Sie sind auf Seite 1von 12

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO.

1/JANUARI/2009
64
Pengaruh Pemberian Suplemen Seng (Zn) dan Vitamin C
Terhadap Kecepatan Penyembuhan Luka Pasca Bedah
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo
Effect of Zinc Supplement and Vitamin C Administration on The Would
Recovery Rate in Post-Operative Patients at Sukoharjo Hospital
Rusjiyanto*)
*) RSUD Sukoharjo, Jawa Tengah
ABSTRACT
Background: Patients admitted in hospital are generally distressed due to the infectious/inflamma-
tory trauma. Similarly, the operative patients will encounter physiological stress due to hypermetabo-
lism. In such condition, the need for nutrition will increase to accelerate the recovery process. This
study aimed to examine if the Zn supplement administration alone or combination of Zn and Vitamin
C affect the recovery rate of postoperative wound.
Methods: This was a randomized controlled trial (RCT). A sample of 42 post-perative patients were
assigned to 3 groups: one control group given placebo and 2 (two) treatment groups consisting of one
groups given Zn supplement only and one given the combination of Zn + vitamin C. The assessment of
wound recovery was done in 3 observations at day 3, 5, and 8 respectively. Anova and posthoc test
were used to analyze the data.
Results: Results showed no significant difference in mean value of post-operative wound recovery
rate between observation I and II, but there was significant difference at observation III. At observa-
tion III, the posthoc test showed no significant difference between the supplement Zn group and the
control group, but there was significant difference in wound recovery rate between Zn + vitamin C
combination group and the control group (p= 0.040).
Conclusion: Zn supplement alone administration does not affect the recovery rate of postoperative
wound, but the combination of Zn and vitamin C supplement administration accelerates the postop-
erative wound recovery. Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 64-75
Keywords: Supplement, Zn, vitamin C, wound recovery
PENDAHULUAN
Kekurangan gizi pada pasien rawat inap merupakan
masalah yang sulit ditanggulangi. Masalah ini dite-
mui baik di rumah sakit besar ataupun kecil, di negara
maju maupun negara sedang berkembang (Peake et
al., 2000). Perbaikan status gizi pada pasien yang
memerlukan tindakan bedah, sangat penting untuk
mempercepat penyembuhan luka operasi dan
penyakit dasarnya sendiri (Klein,. et al., 1996).
Dilaporkan lebih dari 50% pasien bedah yang
dirawat lebih dari seminggu menderita anemia, mal-
nutrisi ataupun defisiensi vitamin. Hasil penelitian
di Rumah Sakit Sardjito pada pasien bedah didapat-
kan 52,46% pasien mengalami penyembuhan luka
operasi lebih dari tujuh hari (Maryanto, 2004).
Menurut teori penyembuhan luka operasi terjadi
pada hari ke tujuh yang merupakan fase terjadinya
kolagen dan ditandai telah menyatunya jaringan
kulit, tidak didapatkan tanda inflamasi dan pasien
tidak lagi merasakan nyeri ditempat irisan operasinya
(Williamson, 1994). Pada penelitian lain di rumah
sakit yang sama didapatkan bahwa dukungan nutrisi
pada pasien bedah dapat menurunkan terjadinya
komplikasi postoperasi (Dziban, 2007).
Salah satu faktor penyebab adanya permasalahan
tersebut diantaranya karena pasien-pasien bedah di
rumah sakit merupakan pasien yang rentan malnu-
trisi, oleh karena itu intervensi gizi yang tepat pada
pasien rawat inap di rumah sakit akan meningkatkan
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
65
indikator-indikator biokimia dan klinis yang selanjut-
nya meningkatkan outcome klinik menuju kesembuh-
an, menurunkan komplikasi dan pada akhirnya menu-
runkan biaya rumah sakit (Wyszynsky et al., 1998).
Pembedahan atau operasi adalah stres fisiologik
akibat hipermetabolisme. Penatalaksanaan gizi di-
maksudkan untuk mengurangi kehilangan gizi sela-
ma periode hipermetabolisme dan untuk mempro-
mosikan perbaikan selama penyembuhan. Kebutuh-
an untuk sebagian vitamin dan mineral meningkat
setelah terjadi trauma. Namun dengan kenaikan kalo-
ri yang masuk, maka kebutuhan ini biasanya dapat
terpenuhi. Perkecualian pada 2 zat gizi mikro yang
sangat penting pada penyembuhan yaitu mineral Zn
dan vitamin C. Mineral Zn akan meningkatkan ke-
kuatan tegangan (gaya yang diperlukan untuk memi-
sahkan tepi-tepi) penyembuhan luka sedangkan vi-
tamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen
bagi penyembuhan luka yang optimal (Moore,
1997).
SUBJEK DAN METODE
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen random (ran-
domized controlled trial, RCT). Penelitian mengguna-
kan tiga kelompok sampel yaitu satu kelompok
kontrol dan 2 (dua) kelompok perlakuan.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Sukoharjo.
Alasan pemilihan lokasi ini adalah pelayanan bedah
merupakan pelayanan unggulan sehingga Instalasi
Bedah Sentral selalu meningkatkan pelayanan pasien
pasca bedah melalui kegiatan penelitian dan pengem-
bangan (Litbang). Dari penelitian pendahuluan yang
telah dilakukan terhadap 10 orang pasien pasca bedah
pada jaringan lunak yang diamati setelah hari ke 7
pasca bedah didapatkan hasil 80% diantaranya
belum mendapatkan nilai penyembuhan luka secara
optimal.
Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien dewasa pasca
bedah rawat inap elektif di RSUD Kabupaten Suko-
harjo. Subjek penelitian ditetapkan dengan kriteria
sebagai berikut:
Kriteria inklusi (1) Usia 18 sampai 55 tahun;
(2) Telah dilakukan tindakan bedah pada jaringan
lunak sesuai dengan standar pelayanan bedah (luka
bersih) di RSUD Kabupaten Sukoharjo; (3) Panjang
luka operasi lebih 5 cm sampai dengan 20 cm; (4)
Setuju diikutsertakan penelitian
Kriteria eksklusi: (1) Luka terinfeksi selama
observasi; (2) Dinyatakan dokter menderita penyakit
campak, hepatitis, sifilis, bruselosis, lepra, tuber-
kulosis, AIDS, uremia, diabetes melitus, komplikasi
pasca bedah; (3) Operasi Caesar; (4) Reseksi usus;
(5) Pasien pulang paksa.
Cara Pengambilan Sampel
Sesuai dengan kriteria subjek penelitian maka sampel
yang didapat dikelompokkan menjadi 3 dengan cara
randomisasi menggunakan program OpenEpi.
Variabel Penelitian
Variabel indenpenden adalah pemberian suplemen
yang dibagi dalam 3 kelompok: (1) Plasebo; (2) Su-
plemen Zn dengan dosis 11.5 mg, dan (3) Suplemen
kombinasi Zn dengan dosis 11.5 mg dan vitamin C
dengan dosis 80 mg. Variabel dependen adalah kece-
patan penyembuhan luka pasca bedah. Variabel pe-
rancu: usia, status gizi, jenis kelamin, lama perawat-
an, kecukupan gizi, semua dikendalikan dengan
randomisasi.
Analisis Data
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean pada
3 kelompok sampel menggunakan uji Anova dan
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan masing-
masing kelompok perlakuan dibanding kelompok
kontrol menggunakan uji post Hoc test .
HASI-HASIL
Penelitian berlangsung mulai Nopember 2008 hing-
ga Februari 2009. Ukuran sampel 42 subjek, dibagi
dalam tiga kelompok: kelompok kontrol 14 orang,
kelompok perlakuan I (diberikan suplemen Zn) 14
orang, dan kelompok perlakuan II (diberikan
suplemen kombinasi Zn + vitamin C) 14 orang.
Pada setiap subjek dilakukan pencatatan data-
data yang meliputi nomor RM, nama, umur, alamat,
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
66
status gizi, kelas perawatan, diagnosis bedah, panjang
luka, lama dirawat pasca bedah, penilaian luka bedah,
asupan energi, asupan protein, asupan Zn dan asupan
vitamin C.
Sampel terdiri atas 12 orang (29%) pasien pe-
rempuan, dan 30 orang (71%) pasien laki-laki.
Subjek berumur antara 20 hingga 65 tahun. Paling
banyak terdapat umur 31-50 tahun (40.5%) dan
paling sedikit 61-65 tahun (9.5%).
Status gizi subjek diperoleh dengan perhitungan
indek masa tubuh (IMT) (Tabel 1).
Tabel 1: Karakteristik subjek berdasarkan status gizi (indek
masa tubuh)
Sebanyak 32 orang (76.19%) adalah pasien de-
ngan luka bedah sepanjang 10-15 cm, dan sebanyak
10 orang (23.81%) kurang dari 10 cm. Terdapat 10
jenis diagnosis bedah (Tabel 2).
Tabel 2. Distribusi subjek berdasarkan diagnosis bedah
No Diagnosis Jumlah Persentase
1 APP 6 14.29
2 BPH 1 2.38
3 FAM 1 2.38
4 Hernia 15 35.71
5 Sectioalta 1 2.38
6 Struma 9 21.43
7 Tumor Dada 1 2.38
8 Tumor Mamae 4 9.52
9 Tumor Punggung 1 2.38
10 Vesicolitiasis 3 7.14
Jumlah 42 100
Karakteristik umur, status gizi, dan luka bedah
tidak menunjukan perbedaan yang secara statistik ber-
makna antara kelompok-kelompok studi (Tabel 3).
Berdasarkan Tabel 4 diatas dengan menggunakan
uji Anova maka diperoleh 0.427 dan nilai p: 0.655
berarti dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang
bermakna umur antara kelompok kontrol , kelompok
perlakuan I dan kelompok perlakuan II.
Keikutsertaan subjek dalam penelitian ini sangat
baik. Dari 42 subjek semuanya (100%) mengkon-
sumsi suplemen yang diberikan baik pada kelompok
kontrol yang diberikan plasebo dan kelompok perla-
kuan I yang diberikan suplemen Zn serta kelompok
perlakuan II yang diberikan suplemen kombinasi Zn
dan Vitamin C. Semua subjek mengkonsumsi su-
plemen 1 kapsul perhari pada pagi hari selama 7 hari.
Pemantauan ketaatan subjek dalam mengkonsumsi
suplemen pada saat masih di rumah sakit dilakukan
oleh perawat dan ahli gizi sedangkan pemantauan
selama dirumah dilaksanakan oleh keluarga pasien.
Selama pemberian suplemen tidak ditemukan efek
samping yang dikeluhkan oleh subjek misalnya mual,
muntah, diare, pusing dan lain-lain.
Pengukuran kadar leukosit dilaksanakan 3 kali
sesuai dengan pengamatan penyembuhan luka. Kadar
leukosit normal 5,0 10,0 10
3
l. Dari 42 subjek
yang telah diukur pada pengamatan I sebanyak 40
orang (97,5%) berada pada batas normal sedangkan
2 orang (2,5%) sedikit diatas batas normal. Sedang-
kan pada pengamatan II dan III semua (100%) pada
batas normal. Hasil uji statistik menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang secara statistik bermakna
antara ketiga kelompok studi dalam kadar leukosit
pada ketiga pengamatan (Tabel 4).
Tabel 3 : Karakteristik subjek kelompok kontrol dan perlakuan sebelum penelitian
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
67
Pengukuran suhu dilaksanakan setiap hari,
namun untuk kepentingan analisis pada penelitian
ini data diambil sebanyak 3 kali sesuai dengan
pengamatan penyembuhan luka. Hasil uji statistik
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang secara
statistik bermakna antara ketiga kelompok studi
dalam suhu pada ketiga pengamatan (Tabel 5).
Penilaian penyembuhan luka bedah dilakukan
sebanyak 3 kali pengamatan yaitu pengamatan I
dilakukan pada hari ketiga pasca bedah, pengamatan
II dilakukan pada hari ke V pasca bedah dan peng-
amatan III dilakukan pada hari ke VIII pasca bedah.
Hasil penilaian luka bedah menunjukkan, tidak ter-
dapat perbedaan skor penyembuhan luka antara keti-
ga kelompok studi pada pengamatan ke 1 (p=0.937)
dan 2 (p=0.393), tetapi terdapat perbedaan yang
secara statistik signifikan antara pengamatan 3
(p=0.009) (Tabel 6).
Hasil posthoc test menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang secara statistik bermakna antara
kelompok kelompok kontrol dan kelompok Zn
(p=0.643). Terdapat perbedaan yang secara statistik
bermakna dalam skor penyembuhan luka antara
antara kelompok kontrol dan kelompok Zn+ Vita-
min C (p=004), maupun antara kelompok Zn dan
kelompok Zn+Vitamin C (p=0.014) (Tabel 7).
Tabel 5: Hasil pengukuran suhu tubuh
Tabel 6: Hasil penilaian penyembuhan luka bedah antara ketiga kelompok studi
Tabel 4: Hasil penilaian kadar leukosit darah
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
68
Distribusi subjek berdasarkan lamanya hari ra-
wat inap pasca bedah terlihat bahwa sebagian besar
lama hari rawat pasca bedah adalah 5 hari yaitu 38
orang (90,48%) (Tabel 8).
Tabel 8 : Distribusi subjek berdasarkan lamanya hari rawat
inap pasca bedah
Distribusi subjek berdasarkan kelas perawatan
menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 34 orang
( 80,95%) pada kelas III (Tabel 9).
Tabel 9: Karakteristik subjek menurut kelas perawatan
Tingkat asupan gizi diperoleh dengan cara re-
call dan atau penimbangan makanan selama 24 jam
pada saat di rumah sakit dan di rumah. Hasil
perhitungan asupan tersebut dibandingkan dengan
angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) tahun
2004. Selanjutnya diperoleh tingkat kecukupan gizi
yang dinyatakan dalam persen. Hasil perhitungan
asupan gizi baik energi, protein, Zn non-suplemen,
maupun vitamin C non-suplemen tidak menujukkan
perbedaan yang secara statistik bermakna antara
ketiga kelompok studi (Tabel 10).
PEMBAHASAN
Variabel-variabel yang mungkin berpengaruh
terhadap kecepatan penyembuhan luka maka pada
saat pengurutan sampel dilakukan dengan cara
randomisasi dan atau dilakukan pengujian secara
statistik perbedaan rata-rata setiap variabel pada
masing-masing kelompok sampel. Dari hasil
penelitian ini diketahui bahwa umur subjek antara
20-65 tahun yang tersebar hampir merata pada umur
20-60 tahun dan hanya sebagian kecil subjek yang
berumur 61-65 tahun. Karakteristik umur subjek ini
dikendalikan dengan menguji apakah ada perbedaan
Tabel 7 : Hasil analisis penyembuhan luka dengan posthoc tests antara ketiga kelompok studi
Tabel 10: Tingkat kecukupan energi, protein, Zn tanpa suplemen dan vitamin C tanpa suplemen.
dihitung berdasarkan % AKG tahun 2004
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
69
rata-rata umur subjek yang ada pada kelompok kon-
trol dan kelompok perlakuan. Dari Tabel 3 diketahui
bahwa tidak ada perbedaan rata-rata umur secara ber-
makna antara kelompok kontrol dan kelompok per-
lakuan. Pada penelitian ini umur perlu dikendalikan
karena umur sangat berpengaruh terhadap kejadian
infeksi dan komplikasi pasca bedah. Umur berpenga-
ruh pada imunitas. Luka pada orang yang lebih tua
penyembuhannya tidak sebaik orang yang lebih muda
karena suplai darah yang kurang baik, status gizi yang
kurang atau adanya penyakit penyerta. Angka rata-
rata infeksi luka operasi pada orang tua meningkat
dengan pertambahan umur yaitu mencapai 8-13%
untuk pasien umur diatas 65 tahun ( Furth, 1990;
Wilson, 1995; Forrest, 1995).
Status gizi pada semua kelompok tidak ada per-
bedaan yang bermakna, dengan demikian untuk
membandingkan kecepatan penyembuhan luka pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sudah
mengendalikan variabel status gizi. Hal ini perlu
dilakukan karena status gizi mempengaruhi kecepatan
penyembuhan luka. Status gizi yang buruk mempe-
ngaruhi sistem kekebalan tubuh yang memberi per-
lindungan terhadap penyakit infeksi seperti penu-
runan sekretori imunoglobulin A (AIgA) yang dapat
memberikan kekebalan permukaan membran muko-
sa, gangguan sistem fagositosis, gangguan pemben-
tukan kekebalan humoral tertentu, berkurangnya
sebagaian komplemen, dan berkurangnya thymus sel
(T). Kesemuanya itu akan menjadi kendala dalam
pengobatan dan perawatan penyembuhan pasca
bedah (Linder, 1992). Sedangkan akibat apabila sta-
tus gizi lebih dikaitkan dengan risiko terjadinya
penyakit degeneratif misalnya hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung koroner, batu empedu dan
lain-lain. Dengan adanya penyakit tersebut akan
menjadi permasalahan dalam penatalaksanaan
penyembuhan luka pasca bedah. (Supariasa, 2001).
Berdasarkan jenis diagnosis bedah dalam
penelitian ini diperoleh 10 jenis diagnosis yang telah
sesuai dengan kriteria inklusi yaitu pembedahan
kategori sedang , luka bersih dan panjang luka 5-20
cm. Selama dilakukan observasi kepada subjek tidak
diketemukan penyakit penyerta yang dapat
menghambat kecepatan penyembuhan luka antara
lain : campak, hepatitis, sifilis, bruselosis, lepra,
tuberkulosis, AIDS, uremia, diabetes melitus.
Penyakit-penyakit penyerta tersebut berpengaruh
pada imunitas pasien pasca bedah yang dapat meng-
hambat sintesa kolagen dan berisiko terhadap kom-
plikasi pasca bedah (Furth, 1990, Perdanakusumah,
2008).
Dalam penelitian ini diketahui bahwa panjang
luka bedah antara 10-20 cm yang sebaran pada
masing-masing kelompok sampel telah diuji secara
statistik untuk mengetahui apakah ada perbedaan
bermakna pada masing-masing kelompok sampel.
Dari hasil pengujian statistik diperoleh hasil bahwa
tidak ada perbedaan bermakna panjang luka bedah
pada masing-masing kelompok sampel, sehingga
variabel ini dianggap tidak berpengaruh terhadap
hasil penilaian pengamatan penyembuhan luka.
Panjang luka ini perlu dikendalikan karena semakin
panjang luka semakin besar kemungkinan bakteri
yang terbawa partikel udara masuk kedalam luka,
baik melalui tangan maupun instrumen (Dziban,
2007). Sesuai dengan prosedur pelayanan di Instalasi
Bedah RSUD Sukoharjo bahwa pelaksanaan
pembedahan menggunakan pisau bedah untuk kulit
permukaan selanjutnya untuk kulit bagian dalam
menggunakan pisau elektrik sehingga dengan
peralatan tersebut bisa mengurangi volume darah
yang keluar dan hasil pembedahan lebih optimal (
protap pelayanan IBS).
Pada Tabel 9 diketahui bahwa lama perawatan
pasca bedah dirumah sakit 5-8 hari, sebagian besar
subjek (90,48%) pulang pada hari ke 5. Setelah
dilakukan pengujian secara statistik bahwa lama
perawatan pasca bedah pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang
bermakna. Hal ini berarti bahwa pada penelitian ini
pemberian suplemen tidak berpengaruh pada
lamanya hari rawat pasca bedah. Sesuai dengan
prosedur pelayanan pada Instalasi Bedah Sentral
RSUD Kabupaten Sukoharjo bahwa pasien bedah
yang kondisi secara umum sudah baik maka dapat
diperbolehkan pulang meskipun luka bedahnya
belum dinyatakan sembuh, namun untuk perawatan
lukanya harus dilanjutkan pada saat kontrol kembali
ke rumah sakit untuk diberikan medikasi ( protap
pelayanan IBS).
Berdasarkan kelas perawatan, subjek sebagian
besar sebagai pasien kelas III, namun sesuai dengan
standar pelayanan Instalasi Bedah Sentral bahwa
pelayanan bedah tidak membedakan kelas perawatan.
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
70
Sedangkan untuk pelayanan gizi pasca bedah
berpedoman pada menu diit khusus yang tidak
membedakan kelas perawatan sehingga juga tidak
berpengaruh pada nilai gizinya. Demikian juga
dengan pemberian obat sudah sesuai dengan standar
farmasi dan terapi yang telah ditetapkan (Protap
pelayanan IBS). Dengan demikian kelas perawatan
dalam penelitian ini tidak mempengaruhi kecepatan
penyembuhan luka pasca bedah.
Berdasarkan asupan energi dan protein secara
statistik tidak terdapat perbedaan bermakna pada
kelompok kontrol dan perlakuan, sehingga asupan
energi dan protein ini diasumsikan mempunyai
pengaruh yang sama pada masing-masing kelompok
sampel peranannya dalam kecepatan penyembuhan
luka pasca bedah. Peranan energi protein dalam pe-
nanganan pasca bedah ini adalah prioritas untuk
mengurangi kehilangan gizi selama periode hiperme-
tabolisme dan untuk mempromosikan perbaikan
selama penyembuhan (Moore, 1997). Kecukupan
energi pada penelitian ini perlu diperhitungkan kare-
na subjek sebagai pasien pembedahan akan meng-
alami stres metabolik, untuk itu energi berperan un-
tuk menciptakan keadaan homeostasis dalam tubuh.
Asupan energi yang mencukupi akan memberi
peluang terhadap asupan protein agar berfungsi secara
optimal sebagai katalisator, molekul karier, reseptor
signal biologik dan sebagai komponen struktural
(Linder, 1992). Dalam penyembuhan luka peranan
protein ini sangat besar yaitu untuk produksi jaringan
pengikat dan kalogen (jaringan muda).
Asupan Zn (tidak termasuk suplemen) terlihat
masih jauh dari kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu
rata-rata 68%. Dari hasil uji statistik rata-rata asupan
Zn pada kelompok kontrol dan perlakuan tidak ada
perbedaan yang bermakna. Dengan pemberian suple-
men Zn akan terlihat pengaruhnya terhadap kecepat-
an penyembuhan luka pasca bedah, karena peranan
Zn pada penyembuhan luka sangat besar. Zn sebagai
kofaktor pada kegiatan lebih dari 300 enzym, berbagai
aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat,
protein, lemak dan asam nukleat. Sebagai bagian dari
banyak metaloenzym, Zn sangat dibutuhkan dalam
hampir semua aspek metabolisme seluler. Kajian
beberapa hasil penelitian pada hewan percobaan
bahwa Zn bersifat esensial untuk sintesa DNA oleh
sel-sel mamalia. Thimidinkinase, RNA Polimerase,
DNA polimerase, rebonuklease dan reverse
transkriptase adalah beberapa enzym zinc-dependent
yang merupakan katalisator penting dalam replikasi
dan transkripsi DNA selama pembelahan sel (Prasad,
2000).
Sementara asupan vitamin C (tidak termasuk
suplemen) pada subjek penelitian ini juga masih jauh
dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu rata-
rata 63%. Dari hasil uji statistik rata-rata asupan vi-
tamin C pada kelompok kontrol dan perlakuan tidak
ada perbedaan yang bermakna. Dengan pemberian
suplemen vitamin C akan terlihat pengaruhnya terha-
dap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah, karena
vitamin C merupakan nutrisi yang cukup penting
dalam proses penyembuhan luka, dan kekurangan
vitamin C juga menaikkan risiko pendarahan yang
berlebihan pada penanganan pembedahan (MacKay,
2003). Vitamin C dibutuhkan untuk reaksi enzym
dalam proses metabolisme tenunan pengikat dan
serat kolagen dimana penyembuhan luka selalu
memerlukan tambahan produksi tenunan pengikat
dan serat kolagen ini.
Penelitian ini tidak menganalisis tingkat
kecukupan zat gizi lainnya selain energi, protein, Zn
dan vitamin C. Zat gizi lain yang sangat berperanan
dalam penyembuhan luka antara lain, vitamin A, vi-
tamin E dan asam lemak esensial seperti Omega 3.
Vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan
sistem imunitas. Vitamin A dapat meningkatkan
jumlah monosit, makrofag di lokasi luka dan
mengatur aktifitas kolagen. Sementara vitamin E
merupakan antioksidan lipopilik utama dan berperan
dalam pemeliharaan membran sel, menghambat
terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen
yang berlebihan. Sedangkan asam lemak esensial ini
penting karena tidak bisa disintesa dalam tubuh
sehingga harus didapatkan dari makanan atau dari
suplemen. Peranan asam lemak esensial ini hdala
mengurangi peradangan, mengurangi pengentalan
sel-sel darah dan berperan dalam mencegah perkem-
bangbiakan sel-sel yang tidak normal (MacKay, et
al., 2003).
Leukosit darah subjek merupakan salah satu
unsur penilaian penyembuhan luka pada penelitian
ini. Pada Tabel 4 disajikan hasil pengukuran leukosit
darah yang dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan.
Berdasarkan uji statistik anova baik pada pengamatan
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
71
I, II dan III tidak terdapat perbedaan bermakna kadar
leukosit darah pada masing-masing kelompok sampel.
Rata-rata leukosit darah pada pengamatan I (3 hari
pasca bedah) terlihat lebih tinggi dari pengamatan
II dan pengamatan III. Hampir semua pengukuran
leukosit darah ini berada pada batas normal yaitu
(5,0 10,0)10
3
l. Leukosit atau sel darah putih ini
berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai
penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan
tubuh.
Penyembuhan luka pasca bedah pada fase
inflamasi dimulai dengan melakukan pengirisan
untuk pembedahan dan berakhir hingga hari ketiga
atau keempat setelah operasi. Aktifitas fisiologik
utama adalah homeostatis dan phagocytosis. Respons
inflamasi terjadi segera dan mempersiapkan jaringan
untuk penyembuhan. Sebagai hasilnya, pertama
adalah terjadi kontriksi yang singkat dan segera pada
pembuluh darah, yang mengakibatkan pembekuan
darah untuk menutupi luka. Hal ini diikiuti oleh
vasodilatasi, memberikan peningkatan aliran darah
pada area, sel darah putih (leukosit) menyerbu area
luka dan menghilangkan bakteri dan debris. Sekitar
24 jam setelah luka, sebagian besar sel pagositik
(makrofag) yang menstimulasikan formasi epitel di
akhir pembuluh yang cedera sehingga reanatomis
dapat terjadi. Selama fase Inflamasi pasien mempu-
nyai respons tubuh, yang meliputi temperatur me-
ningkat secara perlahan, leukositosis dan mengaki-
batkan rasa demam. (Gibson,2005; Perdanakusuma,
2008).
Suhu tubuh subjek merupakan salah satu unsur
penilaian penyembuhan luka pada penelitian ini.
Pada Tabel 6 disajikan hasil pengukuran suhu tubuh
yang dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan.
Berdasarkan uji statistik Anova baik pada pengamatan
I, II dan III tidak terdapat perbedaan rata-rata suhu
tubuh secara bermakna pada masing-masing kelom-
pok sampel. Hampir semua pengukuran suhu tubuh
ini berada pada batas normal. Kenaikan suhu terjadi
pada awal fase inflamasi, oleh karena pencatatan suhu
tubuh subjek pada penelitian ini dilakukan pada hari
ke 3 pasca bedah sehingga pada akhir fase inflamasi
ini suhu tubuh sudah kembali ke batas normal.
Pada keadaan kulit yang normal maka kulit
merupakan organ yang berfungsi sangat penting
sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi) dan metabolisme. Kulit berperan
pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elek-
trolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.
Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan
melalui keringat. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila
temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh
darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur
dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengi-
rim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran
darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pem-
buluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian
akan mempertahankan panas (Arwanimu, 2008).
Pada Tabel 6 tentang penilaian penyembuhan
luka bedah pada pengamatan I tidak ada perbedaan
bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan. Penilaian penyembuhan luka pasca bedah
pada pengamatan I ini dilakukan pada hari ke 3
setelah pembedahan sehingga suplemen yang dikon-
sumsi baru 2 buah kapsul selama 2 hari. Hal ini me-
nunjukkan bahwa pemberian suplemen Zn maupun
kombinasi Zn dan vitamin C belum nampak jelas
efeknya terhadap perkembangan penyembuhan luka.
Perkembangan luka pada hari ke 3 ini berdasarkan
fisiologi penyembuhan luka secara alami berada pada
fase peralihan dari fase inflamasi menuju ke fase
proliferasi atau pembentukan jaringan granulasi.
Respons inflamasi dinyatakan dengan dilatasi
pembuluh darah dan pengeluaran leukosit dan cairan.
Pembuluh darah yang putus mengalami kontriksi dan
retraksi disertai reaksi hemoestasis. Homeostasis
terjadi karena agregasi trombosis yang bersama jala
fibrin akan membekukan darah darah. Agregat
trombosis akan mengeluarkan mediator inflamasi
Transforming Grwoth Factor beta 1 ( TGF
1
) yang akan
mengaktifasi fibroblas untuk mensitesis kolagen
(Smeltzer et al, 2002; Perdanakusumah, 2008).
Meskipun mineral Zn dan vitamin C sangat berperan
pada penyembuhan luka, namun oleh karena pada
fase ini secara fisiologis belum terjadi proses pemben-
tukan tenunan pengikat dan serat kolagen maka efek
Zn dan vitamin C belum nampak peranannya.
Pada pengamatan II meskipun terdapat perbe-
daan rata-rata penilaian penyembuhan luka dimana
kelompok perlakuan dengan pemberian suplemen
campuran Zn dan vitamin C menunjukkan nilai
penyembuhan luka yang tertinggi diikuti kelompok
perlakuan suplemen Zn dan kelompok kontrol.
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
72
Namun perbedaan tersebut secara statistik tidak
menunjukkan adanya perbedaan bermakna. Penilaian
penyembuhan luka pasca bedah pada pengamatan
II ini dilakukan pada hari ke 5 setelah pembedahan
sehingga suplemen yang dikonsumsi sebanyak 4 buah
kapsul selama 4 hari. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian suplemen Zn maupun suplemen
kombinasi Zn dan vitamin C belum nampak jelas
efeknya terhadap perkembangan penyembuhan luka.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pemberian
suplemen Zn maupun suplemen kombinasi Zn dan
vitamin C diberikan baru 4 kali (4 hari) sehingga
peranan suplemen tersebut belum terbukti.
Pemberian dukungan nutrisi perioperatif seperti
halnya pemberian suplemen ini sekurang-kurangnya
5 hari pada pasien bedah dapat mengurangi
komplikasi postoperasi (Sabiston, 1995).
Peran dukungan nutrisi dalam proses penyem-
buhan luka adalah dalam proses respons imunoseluler,
fagositosis, angiogenesis, kontraksi luka dan deposisi
kolagen (Cheny, 1997). Demikian juga bahwa pada
pengamatan II penilaian penyembuhan luka ini
adalah merupakan fase peralihan dari fase proliferasi
menuju fase maturasi. Dimana fase maturasi adalah
merupakan proses panjang yang dimulai pada hari
ke 5 sampai dengan berbulan-bulan. Proses ini
menghasilkan jaringan seluler, avaskuler, skar kolagen
yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan.
Pada proses penyembuhan luka, jika sudah pada fase
maturasi pada sisi luka akan terjadi kekuatan tarik
menarik, sehingga pada luka tersebut akan saling
menyatu. Oleh karena itu meskipun mineral Zn dan
vitamin C sangat berperan pada penyembuhan luka,
namun oleh karena pada fase ini secara fisiologis baru
merupakan awal dari proses maturasi maka efek Zn
dan vitamin C belum nampak pengaruhnya terhadap
kecepatan penyembuhan luka pasca bedah.
Penilaian penyembuhan luka pasca bedah pada
pengamatan III ini dilakukan pada hari ke 8 setelah
pembedahan sehingga suplemen yang dikonsumsi
sudah mencapai 7 buah kapsul. Terdapat perbedaan
rata-rata nilai penyembuhan luka pasca bedah dari
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Nilai
rata-rata tertinggi pada kelompok perlakuan II diikuti
kelompok perlakuan I dan kelompok kontrol. Dari
hasil uji statistik dinyatakan ada perbedaan rata-rata
secara bermakna antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan. Untuk mengetahui signifikansi
perbedaan rata-rata antar kelompok sampel dilakukan
uji statistik posthoc tests didapatkan hasil sebagai
berikut: (1) Tidak ada perbedaan nilai rata-rata secara
bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan I; (2) Ada perbedaan nilai rata-rata secara
bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan II; (3) Ada perbedaan nilai rata-rata secara
bermakna antara kelompok perlakuan I dengan
kelompok perlakuan II.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian
suplemen seng Zn selama 7 hari tidak ada pengaruh
secara bermakna terhadap kecepatan penyembuhan
luka pasca bedah, sedangkan pemberian suplemen
kombinasi antara Zn dan Vitamin C berpengaruh
terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah.
Dijelaskan bahwa pemberian 50 mg Zn/hari
peroral pasien bedah dapat mempercepat penutupan
luka (Linder, 1992). Menurut beberapa penelitian
suplementasi Zn yang diberikan kepada pasien
sebelum pembedahan dapat mencegah kekurangan
Zn sehingga dapat mencegah komplikasi dan mem-
percepat penyembuhan luka (Healthnotes, 2004).
Dalam keadaan stres seperti pembedahan diperlukan
redistribusi Zn dalam tubuh. Tidak ada simpanan
Zn khusus, kecuali metallotionin bentuk simpanan
Zn belum dapat diidentifikasi dalam jaringan halus.
Jadi jika konsumsi makanan tidak mencukupi
kebutuhan, maka terjadi redistribusi Zn dalam tubuh
melalui katabolisme metalloprotein dalam otot dan
jaringan halus lainnya untuk menyediakan Zn bagi
lokasi-lokasi yang membutuhkan diantaranya untuk
penyembuhan luka (Prasad, 1991). Sehingga
suplementasi Zn sangat dibutuhkan dalam keadaan
stres untuk memenuhi kebutuhan Zn tersebut. Pada
penelitian ini juga terlihat bahwa kelompok yang
diberikan suplemen Zn mempunyai nilai rata-rata
yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol,
tetapi tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata secara
bermakna kelompok yang diberikan suplemen Zn
dengan kelompok kontrol, hal ini dimungkinkan
karena waktu suplementasi pada penelitian ini yang
terlalu pendek. Sebaiknya suplementasi dimulai
sebelum pembedahan, hal ini penting agar pada saat
pembedahan pasien tidak kekurangan Zn yaitu
konsentrasi Zn plasma tidak kurang 70 g/dl. Bila
pasien kekurangan Zn akan terjadi kelambatan dalam
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
73
penutupan luka oleh jaringan kolagen, juga dapat
mempengaruhi sistem imunitas tubuh oleh karena
terjadi penurunan limfosit, natural killer cells, dan
ukuran tymus.
Pemberian suplemen kombinasi Zn dan vitamin
C dapat mempercepat penyembuhan luka pasca
bedah, hal ini ditunjukkan adanya perbedaan rata-
rata nilai penyembuhan luka secara bermakna
kelompok yang diberikan suplemen kombinasi Zn
dan vitamin C dibanding dengan kelompok kontrol
maupun kelompok yang deberi suplemen Zn saja.
Apabila pada kelompok yang diberikan suplemen Zn
tidak berpengaruh terhadap penyembuhan luka
namun pada kelompok yang diberikan suplemen
kombinasi Zn dan vitamin C berpengaruh terhadap
penyembuhan luka karena mineral Zn akan mening-
katkan kekuatan tegangan (gaya yang diperlukan
untuk memisahkan tepi-tepi) penyembuhan luka
sedangkan vitamin C diperlukan untuk pembentukan
kolagen bagi penyembuhan luka yang optimal
(Moore, 1997).
Disamping Zn peranan vitamin C sangat besar
dalam proses penyembuhan luka. Vitamin C perlu
untuk menjaga struktur kolagen, sejenis protein yang
menghubungkan semua jaringan serabut termasuk
kulit, struktur kolagen yang baik akan dapat menyem-
buhkan luka. Dijelaskan bahwa luka selalu memerlu-
kan tambahan produksi tenunan pengikat dan kola-
gen (jaringan muda/scar tissue). Prokolagen dibuat
pada endoplasmik retikulum yang mikrosomal juga
menghidroksilasi prolin khusus dan residu lisin atau
tembaga (Cu). Yang paling diperhatikan di antara
proses sebelum ekskresi protein. Dalam permukaan
ekstraselular, prokolagen dipecah menjadi tropoko-
lagen dan residu lisin tertentu ( diseleksi ) mendapat
proses oksidasi oleh enzim Cu-lysis oksidase. Hal ini
memungkinkan terjadinya polimerisasi dan ikatan
silang (crosslinking) untuk membentuk serat kolagen
(Linder, 1992).
Pola makan orang Indonesia pada umumnya
terbiasa mengkonsumsi teh setiap hari. Bahkan ada
kelompok masyarakat tertentu mengkonsumsi teh
kental. Selain itu juga banyak mengkonsumsi serealia,
kacang-kacangan, termasuk hasil olahnya. Bahan
makanan tersebut mengandung tannin dan atau fitat,
yang dapat menghambat penyerapan Fe dan Zn
secara signifikan. Pola konsumsi dan kebiasaan makan
tersebut sudah tentu meningkatkan potensi terjadinya
defisiensi Fe dan Zn akibat penyerapan terganggu
(Gibsons, 2003). Sementara vitamin C berperan
dalam penyerapan Fe dan Zn. Sehingga pemberian
suplemen kombinasi Zn dan vitamin C pada
penelitian ini mempunyai efek yang lebih baik
terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah
dibanding dengan kelompok yang diberikan Zn saja
maupun kelompok kontrol.
Penelitian ini menarik kesimpulan sebagai
berikut. Pertama, suplementasi Zn saja yang diberikan
7 hari setelah pembedahan tidak berpengaruh
terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah.
Kedua, suplementasi Zn+vitamin C yang diberikan
7 hari setelah pembedahan dapat mempercepat
penyembuhan luka pasca bedah.
Penelitian ini memberikan saran sebagai berikut.
Pertama, bagi klinisi disarankan untuk memberikan
Zn+vitamin C untuk mempercepat penyembuhan
luka. Pemberian Zn saja tidak bermanfaat untuk
mempercepat penyembuhan luka. Kedua, pemberian
Zn+vitamin C disarankan setiap hari selama mini-
mal 7 hari pasca bedah. Pemberian Zn+vitamin C
kurang dari 7 hari tidak memberikan manfaat bagi
kecepatan penyembuhan luka
Ketiga, pasien sebelum dan sesudah dilaksana-
kan pembedahan perlu mengkonsumsi buah-buahan
yang mengandung vitamin C dan makanan yang
cukup mengandung Zn yaitu makanan yang
bersumber hewani, disamping itu perlu mengurangi
makanan yang mengandung tannin dan phytate, yang
dapat menghambat penyerapan Zn seperti teh kental.
Keempat, suplementasi Zn+vitamin C berpengaruh
pada kecepatan penyembuhan luka, namun belum
diketahui apakah karena peranan vitamin C saja atau
karena interaksi keduanya, sehingga perlu dilanjutkan
penelitian ini dengan menambah satu kelompok
sampel yang diberikan suplemen vitamin C saja.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S.,(2005). Penuntun Diit. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Arwanimu A (2008), Anatomi fisiologi kulit dan
penyembuhan luka, Departeman Ilmu Bedah
Plastik FK. Unair.
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009
74
Brown,KH., Wuehler,SE., and Peerson,JM. (2001).
The importance of zinc in human nutrition and
estimation of the global prevalence of zinc defi-
ciency. Food And Nutrition Bulletin Vol.22,
Number 2, Juni 2001 : United Nations Univer-
sity Press.
Cheney LM (1997). Facial surgery plastic and re-
constructive, Wiliam and Wilkins, A. Waverly
Company, Baltimore-Philadelphia, hal. 67-77.
Cohen IK, Diegelmann RF, Linblad WJ (1992).
Wound healing: biochemical and clinical aspect.
WB Saunders CO., Toronto.
Dzalinz,M. (1992). Pemberian dini makanan lewat
pipa pada pasien postoperasi bedah digestif.
Padang: Laboratorium Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Dziban,R (2007). Pengaruh status gizi dan dukung-
an nutrisi terhadap komplikasi postoperatif pada
pasien bedah elektif di rs dr. sardjito yogyakarta.
Dalam: Karya Ilmiah Bagian Ilmu Bedah FK
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Ehrenkranz,NZ (1992). Surgical infection. in hos-
pital infection, Edisi ke 3, Boston, Litle Brown
Company.
Forrest AP, Corter DC (1995). Principle and prac-
tice of surgery, Edisi ke 3. Edinburgh, Churchill
Livingstone.
Furth PA (1990). Prevention and managemen of in-
fection in perioperatif period. Dalam Medical
perioperative. Conecticut: Appleton and Lange.
GallagherAllred, C.R., Voss, A.C., Finn, S.C.,
McCamish, M.A (1996), Malnutrition and clini-
cal outcomes: the case for medical nutrition
therapy. Journal of the American Dietetic Asso-
ciation.
Gibson RS (2003). Gibsons 3-days lecture tentang
recent advances in nutritional assessment, 10-
12 September 2003, SEAMEO-TROPMED
RCCN, Universitas Indonesia.
Gibson,RS (2005). Principles of nutritional assess-
ment. New York : Oxford University Press.
Gilberto Kac, M. 2000. length of stay is associated
with incidence of inhospital malnutrition in a
group of low-income brazilian children. Salud
Publica De Mexico. Vol, 42.
Gropper,SS.. Smith, Jack L., Groff, James L (2005).
Advanced nutrition and human metabolism,
USA: Thomson Learning.Inc.
Hambidge,M and Krebs,F. 2001. zinc metabolism
and requirements. Food And Nutrition Bulle-
tin 22 (2).
Healthnotes (2004). Nutritional supplements that
may be helpful for pre and post-surgery health.
http://www.evitamins.com/healthnotes.asp.
Diakses Mei 2008.
Indrawan, U.(1998). Pengaruh vitamin c terhadap
kecepatan penyembuhan luka insisi pada
marmut. Dalam : Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Instalasi Bedah Sentral RSUD Sukoharjo (2008).
Prosedur tetap (protap) pelayanan bedah.
Instalasi Gizi RSUD Sukoharjo (2008). Daftar Menu
10 hari RSUD Sukoharjo
Klein, J.D. et al. (1996). Perioperative nutrition and
postoperative complication in patiens undergo-
ing spinal surgery; spine.
Lin E, Lowry SF, Calvano SE (1997). The systemic
responsse to injury : Schwartz Principles of
Surgery.Edisi ke 7. Mc Graw Hill International.
Linder,MC (1992). Biokimia nutrisi dan metabolis-
me. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press).
MacKay D, Miller L. (2003). Nutritional support
for wound healing, Alternative Medicine Review,
8 (4).
Maryanto,A (2004). Pengaruh kadar albumin serum
terhadap lamanya penyembuhan luka operasi.
Dalam: Laporan penelitian bagian ilmu bedah
FK Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Moore, MC (1997). Buku pedoman terapi diet dan
nutrisi. Jakarta: Hipokrates.
Murti B (2006). Desain dan ukuran sampel untuk
penelitian kuantitatif dan kualitatif di bidang ke-
sehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Peake et al (2000). Hospital malnutrition-it is prob-
lem? Hospital pharmaccist. 7 (6).
Perdanakusuma,D (2008). Anatomi fisiologi kulit
dan penyembuhan luka. http://surabaya plastic-
surgery.blogspot.com. Sunday, May 11, 2008.
Diakses Juni 2008.
RUSJIYANTO/ PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN SENG (Zn) DAN VITAMIN C
75
Prasad (1991). Discovery of human zinc deficiency
and studies in an experimental human model.
American Journal Clinical Nutrition. 53:403-
412.
Prasad, A. S. (2000), Effects of zinc deficiency on
Th1 and Th2 cytokine shifts. The Journal In-
fectious Diseases. 182 (suppl. 1): S62S68.
Pusdiknakes (2000). Faktor-faktor Yang Mempenga-
ruhi Status Gizi Pasien Selama dirawat di Bagian
Penyakit Dalam.
Sabiston DC, Schirmer MD, Bruce D (1995). Buku
Ajar Ilmu Bedah. Dalam Persiapan Pra Operasi
Pasien Bedah, Jakarta, EGC.
Sardjana (2003). Pengelolaan malnutrisi di rumah
sakit. Dalam: Makalah Lengkap Kursus Gizi
Klinik & Simposium. Solo.
Smeltzer, SC (2002). Buku ajar keperawatan medikal
bedah Brunner & Suddart. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran, EGC
Solomons, NW (2001). Dietary sources of zinc and
factors affecting its bioavailability. Food And
Nutrition Bulletin Vol.22, Number 2, Juni
2001: United Nations University Press.
Supariasa IDN. (2002). Penilaian status gizi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suprapto,B.(2003). Respons metabolik terhadap
stress. Dalam: Makalah Lengkap Kursus Gizi
Klinik & Simposium. Solo.
Williamson R, Waxman B (1994). An aid to clinical
surgery. Edisi ke 5. Edinburgh: Churchill
Livingstone: 33-34.
Wilson J (1995)..Infection control in clinical prac-
tice, London: WB Saunders.

Das könnte Ihnen auch gefallen