana kepadatan mineral tulang dibawah -2,5 SD, osteopenia adalah keadaan dimana kepadatan mineral -1 sampai -2,5 SD sedangkan dinyatakan normal adalah bila kepadatan mineral tulang diatas -1 SD. Riwayat keluarga didefinisikan adanya riwayat osteoporosis yang pernah dialami oleh keluarga subjek. Data aktifitas fisik didefinisikan sebagai suatu bentuk aktifitas subjek yang diukur melalui banyaknya frekuensi dan lamanya (durasi) olah raga yang dilakukan oleh responden dalam satu minggu dalam 3 bulan terakhir. Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat zat gizi yang diukur melalui penimbangan berat badan (BB) dan pengukuran tinggi badan (TB) kemudian dikategorikan dalam Index Massa Tubuh (IMT) menjadi status gizi kurus, normal, dan gemuk. Kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi merupakan frekuensi mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi responden yang diukur dengan menggunakan Food Frequency Questionare yang dinyatakan dalam skor . Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan data riwayat keluarga, aktifitas fisik, status gizi, kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dan kepadatan tulang. Sebelum uji hipotesis, dilakukan uji normalitas data menggunakan Kolmogorov Smirnov. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan riwayat keluarga dengan kepadatan tulang menggunakan uji Chi Square, hubungan aktifitas fisik dengan kepadatan tulang menggunakan uji Rank Spearman karena data berdistribusi tidak normal, sedangkan hubungan status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatn tulang menggunakan uji Pearson Product Moment karena berdistribusi normal. HASIL PENELITIAN Karakteristik subjek Subjek pada penelitian ini berjumlah 35 orang. Tabel 1 menunjukkan bahwa usia subjek berkisar 48 sampai 73 tahun. sebanyak 25 subjek (71,4%) berusia 48 sampai 59 tahun dan 10 subjek (28,6%) berusia antara 60 sampai 73

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Margo Utomo,Wulandari Meikawati

J Kesehat Masy Indones

tahun. Sebagian besar subjek yaitu 14 subjek (40%) adalah seorang ibu rumah tangga dan 17 subjek (48,6%) berpendidikan tamat SMA. Berdasarkan hasil pemeriksaan kepadatan tulang diketahui bahwa terdapat 2 orang (5,7%) dalam kategori osteoporosis, 16 subjek (45,7%) dalam kategori osteopenia, dan 17 subjek (48,6%) termasuk dalam kategori kepadatan tulang normal. Tabel 1. Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia, Pekerjaan, Pendidikan dan Hasil BMD
frekuensi usia jumlah pekerjaan 45-59 >60 Ibu rumah tangga PNS Wiraswasta Guru Pensiunan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Akademi (D1,D2,D3) Sarjana (S1,S2,S3) Normal Osteopenia Osteoporosis n 25 10 35 14 6 5 3 7 35 1 2 3 17 2 10 35 17 16 2 35 % 71,4 28,6 100,0 40,0 17,1 14,3 8,6 20,0 100,0 2,9 5,7 8,6 48,6 5,7 28,6 100,0 48,6 45,7 5,7 100,0

Jumlah pendidikan

Jumlah Hasil BMD

Jumlah

Riwayat Keluarga, Aktifitas Fisik, Status Gizi dan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Tinggi Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek yaitu 29 orang (82,9%) tidak memiliki riwayat osteoporosis dalam keluarga, hanya 6 orang (17,1%) yang memiliki riwayat keluarga. Sebagian besar subjek yaitu 27 orang (77,1%) memiliki aktifitas fisik yang kurang. Status gizi normal dan gemuk dimiliki sebagian subjek yaitu masing-masing sebesar 17 orang (48,6%) dan hanya 1 orang (2,9%) yang memiliki status gizi kurus. Status gizi diperoleh dari penghitungan pengukuran berat badan subjek dalam satuan kilogram dibagi panjang tinggi badan kuadrat dalam satuan meter kemudian dikategorikan dalam IMT.

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Vol 6 no 2 Th 2010

Faktor-Faktor yang Berhubungan

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Subjek Berdasarkan Riwayat Keluarga, Aktifitas Fisik, Status Gizi dan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Tinggi
frekuensi Riwayat keluarga Jumlah Aktifitas fisik Jumlah Status gizi Ada Tidak ada Baik Kurang Kurus Normal Gemuk n 6 29 35 8 27 35 1 17 17 35 % 17,1 82,9 100,0 22,9 77,1 100,0 2,9 48,6 48,6 100,0

Jumlah

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata skor kepadatan tulang subjek yaitu 0,95 skor T. rata-rata skor kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi 682,14. Hanya terdapat 1 subjek (2,9%) yang mempunyai skor kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi lebih dari 1000. Skor kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi berkisar antara 256-1005. rata-rata IMT subjek sebesar 25,75 kg/m2. Tabel 3. Nilai Minimum, Maksimum, Rerata dan Standar Deviasi Nilai BMD, Skor Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Tinggi dan IMT Variabel Nilai BMD Skor makanan IMT n 35 35 35 Min -3,64 256 16,85 Maks 1,49 1005 33,64 rerata SD -0,951,13 682,14158,94 25,744,19

Hubungan Riwayat Keluarga, Aktifitas Fisik, Status Gizi dan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Tinggi Dengan Kepadatan Tulang Hasil analisis bivariat menggunakan Chi Square, korelasi Rank Spearman dan Pearson Product Moment pada tabel 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dan aktifitas fisik dengan kepadatan tulang, namun terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang.. Tabel 4. Hubungan Riwayat Keluarga, Aktifitas Fisik, Status Gizi dan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Tinggi Dengan Kepadatan Tulang
variabel r Riwayat keluargaa Aktifitas fisikb Status gizic Kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggic a uji Chi square b uji korelasi Rank Spearman c uji korelasi Pearson Product Moment -0,042 0,557 -0,341 Nilai BMD p 0,810 0,001 0,045

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Margo Utomo,Wulandari Meikawati

J Kesehat Masy Indones

-1

-2

h a s il T s c o r e

-3

-4 10 20 30 40

Index Massa Tubuh responden

Gambar 1. Hubungan Status Gizi Dengan Kepadatan Tulang


2 1

-1

-2

h a s i lT s c o r e

-3

-4 200 400 600 800 1000 1200

skor makanan berkalsium

Gambar 2. Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Tinggi Dengan Kepadatan Tulang PEMBAHASAN Pada penelitian ini dipilih subjek wanita karena osteoporosis banyak terjadi pada wanita sejalan dengan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun[1]. Pada wanita postmenopause kerapuhan tulang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pembentukkan tulang[10]. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat munculnya osteoporosis. Semakin bertambah usia, semakin besar risiko mengalami osteoporosis karena tulang menjadi berkurang kekuatan dan kepadatannya[11,12]. Pada usia lanjut juga terjadi penurunan kadar 1,25 (OH)2D yang disebabkan oleh kurangnya masukan vitamin D dalam diet, gangguan absorpsi vitamin D, dan berkurangnya vitamin D dalam kulit[13]. Hubungan Riwayat Keluarga Dengan Kepadatan Tulang Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kepadatan tulang. Hal

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Vol 6 no 2 Th 2010

Faktor-Faktor yang Berhubungan

ini dapat dilihat bahwa subjek yang terdapat riwayat osteoporosis dalam keluarganya sebanyak 6 orang (17,1%) sedangkan yang tidak terdapat riwayat osteoporosis dalam keluarga sebanyak 29 orang (82,9%) sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek yang tidak mempunyai riwayat keluarga berpeluang untuk memiliki kepadatan tulang yang normal. Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga menderita osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh pada ukuran dan densitas tulang[14]. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, ada 6 subjek mempunyai anggota keluarga dengan riwayat osteoporosis yaitu ibu dari subjek yang bungkuk, merasa linu-linu pada kaki bila untuk berjalan. Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Kepadatan Tulang Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor aktifitas fisik dengan kejadian osteoporosis pada wanita postmenopause. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Recker dkk (2000) yang membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan penambahan kepadatan tulang spinal. Hal ini dikarenakan pengukuran aktifitas fisik ditanyakan 3 bulan ke belakang sedangkan pembentukkan massa tulang membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga tidak dapat mengukur aktifitas fisik yang dilakukan pada saat masih muda. Usia yang semakin menua akan mengakibatkan perubahan pola hidup, yaitu berkurangnya aktifitas fisik sehari-hari. Oleh karena itu, olah raga merupakan kegiatan yang sangat penting dalam mencegah osteoporosis. Jalan kaki secara teratur kira kira 4,5 km/jam selama 50 menit, 5 kali dalam seminggu dapat mempertahankan kekuatan tulang. Selain itu latihan beban dan senam juga dapat dilakukan pada penderita osteoporosis[15]. Hubungan Status Gizi Dengan Kepadatan Tulang Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kepadatan tulang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aan Nurwenda (2004) bahwa indeks massa tubuh yang rendah dan kekuatan tulang yang menurun semuanya berkaitan dengan berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh[9]. Osteoporosis lebih banyak diderita oleh orang yang bertubuh kurus dan berkerangka kecil, namun pada penelitian ini sebagian besar subjek mempunyai postur tubuh yang normal dan gemuk dengan IMT >18 kg/m2. Hal ini disebabkan oleh asupan makanan subjek sudah cukup, namun karena faktor usia penyerapan kalsium mengalami penurunan. Kelebihan berat badan dapat mempengaruhi massa tulang terutama melalui efeknya terhadap rangka tubuh. Wanita yang kelebihan berat badan memberikan tekanan yang lebih besar pada tulangnya, sehingga merangsang terbentuknya tulang baru sehingga penurunan kepadatan tulang dapat dikurangi[16]. Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Tinggi Dengan Kepadatan Tulang

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Margo Utomo,Wulandari Meikawati

J Kesehat Masy Indones

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson Product Moment menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kejadian osteoporosis pada wanita postmenopause. Hal ini sejalan dengan pendapat Hiromi Shinya yang mengemukakan bahwa terlalu banyak mengkonsumsi susu akan mengakibatkan osteoporosis. Kadar kalsium dalam darah sebanyak 9-10 mg. Namun pada saat minum susu, konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat. Pada saat konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat, tubuh berusaha untuk mengembalikan keadaan abnormal menjadi normal kembali dengan membuang kalsium dari ginjal melalui urine. Penyerapan kalsium membutuhkan peran sel osteoblas yang juga berfungsi membentuk matriks tulang sedangkan pembuangan kalsium dari tulang membutuhkan aktivitas osteoklas. Kalsium diserap secara normal sesuai kebutuhan tubuh. Jumlah kalsium yang diserap ke dalam darah hanya 200 mg. Selain disebablan karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan berkalsium, penyebab osteoporosis juga dapat disebabkan karena terlalu banyak mengkonsumsi acid yang berasal dari daging, gula dan bahan-bahan yang mengandung kimia. Untuk menetralisir acid tersebut, tubuh mengambil kalsium dari tulang. Dengan demikian, mengkonsumsi banyak kalsium bukan pencegahan osteoporosis jika tetap mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung acid. Solusi yang utama adalah menghindari makanan pembentuk acid dan lebih banyak mengkonsumsi sayuran[17]. Pada pengumpulan data kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan menggunakan Food Frequency Questionare (FFQ). Metode ini dapat menimbulkan terjadinya bias karena sangat tergantung pada daya ingat subjek. Berdasarkan FFQ yang dikumpulkan, sebagian besar subjek (74,35%) mengkonsumsi susu walaupun bukan susu yang berkalsium. Susu dan hasil olahan susu seperti keju, yogurt merupakan sumber kalsium utama yang penting untuk pencegahan penurunan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. Ikan dimakan dengan tulang seperti ikan kering atau ikan presto merupakan sumber kalsium yang baik. Sayuran hijau, kacang-kacangan, tahu dan tempe merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti serat, asam fitrat dan asam oksalat[18]. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu alat yang digunakan untuk memeriksa kepadatan tulang hanya dapat memprediksi besar risiko tanpa menunjukkan letak atau bagian tulang yang mengalami penurunan kepadatan tulang. KESIMPULAN Hanya 2 orang (5,7%) yang menderita osteoporosis. Mayoritas (82,9%) subjek tidak memiliki riwayat osteoporosis dalam keluarganya. Sebagian kecil (22,9%) subjek melakukan aktifitas fisik dengan kategori baik. Sebagian subjek (48,6%) yang mempunyai status gizi normal. Makanan berkalsium tinggi yang

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Vol 6 no 2 Th 2010

Faktor-Faktor yang Berhubungan

sering dikonsumsi tiap hari adalah tempe dan tahu banyaknya 2 kali per hari sedangkan bahan makanan sumber kalsium tinggi dari hewani yang paling sering dikonsumsi adalah susu dengan frekuensi 1 kali per hari. Ada hubungan yang bermakna antara status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. Tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dan aktifitas fisik dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause. SARAN Perlu diberikan penyuluhan kesehatan masyarakat pada masyarakat terutama wanita postmenopause dan petugas kesehatan agar meningkatkan asupan zat gizi terutama kalsium sesuai anjuran 1200 mg dan mempunyai kebiasaan hidup yang baik agar risiko osteoporosis dapat dikurangi. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai osteoporosis dengan menggunakan alat ukur kepadatan tulang yang lebih sensitif seperti Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh anggota klub senam lansia dan senam jantung sehat RW IV Kedungmundu, Aniek S. yang telah berperan serta dalam kegiatan penelitian ; dr. H. Margo Utomo yang telah membimbing penulis dalam penyusunan artikel ini serta Wulandari Meikawati, SKM, M.Si atas masukan dan saran yang telah diberikan ; semua pihak yang telah membantu penelitian ini, dan keluarga serta teman-teman yang telah memberi semangat dan dukungan. DAFTAR PUSTAKA 1. Zaviera F. Osteoporosis. Deteksi dini, penanganan, dan terapi praktis. Jogjakarta:Katahati;2007 2. N Sennang AN., Mutmainnah., RDN Pakasi., Hardjoeno. Analisis Kadar Osteokalsin Serum Osteopenia Dan Osteoporosis. 2002. http://www.journal.unair.ac.id/fillerPDF/IJCPML-12-2-02.pdf. Diakses 15 Mei 2009 3. Ulfah NY. Epidemiologi asupan gizi osteoporosis. 2008. http://one.indoskripsi.com/node/2055. Diakses 26 april 2009 4. Nugroho W. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi ke-3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. hal.16-17 5. Klinik media. Peningkatan Usia Harapan Hidup. 2008. http://www.klinikmedis.com. diakses 16 februari 2010 6. Depkes. Kecenderungan osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih tinggi dibanding negeri Belanda. 2004. http://www.depkes.go.id 7. Depkes. 1 dari 3 wanita dan 1 dari 3 pria memiliki kecenderungan menderita osteoporosis. 2005. http://www.depkes.go.id. diakses 16 Februari 2010 8. Astaqauliyah. Kejadian Osteoporosis Pada Wanita Lanjut Usia (kasus RS.DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar).

htpp://jurnal.unimus.ac.id

Margo Utomo,Wulandari Meikawati

J Kesehat Masy Indones

9. 10.

11. 12.

13. 14.

15.

16. 17. 18.

http://astaqauliyah.com/2008/10/19/kejadian-osteoporosis-pada-wanitalanjut-usia-kasus-rs-wahidin-sudirohusodo-makassar/. 25 april 2009 Nurwenda A. Hubungan Tingkat Konsumsi Kalsium, Protein dan Status Gizi dengan Derajat Osteoporosis Pada lansia. 2004 Sudarsono D. Osteoporosis Perkembangan baru etiopatogenesis dan tata laksana terkini. Simposium Reumatologi Tema Reumatologi Kedepan Untuk Menyongsong Sehat Tulang dan Sendi. Solo 17 Maret: 2007. hal. 1620. Baziad A. Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2003. Tandra H. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis mengenal, mengatasi, dan mencegah tulang keropos. Jakarta : gramedia pustaka utama; 2009. Lane NE. Osteoporosis. Edisi 1. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada;2001 Tandra H. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis mengenal, mengatasi, dan mencegah tulang keropos. Jakarta : gramedia pustaka utama; 2009. Yuzo Sato. Effect of walking on bone quality as determinant by ultrasound in the elderly. Scandinavian journal of Medicine and Science in Sports:2000. p.103-8 Ardiansyah. Keseimbangan kalsium penting untuk cegah osteoporosis. http://ardiansyah.multiply.com/journal. 29 april 2009 Shinya Hiromi. The Miracle of Enzyme. Bandung: Qonita;2008. hal.99-102 Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama;2003. hal.375-91

htpp://jurnal.unimus.ac.id

10

Das könnte Ihnen auch gefallen