Sie sind auf Seite 1von 25

MANAJEMEN KONDISI

OVERCROWDING DI INSTALASI
GAWAT DARURAT
2014
Jurusan Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang
Booklet Seminar Departemen Emergency

MAKALAH SEMINAR EMERGENCY
Manajemen Kondisi Overcrowding di Instalasi Gawat Darurat
(disusun untuk memenuhi tugas kelompok Departemen Emergency di RS. Dr Iskak
Tulungagung)


Oleh Kelompok : 8
Lucky Ramanda
Ika Arum Dewi S.
Ivo Feorentina
Selfi Safrida
Reza Fitra K.N
Sucitra Dewi
Dwi Rinanti
Ike Izmi Zamzami

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pada tahun 2007, data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di
seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU)
dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan IGD berasal dari rujukan dengan
jumlah Rumah Sakit Umum 1.033 Rumah Sakit Umum dari 1.319 Rumah Sakit yang
ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian memerlukan perhatian yang cukup besar
dengan pelayanan pasien gawat darurat (Keputusan Menteri Kesehatan, 2009)
Kepadatan atau overcrowding jumlah pasien di Unit gawat darurat menyebabkan
tertundanya perawatan, peningkatan angka mortalitas dan menurunnya kepuasan
pasien. Penyebab kepadatan pasien disebabkan oleh banyak faktor seperta faktor
input, manajemen staf dan output. (Liu dkk, 2012). Instalasi Gawat Darurat sebagai
gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan
penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde (2009) telah membuktikan
secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time) bahkan pada pasien
selain penderita penyakit jantung. Mekanisme response time , disamping menentukan
keluasan rusaknya organ organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan.
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke
IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga
dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat
dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana,
prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar
(Kepmenkes, 2009).
Salah satu cara untuk mengurangi kepadatan pasien adalah dengan metode
initiatives novels. Dimana metode ini seperti yang tertulis dalam jurnalnya yang
berjudul Established and Novel Initiatives to Reduce Crowding in Emergency
Departments didapatkan hasil tingkat respon cepat pasien sebanyak 73% dari
responden dan tingkat penyelesaian 71 % dari responden. Inisiatif berbasis rumah
sakit yang paling umum adalah koordinasi pengiriman pasien ke unit rawat inap
sebanyak 46 % dari responden sedangkan sebagian kecilnya melalui pemerataan
jadwal bedah sebanyak 11% dari responden. Di antara banyak Inisiatif yang dijelaskan
untuk mengatasi ED crowding oleh American College of Emergency Physicians
(ACEP) adalah seperti pengiriman pasien ke rawat inap (rawat inap terpadu sebagai
upaya pengiriman pasien sebelum tengah hari), rawat inap protokol ketika kapasitas
pasien penuh, pembatalan operasi elektif, perataan jadwal bedah (perataan operasi
elektif selama seminggu), track satuan cepat, , unit observasi, ekspansi bed ED, dan
dokter triase.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka pada pelayanaan Rumah Sakit ataupun
Instalasi Gawat Darurat, khususnya di RSUD Dr Iskak Tulungagung perlu mengetahui
kualitas layanan EMS pada tatanan cara mengatasi overcrowding pasien. Hal ini
ditujukan sebagai dasar membangun kualitas program, sebagai indikator
meningkatkan performance, sebagai proses yang berkelanjutan dalam menentukan
tujuan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pelayanan tertinggi rumah sakit.

1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengatasi overcrowding pasien di Unit Gawat Darurat RSUD
Dr.Iskak Tulungagung ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mendiskripsikan cara mengatasi overcrowding pasien Unit Gawat Darurat RSUD
Dr.Iskak Tulungagung ?
2.3.1 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi tingkat overcrowding pasien di Unit Gawat Darurat RSUD Dr Iskak
Tulungagung
2) Mengetahui sistematika penanganan kondisi overcrowding
3) Mengetahui hasil penerapan sistematika penanganan overcrwoding
4) Mengetahui hasil penerapan sistematika penanganan overcrwoding

1.4 Manfaat
Dijadikan dasar informasi sebagai evidence based practice untuk mengurangi
overcrowding pasien di Unit Gawat Darurat RSUD Dr Iskak Tulungagung, yang
ditujukan sebagai dasar membangun kualitas program, sebagai indikator
meningkatkan performance, sebagai proses yang berkelanjutan dalam menentukan
tujuan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pelayanan tertinggi rumah sakit.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Kondisi IGD Overcrowding
Batasan yang dimaksud dengan pelayanan gawat darurat (emergency care)
adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu
segera (imediatlely) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Unit kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat
Darurat (emergency Unit. Tergantung dari kemampuan yang dimilki, keberadaan UGD
tersebut dapat beraneka macam.
Kegiatan yang menjadi tanggung iawab UGD banyak macamnya. Secara umum
dapat dibedakan atas tiga macam (Flynn, 1962): (1) Menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat Bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita, namun sering
dimanfaatkan hanya untuk memperoleh mendapatkan pelayanan pertolongan pertama
dan bahkan pelayanan rawat jalan. (2) Menyelenggarakan pelayanan penyeringan
untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif. Merujuk kasus-
kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap
intensif.(3) Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat. Menampung serta
menjawab semua pertanyaan semua anggota masyarakat tentang segala sesuatu yang
ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).
Overcrowding di IGD telah menjadi isu selama 20 tahun lebih di rumah sakit
Kanada. Overcrowding di IGD didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana permintaan
terhadap pelayanan gawat darurat melebihi kemampuan dari IGD untuk menyediakan
pelayanan prima dan berkualitas dalam suatu waktu tertentu (Affleck et al., 2013)

3.2. Faktor yang Mempengaruhi Kondisi IGD Overcrowding
2.2.1 Faktor Kunjungan
Dalam beberapa tahun terakhir, telah dibahas penyebab overcrowding di IGD.
Penyebab dari kepadatan di IGD tersebut sudah meliputi penyakit musiman dan para
orang tidak mampu yang tidak memiliki asuransi tetapi ingin mendapatkan pelayanan
prima dan aman seperti di IGD. Selain itu terdapat beberapa pasien yang merasa
mereka harus mendapat pelayanan gawat darurat. Tetapi setelah dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik, pasien tersebut sama sekali tidak
memerlukan tindakan gawat darurat.
Penelitian terakhir mengungkapkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara
jumlah pasien yang datang ke IGD dengan masalah crowding. Hal ini dapat menjawab
jelas pertanyaan-pertanyaan yang ada tentang penyebab overcrowding di IGD. Bukan
IGD yang menyebabkan overcrowding, tetapi penyebabnya adalah rumah sakit yang
tidak mampu mengakomodasi tambahan pasien yang harus dirawat inap.

2.2.2 Respon Time (Waktu tanggap penanganan kasus)
Mekanisme response time, disamping menentukan keluasan rusaknya organ-
organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan
pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar
sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang
tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya
manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar
(Kepmenkes, 2009). Kecepatan waktu tanggap kasus juga dapat mempengaruhi tingkat
kepadatan di IGD.
Yoon et al (2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal yang
memengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter
pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher dan petugas kesehatan, waktu
ketibaan pasien, pelaksanaan manajemen dan,strategi pemeriksaan dan penanganan
yang dipilih. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang
waktu tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit.

2.2.3 Ketersediaan sarana dan petugas kesehatan
Peningkatan kunjungan di IGD dapat dikaitkan dengan waktu kunjungan pasien
yang membutuhkan pelayanan medis setiap saat. Tidak tersedianya berbagai sarana
kesehatan lain yang setiap saat dapat dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan
rawat jalan, terutama pada hari-hari libur. Basic pelayananan IGD yang memberikan
pelayanan kesehatan 24 jam ini biasanya tidak dibarengi dengan cukupnya jumlah
tenaga perawat dan dokter di tempat pelayanan. Hal ini juga dapat menjadi salah faktor
padatnya jumlah pasien di IGD .

2.2.4 Tingkat Pengetahuan Masyarakat
Makin banyak penderita yang menghemat, tidak berkunjung dulu ke dokter atau
ke klinik, karena menurut penilaian masyarakat, di IGD mereka akan mendapat
pelayanan yang lebuh cepat dan nantinya petugas pelayanan kesehatan di IGD juga
akan merujuk mereka ke pelayanan medis yang tepat.


2.2.5 Kebijakan Pemerintah
Pengaruh kebijakan asuransi kesehatan, yang hanya menanggung biaya
perawatan rawat jalan apabila diselenggarakan oleh UGD menyebabkan meningkatnya
jumlah kunjungan di IGD terutama oleh pasien dengan kondisi ekonomi menegah
kebawah.

3.3. Dampak Kondisi Overcrowding di IGD
Sebuah penelitian menunjukkan konsekuensi yang berat dari crowding pada
Emergency pada pasien dan dokter. Diantara temuan adalah sebagai berikut:
1. Pasien menunggu terlalu lama untuk menerima perawatan darurat. The Centers for
Disease Control dan Prevention (CDC) menemukan, pasien dinilai oleh perawat
triase untuk bersikap kritis, lebih dari 10% menunggu lebih dari 1 jam untuk melihat
seorang dokter di unit gawat darurat. Ini adalah masalah penting, karena banyak
penyakit tergantung waktu, dan intervensi dini menimbulkan hasil yang lebih baik.
Late Diagnostic mungkin sudah terlalu terlambat, dengan konsekuensi permanen
kecacatan atau kematian. Waktu tunggu dapat dikurangi dengan mengurangi akses
blok. Studi lain meneliti tingkat komplikasi antara pasien dengan sindrom koroner
akut (ACS) dan menemukan peningkatan yang signifikan dalam komplikasi serius
(sekitar 6% dibandingkan 3% kejadian kematian, serangan jantung, gagal jantung,
akhir MI, VTach atau VFib, SVT, bradikardia , stroke, atau hipotensi) pada pasien
yang mencari perawatan darurat selama masa crowding.
2. Boarding meningkatkan lama tinggal di rumah sakit, lebih jauh lagi memburuknya
akses ke perawatan darurat. Beberapa studi dokumen lama tinggal rumah sakit
lebih lama full day antara pasien di departemen darurat dibandingkan pasien
dengan penyakit serupa segera ditempatkan di unit rawat inap.
3. Boarding meningkatkan walkouts. Orang-orang lama menunggu, semakin besar
kemungkinan mereka akan meninggalkan sebelum menerima perawatan.
Sayangnya, persentase pasien dengan penyakit serius sedikit berbeda antara
pasien yang pergi dan orang-orang yang menunggu untuk perawatan. Sejumlah
walkouts ini nantinya akan membutuhkan penerimaan.
4. Kelebihan kapasitas meningkatkan kesalahan medis. Sejumlah artikel
mendokumentasikan peningkatan kesalahan medis terkait dengan boarding dan
crowding.11 Banyak dari mereka adalah kesalahan dari kelalaian dan bukan
menugaskan karena staf darurat harus secara simultan merawat inpatients dan
fokus pada situasi darurat baru datang. Menurut Joint Commission, 50% dari
kejadian sentinel menyebabkan cedera serius atau kematian terjadi di departemen
darurat, dan sekitar sepertiga dari ini terkait dengan crowding
5. Kelebihan kapasitas menyebabkan kematian. Emergency department telah lama
menyadari bahaya krowing dan delay dalam perawatan. Beberapa penelitian baru-
baru ini, melihat database besar yang membandingkan tingkat kematian pada
pasien mencari perawatan emergensi selama masa crowded dibandingkan saat
masa no crowded, menyimpulkan bahwa tingkat kematian lebih tinggi selama masa
crowding. Efek ini (rasio hazard untuk kematian sekitar 1,3) menawarkan target
yang lebih besar dibandingkan dengan inisiatif lain yang diberikan sangat penting,
seperti pemberian antibiotik untuk pasien pneumonia dalam waktu 4 jam, yang kini
merupakan tolak ukuran kinerja rumah sakit. Kepatuhan terhadap inisiatif ini
diperkirakan untuk mengurangi jumlah setiap 100 orang yang akan mati 93 orang.
Studi Menyisihkan Crowded diperkirakan bahwa kematian akan berkurang dari 100
menjadi antara 75 dan 83. Ini adalah jumlah besar dan berlaku untuk populasi yang
sangat besar. Dengan demikian, crowding tampaknya menjadi jauh lebih penting
untuk diselesaikan. Chalfin dan rekan (2007) mengamati untuk unit perawatan
intensif (ICU) pasien mengalami penundaan lebih dari 6 jam di transfer ke ICU, dan
menemukan peningkatan waktu tinggal dirumah sakit (7 vs 6 hari) dan tingkat
kematian yang lebih tinggi (10,7% dibandingkan dengan 8,4%) untuk pasien
tersebut.
6. Crowding menyebabkan penyimpangan ambulans. Menurut CDC, sekitar 50% dari
bagian gawat darurat mengalami crowding, dan sepertiga dari rumah sakit telah
mengalami ambulans diversion. Sembilan puluh persen dari laporan direksi
emergency crowding sebagai masalah berulang, dan studi lain telah melaporkan
ambulans diversion hingga 50 % dari departemen emergency. Crowding dan
diversion tersebut telah mengangkat alarm sehubungan kemampuan sistem
perawatan kesehatan untuk menanggapi bencana. Menariknya, ada sedikit bukti
bahwa ambulans diversion benar-benar bekerja, meskipun ada bukti untuk
perawatan tertunda dalam menghadapi ambulans diversion. Dalam hal ini, penulis
studi Nicholl menunjukkan tingkat kematian meningkat dengan times transportasi
yang memanjang. Jelas bahwa ambulans diversion didorong oleh boarding pasien
yang dirawat dan tidak dinyatakan terkait dengan masalah kepegawaian atau ruang
dalam departemen emergency itu sendiri.
7. Boarding dari inpatient mengganggu model perawatan patient-centered. Banyak
rumah sakit yang mengadopsi model perawatan patient-centered, yang berarti
bahwa tim kontinuitas merawat pasien selama mereka tinggal. Secara intuitif, jika
pasien menghabiskan sebagian dari mereka tinggal di departemen emergency
daripada di lantai yang tepat, kontinuitas adalah mustahil.
8. Crowding meningkatkan klaim kelalaian medis, yang meningkatkan biaya perawatan
kesehatan bagi semua orang. Frekuensi tuntutan hukum kewajiban medis diajukan
terhadap tenaga medis di emergency meningkat dengan faktor lima hanya
berdasarkan apakah pasien menunggu lebih dari, daripada kurang dari 30 menit
harus dilihat oleh dokter.

3.4. Manajemen Kondisi Overcrowding Di IGD
Internal Emergency Department Actions and Processes That Will Improve Access
and Flow
1. Bedside registration adalah konsep dasar perbaikan proses, yang sedapat mungkin
berusaha untuk merampingkan dan meningkatkan efisiensi. Banyak departemen
darurat akan triase, kemudian mendaftar, dan akhirnya menempatkan pasien di
tempat tidur. Hampir semua pasien darurat memiliki beberapa waktu menunggu
selama mereka bisa didaftarkan di samping tempat tidur, menghilangkan kebutuhan
untuk menunggu dalam antrean untuk mendaftar. Dalam mengadopsi bedside
registration, akan ada kebutuhan bagi pasien untuk memiliki "quick reg," yaitu,
dasar, seting cepat pengidentifikasi untuk mendaftarkan mereka ke dalam sistem
komputer rumah sakit. Pendaftaran lengkap kemudian dapat dicapai di bedside.
2. Batasi triase dengan apa yang crucial dan bypass triase sama sekali ketika beds
tersedia. Banyak bagian gawat darurat memiliki proses triase yang berlaku untuk
semua pasien, terlepas dari penyakit atau tingkat keparahan cedera. Akibatnya,
garis terbentuk di triase, mengalahkan manfaat utama triase, yang dengan cepat
memilah pasien yang membutuhkan apa dan di mana. Berikut adalah beberapa
contoh cara untuk merampingkan triase:
Pasien yang terlihat baik, dengan masalah lowrisk jelas seperti keseleo dan
luka, harus dikirim langsung ke daerah di mana mereka akan menerima
perawatan (misalnya, fast track area) tanpa menunda triase dengan
mendapatkan tanda-tanda vital dan / atau informasi lain yang jarang
menghasilkan perubahan pada triase. Pasien yang muncul sakit kritis atau
cedera harus dikirim langsung ke daerah yang tepat tanpa penundaan.
Dengan demikian, triase dapat lebih fokus waktu pada pasien yang
memerlukan lebih banyak evaluasi dan penilaian untuk menentukan keparahan
kondisi medis mereka.
Jika tempat tidur darurat yang tersedia, memungkinkan pasien untuk
memotong triase dan langsung ke bed. Bila ada staf dan ruang untuk melihat
pasien baru, tidak ada nilai tambah dalam menunda perawatan di triase.
3. Mengembangkan jalur cepat untuk mengobati patah tulang sederhana, luka, sakit
tenggorokan, dll. Memindahkan pasien dengan cepat dari arus utama dapat
membantu membuka ruang dan memungkinkan sumber daya untuk diarahkan
untuk menangan pasien yang lebih sakit dan memfasilitasi perawatan semua
pasien. Area jalur cepat harus dikelola secara konsisten dan cepat.
4. Minimalkan silo dalam departemen. Meskipun nilai trek cepat sangat establish,
pengelompokan emergency dapat menciptakan hambatan untuk aliran pasien.
Sebisa mungkin, memaksimalkan penggunaan ruang dan meningkatkan aliran
pasien dengan menggunakan tempat tidur untuk semua tujuan.
5. Perbanyak praktek observasi kesehatan. Terutama dalam menghadapi keterbatasan
kapasitas didorong oleh boarding pasien yang sudah terdaftar, pengobatan pasien
yang mungkin bisa menghindari admission melalui perpanjangan pengamatan,
diagnosis, dan pengobatan di ruang gawat darurat akan membantu mengurangi
kebutuhan kapasitas. Salah satu bidang yang berpotensi besar untuk tenaga medis
emergency adalah pembentukan protokol nyeri dada canggih untuk meningkatkan
proses diagnostik untuk pasien-pasien dengan risiko tinggi dan discharge pasien
dengan risiko minimal. Perhatikan bahwa praktek pengamatan tenaga medis atau
pembentukan protokol untuk menyingkirkan ACS di departemen darurat tidak
mengharuskan ruang tertentu untuk praktek seperti itu, meskipun itu yang mungkin
ideal. Secara keseluruhan, semakin besar masalah kapasitas, semakin gawat
emergency departemen, rumah sakit, dan pasien dilayani dengan stabil seperti
dengan protokol di departemen emergency, dengan mengurangi jumlah pasien
yang membutuhkan rawat inap. Unit observasi harus di bawah kendali departemen
emergency untuk memaksimalkan efektivitasnya.
6. Menetapkan jelas turnaround-time (TAT) gol di ruang gawat darurat untuk
memasukkan dan mengosongkan pasien, dan berkomitmen sebagai departemen
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki semua hambatan untuk realisasi tujuan
TAT ini
7. Hati-hati mengevaluasi kebutuhan staf. Meskipun banyak model kepegawaian yang
ada, prinsip yang sama berlaku. Old staffing pattern didorong oleh pertanyaan:
"Bagaimana saya bisa bertahab dengan sedikit sumber daya" Sebagai departemen
emergency telah berkembang, pasien sakit, workups lebih komprehensif, dan
perluasan obat pengamatan telah mendorong peninjauan kembali atas kebutuhan
staf. Ukuran paling sederhana dari staf adalah apakah kebutuhan pasien dapat
terpenuhi secara tepat waktu. Langkah-langkah seperti waktu door-to-EKG, door-
to-antibiotik, dan door-to-pin medication dapat digunakan sebagai proxy untuk staf
yang memadai. Distribusi temporal staf harus sesuai dengan aliran pasien di
departemen emergency. Sebagai aturan kasar, dalam rangka untuk memberikan
perawatan yang cukup tepat waktu, tidak ada perawat yang mengelola lebih dari
empat pasien secara bersamaan. Untuk pasien sakit, perawat harus peduli untuk
tidak lebih dari dua pasien. Juga, mempertimbangkan jenis dan distribusi staf.
Bagian gawat darurat cenderung berat di bagian atas dengan dokter dan perawat,
dengan staf pendukung yang tidak memadai. Setiap pekerjaan yang bisa dilakukan
oleh orang lain selain dokter atau perawat harus digeser untuk mendukung staf.
8. Gunakan juru tulis untuk dokumentasi. Rata-rata dokter darurat menghabiskan tidak
kurang dari 90 sampai 120 menit dalam 8 jam pada dokumentasi. Penggunaan juru
tulis dapat mengurangi atau menghilangkan tugas ini untuk dokter, yang
memungkinkan mereka untuk melihat lebih banyak pasien pada waktu yang tepat.
Dengan perhatian yang tepat untuk dokumentasi yang tepat, program juru akan
dengan mudah membayar sendiri. Penggunaan juru tulis untuk perawat adalah
wajar, meskipun hanya sedikit akan mempertanyakan beban dokumentasi
ditanggung oleh staf perawat.
9. Penurunan TAT terkait dengan layanan tambahan. Pelayanan yang efektif bagi
pasien berarti TAT cepat untuk laboratorium dan radiologi tes. Pertimbangkan
bahwa, untuk departemen emergency yang melihat 200 pasien per hari, penurunan
rata-rata panjang departemen emergency tinggal 7,2 menit per pasien setara
dengan memiliki tempat tidur tambahan. Perbaikan kecil dalam layanan-volume
tinggi dapat memiliki dampak signifikan pada kapasitas gawat darurat.
10. Tutup ruang tunggu. Jangan mengirim pasien ke ruang tunggu setelah triase,
bahkan jika tidak ada tempat tidur untuk pasien di ruang klinik. Bawa semua pasien
menunggu untuk melihat ke gawat darurat. Pasien-pasien ini dapat disaksikan dan
reprioritized dan akan masuk ke tempat tidur lebih cepat untuk pemeriksaan. Hanya
pasien yang harus tetap di tempat tidur harus "memiliki" tempat tidur mereka
selama mereka tinggal.
11. Menggunakan protokol dan ketertiban set untuk keseragaman dan untuk
memastikan semua tes yang diperlukan dan intervensi terjadi pada kemungkinan
titik awal dalam pasien tinggal.
12. Pertimbangkan penggunaan rekam medis elektronik (EMR). Hati-hati
mempertimbangkan nilai tambah dari EMR terhadap waktu staf tambahan yang
diperlukan untuk memasukkan informasi. Jika catatan kertas yang digunakan di
departemen darurat, solusi pemindaian lokal dapat berfungsi sebagai EMR
sehingga grafik dari kunjungan sebelumnya yang tersedia. Meskipun penekanan
pada manfaat dari memiliki sebuah ESDM, waktu yang cukup lama dialihkan dari
sisi tempat tidur pasien ke komputer. Pertimbangkan penggunaan diperluas juru
tulis untuk memastikan bahwa dokter dan perawat berfungsi secara efektif.
13. Tentukan waktu respon untuk kedua inisiasi dan penyelesaian konsultasi.
Mengukur kali ini sebagai kebijakan kelembagaan dan mengidentifikasi mekanisme
untuk mengurangi TAT untuk dokter on call.
14. Melaksanakan protokol triase. Inisiasi protokol di triase telah ditunjukkan untuk
memfasilitasi perawatan pasca-triase lebih tepat waktu. Namun, penggunaan
protokol harus dilakukan sedemikian rupa tidak untuk merebut tujuan utama dari
triase: Untuk mengidentifikasi mereka yang sangat membutuhkan pengobatan yang
tepat waktu.
15. Menetapkan dokter untuk triase. Dalam departemen dengan berlebihan masalah
kapasitas, menempatkan dokter di triase dapat merampingkan pemulangan pasien
minor dan membantu memulai perawatan untuk pasien sakit. Secara umum, ini
membutuhkan seorang dokter tambahan untuk staf gawat darurat, dan
pertimbangan biaya yang terlibat harus menjadi faktor dalam keputusan untuk
melembagakan praktek ini. Seperti disebutkan sebelumnya, fungsi triase primer
tidak boleh dirampas.
16. Memantau praktisi individu di departemen darurat berkaitan dengan TAT secara
keseluruhan, jumlah dan jenis tes diperintahkan, dan persentase pasien yang
dirawat. Data tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi praktek dokter yang
membutuhkan pemantauan lebih dekat dan / atau perbaikan.
17. Perawatan tangguhan untuk pasien tidak mendesak. Meskipun dipraktekkan di
beberapa daerah, ada sedikit data untuk mendukung keselamatan pasien menunda
tidak mendesak untuk fasilitas lain. Dokter melaporkan bahwa, dalam rangka untuk
menentukan bahwa seorang pasien tidak mendesak, mereka harus melakukan
cukup dari evaluasi untuk membuat diagnosis. Setelah diagnosis dibuat, maka apa
gunanya penangguhan / rujukan? Catatan penelitian (dikutip sebelumnya) bahwa
pasien tidak mendesak TIDAK menciptakan penundaan untuk pasien yang
mendesak yang perlu dilihat. Proses penangguhan perawatan tidak boleh dianggap
tanpa terlebih dahulu memastikan tindak lanjut tertentu untuk pasien.
18. Memperluas ukuran gawat darurat. Memiliki ruang dan staf yang sesuai untuk
mencocokkan volume pasien darurat sangat penting untuk berfungsinya gawat
darurat. Dengan pesatnya pertumbuhan volume pasien darurat, ekspansi fisik
mungkin diperlukan. Perhatikan bahwa ruang meningkat baik dengan
meningkatkan ruang fisik atau dengan menurunkan rata-rata TAT. Proses
perbaikan secara substansial lebih murah dan mungkin lebih efektif dalam jangka
panjang daripada perluasan ruang. Jika kebutuhan ruang didorong oleh pesantren
dari pasien yang dirawat, meningkatkan ruang cenderung hanya meningkatkan
jumlah asrama, dan dengan demikian akan merugikan diri sendiri.
19. Ambulans diversion. Meskipun ambulans diversion tidak bekerja untuk
meringankan crowding dan mungkin mengakibatkan memburuknya perawatan,
tindakan "going on diversion" adalah cara yang efektif untuk memberitahu rumah
sakit, anggota staf, dan masyarakat dari kondisi krisis.
20. Memberikan staf tambahan selama masa peningkatan volume. Hal ini dapat dicapai
dengan menggunakan on-call dokter dan perawat atau dengan penjadwalan shift
pendek dengan harapan bahwa staf dapat diminta untuk datang dalam 1 sampai 2
jam lebih awal atau tinggal 1 sampai 2 jam terlambat, sebagai tuntutan kapasitas.
Pemicu dalam sistem tersebut harus secara jelas didefinisikan oleh kriteria obyektif
ketimbang menyerahkannya ke interpretasi.
21. Memiliki pemahaman yang jelas tentang kekuatan keuangan dari departemen
darurat dan dampaknya terhadap kesehatan fiskal secara keseluruhan lembaga.
Semua pemangku kepentingan harus memiliki pemahaman yang jelas tentang
manfaat dari gawat darurat yang dikelola dengan baik dan kerusakan institusional
dari departemen darurat kurang berfungsi.

Hospital Actions and Processes That Will Improve Access and Flow
1. Menciptakan kesadaran kelembagaan bahaya yang terkait dengan crowding
departemen emergency karena boarding pasien darurat. Solusi dapat ditemukan
bila ada kesadaran budaya rumah sakit bahwa crowding adalah masalah untuk
dibagikan dan diselesaikan melalui upaya seluruh institusi.
2. Cocokkan sumber daya dengan kebutuhan. Staffing harus sesuai dengan kebutuhan
pasien. Seringkali malam hari merupakan waktu kegiatan terbesar untuk kedua
pemakaian dan mengakui pasien di rumah sakit, yang mungkin tidak cocok dengan
staf perawat, rumah tangga, atau jasa yang diperlukan lainnya. Juga, akhir pekan
cenderung menjadi kekurangan ketika dicocokkan kebutuhan pasien.
3. Bergerak menuju 24/7 budaya operasional. Akhir pekan berbahaya di rumah sakit,
jadi sekali lagi, sumber cocok dengan kebutuhan pasien. Periksa debit pasien pada
akhir pekan, yang cenderung lebih rendah karena meliputi dokter yang melakukan
tidak tau pasien, dan kurangnya sumber daya lainnya pada akhir pekan (misalnya,
stress testing). Melaksanakan proses untuk meningkatkan perawatan dan
memfasilitasi pelepasan pada akhir pekan. Memperluas layanan dan staf di mana
diperlukan.
4. Mengkoordinasikan penjadwalan pasien elektif dan kasus bedah. Studi menunjukkan
bahwa masuknya merata pasien bedah elektif (terutama pada awal minggu) adalah
kontributor utama untuk melebihi kapasitas di departemen emergency.
5. Alamat keterlambatan dalam menggerakkan pasien darurat dirawat di rumah sakit
yang disebabkan oleh menunggu laporan keperawatan. Hal ini penting untuk
komunikasi terjadi ketika pergeseran keperawatan berubah dan staf yang berbeda
mengambil alih perawatan pasien. Namun, "lock-out" dalam hal ketika sebuah
laporan pasien dapat diberikan atau pasien dirawat di unit rawat inap harus
dihilangkan.
6. Periksa proses debit dan mengukur semua alasan untuk keterlambatan debit pasien.
Jangan menganggap penyebabnya diketahui tanpa benar-benar mengukur itu.
Proses discharge telah menjadi dramatis lebih kompleks. Peran dan fungsi tepat
waktu dokter, perawat, dan staf dari ambulans, rumah jompo, pelayanan sosial,
manajemen perawatan, farmasi, radiologi, laboratorium, layanan tambahan lainnya,
dan rumah tangga semua mempengaruhi proses pembuangan dan harus diperiksa.
Mengidentifikasi bagian-bagian dari proses discharge yang dapat dimulai sejak dini
dalam mengantisipasi debit. Lembaga ini harus berkomitmen untuk mengambil
tindakan pada temuan dan meningkatkan ketepatan waktu dari proses discharge.
Secara khusus, lembaga harus berhasil memaksimalkan debit tepat waktu untuk
meningkatkan ketersediaan tempat tidur untuk mereka yang membutuhkan. Salah
satu praktek, dilaporkan sebagai Institute for Healthcare Improvement inisiatif,
adalah penggunaan papan tulis debit. Sebuah papan tulis kecil di kepala setiap
tempat tidur pasien menguraikan apa yang telah terjadi sebelum pasien
dipulangkan (misalnya, konsultasi terapi fisik, konsultasi diet, dll) Praktek ini
menginformasikan thefamily, pasien, dan staf dari apa yang harus terjadi , dan
mereka menjadi driver untuk setiap proses.
7. Apakah semua layanan rawat inap yang dikelola oleh hospitalists, dan memiliki
semua ICU dikelola oleh intensivists. Hal ini menyebabkan baik perawatan dan
panjang lebih pendek tinggal.
8. Gunakan lounge debit untuk pasien yang menunggu debit. Mempertimbangkan untuk
memindahkan proses rawat inap discharge seluruh ke daerah debit sehingga tidur
dapat dibuat tersedia bagi pasien yang membutuhkan penerimaan.
9. Relokasi mengakui pasien asrama di departemen theemergency karena kurangnya
tersedia tempat tidur di unit rawat inap untuk lorong-lorong, ruang konferensi, atau
Solaria (misalnya, protokol kapasitas penuh, www.hospitalovercrowding.com)
dalam unit-unit rawat inap. Dengan setiap unit mengambil sejumlah kecil pasien,
gawat darurat dapat terus berfungsi untuk merawat keadaan darurat, tanpa terlalu
menekankan unit rawat inap.
10. Menyewa "bed czar." Orang ini harus memerintahkan semua tempat tidur rumah
sakit digunakan dan bertanggung jawab untuk pencocokan yang tepat dan tepat
waktu dari sumber daya tempat tidur untuk kebutuhan pasien. Idealnya, tempat
tidur tsar independen dari departemen rumah sakit dan laporan administrasi senior.
11. Pertimbangkan unit masuk express. Untuk pasien gawat darurat dirawat di rumah
sakit, mempertimbangkan memiliki tempat yang jauh dari daerah perawatan pasien
di departemen darurat untuk melakukan dokumen untuk penerimaan pengolahan,
yang dapat memakan waktu. Hal ini dapat digabungkan dengan mengungkapkan
mengakui tim dari departemen darurat didedikasikan untuk mendapatkan pasien di
lantai atas.
12. Pertimbangkan penggunaan generik agar masuk set diprakarsai oleh dokter
darurat. Set perintah ini akan terbatas pada perintah dasar, seperti aktivitas, diet,
alergi, status DNR [tidak menyadarkan], dan mungkin satu perintah untuk obat
penghilang rasa sakit. Hal ini tidak efektif untuk dokter darurat untuk bertanggung
jawab untuk menulis pesanan perawatan yang komprehensif bagi pasien yang
dirawat.
13. Menetapkan protokol rumah sakit-lebar untuk mengatasi masalah kapasitas di
departemen darurat dan menerapkan sistem peringatan ketika rumah sakit adalah
over kapasitas. Mengidentifikasi keadaan untuk peringatan dan tindakan yang akan
diambil. Mengukur keberhasilan, dan menggunakan pengukuran untuk
memodifikasi dan memperbaiki sistem peringatan.
14. Batalkan penerimaan elektif saat kapasitas rumah sakit maksimal.

High-Impact Solutions
Solusi berikut akan memiliki dampak yang signifikan pada pengurangan
boarding dan meningkatkan aliran pasien melalui bagian emergency:
1. Pindahkan pasien darurat yang telah dirawat di rumah sakit dari departemen darurat
ke daerah rawat inap, seperti lorong-lorong, ruang konferensi, dan Solaria (lihat
Penuh Kapasitas Protokol di www.hospitalovercrowding.com). Jika setiap unit
rumah sakit akan merawat sejumlah kecil pasien tambahan, beban asrama akan
lebih merata di seluruh rumah sakit, sehingga membebaskan departemen darurat
untuk berfungsi secara efektif tanpa terlalu menekankan unit rawat inap.
2. Mengkoordinasikan pemulangan pasien rumah sakit sebelum tengah hari. Penelitian
menunjukkan bahwa debit tepat waktu pasien secara signifikan dapat
meningkatkan aliran pasien melalui departemen darurat dengan membuat lebih
banyak tempat tidur rawat inap yang tersedia untuk pasien darurat. Namun, proses
discharge telah menjadi lebih kompleks, dan pemakaian pasien siang akan
membutuhkan kepemimpinan dan perubahan dalam budaya dan proses yang harus
melibatkan dokter, perawat, dan staf dari ambulans, rumah jompo, pekerjaan sosial,
manajemen perawatan, farmasi, radiologi, laboratorium, dan rumah tangga.
3. Mengkoordinasikan penjadwalan pasien elektif dan pasien bedah. Studi
menunjukkan bahwa masuknya merata pasien bedah elektif (terberat di awal
minggu) adalah kontributor utama untuk rumah sakit melebihi kapasitas mereka.

Additional Solution
Meningkatkan aliran pasien melalui bagian gawat darurat dapat menghemat
waktu tetapi sering menambah biaya yang signifikan. Metode meningkatkan aliran,
seperti menggunakan ahli-ahli Taurat, menambahkan perawat dan tenaga pendukung,
meningkatkan waktu turnaround untuk laboratorium dan X-ray (termasuk penggunaan
point-of-care testing), mendirikan catatan elektronik, memasang kios pendaftaran, dan
memungkinkan perawat untuk tes order di triase (triage muka) dapat menurunkan triase
untuk melepaskan waktu. Namun, biaya untuk menerapkan prosedur ini sering melebihi
jumlah tabungan yang mereka hasilkan. Berikut ini adalah solusi tambahan yang akan
meningkatkan aliran pasien darurat, bersama dengan pro dan kontra dari masing-
masing:
1. Bedside Pendaftaran. Mendaftarkan pasien di samping tempat tidur atau
menghilangkan sama sekali triase (dengan menempatkan pasien langsung di
tempat tidur) dapat mengurangi waktu menunggu dari triase ke tempat tidur darurat
dan memberikan penghematan kecil dalam waktu, tergantung pada waktu saat ini
dikhususkan untuk proses ini. Namun, lebih banyak personil biasanya diperlukan,
dan menghilangkan triase hanya mungkin jika tempat tidur kosong ada.
2. Fast Track Unit. Mendahulukan pasien dengan kondisi medis tidak mendesak ke
daerah yang terpisah dari departemen darurat untuk perawatan, sebuah praktek
yang dikenal sebagai "jalur cepat," sering membutuhkan lebih banyak personil,
tetapi juga memberikan staf kemampuan untuk cepat menangani pasien rendah
ketajaman. Namun, lanjut partisi gawat darurat menjadi unit-unit yang terpisah
mungkin tidak membantu dan juga akan membuat silo dan hambatan untuk aliran
pasien.
3. Unit observasi. Rumah sakit yang telah menambahkan daerah pengamatan telah
mengurangi crowding, tetapi bukan tanpa konstruksi yang signifikan dan biaya
personil.
4. Triage Dokter. Melibatkan seorang dokter dalam proses triase adalah cara yang
mahal untuk pasien debit rendah ketajaman cepat, yang tergantung pada jumlah
pasien rendah ketajaman mungkin bisa membantu. Namun, merujuk pasien dari
departemen darurat akan membutuhkan pilihan yang memadai untuk referensi
tersebut.
5. Membatalkan operasi elektif. Praktek ini dapat sangat mengurangi permintaan untuk
tempat tidur rawat inap, tetapi pendapatan yang hilang biasanya tidak diimbangi
dengan perawatan pasien darurat tambahan

Solutions That Are Not Effective
Beberapa rumah sakit telah memperluas departemen darurat mereka sebagai
cara untuk meningkatkan kapasitas mereka untuk merawat pasien. Namun, hal ini tidak
memecahkan kepadatan penduduk. Dengan sedikit tekanan pada sistem, rumah sakit
mungkin hanya memperluas ke ruang tambahan, meningkat daripada mengurangi
jumlah pasien yang masuk yang naik. Solusi yang lebih efektif adalah dengan
menambahkan area observasi.
Selain itu, daerah-daerah tertentu untuk pasien habis di lantai rawat inap
cenderung tidak digunakan oleh perawat rawat inap kecuali bila protokol kapasitas
penuh menempatkan tekanan pada bagian mereka dari sistem.
Beberapa rumah sakit menggunakan hospitalists untuk mengkoordinasikan
perawatan pasien. Menggunakan dokter berbasis rumah sakit, seperti hospitalists dan
intensivists, telah terbukti mengurangi panjang rumah sakit tinggal tetapi tidak gawat
darurat waktu tunggu.
Ambulans pengalihan digunakan oleh departemen darurat banyak, tetapi
semakin jelas bahwa, dalam banyak keadaan, itu hanya tidak bekerja. Juga,
pertumbuhan jumlah penelitian substantiates membahayakan pasien yang perawatan
tertunda karena dialihkan ke rumah sakit lebih jauh. Penelitian menunjukkan latihan
adalah baik tidak aman dan tidak efektif dan harus ditinggalkan sebagai pilihan untuk
mengatasi masalah rumah sakit crowding. Beberapa sistem yang telah dieliminasi
pengalihan sebagai pilihan belum melihat memburuknya berkerumun.










BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Profil IGD dr. Iskak Tulungagung
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah pelayanan rumah sakit yang memberikan
pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara
terpadu dengan melibatkan multidisiplin. Pelayanan IGD di RS. Dr. Uskak Tulungagung
mengalami rehabilisasi total pada tahun 2012 agar dapat memberikan pelayanan
secara lebih komprehensif, cepatbdan nyaman. Semua fasilitas yang tersedia di IGD
dirancang khusus sesuai fungsinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan emergency, yaitu terdiri dari triase primer, triase sekunder, area non kritis
(green zone), area semi kritis (yellow zone), Asthma Bay, area kritis (red zone), kamar
operasi, ruang radiologi dan ruang observasi intensif (ROI). IGD melayani 24 jam
dengan 3 shift perawat dan dokter jaga 24 jam selalu ada ditempat.
Fasilitas di IGD dr.Iskak Tulungagung dapat dikatakan sangat memadahi untuk
kebutuhan pelayanan pasien gawat darurat. Di area kritis (Red Zone) dilengkapi dengan
alat manajemen ABC lengkap, bedside monitor, infuse pump, syring pump, defibrilator,
Autoplus, Neopuff, Parrapuff, dan lain-lain. Di area semi critis (Yeloow Zone) yang
berkapasitas 30 bed dilengkapi dengan bedside monitor dan oksgienasi pada masing-
masing bed. Sedangkan di area non kritis (Green Zone) dilengkapi dengan ruang
tindakan untuk pasien trauma, ruang observasi, dan ruang psikiatri. Namun demikian
sistem manajerial pasien di IGD ini masih belum dilaksanakan secara optimal, sehingga
masih sering timbul jumlah kunjungan melebihi kapasitas ruangan yang dapat
diakibatkan oleh beberapa faktor.








Gambar 3.1 Fasilitas Pelayanan IGD dr. Iskak Tulungagung


3.2 Alur Penanganan Pasien di IGD dr. Iskak Tulungagung

























Eagle eye
( Pemeriksaan menngunakan panca indera)
Penerimaan pasien
di dropzone
Triase Primer Pro aktif
(Persiapan alat : ex cervical colar, brangkat)
Pemilahan kondisi keparahan
Triase sekunder
Registrasi pasien
Anamnesa
Pengkajian Fisik
EKG,TTV, GDA
Red Zone
(Critical Area)
Yellow Zone
(Semi Critis Area)
Green Zone
(Non Critical)
Area)
ABC Manajemen
Bedside Monitor
Anamnesa,
Pengkajian fisik,
Lab, diagnostik
Konsul
Terapi farmako
Pindah ruang
intensif


ABC Manajemen
Bedside Monitor
(jika perlu)
Anamnesa,
Pengkajian fisik,
Lab, diagnostik
Konsul
Terapi farmako
Pindah ruang/
KRS


Anamnesa,Peng
kajian fisik, Lab,
diagnostik
Penatalaksanna
trauma (jika
kasus trauma)
Terapi farmako
Kontrol poli/ KRS


Gambar 3.2 Alur Penatalaksannan Pasien di IGD


3.3 Jumlah Kunjungan IGD dr. Iskak Tulungangung
Kondisi overcrowding (kelebihan pengunjung)di IGD dr. Iskak Tulungagung sering
terjadi setiap hari dan setiap shift terutama di ruang semi critis (Yellow zone). Berikut
merupakan data jumlah kunjungan pasien yellow zone periode 16 Juni 2014 sampai 11
Juli 2014.
Tabel 3.1 Jumlah Kunjungan IGD dr. Iskak Tulungagung
Tanggal Pagi Siang Malam Total BOR (%)
16/6/14 18 24 12 54 123,3333
17/6/14 20 22 12 54 133,3333
18/6/14 8 17 12 37 150
19/6/14 16 14 10 40 150
20/6/14 23 17 5 45 193,3333
21/6/14 13 18 14 45 173,3333
22/6/14 22 22 14 58 133,3333
23/6/14 19 23 10 52 256,6667
24/6/14 12 18 10 40 120
25/6/14 31 32 14 77 263,3333
26/6/14 6 13 18 36 136,6667
27/6/14 26 44 9 79 163,3333
28/6/14 20 12 9 41 183,3333
29/6/14 19 13 17 49 160
30/6/14 21 19 15 55 110
01/7/14 20 11 17 48 123,3333
02/7/14 10 8 15 33 156,6667
03/7/14 10 13 14 37 183,3333
04/7/14 18 17 12 47 163,3333
05/7/14 19 18 18 55 156,6667
06/7/14 23 9 17 49 126,6667
07/7/14 20 13 14 47 150
08/7/14 15 12 11 38 123,3333
09/7/14 16 15 14 45 133,3333

Berdasarkan tabel diatas didapatkan data bahwa jumlah pasien yang masuk ke UGD dr.
Iskak setiap harinya melebihi kapasitas bed standar dimana kapasitas bed standar
sebanyak 30 bed. Dari data diatas didapatkan rata-rata BOR mulai periode 16 Juni 2014
sampai 10 Juli 2014 sebanyak 161.25%, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah
kunjungan pasien di ruang yellow zone di IGD dr. Iskak Tulungagung melebihi kapasitasnya,
karena menurut Depkes 2000, BOR normal suatu ruangan sebanyak 60%-85%.
3.4 Sistematika Pengendalian Overcrowding
3.1 Koordinasi Pemulangan Pasien
Pemulangan pasien atau sistem pemindahan ke ruangan idealnya tidak
sampai 24 jam. Misalnya pasien datang pagi hari, pasien tersebut harus sudah
dipindahkan sebelum pergantian dari shift sore ke malam. Pada jurnal ini
didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 46 % diantaranya
sudah menerapkan koordinasi pemulangan pasien dengan baik, 43 % sedang
dalam proses penerapan koordinasi pemulangan pasien dan 12% Unit Gawat
Darurat tidak menggunakan metode ini.
3.2 Pelaksanaan Protokol Jika Pasien Penuh
Jika jumlah pasien memenuhi kapasitas bed yang tersedia, dapat dilakukan
pemindahan pasien dengan kondisi yang baik (keluhan minimal, tanda-tanda
vital normal) ke area yang sudah disediakan. Ex : hallway,ruangan tambahan
yang disedikan. Pada jurnal ini didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di
Amerika 18 % diantaranya sudah menerapkan pelaksanaan protokol ini jika
jumlah pasien melebihi kapasitas bed, 18 % sedang dalam proses penerapan
protokol ini dan 63% Unit Gawat Darurat tidak menggunakan protokol ini.
3.3 Pembatalan Operasi Elective
Terdapat beberapa kondisi pasien yang membutuhkan operasi namun tidak
harus disegerakan. Kondisi pasien ini dapat dikatakan menjadi prioritas kedua
jika terdapat pasien yang mempunyai kondisi lebih gawat. Pembatalan /
penundaan bedah elektif biasanya dilakukan untuk mengurangi waktu tunggu
dan kepadatan pasien di IGD. Pasien dengan kondisi stabil dan tidak
mempunyai resiko kecacatan dapat dipindahkan dulu ke ruangan bangsal dan
dilakukan persiapan operasi di bangsal. Pada jurnal ini didapatkan bahwa dari
103 Unit Gawat Darurat di Amerika 14 % diantaranya sudah menerapkan sistem
pembatalan operasi elektif, 18 % sedang dalam proses penerapan sistem dan
71% Unit Gawat Darurat tidak menggunakan sistem ini.
3.4 Memperlancar Jadwal Operasi
Menjadwalkan waktu operasi pada hari-hari tertentu (hari kerja) atau waktu
yang terbatas seperti pada jam 08.00-16.00 WIB dapat meningkatkan tingkat
kepadatan IGD. Pelayanan Kamar operasi di IGD hendaknya dilakukan full 7
hari tiap minggu dan selama 24 jam untuk meminimalkan waktu tunggu dan
mempercepat respon terapi pasien. Perlu diperhatikan juga pemindahan ruang
intensif pasien setelah dilakukan operasi, pastikan kesiapan ruang intensif post
operatif. Pada jurnal ini didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di
Amerika 11 % diantaranya sudah menerapkan pelancaran jadwal operasi, 35 %
sedang dalam proses penerapan metode ini dan 57% Unit Gawat Darurat tidak
menggunakan metode ini.
3.5 Bedside Registration/ Eliminating Triage
Selama tersedia bed di IGD pasien yang berada di ruang tunggu harus
segera dibawa ke ruang triase. Pada saat pasien di ruang triase, dilakukan
pemeriksaan dan pemilahan ruangan berdasarkan tingkat keparahan pasien.
Selain itu pada saat ini harus sudah dilakukian registrasi pasien, agar
sesampainya pasien di PI/P2/P3 pasien segera mendapatkan pelayanan. Pada
jurnal ini didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 57 %
diantaranya sudah menerapkan metode ini dengan baik, 37 % sedang dalam
proses penerapan metode ini dan 9% Unit Gawat Darurat tidak menggunakan
metode ini.
3.6 Fasttrack Unit and Observation Unit
Pemilahan pasien berdasarkan kondisi kegawatan. Pasien dengan tingkat
kegawatan akut (mengancam nyawa) atau menyebabkan kecacatan harus
segera dirawat di ruang observasi. Sedangkan pasien dengan kondisi tanpa
kegawatan dapat dirawat di poli atau di P3. Pada jurnal ini didapatkan bahwa
dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 81 % diantaranya sudah menerapkan
metode ini dengan baik, 9 % sedang dalam proses penerapan metode ini dan
13% Unit Gawat Darurat tidak menggunakan metode ini.
3.7 Petugas Khusus Triage
Petugas ini bertugas khusus untuk membantu pasien pindah ke ruangan
yang telah disortir berdasarkan tingkat keparahan pasien dan membantu pasen
pulang jika tidak ada kondisi kegawatan atau telah selesai mendapatkan terapi.
Pada jurnal ini didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 46 %
diantaranya sudah menerapkan koordinasi pemulangan pasien dengan baik, 43
% sedang dalam proses penerapan koordinasi pemulangan pasien dan 12%
Unit Gawat Darurat tidak menggunakan metode ini.
3.8 Expansi Tempat Tidur
Peningkatan kapasitas bed dalam 3 tahun terakhir dapat menjadi kriteria
penanganan keadaan kondisi kepadatan di Unit Gawat Darurat. Pada jurnal ini
didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 50 % diantaranya
sudah melakukan expansi jumlah bed, 10 % sedang dalam proses ekspansi
kapasitas bed dan 41% Unit Gawat Darurat tidak melakukan ekspansi jumlah
bed.


Gambar 3.4 Penilaian Sistematika Pengendalian Overcrowding di Amerika

3.5 Manfaat Pengendalian Overcrowding di IGD
3.5.1 Peningkatan Kualitas Mutu Pelayanan Perawatan
Kondisi yang sesuai antara kapasitas fasilitas ruangan maupun sumber
daya dapat mencpitakan suatu pelayanan yang memaksimalkan suatu ukuran
yang inklusif dari kesejahteraan klien sesudah itu dihitung keseimbangan antara
keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian
proses atau hasil dari pelayanan diseluruh bagian. Pasien dapat memperoleh
penataksanaan gawat darurat seca komprehensif dan cepat, sehingga tercipta
peningkatan kesehatan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan.
3.5.2 Mengurangi Beban Kerja Perawat
Dua faktor utama yang berkorelasi dengan bervariasinya rasio kematian itu
adalah beratnya beban kerja perawat dan tingkat pendidikan perawat. Dengan
memberikan beban kerja yang sesuai dengan kapasiitas tenaga perawat per
shif, dapat menurunkan angka keparahan penyakit pasien dan dapat
meningkatkan kualitas kerja perawat sehinnga tidak terjadi penurunan taraf
kualitas SDM rumah sakit. Kepuasan tenaga kerja dalam melakukan perawatan
pasien merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung tujuan
utama pelayanan kesehatan.


3.5.3 Minimalisir Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
Penanganan kondisi kegawatan yang dilakukan secara cepat (mempunyai
respon time yang baik) dapat mengurangi kerugian pembiayaan pasien akibat
jam perawatan yang bertambah. Selain itu resiko masalah administrasi pasien
menengah kebawah juga dapat dihindari lebih dini.
























BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
Di Rs dr. Iskak tulungagung sebagian besar telah diterapkan metode
pengendalian overcrowding di IGD, namun demikian presentasi BOR masih melebihi
kapasitas maksimal ruangan, sehingga penerapan metode pengendalian overcrowding
di IGD belum diterapkan secara mkasimal. Oleh karena itu diharapkan pihak rumah
sakit dapat mengidentifikasi ulang faktor-faktor yang menyebabkan kepadatan di IGD,
dan dapat menerapkan beberapa rekomendasi metode pengendalian overcrowding
yang terbukti berhasil diadaptasi oleh beberapa unit gawat darurat di amerika.

4.2 SARAN
Penelitian selanjutnya diharapkan meneliti tentang hambatan penerapan
manajemen dalam melaksanakan inisiatif crowding dan bagaimana mereka
mempengaruhi hasil seperti keselamatan pasien, ED LOS, dan pasien / kepuasan
provider. Namun, sampai ada adopsi solusi crowding high impact, ED crowding akan
terus membebani rumah sakit.

Das könnte Ihnen auch gefallen