Sie sind auf Seite 1von 33

PRESENTASI KASUS

HIPERKALEMIA




Disusun oleh:
Fazmial Rakhamwati
1102009110

PEMBIMBING
dr. Jussi Susilawati. Sp.PD




KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PASAR REBO JAKARTA
15 APRIL - 22 JUNI 2013



STATUS PASIEN
ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PASAR REBO

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. K
Usia : 44 tahun
Alamat : Jl. Rasamala IV No. 76 RT 13 RW 03 Menteng Dalam, Tebet,
Jakarta
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. RM :2012-41-1990
Berobat ke IGD : 28 Juli 2012
Ruang rawat inap : Melati

A. ANAMNESIS
Keluhan utama:
Sesak napas sejak 5 hari SMRS.
Keluhan tambahan:
Batuk berdahak, nyeri dada, demam yang kadang tinggi, keringat malam, berat
badan menurun
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak napas sejak 5
hari SMRS.Sesak napas dirasakan jika dahak tidak bisa keluar. Sebelumnya,

pasien mengeluh batuk berdahak warna kuning kental yang sulit keluar sejak 8
bulan SMRS.Batuk tidak pernah disertai darah. Pasien merasakan nyeri dada
pada saat batuk, juga sering merasakan demam yang kadang tinggi, serta
berkeringat di malam hari. Nafsu makan pasien dirasakan menurun di bulan
disertai penurunan berat badan. 6 bulan SMRS, pasien mencoba berobat ke
rumah sakit terdekat dan melakukan pemeriksaan rontgen dada, namun
dikatakan tidak ditemukan penyakit.
Pasien mengaku tinggal di gang kecil dengan rumah-rumah yang
berdempetan, sedangkan 3 orang tetangga pasien mengidap penyakit TBC.
Pasien mengaku belum pernah mengidap penyakit paru sebelumnya, dan
belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit jantung, penyakit paru
sebelumnya, asma, dan alergi disangkal.
Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga pasien disangkal.

B. STATUS GENERALIS
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Keadaan umum : Tampak lemah
3. Tekanan darah : 120/70
4. Nadi : 140 x/menit
5. Suhu : 37,5
o
C
6. Pernapasan : 28 x/ menit
7. Gizi : cukup

C. ASPEK KEJIWAAN
1. Tingkah laku : Dalam batas normal
2. Proses pikir :Dalam batas normal
3. Kecerdasan :Dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN FISIK
Kulit

1. Warna : sawo matang
2. Jaringan parut : tidak ada
3. Pertumbuhan rambut : normal
4. Suhu raba : hangat
5. Keringat : umum
6. Kelembaban : lembab
7. Turgor : cukup
8. Ikterus : tidak ada
9. Edema : tidak ada
Kepala
1. Bentuk : normocephal
2. Posisi : simetris
3. Penonjolan : tidak ada
Mata
1. Exophtalmus : tidak ada
2. Enophtalmus : tidak ada
3. Edema Kelopak : tidak ada
4. Konjungtiva anemis : tidak ada
5. Sklera ikterik : tidak ada
Telinga
1. Pendengaran : baik
2. Darah : tidak ada
3. Cairan : tidak ada
Mulut
1. Bau pernapasan : tidak tercium
2. Trismus : tidak ada
3. Lidah : tidak deviasi

Leher
1. Trakea : di tengah, tidak deviasi
2. Kelenjar tiroid : tidak membesar
3. Kelenjar limfe : tidak membesar
Paru- Paru

1. Inspeksi : gerakan dada simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
2. Palpasi : fremitus vokal dan taktil sedikit melemah di
hemitoraks kiri
3. Perkusi : terdengar sonor di hemitoraks kanan dan redup
di hemitoraks kiri
4. Auskultasi : SN Vesikuler (+/+) ronki (+) wheezing (-)
Jantung
1. Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
2. Palpasi : iktus kordis tidak teraba
3. Perkusi : sulit dinilai
4. Auskultasi : bunyi jantung I-II normal reguler Gallop (-)
Murmur (-)
Abdomen
1. Inspeksi : datar, tidak ada sikatriks
2. Palpasi : nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba
3. Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
4. Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Lengan Kanan Kiri
Tonus otot Normal Normal
Massa otot Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5

Tungkai dan kaki Kanan Kiri
Tonus otot Normal Normal
Massa otot Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal

Kekuatan Normal Normal
Edema Tidak ada Tidak ada
Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Elektrokardiografi
Dilakukan pada tanggal 29 Juli 2012

Interpretasi:
QRS rate 140 x/menit
Sinus takikardi
Gelombang P normal (0,04 s)
Kompleks QRS normal (0,08 s)
Axis normal
Segmen ST normal, T inverted di V2-V3
LVH (-)
Kesan resting EKG normal
Pemeriksaan Radiologi: thoraks PA
Pulmo: Corakan bronkovaskular agak kasar, tampak ilfiltrat di lobus bawah
paru kanan, tampak kavitas di lobus atas paru kiri

Pemeriksan Laboratorium

Pemeriksaan 29/7/2012 30/7/2012 1/8/2012 Nilai normal
Hematologi:
LED
103 <20
Hb 11.6 10,3 9,7 Dws:11,7-15,5
Ht 35 31 30 Dws:32-47
Eritrosit 3,7 3,8-5,2
Leukosit 20.450 18.860 18.100 Dws:3600-
11.000
Trombosit 655.000 623.000 620.000 Dws:150.000-
440.000
MCV 82 80-100
MCH 27 26-34
MCHC 33 32-36
GDS 155 <200
Fungsi ginjal:
Ureum
18,1 20-40
Kreatinin 0,5 0,35-0,93
Elektrolit:
Na+
135 135-142
K+ 4,0
Ca++ 0,11
Hitung jenis:
Basofil
0 0-1
Eosinofil 0 1-3
Batang 0 3-5
Segmen 87 50-70
Limfosit 5 25-40
Monosit 8 2-8
Fungsi hati:
Protein total
5,6 6-8
Albumin 2,7 3,4-4,8
Globulin 2,9 <2
Bilirubin total 0,47 0,1-1,0

Bilirubin
direk
0,29 0-0,2
Bilirubin
indirek
0,18
SGPT 43 0-35
SGOT 41 0-35
Alkali
fosfatase
201 duplo 30-120
Asam urat 2,3 2-7
BTA Sputum:
BTA I
3+ (-)tidak
ditemukan
BTA
BTA II 3+ (-)tidak
ditemukan
BTA
BTA III 3+ (-)tidak
ditemukan
BTA


F. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak napas sejak 5 hari
SMRS. Pasien juga mengeluh mengeluh batuk berdahak warna kuning kental
yang sulit keluar sejak 8 bulan SMRS.Batuk tidak pernah disertai darah. Pasien
merasakan nyeri dada pada saat batuk, juga sering merasakan demam yang kadang
tinggi, serta berkeringat di malam hari. Nafsu makan pasien dirasakan menurun di
bulan disertai penurunan berat badan. 6 bulan SMRS, pasien mencoba berobat ke
rumah sakit terdekat dan melakukan pemeriksaan rontgen dada, namun dikatakan
tidak ditemukan penyakit.
Pada pemeriksaan fisik didapati fremitus vokal dan taktil melemah pada
hemitoraks kiri, dan perkusi meredup di hemitoraks kiri. Pemeriksaan fisik
jantung dan abdomen dalam batas normal. EKG dalam batas normal, foto rontgen
toraks PA terdapat perselubungan radioopak, infiltrat, dan kavitas.

Pemeriksaanlaboratorium didapati kenaikan LED, leukosit, dan trombosit, serta
kenaikan enzim hati.
G. DIAGNOSIS KERJA
Efusi pleura et causa TB paru BTA (+) kasus baru
H. DIAGNOSIS BANDING

I. PENGKAJIAN MASALAH

Efusi pleura et causa TB Paru BTA (+) Kasus Baru
Atas dasar:
Keluhan sesak napas
Batuk berdahak warna kuning kental
Nyeri dada saat batuk
Demam yang kadang tinggi
Keringat malam
Penurunan berat badan
Penurunan fremitus taktil dan vokal di hemitoraks kiri
Perkusi redup pada hemitoraks kiri
BTA 3X positif
Pada foto toraks terdapat perselubungan radioopak, infiltrat, dan
kavitas
J. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pungsi pleura
K. PENATALAKSANAAN IGD
-O
2
2L
-Infus RA 500 cc/12 jam
-Injeksi ranitidin 1 ampul
-Ceftriaxon 1x2 gr
-OBH
L. PROGNOSIS
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad functionam: dubia ad bonam
Ad sanationam; dubia ad malam


M. FOLLOW UP

30 Juli 2012
S:
batuk belum berkurang, warna dahak putih kental
Sesak nafas
O:
Keadaan: lemah
Kesadaran: compos mentis
TD:110/70
S: 37
o
C
N: 80 x/menit
P: 20 X/menit
Toraks: cor: BJ I-II reguler, Murmur (-) Gallop(-)
Pulmo: Inspeksi: pergerakan napas simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
Palpasi: fremitus taktil dan vokal melemah di hemitoraks kiri
Perkusi: sonor di hemitoraks kanan, redup di hemitoraks kiri
Auskultasi: vesikuler melemah di hemitoraks kiri, Wheezing (-
), Ronki (+)

Abdomen: supel, datar, nyeri tekan (-), BU (+), hepar & lien tidak
teraba
A: Efusi pleura ec. TB Paru BTA (+) kasus baru
P:
Injeksi:
Ranitidin 2x1
Ceftriaxone 1x2

Cernevit 1x1
Neurobion 5000 mg 1x1
Bisolvon 3x1
Oral:
Lasal 3x1
OAT RHZE 1X1
Paracetamol 3x1

31 Juli 2012
S:
Batuk berdahak
sesak napas
demam
O:
Keadaan: lemah
Kesadaran: compos mentis
TD:140/80
S: 36
o
C
N: 80 x/menit
P: 20 X/menit
Toraks: cor: BJ I-II reguler, Murmur (-) Gallop(-)
Pulmo: Inspeksi: pergerakan napas simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
Palpasi: fremitus taktil dan vokal melemah di hemitoraks kiri
Perkusi: sonor di hemitoraks kanan, redup di hemitoraks kiri
Auskultasi: vesikuler melemah di hemitoraks kiri, Wheezing (-
), Ronki (+)
Abdomen: supel, datar, nyeri tekan (-), BU (+), hepar & lien tidak
teraba
A: Efusi pleura ec. TB Paru BTA(+) kasus baru

P:
Injeksi:
Ranitidin 2x1
Ceftriaxone 1x2
Cernevit 1x1
Neurobion 5000 mg 1x1
Bisolvon 3x1
Oral:
Lasal 3x1
OAT RHZE 1X1
Paracetamol 3x1

1 Agustus 2012
S:
Batuk berdahak, sesak
O:
Keadaan: sedang
Kesadaran: compos mentis
TD:90/60
S: 36
o
C
N: 80 x/menit
P: 20 X/menit
Toraks: cor: BJ I-II reguler, Murmur (-) Gallop(-)
Pulmo: Inspeksi: pergerakan napas simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
Palpasi: fremitus taktil dan vokal melemah di hemitoraks kiri
Perkusi: sonor di hemitoraks kanan, redup di hemitoraks kiri

Auskultasi: vesikuler melemah di hemitoraks kiri, Wheezing (-
), Ronki (+)
Abdomen: supel, datar, nyeri tekan (-), BU (+), hepar & lien tidak
teraba
A: Efusi pleura ec. TB Paru BTA (+) kasus baru
P:
Injeksi:
Ranitidin 2x1
Ceftriaxone 1x2
Cernevit 1x1
Neurobion 5000 mg 1x1
Bisolvon 3x1
Oral:
Lasal 3x1
OAT RHZE 1X1
Paracetamol 3x1

2 Agustus 2012
S:
Batuk berdahak
O:
Keadaan: sedang
Kesadaran: compos mentis
TD:110/90
S: 36
o
C
N: 75 x/menit
P: 25 X/menit
Toraks: cor: BJ I-II reguler, Murmur (-) Gallop(-)

Pulmo: Inspeksi: pergerakan napas simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
Palpasi: fremitus taktil dan vokal melemah di hemitoraks kiri
Perkusi: sonor di hemitoraks kanan, redup di hemitoraks kiri
Auskultasi: vesikuler melemah di hemitoraks kiri, Wheezing (-
), Ronki (-)
Abdomen: supel, datar, nyeri tekan (-), BU (+), hepar & lien tidak
teraba
A: Efusi pleura ec. TB Paru BTA (+) kasus baru
P:
Injeksi:
Ranitidin 2x1
Cernevit 1x1
Levofloxasin 1x1
Neurobion 5000 mg 1x1
Bisolvon 3x1
Oral:
Lasal 3x1
OAT RHZE 1X1
Paracetamol 3x1

3 Agustus 2012

S:
Batuk berdahak, sesak
O:

Keadaan: sedang
Kesadaran: compos mentis
TD:100/70
S: 36
o
C
N: 75 x/menit
P: 35 X/menit
Toraks: cor: BJ I-II reguler, Murmur (-) Gallop(-)
Pulmo: Inspeksi: pergerakan napas simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
Palpasi: fremitus taktil dan vokal melemah di hemitoraks kiri
Perkusi: sonor di hemitoraks kanan, redup di hemitoraks kiri
Auskultasi: vesikuler melemah di hemitoraks kiri, Wheezing (-
), Ronki (-)
Abdomen: supel, datar, nyeri tekan (-), BU (+), hepar & lien tidak
teraba
A: Efusi pleura ec. TB Paru BTA (+) kasus baru
P:
Injeksi:
Ranitidin 2x1
Cernevit 1x1
Levofloxasin 1x1
Neurobion 5000 mg 1x1
Bisolvon 3x1
Oral:
Lasal 3x1
OAT RHZE 1X1
Paracetamol 3x1
4 Agustus 2012

S:
Batuk
O:
Keadaan: sedang
Kesadaran: compos mentis
TD:100/70
S: 36
o
C
N: 75 x/menit
P: 35 X/menit
Toraks: cor: BJ I-II reguler, Murmur (-) Gallop(-)
Pulmo: Inspeksi: pergerakan napas simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
Palpasi: fremitus taktil dan vokal melemah di hemitoraks kiri
Perkusi: sonor di hemitoraks kanan, redup di hemitoraks kiri
Auskultasi: vesikuler melemah di hemitoraks kiri, Wheezing (-),
Ronki (-)
Abdomen: supel, datar, nyeri tekan (-), BU (+), hepar & lien tidak
teraba
A: Efusi pleura ec. TB Paru BTA (+) kasus baru
P:
Injeksi:
Ranitidin 2x1
Cernevit 1x1
Levofloxasin 1x1
Neurobion 5000 mg 1x1
Bisolvon 3x1
Oral:

Codein 3x1
OAT RHZE 1X1
Paracetamol 3x1





TINJAUAN PUSTAKA
TB PARU


DEFINISI
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala umum TB adalah batuk
produktif lebih dari 2minggu disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptisis)
dan/atau gejala tambahan ( tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam,
keringat malam, dan mudah lelah).
1

Kasus TB yaitu pasien TB yang ditemukan Mycobacterium tuberculosis complex yang
diidentifikasi dari spesimen klinik (jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok, dll) dan kultur
atau seorang pasien yang setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga
didiagnosis TB oleh dokter maupun petugas kesehatan dan diobati dengan panduan dan lama
pengobatan yang lengkap.
1

BIOMOLEKULER
Pada jaringan, basil tuberkulosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran 0,4x3 m. Pada
medium artifisial, bentuk kokoid dan filamen terlihat dengan bentuk morfologi bervariasi dari
satu spesies ke spesies lainnya. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram
positif dan negatif. Jika sudah terwarnai dengn bahan celup dasar, organisme ini tidak bisa
diwarnai dengan alkohol. Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan tahan asam yaitu 95%
etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan
warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan asam ini tergantung pada integritas

selubung yang terbuat dari lilin. Teknik pewarnaan Ziehl-Nielsendigunakan untuk
mengidentifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus sputum atau potongan jaringan,
mikobakterium dapat ditunjukkan dengan flouresensi kuning-oranye setelah pewarnaan
dengan fluorokrom (auramin, rodamin).
2
Medium untuk biakan primer mikobakterium harus meliputi medium selektif dan nonselektif.
Terdapat 3 formulasi umum yang biasa digunakan:
2
1. Medium agar semisintetik. Medium ini mengandung garam,vitamin, kofaktor, asam
oleat,albumin, katalase, gliserol, glukosa, dan malakit hijau.
2. Medium telur inspissated. Medium ini mengandung garam, gliserol, dan substansi
organik kompleks (telur segar atau kuning telur, tepung kentang, dll)
3. Medium kaldu. Medium ini mendorong proliferasi inokulum kecil.
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007) angka
prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipa kasus TB dan Kasus baru TB Paru
BTA Positif dan kematian kasus TB dapat dilihat di tabel 1. Berdasarkan tabel 1 tersebut
menunjukkan bahwa pada tahun 2007 prevalensi semua tipe TB sebesar 244 per 100.000
penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe TB, insidensi semua tipe TB sebesar 228
per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua tipe TB, Insidensi kasus baru TB
BTA Positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus baru TB Paru
BTA Positif sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang per hari.
3
Tabel 1.Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia, 1990 dan 2009
3
Kasus TB 1990 2009
Per
tahun
Per
100.000
penduduk
Per
hari

Per tahun Per
100.000
penduduk
Per hari

Insidensi
semua Tipe
TB
626.867 343

1.717 528.063 228 1.447
Prevalensi
Semua Tipe
TB
809.592

443 2.218 565.614 244 1.550

Insidensi
Kasus Baru
TB Paru
BTA Pos
282.090 154 773 236.029 102 647
Kematian 168.956 92 463

91.369 39 250


Sumber : Global Report TB, WHO, 2009

KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu definisi
kasus yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe penderita.
4
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus yaitu :
4
Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif atau BTA
Negatif
Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
Tingkat keparahan penyakit ringan atau berat
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak , TBC Paru dibagi dalam :
4
1) Tuberkulosis Paru BTA Positif
Sekurang-kurang 2 dari 3 Spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif
1 Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menujukkan
gambar tuberkulosis aktif
2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambar tuberkulosis aktif,TBC paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi
berdasarkan tingkat keparahan penyakit nya , yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambar foto rontgen dada memperlihatkan gambar kerusakan paru yang
luas ( misalnya proses faradvanced atau millier ) dan/atau keadaan umum penderita buruk.
(a) Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura selaput otak,
selaput jantung ( pericardium ),kelenjar lymfe, tulang persendian, kulit ,usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin dan lain-lain TBC ekstra paru dibagiberdasarkan pada tingkat
keparahan penyakit yaitu :
(b) TBC Ekstra Paru Ringan
Misalnya TBc kelenjar Limphe, Pleuritis eksudativa unilateral tulang ( kecuali tulang
belakang ), sendi , dan kelenjaradrenal
(c) TBC Ekstra Paru Berat
Misal : meningtis , millier, perikarditis, peritionitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang
belakang , TBC Usus, TBCsaluran kencing dan alat kelamin.
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada beberapa tipe
penderita yaitu
A. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
Kurang dari satu bulan.
B. Kambuh ( Relaps )
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulisis
dan telah dinyatakan sembuhkemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif.
C. Pindahan ( Transfer in )

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu Kabupaten lain dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten
ini Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan /pindah (Form TB 09 )
D. Setelah lalai ( Pengobatan setelah default / drop-out )
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhanti 2 bulan atau lebih ,
kemudian datang kembali
berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
E. Lain- lain
1) Gagal
Ada penderita BTA Positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke 5 ( satu bulansebelum akhir pengobatan atau lebih).
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada
akhir bulan ke 2 pengobatan.
2) Kasus Kronis
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulang kategori 2.
PATOGENESIS
A. Tuberkulosis primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu diantara:
5
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
3. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuitatum
b. Bronkogen
c. Hematogen dan limfogen
B. Tuberkulosis postprimer
TB postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah TB primer, biasanya
terjadi pada usia 15-40 tahun. TB postprimer mempunyai nama yang bermacam-
macam yaitu TB bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan
sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan
masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.
TB postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen apikal
lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh berupa perkapuran.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (kaseosa).Kaviti akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru.
b. Memadat dan membungkus diri, disebut tuberkuloma.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas yang
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan sistemik. Bila organ
yang terkena adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori.
1
Gejala respiratori:
1
Batuk lebih dari 2 minggu
Batuk darah

Sesak napas
Nyeri dada
Gejala respiratori sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup
berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlihat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
1
Gejala sistemik:
1
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
DIAGNOSIS




PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN
JENIS DAN DOSIS OAT
a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam
beberapa hari pertamapengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik aktif yaitu kuman yang sedangberkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5
mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikandengan
dosis 10 mg/kg BB.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi dormant ( persister ) yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid dosis 10mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian
maupun intermiten 3 kal seminggu.
c) Pirasinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggudigunakan dosis yang sama penderita berumur
sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahunatau lebih
diberikan 0,50 gr/hari.
e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kaliseminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB.
3. PRINSIP PENGOBATAN

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat selama 6-8 bulan,supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat
dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelansebagai dosis tunggal,
sebaiknya pada saat perut kosong.
Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman TBC akanberkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk
menjamin kepatuhan penderita menelan obot , pengobatan perludilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang pengawas
Menelan Obat (PMO ).
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung
untuk mencegah terjadinyakekebalan terhadap semua OATterutama rifampisin . Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepatbiasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu, sebagian besar penderita TBC BTA
positifmenjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam jangka
waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (
dormant )sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
PADUAN OAT DI INDONESIA
WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung Disease ) me-
rekomendasikan paduan OAT Standar
Yaitu :
Kategori 1 :
2HRZE / 4 H3R3
2HRZE / 4 HR
2HrZE / 6 HE

Kategori 2:
2HRZES / HRZE /5H3R3E3
2HRZES / HRZE / 5HRE
Kategori 3:
2HRZ / 4H3R3
2 HRZ / 4 HR
2HRZ / 6 HE
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT
Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3
Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan ( HRZE )
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk
memudahkam pemberian obat danmenjamin kelangsungan ( kontinuitas ) pengobatan sampai
selesai satu (1) paket untuk satu ( 1) penderita dalam satu (1)masa pengobatan.


Panduan OAT-KDT dan Peruntukannya
a. Kategori 1
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA positif
- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru

Dosis paduan OAT KDT kategori 1: 2(RHZE)/4(RH)3
Berat Badan Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 x seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
b. Kategori 2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

- Pasien kambuh
-
Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Dosis paduan OAT KDT kategori 2 ; 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3








EFUSI PLEURA PADA TB PARU
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus efusi pluera di seluruh
dunia cukup tinggi menduduki urutan ke tiga setelah Ca paru sekitar 10-15 juta dengan
100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi pleura suatu disease entity dan merupakan
suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat
kegawatan pada efusi fleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan
cairan dan tingkat penekanan paru.
Berat Badan
Tahap Intensif tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan 3 x seminggu
RH (150/150) + E (400)
Selama 58 hari Selama 28 hari Selama 2
minggu
30 37 kg
2 tab 4KDT +
500 mg Streptomisin inj
2 tab 4KDT
2 tab 2KDT +
2 tab Etambutol
38 54 kg
3 tab 4KDT +
750 mg Streptomisin inj
3 tab 4KDT
3 tab 2KDT +
3 tab Etambutol
55 70 kg
4 tab 4KDT +
1000 mg Streptomisin inj
4 tab 4KDT
4 tab 2KDT +
4 tab Etambutol
> 71 kg
5 tab 4KDT +
1000 mg Streptomisin inj
5 tab 4KDT
5 tab 2KDT +
5 tab Etambutol


Di Indonesia, tuberkolosis paru adalah penyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasan. Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi pleura di dapatkan lebih banyak
pada wanita dari pada pria. Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkolosis paru lebih
banyak dijumpai pada pria dari pada wanita. Umur terbanyak untuk efusi pleura karena
tuberkolosis adalah 21-30 tahun (rerata 30,26%).
Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan atau
terjadi penumpukan cairan di romgga pleura (Irman Somantri, 2009: 106).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viselaris (Arif Muttaqin, 2008: 126).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002: 593).


2. Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi:
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava superior, tumor,
dan sindrom Meigs.

b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, dan
penyakit kolagen.

c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, dan

tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung
kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus, tumor dan
tuberculosis
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura di bentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler, filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura, selain itu cairan pleura dapat
melalui pembuluh limfe sekitar pleura.

Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat),
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultraviltrat plasma (transudat).
Efusi yang berhubungan dengan pleuritis di sebabkan oleh peningkatan permeabilitas
pleura parietalis sekunder terdapat peradangan atau neoplasma.

Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah atau
gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya secara
maksimal ke seluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan cairan yang berada
didalam pembuluh darah pada area tersebut akan menjadi bocor dan masuk ke dalam
pleura, ditambah dengan adanya reabsorsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura
mengakibatkan pengumpulan cairan yang abnormal atau berlebihan. Hipoalbuminemia
(misal pada klien nefrotik sindrom, malabsorsi atau keadaan lain dengan asites) akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan reabsorsi yang
kurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler
yang diakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.

Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada
kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume paru dalam batas pernafasan

normal, dinding dada cendrung recoil keluar sementara paru-paru cendrung untuk recoil
ke dalam.
Tanda dan Gejala

Kebanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik, timbul gejala sesuai dengan penyakit
yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritik. Ketika efusi sudah membesar dan menyebar, kemungkinan timbul dispnea dan
batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek. Tanda fisik meliputi
deviasi trakhea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi
pernafasan pada sisi yang terkena
Komplikasi
Pada setiap efusi pleura selalu ditakutkan terjadinya infeksi sekunder (sehingga
terjadi piotoraks). Juga terjadinya Schwarte sangat memungkinkan bila cairan
mengandung banyak protein, seperti misalnya pada Pleuritis eksudat, hematotoraks dan
piotoraks. Yang dimaksud dengan Schwarte ialah gumpalan fibrin yang akan melekatkan
pleura viseralis dan pleura parietalis setempat. Schwarte ini tentunya akan mengurangi
kemampuan ekspansi paru sehingga akan menurunkan kemampuan bernapas penderita
karena ganguan retraksi berupa penurunan kapasitas vital. Kemudian karena fibrin ini
akan mengalami retraksi, maka akan timbul deformitas dan kemunduran faal paru akan
lebih parah
Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologik (sinar tembus dada), permukaan cairan yang tedapat dalam
rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi dari pada bagian medial. Bila permukaan horizontal dari lateral ke medial,
pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang biasa berasal dari luar atau dalam paru itu
sendiri. Hal lain yang tedapat terlihat dari foto dada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan

b. Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksaan cairan pleura
agar dapat menunjang intervensi selanjutnya. Analisa cairan pleura dapat di nilai untuk

mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara macros kopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat dan
transudat
c. Torakosentesis. Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostic
maupun terapiutik. Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi
aspirasi adalah bagian bawah paru di sela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai
jarum abboket nomor14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500
cc pada setiap kali aspirasi,jika aspirasi dilakukan sekaligus banyak, maka akan
menimbulkan syok

d. Biopsi pleura berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura melalui biopsi.
Biopsi ini di lakukan untuk mengetahui adanya kuman-kuman penyakit seperti
tuberkolosis.
Penatalaksanaan
Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis adalah :

a. Menghilangkan sesak napas disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.

Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat
menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.

Kerugian thorakosentesis adalah:

a. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c. Dapat terjadi pneumothoraks



Prognosis

Dengan semakin majunya ilmu kedokteran, dunia farmasi dan teknologi kedokteran,
pada umumnya prognosis efusi pleura adalah baik, tentunya kecuali bila penyakit
dasarnya adalah suatu keganasan


















DAFTAR PUSTAKA
1. Isbaniyah, Fattiyah dkk. 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis
di Indonesia. Jakarta:PDPI
2. Brooks,Geo F.dkk. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg
Edisi 23.Jakarta: EGC
3. SITUASI EPIDEMIOLOGI TB INDONESIA. Terdapat di:
http://tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010.pdf. Diakses pada: 21 Agustus 2012
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis.
5. Aditama,TY.dkk. 2009. IPDs Compendium of Indonesian Medicine 1st Edition
2009. Jakarta:PT Medinfocom

Das könnte Ihnen auch gefallen