Sie sind auf Seite 1von 30

PUBLIKASI PENELITIAN

PERANAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP


PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
DI JAWA TIMUR
(STUDI PADA SETIAP DAERAH TINGKAT II DI JAWA TIMUR)






Oleh :
Drs. A. Waluya Jati, MM
NIP : 107.9309.0294






LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2004
Abstract

Objective of this research is to investigate contribution of local tax and local fees
(pajak dan retribusi daerah) comparation in five areas in east java province. This
research is continues the previous research by LPEM-UI and Clean Urban Project (RTI)
in 2000 about Contribution of domestics incomes to municipal budget in Indonesia.

Population of this research is all of municipal and regency in east java. We use
multiple stage of sample selection first area sampling based on the east java government
policy and second with random sampling. The research use time series data during 5
years since 1998 to 2002. Descriptive statistics with the simple tabulation method and
inferential statistics based on one way ANOVA method that are used in this research.

Result of descriptive statistics show that average of local tax and local fees
contribution is over the 70% in each municipal/regency in east java. Then, result of
inferential statistics by one way ANOVA method show there isnt significant different
among the five sample group. Its means that all of the municipal/regency in east java
rely on local tax and local fees as the main/dominant resource to municipal/regency
budget. Municipal/regency government tend to abuse the other income resources for
domestics incomes.

Ringkasan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan kontribusi pajak dan retribusi
daerah terhadap PAD antar kabupaten/kota di Jawa Timur. Penelitian ini melanjutkan
penelitian yang dilakukan oleh LPEM FE-UI bekerjasama dengan Clean Urban.tahun
2000 dengan judul peranan PAD terhadap APBD di Indonesia.

Populasi penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten/kota tingkat II di
Propinsi Jawa Timur. Metode pengambilan sample dilakukan dengan 2 tahap pertama
dengan area sampling sesuai dengan kebijakan Propinsi Jawa Timur dan kedua
menggunakan random sampling. Data penelitian menggunakan time series selama 5
tahun mulai 1998 sampai 2002. Analisis data dilakukan dalam 2 metode yaitu statistik
deskriptif dengan tabulasi sederhana dan metode inferensi terhadap kabupaten/kota
sample dengan menggunakan metode one way ANOVA.

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kontribusi pajak dan retribusi daerah
terhadap PAD rata-rata 70%. Sedangkan dengan statistik indusktif metode one way
ANOVA tidak terdapat perbedaan kontribusi secara signifikan antara kelima daerah
tersebut. Hal ini berarti seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota di jawa timur
mengandalkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber dominan PAD. Sedangkan pos
penerimaan yang lain relatif tidak kurang diperhitungkan.
A. JUDUL : PERANAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI JAWA TIMUR (STUDI
PADA SETIAP DAERAH TINGKAT II DI JAWA TIMUR)

B. LATAR BELAKANG
Peran strategis pajak dan retribusi daerah memang telah memberikan kontribusi
signifikan dalam sumber penerimaan PAD. Akan tetapi, perannya belum cukup kuat
dalam menyokong APBD secara keseluruhan. Studi yang dilakukan oleh LPEM-UI
bekerjasama dengan Clean Urban Project, RTI (2000), menunjukkan walaupun
pajak dan retribusi daerah menjadi pos dominan dalam PAD, tetapi sumbangan PAD
terhadap APBD sangatlah kecil. Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa
kemandirian daerah dalam membiayai pembangunan dengan PAD nya sulit
dilakukan. Dengan kata lain transfer dana dari pusat (DAU, bagi hasil pajak, dan
dana lain dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan pembantuan) masih menjadi
penerimaan dominan dalam pembiayaan daerah.
Tidak signifikannya peran pajak daerah dalam APBD karena sistem tax
assignment di Indonesia yang masih banyaknya pajak potensial yang dikuasai
Pemerintah Pusat. Beberapa pajak potensial tersebut adalah pajak pajak penghasilan,
pajak pertambahan nilai dan bea masuk. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa
distribusi kewenangan perpajakan antara daerah dan pusat sangat timpang, yaitu
jumlah penerimaan pajak yang dipungut oleh daerah hanya sebesar 3,45% (Sidik,
2002) dari total penerimaan pajak (Pajak Pusat dan Pajak Daerah) Ketimpangan
dalam penguasaaan sumber-sumber penerimaan pajak tersebut memberikan
petunjuk bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu sentralistis.
Kontribusi pajak dan retribusi daerah yang signifikan terhadap PAD juga terjadi
di hampir semua kota dan kabupaten di Jawa Timur. Kelima wilayah di Jawa Timur
menunjukkan bahwa kontribusinya diatas 60%. Pos-pos penerimaan yang lain
seperti laba BUMD dan pos penerimaan lain yang syah sumbangannya tidak lebih
dari 40%. Bahkan di kabupaten/kota tertentu kontibusi pajak dan retribusi daerah
hampir mencapai 90%. Terdapat alasan kuat memang, bahwa pajak dan retribusi
yang signifikan merupakan jaminan kelangsungan pembiayaan pembangunan
karena sumber tersebut relatif aman dan stabil sepanjang tahun. Namun demikian
kebijakan pusat yang distortif dalam tax system justru menjadikan ironi terhadap
kebijakan ini.
Distorsi sistem tersebut terdapat dalam 2 kebijakan yaitu sistem pola bagi hasil
pajak yang memberikan porsi kecil kepada daerah dan penguasaan sumber-sumber
pajak potensial oleh pusat. Porsi kecil nampak dari prosentase bagi hasil pajak untuk
daerah yang rasionya tidak lebih dari 50%, sedangkan penguasaan obyek pajak
potensial oleh pusat misalnya dalam pajak penghasilan dan PBB. Kebijakan tersebut
berdampak sulitnya bagi daerah untuk mencapai kemandirian dalam pembiayaan
pembangunan. Sehingga tidak heran jika pemerintah daerah beramai-ramai
menggenjot PAD dengan kebijakan ektensifikasi obyek dan tarif pajak daerah, yang
seringkali justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan daerah.
Berdasarkan pemikiran diatas, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana
kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD. Hasil eksplorasi tersebut
kemudian akan dilakukan pengujian apakah terdapat perbedaan peranan (kontribusi)
pajak dan retribusi daerah yang signifikan diantara kabupaten/kota di Jawa Timur.
Hal ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan apakah pemda di Jawa Timur
cukup mengandalkan pajak dan retribusi daerah dalam struktur PAD. Oleh karena
itu penelitian ini mengambil judul Peranan Pajak Dan Retribusi Daerah
Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Pad) Di Jawa Timur.

C. Rumusan Masalah
1. Berapa persen kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap penerimaan PAD
pada kabupaten/kota di Jawa Timur?
2. Apakah terdapat perbedaan signifikan kontribusi pajak dan retribusi daerah di
kabupaten/kota di wilayah Jawa Timur?

D. TINJUAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Penelitian terhadap PAD (termasuk pajak dan retribusi daerah) sebagian besar
dilakukan oleh institusi. Hal ini dikarenakan penelitian tersebut lebih ditujukan
untuk mengkaji kebijakan pemerintah dan dasar penetapan undang-undang misalnya
tentang bagi hasil pajak dan undang-undang pajak dan retribusi daerah.
LPEM-UI dan Clean Urban Project, RTI (2000) melakukan penelitian tentang
peranan PAD terhadap pembiayaan pembangunan daerah. Hasil penelitian
diantaranya menunjukkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan
salah satu komponen penting dari PAD, belum memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan diseluruh kabupaten/kota
di Indonesia. Penelitian tersebut juga berhasil mengidentifikasi berbagai kendala
kurang optimalnya penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD. Kendala
tersebut antara lain sistem tax assignment yang timpang antara obyek-obyek pajak
pusat dan pajak daerah, basis pajak dan retribusi yang rendah, kemampuan
administrasi pemungutan yang rendah, dan sistem perencanaan dan pengawasan
yang lemah. Hasil penelitian tersebut sekaligus membuktikan kesangsian
kemandirian pemerintah dan mendukung tetap besarnya peranan transfer dana dari
pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah tahun 2002 yang menemukan bahwa rata-rata Selama
ini, peranan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan
bervariasi antar daerah yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Tercatat hanya 5 daerah
(kabupaten Badung, Serang, Bekasi, Sidoarjo, dan Bogor) yang kontribusi PAD nya
diatas 40% terhadap pengeluaran daerah, sedangkan daerah lain umumnya kurang
dari 10%. Penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar PAD berasal dari
pajak dan retribusi daerah. Walaupun demikian total penerimaan pajak dan retribusi
daerah kurang dari 3,19% terhadap total penerimaan pajak pusat dan daerah. Tidak
signifikannya peran PAD dalam anggaran daerah tidak lepas dari sistem tax
assignment di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada
Pemerintah Pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial (yang tentunya
dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu).
penelitian Josef Riwu Kaho (1997) menunjukkan kecilnya kemampuan daerah
(PAD) terhadap pengeluaran daerah. Hal ini menjadi dasar sulitnya kemandirian
daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Penelitian ini juga berhasil
mengidentifikasi lemahnya pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Padahal kedua
sumber tersebut seharusnya menjadi pilar utama dalam menopang PAD. Hal ini
dikarenakan sebagian besar PAD daerah berasal dari kedua sumber tersebut.
Sehingga pengelolaan yang baik terhadap pajak dan retribusi daerah akan
berdampak besar pada penerimaan PAD.
Prinsip dan Kriteria Pajak Daerah
Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda, diupayakan tidak
berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai), karena hal
tersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan
mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasi
dalam UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sebagaimana diubah dengan UU No.34 Tahun 2000, dimana dinyatakan dalam Pasal
2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan merupakan
objek pajak pusat.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemberian
kewenangan untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkan
kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum, seyogyanya, juga harus
mempertimbangkan ketepatan suatu pajak sebagai pajak daerah. Pajak daerah yang
baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah
dalam rangka pembiayaan desentralisasi.
Untuk itu, Pemerintah Daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap
menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun fungsi pajak dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu : fungsi budgeter dan fungsi regulator. Fungsi
budgeter yaitu bila pajak sebagai alat untuk mengisi kas negara yang digunakan
untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Sementara, fungsi
regulator yaitu bila pajak dipergunakan sebagai alat mengatur untuk mencapai
tujuan, misalnya : pajak minuman keras dimaksudkan agar rakyat menghindari atau
mengurangi konsumsi minuman keras, pajak ekspor dimaksudkan untuk mengekang
pertumbuhan ekspor komoditi tertentu dalam rangka menghindari kelangkaan
produk tersebut di dalam negeri.
Peranan Pajak Dan Retribusi Daerah Dalam PAD
Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi
daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Permasalahan yang
dihadapi oleh Daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak
daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen dari PAD, adalah
belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara
keseluruhan.
Untuk mengantisipasi desentralisasi dan proses otonomi daerah, tampaknya
pungutan pajak dan retribusi daerah masih belum dapat diandalkan oleh daerah
sebagai sumber pembiayaan desentralisasi. Keadaan ini diperlihatkan dalam suatu
studi yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerjasama dengan Clean Urban Project, RTI
4 bahwa banyak permasalahan yang terjadi di daerah berkaitan dengan penggalian
dan peningkatan PAD, terutama hal ini disebabkan oleh :
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi daerah
Berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 daerah Kabupaten/Kota dimungkinkan untuk
menetapkan jenis pajak dan retribusi baru. Namun, melihat kriteria pengadaan
pajak baru sangat ketat, khususnya kriteria pajak daerah tidak boleh tumpang
tindih dengan Pajak Pusat dan Pajak Propinsi, diperkirakan daerah memiliki basis
pungutan yang relatif rendah dan terbatas, serta sifatnya bervariasi antar daerah.
Rendahnya basis pajak ini bagi sementara daerah berarti memperkecil
kemampuan manuver keuangan daerah dalam menghadapi krisis ekonomi.
Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah
Sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan Pusat. Dari segi
upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi
usaha daerah dalam pemungutan PAD-nya, dan lebih mengandalkan
kemampuan negosiasi daerah terhadap Pusat untuk memperoleh tambahan
bantuan.
Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah
Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya
pungut yang besar. PAD masih tergolong memiliki tingkat buoyancy yang
rendah. Salah satu sebabnya adalah diterapkan sistem target dalam pungutan
daerah. Sebagai akibatnya, beberapa daerah lebih condong memenuhi target
tersebut, walaupun dari sisi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukkan pajak
dan retribusi daerah dapat melampaui target yang ditetapkan.
Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah
Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah.
Selama ini, peranan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah
sangat kecil dan bervariasi antar daerah yaitu kurang dari 10% hingga 50%.
Sebagian besar daerah Propinsi hanya dapat membiayai kebutuhan pengeluarannya
kurang dari 10%5 . Variasi dalam penerimaan ini diperparah lagi dengan sistem bagi
hasil (bagi hasil didasarkan pada daerah penghasil sehingga hanya menguntungkan
daerah tertentu). Demikian pula, distribusi pajak antar daerah juga sangat timpang
karena basis pajak antar daerah sangat bervariasi (ratio PAD tertinggi dengan
terendah mencapai 600). Peranan pajak dan retribusi daerah dalam pembiayaan yang
sangat rendah dan bervariasi juga terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar
dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya yang relatif
mahal), dan kemampuan masyarakat, sehingga mengakibatkan biaya penyediaan
pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi.
Tidak signifikannya peran PAD dalam anggaran daerah tidak lepas dari sistem
tax assignment di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada
Pemerintah Pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial (yang tentunya
dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu), seperti : pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk. Kenyataan selama ini
menunjukkan bahwa distribusi kewenangan perpajakan antara daerah dan pusat
sangat timpang, yaitu jumlah penerimaan pajak yang dipungut oleh daerah hanya
sebesar 3,39% dari total penerimaan pajak (Pajak Pusat dan Pajak Daerah).
Ketimpangan dalam penguasaaan sumber-sumber penerimaan pajak tersebut
memberikan petunjuk bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah di Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu sentralistis.
E. TINJUAUAN PUSTAKA
Metode Pengumpulan Data
Dengan content analysis atas dokumentasi realisasi APBD setiap daerah yang
didokumentasikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah (DJPKPD). Metode ini digunakan karena data yang digunakan adalah data
historis sekunder.
Jenis dan Sumber Data
Data penelitian ini berupa sekunder berbentuk laporan realisasi APBD beberapa
kabupaten/kota di jawa timur. Data penelitian merupakan data time series selama 5
dari 1998 sampai dengan 2002. Penggunaan data time series ini dimaksudkan agar
tidak terjadi bias data yang terjadi jika hanya mengambil 1 atau 2 tahun.
Karakteristik data tersebut berakibat pengolahan datanya menggunakan data panel.
Data sekunder time series 5 tahun ini bertujuan untuk mengurangi bias pasca
pelmberlakuan otonomi daerah, karena penelitian ini bukan melakukan uji beda.
Dengan 5 tahun diharapkan dapat mengetahui mengukur secara obyektif kontribusi
pajak daerah dan retribusi daerah cenderung signifikan terhadap pendapatan asli
daerah (PAD).
Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan 2 tahap, yaitu pertama dengan
metode area sampling berdasarkan pembagian wilayah kabupaten/kota yang
dilakukan pemerintah jawa timur (www.jatimonline.go.id) berdasarkan kondisi
geografisnya. Topografis, demografis, dan kondisi lain yang relevan. Berdasarkan
pembagian ini wilayah jawa timur dibagi menjadi 5 daerah yaitu Wilayah barat,
Wilayah utara, Wilayah tengah, Wilayah selatan, dan wilayah timur .
Kedua dengan menggunakan metode random sampling untuk memilih sampel,
dimana setiap daerah mempunyai hak yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Penentuan secara random ini karena setelah dikelompokkan menurut area tertentu,
maka seluruh kabupaten/kota dalam setiap wilayah mempunyai karakteristik yang
relatif homogen.
Definisi Operasional
Definisi operasional ini mengacu kepada pasal 4 UU no 22 tahun 1999, yang
menyatakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari 4 yaitu pajak daerah,
retribusi daerah, laba BUMD, dan lain-lain PAD yang syah. Secara lebih spesifik
pengertian pajak daerah diatur dalam UU no.34 tahun 2000 tentang pajak dan
retribusi daerah. Sedangkan kriteria teknik dan operasional pajak dan retribusi
daerah yang dipungut oleh propinsi dan kabupaten/kota mengacu kepada PP no. 65
tahun 2001 tentang pajak daerah dan PP no.66 tahun 2001 tentang retribusi daerah.
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan dana pemerintah daerah
yang berasal dari aktivitas pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi daerah
yang meliputi penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD,
dan lain-lain hasil usaha yang syah.
2. Pajak Daerah merupakan penerimaan pemerintah daerah dari masyarakat tanpa
kontraprestasi secara langsung. Pajak daerah dapat dipaksakan pemungutannya
secara hukum apabila wajib pajak mengelak atau tidak melaporkan pajaknya,
sedangkan
3. Retribusi Daerah merupakan penerimaan pemerintah daerah dimana si pembayar
akan memperoleh kontraprestasi secara langsung dari Pemda Kota/Kabupaten.
Retribusi merupakan kejadian insidental yang sulit untuk diprediksikan
penerimaannya setiap tahun.
Hipotesis
H
0

Besar penerimaan pajak dan retribusi daerah tidak signifikan terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
H
1

Besar penerimaan pajak dan retribusi daerah signifikan terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Keterbatasan Penelitian.
Penelitian ini tidak memperhatikan perbedaan status disetiap kelompok wilayah
kota/kabupaten di Jawa Timur.
Tahapan dan Alat Analisis Data.
Alat analisis dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif untuk
mengukur prosentasi kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD dan
statistik inferensial untuk menguji hipotesis atas signifikansi perberdaan pajak dan
retribusi terhadap PAD di wilayah Jawa Timur. Alat uji hipotesis berbasis statistik
parametrik dengan metode one way ANOVA dgn program SPSS tingkat signifikansi
5%. Penggunaan ini karena menguji 1 variabel penelitian yaitu pajak dan retribusi
daerah dengan jumlah kemlompok populasinya lebih dari 3 kelompok. Langkah-
langkah analisis data yang dilakukan sebagai berikut:
1. Klasifikasi dan perhitungan data jumlah realisasi pajak dan retribusi daerah
sampel selama 5 tahun (1998 - 2002).
2. Melakukan perhitungan prosentase kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap
PAD setiap daerah sampel.
3. Melakukan analisis statistik dengan one-way ANOVA untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan signifikan peranan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD
di wilayah Jawa Timur.
4. Melakukan interpreasi atas hasil pengolahan data.

F. HASIL PENELITIAN
Karakteristik Wilayah Jawa Timur
Propinsi Jawa Timur terdiri dari 36 Kabupaten dan Kota daerah tingkat II.
Sebelah barat dibatasi oleh propinsi Jawa Tengah dengan Kabupaten Ngawi, Tuban,
dan Ponorogo sebagai perbatasan. Laut Jawa menjadi garis batas propinsi di sebelah
utara dan Samudera Indonesia memberi batas bagian selatan. Untuk wilayah timur
terdapat Selat Bali yang memisahkan antara Porpinsi Jawa Timur dengan Bali.
Propinsi Jawa Timur mempunyai kondisi geografis yang mirip dengan propinsi lain
di Kepulauan Jawa, sehingga tidak terdapat hal yang istimewa sebagai keunggulan
daerah.
Surabaya merupakan Ibukota propinsi sekaligus menjadi kota terbesar kedua
setelah Jakarta. Seperti Jakarta, Surabaya merupakan kota pemerintahan, pusat
perdagangan, pusat industri, dan sekaligus pusat populasi yang menjadi magnitude
mobilisasi penduduk kota-kota sekitarnya. Dukungan kota-kota satelit seperti
Kabupaten Sidoarjo, mojokerto, pasuruan, gresik, dan bangkalan menjadi kota-kota
penyangga yang potensial dan ikut berkembang sebagai pemasok kebutuhan hidup
kota Surabaya. Posisi ini berakibat timbulnya berbagai perubahan sosial budaya dan
mobilisasi penduduk yang berbeda. Arus sosial budaya dan gaya hidup merembet
dari surabaya ke kota-kota kecil sekitarnya, sementara mobilisasi penduduk
sebaliknya. Keadaan ini menimbulkan berbagai bentuk sosial dan budaya yang
akhirnya menjadi karakteristik khas setiap daerah di Jawa Timur.
Secara umum karakteristik masing-masing wilayah Propinsi Jawa Timur adalah
sebagai berikut, wilayah barat merupakan wilayah pertanian yang tergolong subur.
Wilayah ini dikenal sebagai daerah lumbung padi dengan lahan pertanian yang
sangat luas. Selain itu kedekatan dengan jawa tengah dengan beberapa kota
besarnya cukup berpengaruh terhadap perkembangan pertanian ini sebagai basis
pemasaran. Hal ini berakibat perubahan sosial budaya juga cenderung lambat
mengingat karakteristik daerah yang rural dan pertanian yang cenderung
mempunyai budaya tertutup dan statis.
Berbeda dengan bagian selatan yang secara geografis merupakan daerah
pegunungan dan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Kondisi alam
yang keras dan panas berdampak terhadap pembentukan karakter sosial budaya
masyarakat. Selain itu jauhnya dengan kota besar menjadikan tingkat daya tahan
masyarakat dan semangat berubah masyarakat menjadi dominan. Secara geografis
dampak terhadap aktivitas sosial ekonomi juga berbeda yaitu berorientasi pada
perikanan dan peternakan. Kabupaten Tulungagung, Blitar, dan Lumajang terkenal
sebagai daerah penghasil susu, daging, dan telor., sedangkan Kabupaten Trenggalek
dan Pacitan dikenal sebagai kabupaten yang pada perikanan.
Bagian Utara didominasi dataran rendah dan pesisir pantai. Karakteristik dinamis
dan responsifitas masyarakat terhadap perubahan sosial budaya sangat cepat,
mengingat sejak berabad-abad menjadi jalur perdagangan antara pulau dan bahkan
dunia. Daerah perkembangannya banyak didukung oleh sektor perikanan dan
perdagangan, mengingat kedekatannya dengan kota sentral surabaya yang menjadi
pusat populasi. Hal yang sama juga hampir mirip dengan bagian timur, karena
menjadi perbatasan antara Propinsi Bali yang merupakan propinsi pariwisata di
Indonesia. Sektor perdagangan menjadi pendukung aktivitas ekonomi dan mobilitas
penduduk, karena berada pada jalur perdagangan antara pusat industri (surabaya dan
sekitarnya) dengan pusat pariwisata yang dikenal sebagai daerah konsumtif.
Perubahan sosial dan budaya masyarakatnya tergolong dinamis dan terbuka
terhadap pengaruh luar.
Wilayah tengah mempunyai karakteristik yang unik. Kondisi geografis dominasi
oleh dataran tinggi dibagian selatan serta dataran rendah dibagian utara. Akulturasi
budaya dan sosial antara budaya rural (pedesaan yang didorong oleh pertanian)
dengan budaya urban (kota yang didorong oleh industri dan perdagangan)
membentuk karakteristik mobilisasi sosial budaya yang khas. Sektor jasa, industri,
perdagangan, dan sedikit pertanian menjadi sektor andalan untuk mobilisasi
ekonomi dan sosial masyarakat. Berbagai kota besar lain seperti mojokerto,
sidoarjo, malang, dan pasuruan menjadi pusat populasi yang akan menjadi tarikan
berkembangkan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan klasifikasi wilayah oleh pemda Propinsi Jawa Timur tersebut, maka
agar diperoleh keadaan populasi yang relatif homogen sebagai dasar pengambilan
sampel, maka area sampling yang digunakan berdasarkan pada pola tersebut. Pada
tahap kedua, dikarenakan relatif homogen, maka metode pengambilan sampel
menggunakan random sampling dimana setiap kabupetan pada setiap wilayah
pembagian mempunyai hak yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Metode ini
sekaligus dapat mengurangi bias data sampel.
Data Penelitian
Dengan metode penelitian diatas dimana pengambilan sampel menggunakan dua
tahap, maka pada tahap kedua secara random dipilih sampel yang besarnya minimal
20% adalah sebagai berikut :
1. Wilayah utara dipilih Kabupaten gresik, Sumenep, Bangkalan, dan Tuban,
2. Wilayah selatan dipilih Kabupaten Blitar, Tulungagung, dan Lumajang,
3. Wilayah tengah dipilih Kota Malang, Surabaya, Kabupaten Mojokerto,
Pasuruan, dan Sidoarjo,
4. Wilayah barat dipilih Kabupaten madiun, Ponorogo, dan Nganjuk,
5. Wilayah timur dipilih Kabupaten Jember, Situbondo, dan Probolinggo.
Data penelitian tersebut dengan content analysis diambil dari dokumentasi Dirjen
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (DJPKPD) selam 5 tahun. Data sampel
yang telah diambil tersebut kemudian diklasifikasikan dan dihitung prosentase
kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD. Peneliti beranggapan bahwa
data tersebut valid berasal dari daerah yang bersangkutan, sehingga tidak perlu
melakukan konfirmasi kepada daerah yang dipilih menjadi sampel penelitian.
Data penelitian tersebut kemudian diklasifikasi dan dilakukan perhitungan
prosentase kontribusi pajak dan retribusi daerah yang hasilnya sebagai berikut:
Klasifikasi dan perhitungan data tahun 1998
Kab/Kota PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah PD & RD %
Gresik 14,413,550,162 7,011,395,809 3,349,673,107 10,361,068,916 71.88%
Sumenep 2,764,923,617 395,968,297 1,409,219,689 1,805,187,986 65.29%
Bangkalan 5,635,413,900 557,620,300 4,239,235,100 4,796,855,400 85.12%
Tuban 11,670,463,285 7,153,856,103 2,892,371,826 10,046,227,929 86.08%
Blitar 2,776,034,440 779,613,280 1,741,625,390 2,521,238,670 90.82%
Tulungagung 6,416,253,000 1,940,659,000 4,351,964,000 6,292,623,000 98.07%
Lumajang 7,079,144,000 1,600,746,000 4,743,736,000 6,344,482,000 89.62%
Malang 19,226,290,563 5,645,417,420 6,469,232,799 12,114,650,219 63.01%
Surabaya 162,319,205,448 64,460,475,691 34,318,847,336 98,779,323,027 60,85%
Mojokerto 15,409,649,000 7,844,426,000 3,731,547,000 11,575,973,000 75.12%
Pasuruan 3,871,134,000 861,728,000 2,834,055,000 3,695,783,000 95.47%
Sidoarjo 30,868,889,320 11,846,500,000 15,659,760,000 27,506,260,000 89.11%
Madiun 3,166,574,653 1,245,991,974 1,620,697,425 2,866,689,399 90.53%
Ponorogo 5,602,900,000 1,434,597,000 3,584,759,000 5,019,356,000 89.58%
Nganjuk 8,163,888,003 3,589,255,582 3,734,293,881 7,323,549,463 89.71%
Jember 14,413,550,162 7,011,395,809 3,349,673,107 10,361,068,916 71.88%
Situbondo 3,686,424,900 1,744,993,200 1,525,388,200 3,270,381,400 88.71%
Probolinggo 5,602,900,000 1,434,597,000 3,584,759,000 5,019,356,000 89.58%
Sumber diolah : DJPKPD (2002)






Klasifikasi dan perhitungan data tahun 1999
Kab/Kota PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah PD & RD %
Gresik 18,191,327,569 10,426,996,930 3,483,594,927 13,910,591,857 76.47%
Sumenep 2,919,117,481 785,791,875 1,855,043,548 2,640,835,423 90.47%
Bangkalan 4,245,328,312 628,572,503 3,292,048,761 3,920,621,264 92.35%
Tuban 14,108,310,112 9,632,998,689 3,291,054,461 12,924,053,150 91.61%
Blitar 3,170,692,022 768,401,579 2,097,086,600 2,865,488,179 90.37%
Tulungagung 7,801,870,613 2,078,482,487 4,763,346,762 6,841,829,249 87.69%
Lumajang 9,214,931,760 2,653,836,570 5,587,268,729 8,241,105,299 89.43%
Malang 17,580,349,182 7,905,628,296 6,553,739,420 14,459,367,716 82.25%
Surabaya 138,684,845,565 77,136,859,531 46,397,581,262 123,534,440,793 89.08%
Mojokerto 11,784,033,846 6,250,729,058 4,777,420,912 11,028,149,970 93.59%
Pasuruan 3,033,123,402 890,672,781 1,840,236,109 2,730,908,890 90.04%
Sidoarjo 40,533,585,336 18,054,910,804 19,898,816,911 37,953,727,715 93.64%
Madiun 4,340,017,020 1,378,264,084 1,581,359,480 2,959,623,564 68.19%
Ponorogo 5,257,004,635 1,533,754,243 2,974,766,076 4,508,520,319 85.76%
Nganjuk 7,237,408,662 1,738,480,111 4,603,744,587 6,342,224,698 87.63%
Jember 15,030,165,637 3,150,745,732 2,706,559,310 5,857,305,042 38.97%
Situbondo 4,476,012,539 2,128,978,845 1,662,011,066 3,790,989,911 84.70%
Probolinggo 5,223,291,755 3,049,870,474 1,735,597,295 4,785,467,769 91.62%
Sumber diolah : DJPKPD (2002)

Klasifikasi dan perhitungan data tahun 2000
Kab/Kota PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah PD & RD %
Gresik 19,219,729,465 12,171,239,336 2,587,451,772 14,758,691,108 76.79%
Sumenep 2,876,678,425 709,707,000 1,486,229,425 2,195,936,425 76.34%
Bangkalan 4,218,033,000 650,745,000 3,392,288,000 4,043,033,000 95.85%
Tuban 17,853,443,718 12,418,816,968 4,051,401,485 16,470,218,453 92.25%
Blitar 2,781,469,250 616,250,000 1,756,131,750 2,372,381,750 85.29%
Tulungagung 6,905,401,560 2,301,658,410 4,337,893,150 6,639,551,560 96.15%
Lumajang 7,212,173,000 1,930,165,000 4,639,748,000 6,569,913,000 91.09%
Malang 16,542,142,860 7,030,317,604 6,004,282,655 13,034,600,259 78.80%
Surabaya 131,115,000,401 69,185,152,469 48,041,068,002 117,226,220,471 89.41%
Mojokerto 11,623,277,976 6,550,725,414 3,837,253,642 10,387,979,056 89.37%
Pasuruan 2,687,627,028 783,500,000 1,766,600,000 2,550,100,000 94.88%
Sidoarjo 33,149,760,000 13,762,500,000 16,327,535,000 30,090,035,000 90.77%
Madiun 3,287,141,681 1,049,525,341 1,336,327,060 2,385,852,401 72.58%
Ponorogo 4,519,087,671 1,221,828,648 2,662,033,731 3,883,862,379 85.94%
Nganjuk 7,918,059,708 1,845,684,096 5,034,993,999 6,880,678,095 86.90%
Jember 16,984,311,284 4,358,300,000 9,537,952,001 13,896,252,001 81.82%
Situbondo 3,482,185,999 1,668,690,757 1,258,984,490 2,927,675,247 84.08%
Probolinggo 5,138,918,751 2,475,461,192 1,997,777,783 4,473,238,975 87.05%
Sumber diolah : DJPKPD (2002)

Klasifikasi dan perhitungan data tahun 2001
Gresik 32,464,800,000 18,219,240,000 5,866,010,000 24,085,250,000 74.19%
Sumenep 14,353,140,000 1,370,980,000 4,338,490,000 5,709,470,000 39.78%
Bangkalan 7,976,420,000 1,594,820,000 4,891,900,000 6,486,720,000 81.32%
Tuban 28,993,099,000 19,123,030,000 3,029,230,000 22,152,260,000 76.41%
Blitar 12,372,880,000 2,531,260,000 2,824,610,000 5,355,870,000 43.29%
Tulungagung 11,928,960,000 3,484,520,000 7,413,740,000 10,898,260,000 91.36%
Lumajang 15,875,630,000 4,202,580,000 6,874,320,000 11,076,900,000 69.77%
Malang 27,987,060,000 13,284,947,000 9,751,680,000 23,036,627,000 82.31%
Surabaya 207,993,330,000 116,042,920,000 76,056,670,000 192,099,590,000 92.36%
Mojokerto 15,301,170,000 8,888,410,000 4,444,044,000 13,332,454,000 87.13%
Pasuruan 40,042,380,000 22,128,980,000 7,609,780,000 29,738,760,000 74.27%
Sidoarjo 69,792,190,000 28,718,280,000 36,240,002,000 64,958,282,000 93.07%
Madiun 6,515,610,000 1,847,250,000 2,048,550,000 3,895,800,000 59.79%
Ponorogo 14,262,410,000 2,801,480,000 8,683,140,000 11,484,620,000 80.52%
Nganjuk 16,362,600,000 2,756,420,000 10,678,530,000 13,434,950,000 82.11%
Jember 26,437,900,000 7,162,480,000 14,086,000,000 21,248,480,000 80.37%
Situbondo 11,579,760,000 2,560,860,000 2,664,400,000 5,225,260,000 45.12%
Probolinggo 8,701,810,000 3,778,990,000 3,243,860,000 7,022,850,000 80.71%
Sumber diolah : DJPKPD (2002)

Klasifikasi dan perhitungan data tahun 2002
Gresik 50,324,020,000 21,635,210,000 7,316,130,000 28,951,340,000 57.53%
Sumenep 34,430,600,000 2,440,180,000 6,754,960,000 9,195,140,000 26.71%
Bangkalan 14,181,070,000 3,122,340,000 7,283,080,000 10,405,420,000 73.38%
Tuban 45,104,690,000 24,901,570,000 8,829,590,000 33,731,160,000 74.78%
Blitar 17,913,740,000 3,889,980,000 4,963,490,000 8,853,470,000 49.42%
Tulungagung 19,626,180,000 5,402,660,000 11,031,930,000 16,434,590,000 83.74%
Lumajang 22,519,510,000 5,199,650,000 11,800,320,000 16,999,970,000 75.49%
Malang 39,733,290,000 19,389,930,000 13,005,370,000 32,395,300,000 81.53%
Surabaya 277,863,180,000 151,482,940,000 96,580,000,000 248,062,940,000 89.28%
Mojokerto 22,961,480,000 10,711,160,000 8,851,650,000 19,562,810,000 85.20%
Pasuruan 64,459,170,000 25,098,520,000 11,638,240,000 36,736,760,000 56.99%
Sidoarjo 85,738,560,000 41,573,850,000 37,105,630,000 78,679,480,000 91.77%
Madiun 11,428,570,000 3,375,350,000 2,969,680,000 6,345,030,000 55.52%
Ponorogo 16,037,820,000 3,765,040,000 6,748,170,000 10,513,210,000 65.55%
Nganjuk 24,438,880,000 3,719,240,000 14,197,320,000 17,916,560,000 73.31%
Jember 33,105,210,000 9,795,710,000 17,695,650,000 27,491,360,000 83.04%
Situbondo 14,289,300,000 3,138,580,000 3,929,660,000 7,068,240,000 49.47%
Probolinggo 14,832,200,000 4,069,690,000 4,348,370,000 8,418,060,000 56.76%


Analisis Deskriptif Hasil Penelitian
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa baik secara tahunan maupun
agregat kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap PAD rata-rata diatas 75%.
Simpulan tersebut berdasarkan analisis tahunan terhadap kontribusi pajak dan
retribusi daerah maupun analisis agregat . Hal ini berarti pajak dan retribusi daerah
cukup dominan dan menjadi sumber penerimaan PAD yang sangat diandalkan oleh
setiap daerah. Kondisi ini juga berarti pemerintah daerah tidak begitu peduli dan
cenderung mengabaikan intensifikasi pos-pos penerimaan PAD yang lain sebagai
sumber PAD.
Kebijakan yang ofensif terhadap pajak dan retribusi daerah oleh pemda tingkat II
cukup beralasan karena kedua pos ini merupakan sumber penerimaan PAD yang
relative stabil dibandingkan pos lain. Namun demikian seperti dilansir oleh Machfud
Sidig Direjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, kebijakan yang over
intensif dan ektensif terhadap tariff dan basis pajak dan retribusi daerah dapat
mengakibatkan distorsi ekonomi bahkan ekonomi negative. Fungsi pajak dan
retribusi daerah sebagai instrumen pemerataan dan pengendalian aktivitas ekonomi
daerah justru dapat menjadi boomerang pada pertubuhan ekonomi daerah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh LPEM FE-UI bekerjasama
dengan Clean Urban Project, RTI (2000) bahwa kontribusi PAD terhadap APBD
rata-rata 25% di seluruh Indoensia, maka secara silogisme dapat disimpulkan bahwa
sumbangan pajak dan retribusi daerah terhadap APBD sangat kecil (dibawah 25%).
Sehingga independensi daerah terhadap pusat dalam kerangka otonomi dalam
perspektif keuangan bukan hanya sulit tetapi sangat tidak mungkin (absurb).
Analisis Statistik
a. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 1998

Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 0,555 dan
Probabilita Value (sig) sebesar 0,812. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val)
yaitu sebesar 0,812 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil
tahun 1998 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap
PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau
pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di
Jawa Timur.
b. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 1999


Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 0,859 dan
Probabilita Value (sig) sebesar 0,600. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val)
yaitu sebesar 0,600 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil
tahun 1999 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap
PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau
ANOVA
DAERAH
17.028 11 1.548 .555 .812
16.750 6 2.792
33.778 17
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
ANOVA
DAERAH
18.611 10 1.861 .859 .600
15.167 7 2.167
33.778 17
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di
Jawa Timur.
c. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 2000


Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 6,621 dan
Probabilita Value (sig) sebesar 0,041. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val)
yaitu sebesar 0,041 dibawah 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho ditolak. Hasil tahun
2000 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap PAD
di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur berbeda secara signifikan. Atau pajak dan
retribusi daerah mempunyai peranan yang berbeda pada PAD di Jawa Timur.
d. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 2001

Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 0,767 dan
Probabilita Value (sig) sebesar 0,699. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val)
yaitu sebesar 0,699 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil
tahun 1999 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap
PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau
ANOVA
DAERAH
32.278 13 2.483 6.621 .041
1.500 4 .375
33.778 17
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
ANOVA
DAERAH
28.778 15 1.919 .767 .699
5.000 2 2.500
33.778 17
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di
Jawa Timur.
e. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah tahun 2002.

Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 0,811 dan
Probabilita Value (sig) sebesar 0,622. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val)
yaitu sebesar 0,622 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil
tahun 1999 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap
PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau
pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di
Jawa Timur.
f. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah secara Agregat (1998-2002)
Analisis secara agregat ini menggunakan model data panel dengan alat analisis
statistik one way ANOVA. Penggunaan data panel ini disebabkan data tersebut
merupakan data time series selama 5 tahun (1998 2002). Hasil analisis data dengan
menggunakan data panel adalah sebagai berikut :

ANOVA
DAERAH
16.111 9 1.790 .811 .622
17.667 8 2.208
33.778 17
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
ANOVA
WILAYAH
72,182 37 1,951 1,020 ,468
99,474 52 1,913
171,656 89
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA F hitung sebesar 1,020 dan
Probabilita Value (sig) sebesar 0,468. Uji analisis yang digunakan adalah sig (P-val)
yaitu sebesar 0,468 jauh diatas 0,05 (alfa ditetapkan), sehingga Ho diterima. Hasil
tahun 1999 ini berarti bahwa kontribusi (peranan) pajak dan retribusi daerah terhadap
PAD di kabupaten/kota di Wilayah Jawa Timur tidak berbeda secara signifikan. Atau
pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sama dominannya pada PAD di
Jawa Timur.
Interpretasi Hasil one way ANOVA
Analisis data setiap tahun diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan
antara kelima wilayah di jawa timur. Nilai P-Val (sig) tahun 1998, 1999, 2001, dan
2002 jauh diatas 0,05 (alfa yang ditetapkan), sementara hanya pada tahun 2000 saja
yang menunjukkan perbedaan antara kelima wilayah tersebut. Hasil analisis selama 4
tahun tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan perbedaan kontribusi
pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di jawa timur.
Dalam analisis secara agregat diperoleh nilai sig 0,468, hal ini jauh diatas 0,05
(alfa yang ditetapkan) yang berarti tidak terdapat perbedaan kontribusi pajak dan
retribusi daerah di kabupaten/kota di jawa timur. Analisis secara agregat ini sejalan
dengan keempat analisis tahunan diatas, sehingga semakin memperkuat hasil
penelitian bahwa memang tidak terjadi perbedaan diantara daerah sample tersebut.
Apabila dikaitkan dengan rasio PAD terhadap APBD di Jawa Timur sebesar
29,72% (Simanjuntak, 2000) dimana pajak dan retribusi daerah cukup dominan (data
diatas rata-rata ebih dari 75%), maka dapat ditarik kesmpulan secara silogisme
bahwa pajak dan retribusi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
APBD. Kedua pos tersebut menjadi andalan penerimaan daerah Hal ini memperkuat
hasil penelitian sebelumnya bahwa pajak dan retribusi daerah sangat dominan
terhadap PAD, sementara PAD jauh dibawah kebutuhan APBD.
Sehingga perlu adanya kebijakan pemerintah pusat untuk mengkaji kembali
system bagi hasil pajak dan UU tentang pajak dan retribusi daerah dalam rangka
mengoptimalkan kedua pos tersebut sebagai pemicu kemandirian daerah.

G. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Peranan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Jawa
Timur cukup dominan dengan rata-rata prosentase diatas 60%.
2. Peranan dan kontribusi tersebut tidak berbeda secara signifikan antara kelima
wilayah di Jawa Timur. Artinya wilayah utara, selatan, tengah, barat, dan timur
(yang mempunyai karakteristik geografi, topografi, ekonomi, dan sosial yang
berbeda) sama-sama mengandalkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber
utama penerimaan PAD.
3. Temuan diatas berarti memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
LPEM-UI dan Departemen Keuangan.
4. Temuan diatas semakin memperkuat keyakinan makin sulitnya daerah untuk
mandiri dalam pembiayaan pembangunan tanpa perubahan kebijakan terhadap
tax system yang di Indonesia.

Saran
1. Adanya kebijakan pemerintah pusat dalam sistem perpajakan dengan
memberikan obyek-obyek pajak potensial kepada daerah atau dengan merubah
porsi pola bagi hasil dimana daerah sebagai pengelola, sedangkan pusat sebagai
penerima bagi hasil. Bukan seperti kebijakan saat ini, dimana pusat sebagai
pengelola, sedangkan daerah sebagai penerima bagi hasil.
2. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang peranan PAD terhadap APBD di Jawa
Timur untuk mendukung perubahan kebijakan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, Proyek Pendataan Potensi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Dati
II Kediri, Laporan Penelitian dari Kerjasama LM FE Unibraw & BAPPEDA
Kabupaten Dati II Kediri, Malang
Anonim, UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
Anonim, UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat
Anonim, UU No. 34 tahun 2000 Tentang pajak dan Retribusi Daerah
Anonim, PP No. 65 tahun 2001 Tentang pajak Daerah
Anonim, PP No. 66 tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah
Bambang Permadi, 2000, Membangun Sektor Publik, Kelembagaan dan Infrastruktur,
Makalah dalam Konggres Nasional ISEI, 21-23 April, Makassar.
Munawar, Islamil, 2002, Pendapatan Asli Daerah dalam Otonomi Daerah, Jurnal TEMA,
Vol III, No I, Universitas Brawijaya Malang.
Simanjuntak, Robert A., 2000, Beberapa Alternatif Sumber Penerimaan Daerah dalam
Rangka Pemberdayaan Pemerintah Daerah, Makalah dalam Konggres Nasional
ISEI, 21-23 April, Makassar
Brennan,Geoffrey dan Buchanan, Tax Limits and The Logic of Constitutional
Restriction, dalam Democratic Choice and Taxation A Theoritical and
Empirical Analysis, Walter and Winer, Makalah seminar Decentralization in
developing countries, Jakarta, 2001.
LPEM Universitas Indonesia bekerjasama dengan Clean Urban Project,RTI (2000),
Laporan Studi Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Keuangan Daerah di
Indonesia, Jakarta.
Republik Indonesia, Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2001,.
Ter-Minassian,Teresa (1999), Fiscal Federalism in Theory and Practice, International
Monetary Fund, Washington.
Sidik, Machfud, Optimalisasi Peran Pajak dan Retribusi Daerah di Era Otonomi,
makalah Seminar, Wisuda XXI STIA LAN Bandung, 2002.
Kaho, Riwu, 1999, Peranan Pajak dan Retribusi Daerah dalam era otonomi daerah,
publikasi penelitian, Internet.
Asrol, 1999, Instrumen pajak dan retribusi daerah dalam era otonomi daerah makalah
seminar menyongsong otonomi daerah Universitas muhammadiyah magelang,
tidak dipublikasikan.

Das könnte Ihnen auch gefallen