Sie sind auf Seite 1von 3

Disaster Victim Identification

November 1, 2013
Pernah dengar istilah DVI? Tidak asing ya? Istilah ini sering kita dengar tahun lalu dalam
peristiwa kecelakaan pesawat sukhoi di Gunung Salak, Bogor.
Banyak media menyatakan, sebagian besar korban kecelakaan sukhoi berhasil diidentifikasi
oleh tim DVI. Siapa sih tim DVI ini??
Saya menulis bukan karena saya anggota tim DVI. Saya hanya mencoba sharing ilmu yang
saya dapatkan di perkuliahan forensik beberapa waktu yang lalu.
*
Disaster Victim Identification sejatinya adalah sebuah prosedur yang sesuai dengan namanya
digunakan untuk mengidentifikasi korban bencana yang dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum dan ilmiah dan prosedurnya ini sesuai dengan acuan dari Interpol dan DVI
Guidelines.

Bencana yang dapat ditangani sangat banyak bentuknya. Menurut UU No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, terdapat 2 macam bencana, alam dan nonalam. Bencana
alam adalah segala macam bentuk bencana yang terjadi di alam, seperti tsunami, tanah
longsor, dan lain-lain. Sedangkan bencana non alam adalah bencana yang disebabkan karena
ulah manusia seperti kecelakaan pesawat, kebakaran, ledakan bom, dan lain-lain.
Di Indonesia setiap hari terjadi banyak sekali bencana, bencana alam maupun non alam.
Tanpa campur tangan manusia untuk menyebabkan bencana non alam pun, secara geografis
Indonesia adalah daerah rawan bencana karena terletak di antara tiga lempeng bumi :
lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Hal ini membuat Indonesia sering sekali mengalami
gempa bumi dan letusan gunung berapi.

Ditambah campur tangan manusia, sebut saja banjir, terorisme, ledakan bom, semuanya ada
di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia sekarang disebut Hypermarket Bencana.
*
Peranan Dokter Gigi dalam tim DVI
Belakangan ini, dokter gigi telah dilibatkan ke dalam tim DVI. Untuk apa dokter gigi
dilibatkan? Hal ini mengacu kepada American Board of Forensic Odontology bahwa identitas
primer orang mati ada 3 : sidik jari, DNA, dan gigi. Dikatakan identitas primer karena
kemungkinan bahwa identitas tersebut sama atau tertukar dengan orang lain hanya sekitar 1 :
2 miliyar. Hanya dibutuhkan satu identitas primer untuk membuktikan bahwa korman mati
positif cocok dengan suspek orang yang dikira meninggal.
Mari kita kembali ke kejadian di Gunung Salak tahun lalu, yaitu tertabraknya pesawat
Sukhoi. Dalam keadaan tersebut, yang ditemukan hanya potongan tubuh yang bukan dalam
hitungan jari, dan keadaan jaringan sudah hangus terbakar. Maka kemungkinan untuk
mengidentifikasi korban melalui sidik jari kecil sekali karena sidik jari sudah hangus dan
berubah bentuk. Yang kedua, untuk menggunakan DNA sebagai identitas. Harga tes DNA
sangatlah mahal dan waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk mengetahui hasilnya. Dan
DNA sebagai ikatan asam amino, akan mengalami denaturasi pada suhu tinggi.
Identitas primer yang ketiga adalah gigi. Di sinilah dokter gigi berperan. Gigi sebagai
jaringan terkeras pada tubuh manusia dapat bertahan pada suhu tinggi hingga kurang lebih
400 derajat Celcius. Pada korban Sukhoi contohnya, gigi geligi akan ditemukan dalam bentuk
yang utuh dan tidak berubah dari sebelum kejadian.
Cara menyocokkan gigi korban dapat dilakukan dengan membandingkan data post mortem
(pasca kematian) dan ante mortem (saat masih hidup). Data utama yang dapat dilakukan
adalah data radiologis dan rekam medis gigi pasien. Jika tim mendapatkan foto radiografi gigi
pasien, maka bisa dilakukan perbandingan dengan foto radiografi post mortem. Keadaaan
unik jika pasien pernah dirawat giginya pun dapat digunakan untuk menyocokkan identitas
pasien.
Dokter gigi dapat berperan langsung sebagai tim DVI maupun sebagai dokter gigi saja.
Sebagai dokter gigi, menurut UU Kesehatan, sudah menjadi kewajiban kita untuk mencatat
rekam medis sebaik-baiknya. Pengelolaan rekam medis yang baik akan sangat membantu jika
terjadi hal-hal seperti ini.

Das könnte Ihnen auch gefallen