Mohammad Reza Sedghipour, Rana Sorkhabi, Abdollah Shenasi, Hassan
Dehghan. Clinical Ophthalmology 2011:5 12651268 . Department of
Ophthalmology, Tabriz University of Medical Sciences, Tabriz, Iran
Dinding bola mata bagian depan Transparan (jernih) Avaskular D. Vertikal: 10-11 mm D. Horizontal: 11-12 mm Tebal: 0,6-1,0 mm Kekuatan pembiasan: 40 D Metabolisme: - Glukosa: dari difusi AH - O 2 dari tear film, perifer dari limbus
Persyarafan: N. Siliaris longus Terdiri dari 5 lapis
Zona Tofografi kornea 1. Epitel 2. Membran Bowman 3. Stroma 4. Membran Descement 5. Endotel Sebagai media refraksi cahaya
Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.
Struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal.
Hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea Tanda: - infiltrat supuratif - defek kornea bergaung - diskontinuitas jaringan kornea (epitel-stroma) ULKUS KORNEA Insidensi ulkus kornea di Indonesia tahun 1993: 5,3 per 100.000 penduduk Singapura melaporkan selama 2.5 thn 22 dari 112 kasus ulkus kornea beretiologi jamur. di USA, dan di India Utara laki-laki ulkus kornea >>
Etiologi Ulkus Kornea Infeksi Bakteri Virus Jamur Non infeksi Def. Vit A Bahan kimia Radiasi Obat-obatan Ulkus Kornea Sentral Ulkus kornea bakterialis Ulkus kornea virus Ulkus kornea jamur Ulkus kornea acanthamoeba Ulkus Kornea Perifer Ulkus kornea marginal Ulkus kornea mooren Ulkus kornea cincin KLASIFIKASI ULKUS KORNEA Ulkus Streptokokus Menjalar dari tepi ke arah tengah dan dalam kornea Strep. Penumonia eksotoksin perforasi kornea Kuning keabuan, bentuk cakram, tepi menggaung. Ulkus Stafilokokus Awal ulkus putih kekuningan + infiltrat batas tegas tepat dibawah defek epitel. Th/ tidak adekuat abses kornea + edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Ulkus Kornea Bakterialis Ulkus Pseudomonas Lesi awal sentral ke samping ke dalam korneaperforasi kornea (48 jam) Warna abu-abu, kotoran berwarna kehijauan, bentuk seperti cincin. COA hipopion(+) Ulkus Pneumokokus Ulkus kornea sentral yang dalam. Terdiri dari infiltrasi sel, kekuningan. Tepi ulkus menyebar ke arah satu jurusan (ulkus serpen) Penyebaran sangat cepat disertai ulkus yang menggaung dan terdapat banyak kuman. Selalu (+) hipopion Ulkus Kornea Bakterialis Di Perm bercak putih keabuan, agak kering, tepi batas tegas irregular dan (+) penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Daerah tmpt asal penyebaran di bag. Sentral (+) satelit disekitarnya Tukak kadang dalamTukak lonjong dengan permukaan naik inf. Candida Radang Neovaskularisasi (+) injeksi siliar + hipopion. Ulkus Kornea Fungi ( jamur ) Ulkus Kornea Herpes Zoster 1-3 hari sbelum (+) gejala kulit Mata vesikel kulit, edema palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat abu-abu kotor, fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi dengan rasa sakit biasanya disertai infeksi sekunder Ulkus Kornea Herpes simplex Inf primer (-) gejala klinik. Gejala dini injeksi siliar + dataran sel di permukaan epitel kornea dendrit. Bentuk dendrit : kecil, ulceratif, jelas fluoresin test benjolan diujungnya. Hipertesi lokal menyeluruh. Ulkus Kornea Virus Ulkus Marginal Bentuk : simpel/ cincin. Bentuk simpel ulkus superfisial, warna abu- abu (infeksi stafilococcus, toksin/ alergi dan gangguan sistemik : influenza disentri, basilar gonokok dan arteritis nodosa) Bentuk cincin / multiple, biasanya lateral pada leukemia akut dan SLE Ulkus Mooren Progresif perifer kornea kearah sentral. Pada usia lanjut. Penyebabnya belum diketahui teori hipersensitivitas tuberkulosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. sakit sekali. Sering menyerang seluruh perm kornea, Ring Ulcer (+) Inj perikorneal sekitar limbus. Di kornea: ulkus melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang (+) perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun. ULKUS KORNEA PERIFER Gejala Subjektif Gejala Objektif Silau Nyeri Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva Sekret mukopurulen Merasa ada benda asing di mata Pandangan kabur Mata berair Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus Injeksi siliar Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat Hipopion MANIFESTASI KLINIS Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Diagnostik : - Pem. visus - Flouresensi - Slit lamp - Pem. Kultur Keadan darurat segera ditangani Pengobatan: tergantung penyebabnya Pasien dirawat bila: - Kemungkinan perforasi - Pasien tidak dapat memberi obat sendiri, - Perlu obat sistemik.
PENATALAKSANAAN Pengobatan Konstitusi Perbaiki KU Makanan bergizi, ling. Sehat Roboransia vit A, Vit B Kompleks & Vit C Pengobatan Lokal (+) BA ambil Hilangkan inf. Lokal pd tempat lain Sulfas Atrofin salp/ larutan Siklopolamin (midriatika) Analgetik- Pantokain ED Antibiotik- sesuai e/ atau ab broad spectrum (ED/ inj. Subkonjuctiva) Anti jamur Anti viral Steroid +/- Perban Kauterisasi Parasentesa dan flap konjungtiva Keratoplasti Menghindari penjalaran ulkus Transplantasi Kornea Prosedur Bedah Kornea yang rusak/ berpenyakit digantikan oleh jaringan kornea donor (graft) Pilihan terapi terakhir KERATOPLASTI Indikasi keratoplasti : Terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria: Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia. Jenis Keratoplasti Mengganti seluruh ketebalan kornea yang keruh + endotel Perlu kornea donor dengan endotel yang sehat. Keratoplasti Tembus (Penetrating Keratoplasty) Mengganti sebagian kornea yang keruh dengan kornea donor yang jernih. Bagian kornea yang diganti: stroma kornea permukaan, Dapat dipakai kornea donor yang endotelnya kurang baik. Pada keadaan ini kornea bagian belakang atau endotel resipien tidak diganti karena fungsinya masih baik. Keratoplasti Lamelar Kebutaan Perforasi kornea Prolaps iris Sikatrik kornea Katarak Glaukoma sekunder Mohammad Reza Sedghipour, Rana Sorkhabi, Abdollah Shenasi, Hassan Dehghan. Clinical Ophthalmology 2011:5 12651268 . Department of Ophthalmology, Tabriz University of Medical Sciences, Tabriz, Iran Ulkus kornea sering menyebabkan parut kornea, astigmatisme, dan hilangnya penglihatan Latar belakang Menentukan tingkat graft rejection Mengevaluasi pemulihan fungsi penglihatan pada pasien post operasi Tujuan Penelitian retrospektif pada 33 pasien ulkus kornea yang menjalani penetratif keratoplasti (PK) di Rumah Sakit Mata Nikookari Tabriz. Metode Usia pasien 44 14 tahun. Faktor risiko keratitis aktif: trauma, mata kering, dan malnutrisi. Hasil kultur (+)keratitis bakterial (n = 15) dan keratitis fungal (n = 5). Perforasi Kegagalan terapi (P <0,05). Usia atau jenis kelamin tidak memiliki efek yang signifikan pada hasil penetratif keratoplasti (PK) (P> 0,05). Ketajaman penglihatan post operasi berkolerasi signifikan dengan ketajaman penglihatan pre operasi (P <0,01). Tingkat graft rejection: (27,2%) Hasil Keratoplasti lamelar baru-baru ini telah dikembangkan Namun ada alasan praktis untuk melanjutkan penggunaan penentratif keratoplasti (PK) di pusat kesehatan seperti yang peneliti miliki, dengan memperhatikan pemberian terapi imunosupresant topikal (mengurangi tingkat graft rejection) dan terapi antibiotik (mencegah infeksi post operasi). Kesimpulan keratitis, ulseratif, graft rejection, perforasi Kata kunci PENDAHULUAN Ulkus kornea parut kornea, astigmatisme dan kehilangan penglihatan secara signifikan. Kasus ulkus kornea berat perforasi, keterlibatan sklera, dan endophthalmitis Ulkus kornea + trauma okular penyebab utama kebutaan pada negara berkembang. Beberapa jenis ulkus kornea ditentukan berdasarkan perbedaan proses patologisnya dan tiap jenis ulkus memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Keratitis biasanya disebabkan oleh bakteri dan fungal. Ulkus kornea akibat fungal berhubungan dengan penggunaan lensa kontak peningkatan angka kejadian ulkus kornea. Trauma kimia pada kornea oleh asam kuat atau basa umumnya terjadi pada pasien usia muda.
Pada perforasi kornea, perlu penanganan yang segera, karena tingkat morbiditas yang tinggi, dan penanganannya: keratoplasti (prosedur yang umum dilakukan). Transplantasi membran amnion telah terbukti sukses sebagai metode tambahan untuk re-epitelisasi kornea, namun masih belum dapat menggantikan tindakan keratoplasti. Penetratif keratoplasti (PK) adalah teknik yang baik, walaupun menyebabkan komplikasi: infeksi pasca operasi, edema kornea dan makula, astigmatisme, ablasio retina, dan tingginya tingkat reaksi imunitas tubuh yang berhubungan dengan graft rejection. PENDAHULUAN (2) Makalah ini mengambarkan studi retrospektif pada pasien ulkus kornea dengan atau tanpa kehilangan penglihatan yang serius yang telah menjalani penetratif keratoplasti (PK) di Rumah Sakit Mata Nikookari Tabriz. Tujuan penelitian: - menentukan angka kejadian graft rejection, (masalah yang paling serius dalam prosedur PK) - mengevaluasi pemulihan fungsi penglihatan pada pasien yang telah berhasil dilakukan penetratif keratoplasti. PENDAHULUAN (3) 33 pasien, usia: 5 - 80 tahun yang menjalani penetratif keratoplasti (PK) karena ulkus kornea di Rumah Sakit Mata Tabriz Nikookari (2000-2003) di evaluasi secara retrospektif Indikasi penetratif keratoplasti (PK) : ulkus kornea rekuren, ulkus kornea yang tidak dapat disembuhkan (n = 8, 24.2%) atau adanya perforasi (n = 25, 75.7%) Usia, jenis kelamin, etiologi ulkus kornea, dan penyakit terkait dicatat untuk setiap pasien yang diteliti Follow-up pasien post penentratif keratoplasti (PK): - 3-24 bulan lamanya (rata-rata 11,6 bulan) - Pemeriksaan scraping kornea pemeriksaan kultur identifikasi bakteri penyebab Keberhasilan terapi didefinisikan sebagai eradikasi lengkap dari infeksi yang terjadi setelah penetratif keratoplasti (PK) dengan terapi medis tambahan yang sesuai. Kegagalan terapi didefinisikan sebagai adanya infeksi kornea berulang yang berkembang menjadi endophthalmitis atau ptisis bulbi yang membutuhkan tindakan eviserasi. Pasien yang didiagnosis dengan keratitis bakterial menerima antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur (+) Ciprofloxacin dan ceftazidime PO/ IV, diberikan apabila terdapat infiltrat yang mencapai limbus/ jika diperkirakan akan terjadi perforasi, atau bahkan sudah terjadi perforasi Terapi kasus dengan hasil kultur (-): ab spektrum luas Gentamisin (14 mg/ mL) dan Cefazolin (50 mg/ mL) secara bergantian tiap 10 menit untuk satu jam pertama kemudian tiap jam untuk 24-48 jam berikutnya, dan dosisnya diturunkan secara bertahap sesuai dengan respon pengobatan.
Th/ pasien keratitis fungal: antibiotik topikal Amfoterisin B 0,1% dan Natamycin 5%. Th/ preoperatif pasien ulkus kornea yang dicurigai melibatkan COA ataupun sklera Ketokonazol 400 mg PO 1x1 selama 1-4 minggu. Keratitis bakterial th/ steroid topikal umumnya diberikan mulai 1-5 hari post operasi. Keratitis fungal th/ steroid topikal diberikan terlambat 1-3 minggu, sedangkan amfoterisin B 0,1% dan natamycin 5% di tappering off dalam 8- 12 minggu. Ketokonazol PO pasca operasi yang diberikan pada semua pasien dengan perforasi, diberikan jika infeksi telah melibatkan COA atau karena luka bedah sebelumnya, dan pada pasien dengan penebalan limbus atau pasien dengan ekstensi skeral, terutama jika hasil kultur menunjukkan jenis Candida / Aspergillus. Data dicatat sebagai rata-rata SD atau frekuensi, yang sesuai, Data dibandingkan dengan menggunakan Student t-test atau uji chi-square menggunakan SPSS untuk Windows (v 11.5, SPSS, Inc, Chicago, IL). P value <0,05 dianggap signifikan secara statistik. 33 pasien 23 laki-laki & 10 perempuan, terdaftar dalam penelitian ini Usia pasien: 44 14 tahun (5-80 tahun). Faktor risiko utama keratitis aktif: trauma (n = 5), mata kering (n = 4), malnutrisi (n = 4), operasi mata sebelumnya (n = 3), trauma kimia (n = 3). Gambar 1. Ulkus kornea Preoperatif Penetrating Keratoplasti Gambar 2. Postoperatif Penetrating Keratoplasti Pasca operasi Visus membaik pada 24 pasien (72,7%) dan terdapat astigmatisme tinggi pada 14 pasien (35%), (tidak didapatkan adanya hubungan dengan usia atau jenis kelamin (P> 0,1)) Hasil kultur (+) 1. Keratitis bakterial (n = 15) Staph. epidermidis (n = 10) 2. keratitis fungal (n = 5) Fusarium (n = 2). 13 pasien dengan hasil kultur yang (-) 11 pasien dengan gejala klinis sangat mirip dengan gejala keratitis bakteri dan mereka sudah menerima pengobatan yang sesuai; 2 pasien mengalami kegagalan terapi Keberhasilan terapi 27 pasien (81,8%) Kegagalan terapi pada 4 mata dengan ekstensi limbal, 2 mata dengan ulkus perforasi, 3 mata dengan keratitis jamur. Waktu terjadinya kekambuhan infeksi bervariasi dari 4 hari - 1 tahun Kebanyakan kekambuhan (n = 4) muncul dalam 6 minggu pasca operasi. Kemungkinan faktor risiko kegagalan terapi : Perforasi (faktor risiko yang signifikan (P <0,05)), tetapi ekstensi limbus tidak terbukti menjadi prediktor pasti untuk adanya kegagalan terapi (P> 0,05) dalam kasus ini. Hasil (3) Komplikasi yang umum terjadi diantaranya termasuk - Graft rejection (n = 9), - Glaukoma (n = 7) - Ptisis bulbi (n = 2) Komplikasi glaukoma dapat dikendalikan dengan obat. Graft rejection didapatkan pada 6 mata, 3 kasus graft rejection pada akhirnya mengakibatkan graft failure Gejala graft rejection: fotofobia, mata merah, penglihatan buram, dan rasa sakit. Usia atau jenis kelamin tidak memiliki efek yang signifikan pada hasil penetratif keratoplasti (PK) Visus post operasi memiliki hubungan signifikan dengan visus pre operasi (P <0,01). Hasil (4) usia dan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap hasil penelitian ini. Pasien yang tidak mengalami graft rejection visus membaik Penetratif keratoplasti (PK) adalah prosedur yang bermakna untuk pasien dengan ulkus kornea, terlepas dari risiko yang terkait. Tingkat graft rejection (27,2%) PEMBAHASAN PEMBAHASAN (2) Reaksi imun tubuh berhubungan dengan graft rejection Berbagai fungsi sistem imun tubuh terbentuk dan bereaksiaktivasi limfosit dan sel radang cedera kornea yang luas. Imunosupresan sistemik tidak dianjurkan untuk pasien penetratif keratoplasti (PK) Penggunaan steroid topikal + siklosporin: efektif mengurangi tingkat penolakan allograft PEMBAHASAN (3) Keratoplasty lamelar + antibiotik perbaikan fungsi penglihatan dan penanganan infeksi.
Keratoplasti lamelar: (+): Kurang invasif; post operasi, visus pulih lebih cepat, jahitan kornea tidak diperlukan dalam waktu lama. (-): Perlu persiapan khusus jaringan kornea donor; ahli bedah dengan pelatihan khusus /berpengalama Keratoplasti lamelar bukan merupakan terapi pilihan (dalam penelitian ini) Dilakukan tindakan Penetratif keratoplasti (PK) untuk pasien ulkus kornea (th/ imunosupresi topikal dan th/ untuk menangani infeksi pasca operasi PEMBAHASAN (4) Terapi utama pada pengobatan awal keratitis infeksi berat: th/ antibiotika yang agresif membatasi penyebaran infeksi ke sklera dan COA Peran intervensi bedah tepat waktu (keratoplasti) dipertimbangkan dilakukan pada beberapa pasien dengan penyakit yang berat, Waktu kapan dilakukannya operasi, penting untuk mendapatkan hasil terapi yang baik Operasi lebih awal hasil operasi lebih baik Hasil operasi lebih buruk apabila sudah didapatkan ekstensi skleral atau infeksi intraokular REFERENSI 1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. 14 th Ed. Widya Medika. Jakarta. 2000 2. Ulkus Kornea. Available at: www.medicastore.com. Accessed on: October 2012. 3. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia. Ulkus Kornea dalam. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, 2 nd Ed. Sagung Seto: Jakarta. 2002 4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, 3 rd Ed. FKUI: Jakarta. 2004. 5. Pinna A, Usai D, Sechi LA, Molicotti P, Zanetti S, Carta A. Detection of virulence factors in Pseudomonas Aeruginosa strains isolated from contact lens-associated corneal ulcer. Cornea 2008;27:320-6 6. Willcox MD, Holden BA. Contact lens related corneal infection. Biosci Rep 2001;21:445-61 7. Upadahyay Murthy GV. Epidemiologic characteristic, predisposing factors and etiologic diagnosis of corneal ulceration in Nepal.AM J Opthalmol 2009;111:92-9 8. Willcox MD. New startegies to prevent Pseudomonas keratitis, Eye Contact Lens 2007;33:401-3 9. Stepleton F. Contact lens- related microbal keratitis: what can epidemiologic studies tell us. Eye Contact Lens 2008;29:585-9 10. Sedghipour, et al. Clinical Ophthalmology 2011:5 12651268. Department of Ophthalmology, Tabriz University of Medical Sciences, Tabriz, Iran.