PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI JAWA TIMUR (STUDI PADA SETIAP DAERAH TINGKAT II DI JAWA TIMUR)
Oleh : Drs. A. Waluya Jati, MM NIP : 107.9309.0294
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2004 Abstract
Objective of this research is to investigate contribution of local tax and local fees (pajak dan retribusi daerah) comparation in five areas in east java province. This research is continues the previous research by LPEM-UI and Clean Urban Project (RTI) in 2000 about Contribution of domestics incomes to municipal budget in Indonesia.
Population of this research is all of municipal and regency in east java. We use multiple stage of sample selection first area sampling based on the east java government policy and second with random sampling. The research use time series data during 5 years since 1998 to 2002. Descriptive statistics with the simple tabulation method and inferential statistics based on one way ANOVA method that are used in this research.
Result of descriptive statistics show that average of local tax and local fees contribution is over the 70% in each municipal/regency in east java. Then, result of inferential statistics by one way ANOVA method show there isnt significant different among the five sample group. Its means that all of the municipal/regency in east java rely on local tax and local fees as the main/dominant resource to municipal/regency budget. Municipal/regency government tend to abuse the other income resources for domestics incomes.
Ringkasan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD antar kabupaten/kota di Jawa Timur. Penelitian ini melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh LPEM FE-UI bekerjasama dengan Clean Urban.tahun 2000 dengan judul peranan PAD terhadap APBD di Indonesia.
Populasi penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten/kota tingkat II di Propinsi Jawa Timur. Metode pengambilan sample dilakukan dengan 2 tahap pertama dengan area sampling sesuai dengan kebijakan Propinsi Jawa Timur dan kedua menggunakan random sampling. Data penelitian menggunakan time series selama 5 tahun mulai 1998 sampai 2002. Analisis data dilakukan dalam 2 metode yaitu statistik deskriptif dengan tabulasi sederhana dan metode inferensi terhadap kabupaten/kota sample dengan menggunakan metode one way ANOVA.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD rata-rata 70%. Sedangkan dengan statistik indusktif metode one way ANOVA tidak terdapat perbedaan kontribusi secara signifikan antara kelima daerah tersebut. Hal ini berarti seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota di jawa timur mengandalkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber dominan PAD. Sedangkan pos penerimaan yang lain relatif tidak kurang diperhitungkan. A. JUDUL : PERANAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI JAWA TIMUR (STUDI PADA SETIAP DAERAH TINGKAT II DI JAWA TIMUR)
B. LATAR BELAKANG Peran strategis pajak dan retribusi daerah memang telah memberikan kontribusi signifikan dalam sumber penerimaan PAD. Akan tetapi, perannya belum cukup kuat dalam menyokong APBD secara keseluruhan. Studi yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerjasama dengan Clean Urban Project, RTI (2000), menunjukkan walaupun pajak dan retribusi daerah menjadi pos dominan dalam PAD, tetapi sumbangan PAD terhadap APBD sangatlah kecil. Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa kemandirian daerah dalam membiayai pembangunan dengan PAD nya sulit dilakukan. Dengan kata lain transfer dana dari pusat (DAU, bagi hasil pajak, dan dana lain dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan pembantuan) masih menjadi penerimaan dominan dalam pembiayaan daerah. Tidak signifikannya peran pajak daerah dalam APBD karena sistem tax assignment di Indonesia yang masih banyaknya pajak potensial yang dikuasai Pemerintah Pusat. Beberapa pajak potensial tersebut adalah pajak pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa distribusi kewenangan perpajakan antara daerah dan pusat sangat timpang, yaitu jumlah penerimaan pajak yang dipungut oleh daerah hanya sebesar 3,45% (Sidik, 2002) dari total penerimaan pajak (Pajak Pusat dan Pajak Daerah) Ketimpangan dalam penguasaaan sumber-sumber penerimaan pajak tersebut memberikan petunjuk bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu sentralistis. Kontribusi pajak dan retribusi daerah yang signifikan terhadap PAD juga terjadi di hampir semua kota dan kabupaten di Jawa Timur. Kelima wilayah di Jawa Timur menunjukkan bahwa kontribusinya diatas 60%. Pos-pos penerimaan yang lain seperti laba BUMD dan pos penerimaan lain yang syah sumbangannya tidak lebih dari 40%. Bahkan di kabupaten/kota tertentu kontibusi pajak dan retribusi daerah hampir mencapai 90%. Terdapat alasan kuat memang, bahwa pajak dan retribusi yang signifikan merupakan jaminan kelangsungan pembiayaan pembangunan karena sumber tersebut relatif aman dan stabil sepanjang tahun. Namun demikian kebijakan pusat yang distortif dalam tax system justru menjadikan ironi terhadap kebijakan ini. Distorsi sistem tersebut terdapat dalam 2 kebijakan yaitu sistem pola bagi hasil pajak yang memberikan porsi kecil kepada daerah dan penguasaan sumber-sumber pajak potensial oleh pusat. Porsi kecil nampak dari prosentase bagi hasil pajak untuk daerah yang rasionya tidak lebih dari 50%, sedangkan penguasaan obyek pajak potensial oleh pusat misalnya dalam pajak penghasilan dan PBB. Kebijakan tersebut berdampak sulitnya bagi daerah untuk mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. Sehingga tidak heran jika pemerintah daerah beramai-ramai menggenjot PAD dengan kebijakan ektensifikasi obyek dan tarif pajak daerah, yang seringkali justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan daerah. Berdasarkan pemikiran diatas, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD. Hasil eksplorasi tersebut kemudian akan dilakukan pengujian apakah terdapat perbedaan peranan (kontribusi) pajak dan retribusi daerah yang signifikan diantara kabupaten/kota di Jawa Timur. Hal ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan apakah pemda di Jawa Timur cukup mengandalkan pajak dan retribusi daerah dalam struktur PAD. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul Peranan Pajak Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Pad) Di Jawa Timur.
C. Rumusan Masalah 1. Berapa persen kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap penerimaan PAD pada kabupaten/kota di Jawa Timur? 2. Apakah terdapat perbedaan signifikan kontribusi pajak dan retribusi daerah di kabupaten/kota di wilayah Jawa Timur?
D. TINJUAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu Penelitian terhadap PAD (termasuk pajak dan retribusi daerah) sebagian besar dilakukan oleh institusi. Hal ini dikarenakan penelitian tersebut lebih ditujukan untuk mengkaji kebijakan pemerintah dan dasar penetapan undang-undang misalnya tentang bagi hasil pajak dan undang-undang pajak dan retribusi daerah. LPEM-UI dan Clean Urban Project, RTI (2000) melakukan penelitian tentang peranan PAD terhadap pembiayaan pembangunan daerah. Hasil penelitian diantaranya menunjukkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen penting dari PAD, belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan diseluruh kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian tersebut juga berhasil mengidentifikasi berbagai kendala kurang optimalnya penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD. Kendala tersebut antara lain sistem tax assignment yang timpang antara obyek-obyek pajak pusat dan pajak daerah, basis pajak dan retribusi yang rendah, kemampuan administrasi pemungutan yang rendah, dan sistem perencanaan dan pengawasan yang lemah. Hasil penelitian tersebut sekaligus membuktikan kesangsian kemandirian pemerintah dan mendukung tetap besarnya peranan transfer dana dari pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah tahun 2002 yang menemukan bahwa rata-rata Selama ini, peranan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Tercatat hanya 5 daerah (kabupaten Badung, Serang, Bekasi, Sidoarjo, dan Bogor) yang kontribusi PAD nya diatas 40% terhadap pengeluaran daerah, sedangkan daerah lain umumnya kurang dari 10%. Penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar PAD berasal dari pajak dan retribusi daerah. Walaupun demikian total penerimaan pajak dan retribusi daerah kurang dari 3,19% terhadap total penerimaan pajak pusat dan daerah. Tidak signifikannya peran PAD dalam anggaran daerah tidak lepas dari sistem tax assignment di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada Pemerintah Pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial (yang tentunya dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu). penelitian Josef Riwu Kaho (1997) menunjukkan kecilnya kemampuan daerah (PAD) terhadap pengeluaran daerah. Hal ini menjadi dasar sulitnya kemandirian daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi lemahnya pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Padahal kedua sumber tersebut seharusnya menjadi pilar utama dalam menopang PAD. Hal ini dikarenakan sebagian besar PAD daerah berasal dari kedua sumber tersebut. Sehingga pengelolaan yang baik terhadap pajak dan retribusi daerah akan berdampak besar pada penerimaan PAD. Prinsip dan Kriteria Pajak Daerah Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda, diupayakan tidak berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai), karena hal tersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasi dalam UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah dengan UU No.34 Tahun 2000, dimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan merupakan objek pajak pusat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemberian kewenangan untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkan kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum, seyogyanya, juga harus mempertimbangkan ketepatan suatu pajak sebagai pajak daerah. Pajak daerah yang baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi. Untuk itu, Pemerintah Daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun fungsi pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu : fungsi budgeter dan fungsi regulator. Fungsi budgeter yaitu bila pajak sebagai alat untuk mengisi kas negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Sementara, fungsi regulator yaitu bila pajak dipergunakan sebagai alat mengatur untuk mencapai tujuan, misalnya : pajak minuman keras dimaksudkan agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras, pajak ekspor dimaksudkan untuk mengekang pertumbuhan ekspor komoditi tertentu dalam rangka menghindari kelangkaan produk tersebut di dalam negeri. Peranan Pajak Dan Retribusi Daerah Dalam PAD Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh Daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen dari PAD, adalah belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Untuk mengantisipasi desentralisasi dan proses otonomi daerah, tampaknya pungutan pajak dan retribusi daerah masih belum dapat diandalkan oleh daerah sebagai sumber pembiayaan desentralisasi. Keadaan ini diperlihatkan dalam suatu studi yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerjasama dengan Clean Urban Project, RTI 4 bahwa banyak permasalahan yang terjadi di daerah berkaitan dengan penggalian dan peningkatan PAD, terutama hal ini disebabkan oleh : Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi daerah Berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 daerah Kabupaten/Kota dimungkinkan untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru. Namun, melihat kriteria pengadaan pajak baru sangat ketat, khususnya kriteria pajak daerah tidak boleh tumpang tindih dengan Pajak Pusat dan Pajak Propinsi, diperkirakan daerah memiliki basis pungutan yang relatif rendah dan terbatas, serta sifatnya bervariasi antar daerah. Rendahnya basis pajak ini bagi sementara daerah berarti memperkecil kemampuan manuver keuangan daerah dalam menghadapi krisis ekonomi. Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah Sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan Pusat. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi usaha daerah dalam pemungutan PAD-nya, dan lebih mengandalkan kemampuan negosiasi daerah terhadap Pusat untuk memperoleh tambahan bantuan. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar. PAD masih tergolong memiliki tingkat buoyancy yang rendah. Salah satu sebabnya adalah diterapkan sistem target dalam pungutan daerah. Sebagai akibatnya, beberapa daerah lebih condong memenuhi target tersebut, walaupun dari sisi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukkan pajak dan retribusi daerah dapat melampaui target yang ditetapkan. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Selama ini, peranan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar daerah Propinsi hanya dapat membiayai kebutuhan pengeluarannya kurang dari 10%5 . Variasi dalam penerimaan ini diperparah lagi dengan sistem bagi hasil (bagi hasil didasarkan pada daerah penghasil sehingga hanya menguntungkan daerah tertentu). Demikian pula, distribusi pajak antar daerah juga sangat timpang karena basis pajak antar daerah sangat bervariasi (ratio PAD tertinggi dengan terendah mencapai 600). Peranan pajak dan retribusi daerah dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi juga terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya yang relatif mahal), dan kemampuan masyarakat, sehingga mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi. Tidak signifikannya peran PAD dalam anggaran daerah tidak lepas dari sistem tax assignment di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada Pemerintah Pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial (yang tentunya dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu), seperti : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa distribusi kewenangan perpajakan antara daerah dan pusat sangat timpang, yaitu jumlah penerimaan pajak yang dipungut oleh daerah hanya sebesar 3,39% dari total penerimaan pajak (Pajak Pusat dan Pajak Daerah). Ketimpangan dalam penguasaaan sumber-sumber penerimaan pajak tersebut memberikan petunjuk bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu sentralistis. E. TINJUAUAN PUSTAKA Metode Pengumpulan Data Dengan content analysis atas dokumentasi realisasi APBD setiap daerah yang didokumentasikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (DJPKPD). Metode ini digunakan karena data yang digunakan adalah data historis sekunder. Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini berupa sekunder berbentuk laporan realisasi APBD beberapa kabupaten/kota di jawa timur. Data penelitian merupakan data time series selama 5 dari 1998 sampai dengan 2002. Penggunaan data time series ini dimaksudkan agar tidak terjadi bias data yang terjadi jika hanya mengambil 1 atau 2 tahun. Karakteristik data tersebut berakibat pengolahan datanya menggunakan data panel. Data sekunder time series 5 tahun ini bertujuan untuk mengurangi bias pasca pelmberlakuan otonomi daerah, karena penelitian ini bukan melakukan uji beda. Dengan 5 tahun diharapkan dapat mengetahui mengukur secara obyektif kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah cenderung signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dilakukan dengan 2 tahap, yaitu pertama dengan metode area sampling berdasarkan pembagian wilayah kabupaten/kota yang dilakukan pemerintah jawa timur (www.jatimonline.go.id) berdasarkan kondisi geografisnya. Topografis, demografis, dan kondisi lain yang relevan. Berdasarkan pembagian ini wilayah jawa timur dibagi menjadi 5 daerah yaitu Wilayah barat, Wilayah utara, Wilayah tengah, Wilayah selatan, dan wilayah timur . Kedua dengan menggunakan metode random sampling untuk memilih sampel, dimana setiap daerah mempunyai hak yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Penentuan secara random ini karena setelah dikelompokkan menurut area tertentu, maka seluruh kabupaten/kota dalam setiap wilayah mempunyai karakteristik yang relatif homogen. Definisi Operasional Definisi operasional ini mengacu kepada pasal 4 UU no 22 tahun 1999, yang menyatakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari 4 yaitu pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan lain-lain PAD yang syah. Secara lebih spesifik pengertian pajak daerah diatur dalam UU no.34 tahun 2000 tentang pajak dan retribusi daerah. Sedangkan kriteria teknik dan operasional pajak dan retribusi daerah yang dipungut oleh propinsi dan kabupaten/kota mengacu kepada PP no. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah dan PP no.66 tahun 2001 tentang retribusi daerah. 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan dana pemerintah daerah yang berasal dari aktivitas pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi daerah yang meliputi penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, dan lain-lain hasil usaha yang syah. 2. Pajak Daerah merupakan penerimaan pemerintah daerah dari masyarakat tanpa kontraprestasi secara langsung. Pajak daerah dapat dipaksakan pemungutannya secara hukum apabila wajib pajak mengelak atau tidak melaporkan pajaknya, sedangkan 3. Retribusi Daerah merupakan penerimaan pemerintah daerah dimana si pembayar akan memperoleh kontraprestasi secara langsung dari Pemda Kota/Kabupaten. Retribusi merupakan kejadian insidental yang sulit untuk diprediksikan penerimaannya setiap tahun. Hipotesis H 0
Besar penerimaan pajak dan retribusi daerah tidak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). H 1
Besar penerimaan pajak dan retribusi daerah signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Keterbatasan Penelitian. Penelitian ini tidak memperhatikan perbedaan status disetiap kelompok wilayah kota/kabupaten di Jawa Timur. Tahapan dan Alat Analisis Data. Alat analisis dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif untuk mengukur prosentasi kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD dan statistik inferensial untuk menguji hipotesis atas signifikansi perberdaan pajak dan retribusi terhadap PAD di wilayah Jawa Timur. Alat uji hipotesis berbasis statistik parametrik dengan metode one way ANOVA dgn program SPSS tingkat signifikansi 5%. Penggunaan ini karena menguji 1 variabel penelitian yaitu pajak dan retribusi daerah dengan jumlah kemlompok populasinya lebih dari 3 kelompok. Langkah- langkah analisis data yang dilakukan sebagai berikut: 1. Klasifikasi dan perhitungan data jumlah realisasi pajak dan retribusi daerah sampel selama 5 tahun (1998 - 2002). 2. Melakukan perhitungan prosentase kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD setiap daerah sampel. 3. Melakukan analisis statistik dengan one-way ANOVA untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan peranan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di wilayah Jawa Timur. 4. Melakukan interpreasi atas hasil pengolahan data.
F. HASIL PENELITIAN Karakteristik Wilayah Jawa Timur Propinsi Jawa Timur terdiri dari 36 Kabupaten dan Kota daerah tingkat II. Sebelah barat dibatasi oleh propinsi Jawa Tengah dengan Kabupaten Ngawi, Tuban, dan Ponorogo sebagai perbatasan. Laut Jawa menjadi garis batas propinsi di sebelah utara dan Samudera Indonesia memberi batas bagian selatan. Untuk wilayah timur terdapat Selat Bali yang memisahkan antara Porpinsi Jawa Timur dengan Bali. Propinsi Jawa Timur mempunyai kondisi geografis yang mirip dengan propinsi lain di Kepulauan Jawa, sehingga tidak terdapat hal yang istimewa sebagai keunggulan daerah. Surabaya merupakan Ibukota propinsi sekaligus menjadi kota terbesar kedua setelah Jakarta. Seperti Jakarta, Surabaya merupakan kota pemerintahan, pusat perdagangan, pusat industri, dan sekaligus pusat populasi yang menjadi magnitude mobilisasi penduduk kota-kota sekitarnya. Dukungan kota-kota satelit seperti Kabupaten Sidoarjo, mojokerto, pasuruan, gresik, dan bangkalan menjadi kota-kota penyangga yang potensial dan ikut berkembang sebagai pemasok kebutuhan hidup kota Surabaya. Posisi ini berakibat timbulnya berbagai perubahan sosial budaya dan mobilisasi penduduk yang berbeda. Arus sosial budaya dan gaya hidup merembet dari surabaya ke kota-kota kecil sekitarnya, sementara mobilisasi penduduk sebaliknya. Keadaan ini menimbulkan berbagai bentuk sosial dan budaya yang akhirnya menjadi karakteristik khas setiap daerah di Jawa Timur. Secara umum karakteristik masing-masing wilayah Propinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut, wilayah barat merupakan wilayah pertanian yang tergolong subur. Wilayah ini dikenal sebagai daerah lumbung padi dengan lahan pertanian yang sangat luas. Selain itu kedekatan dengan jawa tengah dengan beberapa kota besarnya cukup berpengaruh terhadap perkembangan pertanian ini sebagai basis pemasaran. Hal ini berakibat perubahan sosial budaya juga cenderung lambat mengingat karakteristik daerah yang rural dan pertanian yang cenderung mempunyai budaya tertutup dan statis. Berbeda dengan bagian selatan yang secara geografis merupakan daerah pegunungan dan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Kondisi alam yang keras dan panas berdampak terhadap pembentukan karakter sosial budaya masyarakat. Selain itu jauhnya dengan kota besar menjadikan tingkat daya tahan masyarakat dan semangat berubah masyarakat menjadi dominan. Secara geografis dampak terhadap aktivitas sosial ekonomi juga berbeda yaitu berorientasi pada perikanan dan peternakan. Kabupaten Tulungagung, Blitar, dan Lumajang terkenal sebagai daerah penghasil susu, daging, dan telor., sedangkan Kabupaten Trenggalek dan Pacitan dikenal sebagai kabupaten yang pada perikanan. Bagian Utara didominasi dataran rendah dan pesisir pantai. Karakteristik dinamis dan responsifitas masyarakat terhadap perubahan sosial budaya sangat cepat, mengingat sejak berabad-abad menjadi jalur perdagangan antara pulau dan bahkan dunia. Daerah perkembangannya banyak didukung oleh sektor perikanan dan perdagangan, mengingat kedekatannya dengan kota sentral surabaya yang menjadi pusat populasi. Hal yang sama juga hampir mirip dengan bagian timur, karena menjadi perbatasan antara Propinsi Bali yang merupakan propinsi pariwisata di Indonesia. Sektor perdagangan menjadi pendukung aktivitas ekonomi dan mobilitas penduduk, karena berada pada jalur perdagangan antara pusat industri (surabaya dan sekitarnya) dengan pusat pariwisata yang dikenal sebagai daerah konsumtif. Perubahan sosial dan budaya masyarakatnya tergolong dinamis dan terbuka terhadap pengaruh luar. Wilayah tengah mempunyai karakteristik yang unik. Kondisi geografis dominasi oleh dataran tinggi dibagian selatan serta dataran rendah dibagian utara. Akulturasi budaya dan sosial antara budaya rural (pedesaan yang didorong oleh pertanian) dengan budaya urban (kota yang didorong oleh industri dan perdagangan) membentuk karakteristik mobilisasi sosial budaya yang khas. Sektor jasa, industri, perdagangan, dan sedikit pertanian menjadi sektor andalan untuk mobilisasi ekonomi dan sosial masyarakat. Berbagai kota besar lain seperti mojokerto, sidoarjo, malang, dan pasuruan menjadi pusat populasi yang akan menjadi tarikan berkembangkan ekonomi masyarakat. Berdasarkan klasifikasi wilayah oleh pemda Propinsi Jawa Timur tersebut, maka agar diperoleh keadaan populasi yang relatif homogen sebagai dasar pengambilan sampel, maka area sampling yang digunakan berdasarkan pada pola tersebut. Pada tahap kedua, dikarenakan relatif homogen, maka metode pengambilan sampel menggunakan random sampling dimana setiap kabupetan pada setiap wilayah pembagian mempunyai hak yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Metode ini sekaligus dapat mengurangi bias data sampel. Data Penelitian Dengan metode penelitian diatas dimana pengambilan sampel menggunakan dua tahap, maka pada tahap kedua secara random dipilih sampel yang besarnya minimal 20% adalah sebagai berikut : 1. Wilayah utara dipilih Kabupaten gresik, Sumenep, Bangkalan, dan Tuban, 2. Wilayah selatan dipilih Kabupaten Blitar, Tulungagung, dan Lumajang, 3. Wilayah tengah dipilih Kota Malang, Surabaya, Kabupaten Mojokerto, Pasuruan, dan Sidoarjo, 4. Wilayah barat dipilih Kabupaten madiun, Ponorogo, dan Nganjuk, 5. Wilayah timur dipilih Kabupaten Jember, Situbondo, dan Probolinggo. Data penelitian tersebut dengan content analysis diambil dari dokumentasi Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (DJPKPD) selam 5 tahun. Data sampel yang telah diambil tersebut kemudian diklasifikasikan dan dihitung prosentase kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD. Peneliti beranggapan bahwa data tersebut valid berasal dari daerah yang bersangkutan, sehingga tidak perlu melakukan konfirmasi kepada daerah yang dipilih menjadi sampel penelitian. Data penelitian tersebut kemudian diklasifikasi dan dilakukan perhitungan prosentase kontribusi pajak dan retribusi daerah yang hasilnya sebagai berikut: Klasifikasi dan perhitungan data tahun 1998 Kab/Kota PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah PD & RD % Gresik 14,413,550,162 7,011,395,809 3,349,673,107 10,361,068,916 71.88% Sumenep 2,764,923,617 395,968,297 1,409,219,689 1,805,187,986 65.29% Bangkalan 5,635,413,900 557,620,300 4,239,235,100 4,796,855,400 85.12% Tuban 11,670,463,285 7,153,856,103 2,892,371,826 10,046,227,929 86.08% Blitar 2,776,034,440 779,613,280 1,741,625,390 2,521,238,670 90.82% Tulungagung 6,416,253,000 1,940,659,000 4,351,964,000 6,292,623,000 98.07% Lumajang 7,079,144,000 1,600,746,000 4,743,736,000 6,344,482,000 89.62% Malang 19,226,290,563 5,645,417,420 6,469,232,799 12,114,650,219 63.01% Surabaya 162,319,205,448 64,460,475,691 34,318,847,336 98,779,323,027 60,85% Mojokerto 15,409,649,000 7,844,426,000 3,731,547,000 11,575,973,000 75.12% Pasuruan 3,871,134,000 861,728,000 2,834,055,000 3,695,783,000 95.47% Sidoarjo 30,868,889,320 11,846,500,000 15,659,760,000 27,506,260,000 89.11% Madiun 3,166,574,653 1,245,991,974 1,620,697,425 2,866,689,399 90.53% Ponorogo 5,602,900,000 1,434,597,000 3,584,759,000 5,019,356,000 89.58% Nganjuk 8,163,888,003 3,589,255,582 3,734,293,881 7,323,549,463 89.71% Jember 14,413,550,162 7,011,395,809 3,349,673,107 10,361,068,916 71.88% Situbondo 3,686,424,900 1,744,993,200 1,525,388,200 3,270,381,400 88.71% Probolinggo 5,602,900,000 1,434,597,000 3,584,759,000 5,019,356,000 89.58% Sumber diolah : DJPKPD (2002)
Analisis Deskriptif Hasil Penelitian Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa baik secara tahunan maupun agregat kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD rata-rata diatas 75%. Simpulan tersebut berdasarkan analisis tahunan terhadap kontribusi pajak dan retribusi daerah maupun analisis agregat . Hal ini berarti pajak dan retribusi daerah cukup dominan dan menjadi sumber penerimaan PAD yang sangat diandalkan oleh setiap daerah. Kondisi ini juga berarti pemerintah daerah tidak begitu peduli dan cenderung mengabaikan intensifikasi pos-pos penerimaan PAD yang lain sebagai sumber PAD. Kebijakan yang ofensif terhadap pajak dan retribusi daerah oleh pemda tingkat II cukup beralasan karena kedua pos ini merupakan sumber penerimaan PAD yang relative stabil dibandingkan pos lain. Namun demikian seperti dilansir oleh Machfud Sidig Direjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, kebijakan yang over intensif dan ektensif terhadap tariff dan basis pajak dan retribusi daerah dapat mengakibatkan distorsi ekonomi bahkan ekonomi negative. Fungsi pajak dan retribusi daerah sebagai instrumen pemerataan dan pengendalian aktivitas ekonomi daerah justru dapat menjadi boomerang pada pertubuhan ekonomi daerah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh LPEM FE-UI bekerjasama dengan Clean Urban Project, RTI (2000) bahwa kontribusi PAD terhadap APBD rata-rata 25% di seluruh Indoensia, maka secara silogisme dapat disimpulkan bahwa sumbangan pajak dan retribusi daerah terhadap APBD sangat kecil (dibawah 25%). Sehingga independensi daerah terhadap pusat dalam kerangka otonomi dalam perspektif keuangan bukan hanya sulit tetapi sangat tidak mungkin (absurb). Analisis Statistik a. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 1998
Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 0,555 dan Probabilita Value (sig) sebesar 0,812. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val) yaitu sebesar 0,812 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil tahun 1998 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di Jawa Timur. b. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 1999
Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 0,859 dan Probabilita Value (sig) sebesar 0,600. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val) yaitu sebesar 0,600 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil tahun 1999 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau ANOVA DAERAH 17.028 11 1.548 .555 .812 16.750 6 2.792 33.778 17 Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig. ANOVA DAERAH 18.611 10 1.861 .859 .600 15.167 7 2.167 33.778 17 Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig. pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di Jawa Timur. c. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 2000
Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 6,621 dan Probabilita Value (sig) sebesar 0,041. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val) yaitu sebesar 0,041 dibawah 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho ditolak. Hasil tahun 2000 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur berbeda secara signifikan. Atau pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang berbeda pada PAD di Jawa Timur. d. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 2001
Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 0,767 dan Probabilita Value (sig) sebesar 0,699. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val) yaitu sebesar 0,699 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil tahun 1999 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau ANOVA DAERAH 32.278 13 2.483 6.621 .041 1.500 4 .375 33.778 17 Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig. ANOVA DAERAH 28.778 15 1.919 .767 .699 5.000 2 2.500 33.778 17 Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig. pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di Jawa Timur. e. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 2002.
Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 0,811 dan Probabilita Value (sig) sebesar 0,622. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val) yaitu sebesar 0,622 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil tahun 1999 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di Jawa Timur. f. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah secara Agregat (1998-2002) Analisis secara agregat ini menggunakan model data panel dengan alat analisis statistik one way ANOVA. Penggunaan data panel ini disebabkan data tersebut merupakan data time series selama 5 tahun (1998 2002). Hasil analisis data dengan menggunakan data panel adalah sebagai berikut :
ANOVA DAERAH 16.111 9 1.790 .811 .622 17.667 8 2.208 33.778 17 Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig. ANOVA WILAYAH 72,182 37 1,951 1,020 ,468 99,474 52 1,913 171,656 89 Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig. Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 1,020 dan Probabilita Value (sig) sebesar 0,468. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val) yaitu sebesar 0,468 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil tahun 1999 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di Jawa Timur. Interpretasi Hasil one way ANOVA Analisis data setiap tahun diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kelima wilayah di jawa timur. Nilai P-Val (sig) tahun 1998, 1999, 2001, dan 2002 jauh diatas 0,05 (alfa yang ditetapkan), sementara hanya pada tahun 2000 saja yang menunjukkan perbedaan antara kelima wilayah tersebut. Hasil analisis selama 4 tahun tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan perbedaan kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di jawa timur. Dalam analisis secara agregat diperoleh nilai sig 0,468, hal ini jauh diatas 0,05 (alfa yang ditetapkan) yang berarti tidak terdapat perbedaan kontribusi pajak dan retribusi daerah di kabupaten/kota di jawa timur. Analisis secara agregat ini sejalan dengan keempat analisis tahunan diatas, sehingga semakin memperkuat hasil penelitian bahwa memang tidak terjadi perbedaan diantara daerah sample tersebut. Apabila dikaitkan dengan rasio PAD terhadap APBD di Jawa Timur sebesar 29,72% (Simanjuntak, 2000) dimana pajak dan retribusi daerah cukup dominan (data diatas rata-rata ebih dari 75%), maka dapat ditarik kesmpulan secara silogisme bahwa pajak dan retribusi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap APBD. Kedua pos tersebut menjadi andalan penerimaan daerah Hal ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa pajak dan retribusi daerah sangat dominan terhadap PAD, sementara PAD jauh dibawah kebutuhan APBD. Sehingga perlu adanya kebijakan pemerintah pusat untuk mengkaji kembali system bagi hasil pajak dan UU tentang pajak dan retribusi daerah dalam rangka mengoptimalkan kedua pos tersebut sebagai pemicu kemandirian daerah.
G. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Peranan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Jawa Timur cukup dominan dengan rata-rata prosentase diatas 60%. 2. Peranan dan kontribusi tersebut tidak berbeda secara signifikan antara kelima wilayah di Jawa Timur. Artinya wilayah utara, selatan, tengah, barat, dan timur (yang mempunyai karakteristik geografi, topografi, ekonomi, dan sosial yang berbeda) sama-sama mengandalkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber utama penerimaan PAD. 3. Temuan diatas berarti memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh LPEM-UI dan Departemen Keuangan. 4. Temuan diatas semakin memperkuat keyakinan makin sulitnya daerah untuk mandiri dalam pembiayaan pembangunan tanpa perubahan kebijakan terhadap tax system yang di Indonesia.
Saran 1. Adanya kebijakan pemerintah pusat dalam sistem perpajakan dengan memberikan obyek-obyek pajak potensial kepada daerah atau dengan merubah porsi pola bagi hasil dimana daerah sebagai pengelola, sedangkan pusat sebagai penerima bagi hasil. Bukan seperti kebijakan saat ini, dimana pusat sebagai pengelola, sedangkan daerah sebagai penerima bagi hasil. 2. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang peranan PAD terhadap APBD di Jawa Timur untuk mendukung perubahan kebijakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2000, Proyek Pendataan Potensi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Dati II Kediri, Laporan Penelitian dari Kerjasama LM FE Unibraw & BAPPEDA Kabupaten Dati II Kediri, Malang Anonim, UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Anonim, UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Anonim, UU No. 34 tahun 2000 Tentang pajak dan Retribusi Daerah Anonim, PP No. 65 tahun 2001 Tentang pajak Daerah Anonim, PP No. 66 tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah Bambang Permadi, 2000, Membangun Sektor Publik, Kelembagaan dan Infrastruktur, Makalah dalam Konggres Nasional ISEI, 21-23 April, Makassar. Munawar, Islamil, 2002, Pendapatan Asli Daerah dalam Otonomi Daerah, Jurnal TEMA, Vol III, No I, Universitas Brawijaya Malang. Simanjuntak, Robert A., 2000, Beberapa Alternatif Sumber Penerimaan Daerah dalam Rangka Pemberdayaan Pemerintah Daerah, Makalah dalam Konggres Nasional ISEI, 21-23 April, Makassar Brennan,Geoffrey dan Buchanan, Tax Limits and The Logic of Constitutional Restriction, dalam Democratic Choice and Taxation A Theoritical and Empirical Analysis, Walter and Winer, Makalah seminar Decentralization in developing countries, Jakarta, 2001. LPEM Universitas Indonesia bekerjasama dengan Clean Urban Project,RTI (2000), Laporan Studi Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Keuangan Daerah di Indonesia, Jakarta. Republik Indonesia, Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2001,. Ter-Minassian,Teresa (1999), Fiscal Federalism in Theory and Practice, International Monetary Fund, Washington. Sidik, Machfud, Optimalisasi Peran Pajak dan Retribusi Daerah di Era Otonomi, makalah Seminar, Wisuda XXI STIA LAN Bandung, 2002. Kaho, Riwu, 1999, Peranan Pajak dan Retribusi Daerah dalam era otonomi daerah, publikasi penelitian, Internet. Asrol, 1999, Instrumen pajak dan retribusi daerah dalam era otonomi daerah makalah seminar menyongsong otonomi daerah Universitas muhammadiyah magelang, tidak dipublikasikan.