Sie sind auf Seite 1von 11

1) Makalah merupakan bagian dari Tesis, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP- ITS

2) Mahasiswa Program Pasca Sarjana pada Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS


3) Pembimbing
KAJIAN PENGOLAHAN AIR GAMBUT MENJADI AIR BERSIH
DENGAN KOMBINASI PROSES UPFLOW ANAEROBIC FILTER
DAN SLOW SAND FILTER
1)
(Humic WaterTreatment by Combination of Upflow Anaerobic Filter
and Slow Sand Filter )
Iva Rustanti Eri
2)
, Wahyono Hadi
3)
Email: ivarust.eri@gmail.com
ABSTRAK
Air gambut adalah satu sumber air permukaan banyak dijumpai di Kalimanta,
berwarna coklat tua sampai kehitaman (124 - 850 PtCo), berkadar organik tinggi (138
1560 mg/lt KmnO
4
), dan bersifat asam (pH 3,7 5,3). Kondisi air tersebut
menunjukkan bahwa air gambut masih memerlukan pengolahan khusus terlebih dahulu
sebelum dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan domestik. Salah satu
alternatif pengolahan untuk menurunkan warna dalam air adalah anaerobik biofilter dan
Slow Sand Filter (SSF).
Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian penggunaan Upflow Anerobic
Filter (UAF) dan Slow Sand Filter (SSF) dalam menurunkan warna air gambut.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan air gambut yang diambil dari Propinsi
Kalbar. Reaktor yang dipakai adalah rangkaian reaktor kombinasi UAF dan SSF.
Variabel penelitian adalah variasi pada media filter reaktor anaerobik (yaitu
menggunakan kerikil, PVC dan botol bekas yakult), dan variasi kecepatan filtrasi pada
SSF (0.15, 0.3, dan 0.45 m
3
/m
2
.jam).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi UAF bermedia kerikil
dengan SSF kecepatan filtrasi 0,15 m
3
/m
2
.jam memiliki efisiensi tertinggi dalam
menurunkan warna air gambut yang semula memiliki konsentrasi 804 Pt.Co menjadi
konsentrasi 11 Pt.Co. Kondisi air olahan UAF dan SSF masih belum memenuhi
persyaratan sebagai air bersih sesuai PERMENKES No.416/ MENKES /PER/IX/1990.
Kata kunci : Upflow Anaerobic Filter, Slow Sand Filter, air gambut
ABSTRACT
The object of this research is to study the potensial use the combination of Upflow
Anaerobic Filter and Slow Sand Filter to treat colour of the humic water. This research
was conducted by using humic water taken from the West Kalimantan Province.
Reactor used was a reactor series of UAF and SSF. Research variable in UAF is
variation of the filter media anaerobic (ie using gravel, PVC and Yakult bottles), and
variabel in SSF is variation of filtration rate (0.15 m3/m2.hour; 0.3 m3/m2.hour; and
0.45 m3/m2.hour).
These results indicate that UAF gravel media combination with SSF filtration rate 0.15
m3/m2.hour has the highest efficiency in reducing the color of the original humic water
which has a concentration 804 Pt.Co to 11 Pt.Co. Combination UAF and SSF processed
water conditions still not meet the requirements as clean water suitable PERMENKES
No.416 / MENKES /PER/IX/1990.
2
PENDAHULUAN
Penduduk pedesaan yang tinggal di daerah rawa dan daerah pasang surut seperti
di Kalimantan umumnya menghadapi kesulitan dalam memperoleh air bersih terutama
pada musim kemarau. Salah satu sumber air permukaan yang ada di Kalimantan
khususnya di Propinsi Kalimantan Barat adalah air gambut yaitu air permukaan yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah gambut dibawahnya. Data hasil uji kualitas air
gambut yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat selama tahun
2008, menunjukkan bahwa air gambut di Kalimantan Barat memiliki kekeruhan rendah,
berwarna coklat tua sampai kehitaman (124 - 850 unit PtCo), kadar organik tinggi (138
1560 mg/lt KMnO
4
), dan bersifat asam (pH 3,7 5,3). Data tersebut menunjukkan
bahwa sebelum dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber air untuk keperluan
domestik, air gambut masih memerlukan pengolahan khusus terlebih dahulu.
Zat organik pada air gambut didominasi oleh senyawa humat yang bersifat sulit
dirombak oleh mikroorganisme atau bersifat nonbiodegradable (Zouboulis, 2004).
Namun demikian upaya untuk merombak senyawa humat dan fulvat ini terus
dikembangkan. Salah satu metode potensial adalah pengolahan secara biologi, dengan
menggunakan bakteri yang dikultivasi baik dari tanah gambut maupun air gambut itu
sendiri.
Pengolahan air secara biologi pada dasarnya dapat dilakukan menggunakan
proses pertumbuhan tersuspensi dan proses pertumbuhan terlekat. Pada proses
pertumbuhan terlekat, mikroba dilekatkan pada media pendukung membentuk lapisan
tipis yang disebut biofilm. Penggunaan biofilm mikroba telah banyak digunakan untuk
pengolahan limbah cair. Namun, belum banyak dikembangkan pada pengolahan air
bersih. Upflow Anaerobic Filter adalah salah satu teknologi pengolahan air secara
biologi dengan memanfaatkan biofilm bakteri dalam mekanisme peruraian zat organik,
sedangkan Slow Sand Filter (SSF) merupakan teknologi pengolahan air yang sangat
sederhana, yang memanfaatkan biofilm yang terbentuk pada media pasir. Hariyani
(2005) menerangkan bahwa biofilm yang terbentuk pada SSF mampu menurunkan
bakteri, zat organik, padatan tersuspensi dan warna yang ada pada air baku lebih dari
60%.
Berdasarkan beberapa hal diatas, maka penelitian ini bertujuan mengkaji
pemanfaatan Upflow Anaerobic Filter (UAF) dan Slow Sand Filter (SSF) dalam
menurunkan warna air gambut sehingga memenuhi persyaratan PERMENKES No.416/
MENKES /PER/IX/1990 dengan memanfaatkan bakteri lokal air gambut.
DASAR TEORI
Air gambut adalah air permukaan atau air tanah yang banyak terdapat di daerah
pasang surut, berawa dan dataran rendah, berwarna merah kecoklatan, berasa asam
(tingkat keasaman tinggi), dan memiliki kandungan organik tinggi. Gambut sendiri
didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk dari dekomposisi tidak sempurna
dari tumbuhan daerah basah dan dalam kondisi sangat lembab serta kekurangan
oksigen. Air gambut secara umum tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang
distandardkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui PERMENKES No.416/
MENKES /PER/IX/1990.
Kandungan organik pada air gambut didominasi oleh senyawa humat yang
memiliki ikatan aromatik kompleks yang memiliki gugus fungsional seperti COOH, -
OH fenolat maupun OH alkohol dan bersifat nonbiodegradable. Sifat ini juga
menyebabkan sebagian besar organik pada air gambut sulit terurai secara alamiah.
Kandungan organik pada air berpotensi membentuk senyawa karsinogenik antara lain
3
THM (Trihalomethane) pada proses desinfeksi dengan khlor. Asam humat yang
memiliki berat molekul 2000 100.000 dalton memiliki potensi untuk membentuk
organoklorin seperti THM dan HAA (haloacetic acid) relatif lebih besar daripada
senyawa non humus (Zouboulis, 2004).
Usaha untuk mereduksi senyawa humat dalam air gambut dilakukan dengan
berbagai metoda baik secara fisik, kimia maupun biologi. Penelitian yang dilakukan
oleh Lema (2008) terhadap viabilitas isolat bakteri selulolitik pada humus menunjukkan
bahwa aktifitas selulase isolat bakteri selulotik dapat menggunakan selulosa yang ada
pada senyawa humat sebagai sumber karbon.
Perombakan asam humat pada kondisi anaerob akan menghasilkan produk-
produk intermediate seperti amina aromatik yang mengganggu pertumbuhan bakteri.
Pengaruh toksisitas amina aromatik lebih tinggi pada sistem pertumbuhan tersuspensi
dibandingkan sistem pertumbuhan terlekat (Prakash et al, 2003). Sehingga teknologi
Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter yang menggunakan bakteri dengan
pertumbuhan terlekat diharapkan mampu merombak asam humat yang bersifat non
degradatif.
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan isolasi dan identifiksi bakteri dilakukan Lab. Mikrobiologi Universitas
Airlangga Surabaya. Kegiatan analisa media dan analisa ayakan dilakukan di
Laboratorium mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS. Sedangkan kegiatan
pengolahan air gambut dilakukan di Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Kesehatan Dep.Kes Surabaya. Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan selama 8 bulan,
mulai Mei sampai Desember 2009.
Bahan Penelitian
Bahan yang penting dalam penelitian ini adalah, 1) air gambut yang berasal dari
Pontianak Kalimantan Barat, dengan waktu pengambilan mulai bulan Mei Oktober
2009, 2) media cair untuk biakan bakteri, dengan komposisi mengikuti metode yang
dilakukan Khehra et al (2006) yaitu dalam satu liter media cair terdiri dari (NH
4
)
2
SO
4
(1,0 g), KH
2
PO
4
(1,0 g), Na
2
HPO
4
(3,6 g), MgSO
4
.7H
2
O (1,0 g), Fe(NH
4
)sitrat (0,01 g),
CaCl
2
.2H
2
O (0,1 g), 0,05% yeast extract dan 10 ml larutan trace element. Satu liter
trace element terdiri dari ZnSO
4
.7H
2
O 910,0 mg), MnCl
2
.4H
2
O (3,0 mg), CoCl
2
.6H
2
O
(1,0 mg), NiCl
2
.6H
2
O (2,0 mg), Na
2
MoO
4
.2H
2
O (3,0 mg), H
3
BO
3
(3,0 mg),
CuCl
2
.2H
2
O (1,0 mg).
Pemeriksaan Kualitas Air Gambut
Pemeriksaan kualitas air gambut meliputi parameter pH, zat organik yang diukur
dengan nilai bilangan permanganat (PV), warna, analisa karbon total. Seluruh metode
pemeriksaan parameter sesuai dengan Standard Method for Examination of Water and
Wastewater (1998).
Seleksi dan Identifikasi Bakteri Lokal Air Gambut
Seleksi dan identifikasi bakteri anaerob yang terdapat pada air gambut dilakukan
di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Airlangga. Hasil seleksi dan
identifikasi diperoleh bakteri anaerob yang dominan adalah Clostridium sp, sedangkan
bakteri fakultatif anaerob yang dominan yaitu Bacillus sp. Identifikasi bakteri anaerob
air gambut dilakukan dengan cara mencocokkan hasil uji morfologi dan uji aktivitas
biokimia yang terdapat pada Bergeys Manual of Determinative Bacteriology.
4
Pengujian Kondisi Lingkungan yang Optimum Bagi Perkembangan Bakteri
Pengujian kondisi lingkungan yang paling sesuai untuk perkembangan bakteri
dilakukan dengan mencari pH optimum (Sastrawidana, 2008). Indikator pH yang sesuai
untuk perkembangan bakteri anaerob dan fakultatif akan terukur dengan semakin
rendahnya konsentrasi warna sampel. Pengujian pengaruh pH dilakukan terhadap
bakteri Clostridium sp, Bacillus sp, dan konsorsium kedua bakteri tersebut.
Untuk setiap bakteri dibutuhkan 3 buah tabung ulir ukuran 10 ml, dan ke dalam
tabung- tabung ulir tersebut berturut-turut diisi 5 ml sampel air gambut (steril) yang
telah terukur konsentrasi warnanya. Berturut-turut ditambahkan pula 5 ml media biakan
bakteri yang telah berisi 2 g/L glukosa steril, kemudian diatur pada pH 6. Selanjutnya ke
dalam tabung ulir ditambahkan 1 ml suspensi bakteri dan media cair hingga mencapai
volume 10 mL dan ditutup rapat. Campuran diinkubasi pada suhu 30
o
C selama 5 hari,
selanjutnya dipipet 10 ml untuk disentrifugasi pada 2.790 x g selama 30 menit untuk
menghilangkan padatan tersuspensi yang ada. Penurunan konsentrasi warna air gambut
diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis 1601. Pengujian mengacu pada metode
2120 untuk perbandingan visual warna pada Standard Methods for Examination of
Water and Wastewater (1998). Dengan cara yang sama dilakukan pada pH 5,7, 8, 9.
Amobilisasi Konsorsium Bakteri pada Media Filter Upflow Anaerobic Filter
(UAF)
Media Filter yang digunakan sebagai media pengamobil adalah kerikil ukuran 1
inch (2,54 cm), PVC ukuran 2,5 x 2 cm dan botol plastik bekas yakult. Media filter
dicuci dengan akuades sebanyak 3 kali, dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C
selama 1 jam dan selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121
o
C
selama 15 menit. Ke dalam 3 buah reaktor anaerob masing-masing diisi dengan media
filter yang akan digunakan sebagai media tempat pelekatan bakteri. Bakteri yang
diamobilkan pada masing-masing reaktor adalah konsorsium bakteri anaerobik dan
fakultatif hasil isolasi dari air gambut. Amobilisasi bakteri pada media filter mengikuti
metode yang dilakukan Sastrawidana (2009), yaitu 100 ml kultur bakteri ditumbuhkan
dalam reaktor anaerob selanjutnya ditambahkan media tumbuh dan disirkulasi selama
14 hari. Setelah 14 hari cairan dalam reaktor UAF dialirkan ke luar melalui kran untuk
mengeluarkan bakteri yang tidak terikat pada media.
Setelah proses amobilisasi selesai (setelah 14 hari), dilakukan pengukuran
jumlah koloni bakteri yang melekat pada masing masing media filter UAF.
Pengukuran ini bertujuan untuk melihat apakah jumlah koloni bakteri yang melekat
pada media tersebut sudah memadai untuk digunakan dalam pengolahan air gambut.
Metode yang dipakai adalah Total Plate Count (TPC). Pelepasan sel terlekat dan
perhitungan TPC dilakukan di laboratorium mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas
Airlangga Surabaya.
Reaktor Upflow Anaerobic Filter (UAF) dan Slow Sand Filter (SSF)
Penelitian ini menguji 3 (tiga) variasi media filter UAF dan 3 (tiga) variasi
kecepatan filtrasi SSF. Reaktor UAF dan SSF dirangkai secara seri dan dioperasikan
secara kontinyu. Gambar aliran (flowsheet) proses pengolahan air gambut seperti
terlihat pada Gambar 1
5
Gambar 1. Flowsheet Pengolahan Air Gambut
Rangkaian reaktor UAF dan SSF seperti terlihat pada Gambar 2.
R
A
N
G
K
A
P
E
N
Y
A
N
G
G
A
Gambar 2. Rangkaian Reaktor UAF dan SSF
Reaktor UAF dibuat dari pipa PVC dengan tinggi 110 cm, berdiameter 12 inch.
Variasi media filter yang dipakai adalah 1) kerikil dengan ukuran 1 inch (2,54 cm), 2).
PVC dengan ukuran 2,5 x 2 cm dan 3). botol plastik bekas yakult. Tinggi lapisan media
6
filter adalah 80 cm. Beban hidrolik UAF sebesar 3,0 m
3
/m
2
hari, dengan debit air
gambut 10 lt/jam.
Reaktor SSF menggunakan single media yaitu pasir. SSF terbuat dari pipa PVC
dengan tinggi 1,2 m. Variasi kecepatan filtrasi adalah 0,15 m
3
/m
2
.jam, 0,3 m
3
/m
2
.jam,
dan 0,45 m
3
/m
2
.jam dengan arah aliran down flow. Pasir yang dipakai mempunyai
ukuran efektif (ES) sebesar 0,25 0,6 mm (30 60 mesh), sedangkan media penyangga
kerikil berukuran 1 2 mm. Dimensi SSF untuk masing-masing variasi kecepatan
filtrasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Dimensi SSF untuk masing-masing variasi kecepatan filtrasi
Filtration Rate Diameter Filter Ketebalan media Freeboard
Pasir Kerikil
0,15 m
3
/m
2
.jam 12 inch 70 cm 10 cm 20 cm
0,30 m
3
/m
2
.jam 8 inch 70 cm 10 cm 20 cm
0,45 m
3
/m
2
.jam 6 inch 70 cm 10 cm 20 cm
Sebelum reaktor SSF dioperasikan, pasir yang dipakai terlebih dahulu dilakukan
pengkondisian awal (ripening) atau proses pembentukan biofilm (schmutzdecke) di
permukaan pasir. Proses yang dilakukan sama seperti proses amobilisasi media filter di
reaktor UAF.
Titik Lokasi Sampling dan Jumlah Sampel
Titik pengambilan sampel UAF berada di reservoir dan efluen filter, secara grab
1 kali sehari selama 14 hari. Jumlah sampel: 3 media x 1 x 14 hari = 42 sampel.
Sedangkan pada SSF, sampel diambil dari efluen filter secara grab sehari sekali selama
10 hari. Jumlah sampel 3 media x 3 filtration rate x 10 hari = 90 sampel. Setiap sampel
dianalisa parameter warna.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa untuk mengetahui apakah ada penurunan yang
signifikan pada parameter warna, sebelum dan setelah pengolahan dengan UAF variasi
media dan SSF variasi kecepatan filtrasi. Data kualitas air baku dan produk olahan
dibandingkan dengan standar air bersih sesuai dengan PERMENKESNo.416/MENKES
/PER/IX/1990.
HASIL DAN DISKUSI
Analisa Air Baku
Hasil analisa kualitas air gambut sebagai air baku untuk parameter kekeruhan
sebesar 60 NTU, konsentrasi warna 804 Pt.Co, pH 4,8, zat organik yang diukur dengan
nilai permanganat (PV) 246,8 mg/lt, BOD 125 mg/lt, COD 192 mg/lt.
Kondisi pH Optimum Bagi Perkembangan Bakteri
Konsentrasi warna air gambut identik dengan kandungan zat organik yang ada
terkandung di dalam air gambut tersebut. Proses perombakan zat organik air gambut
akan berpengaruh pada intensitas warna sehingga efisiensi penurunan warna air gambut
sebanding dengan efisiensi perombakan zat organik. Efisiensi kemampuan bakteri
Clostridium sp, Bacillus sp dan konsorsium Clostridium sp, Bacillus sp dalam
merombak zat organik selama 5 hari inkubasi pada pH yang berbeda-beda (pH 5 9)
disajikan pada Gambar 3. Kondisi pH yang sesuai bagi perkembangan bakteri anaerobik
akan terukur dengan semakin rendahnya konsentrasi warna sampel.
7
Gambar 3. Efisiensi Penurunan Warna pada Kondisi Anaerob
pada Variasi pH selama 5 hari inkubasi
Gambar 3. menunjukkan bahwa efisiensi penurunan warna dipengaruhi pH lingkungan.
Efisiensi perombakan warna meningkat pada pH 5 - 7, kemudian cenderung stabil pada
pH 7 8, dan menurun pada pH 9. Kondisi pH optimum proses perombakan warna (650
Pt.Co) selama inkubasi 5 hari pada kisaran pH 7 8 dengan efisiensi berkisar 90 93
%. Perbedaan efisiensi perombakan warna pada variasi pH disebabkan oleh perubahan
aktivitas pertumbuhan bakteri. Beberapa bakteri dapat tumbuh dan beraktivitas baik
pada lingkungan asam dan beberapa bakteri juga tumbuh baik pada lingkungan basa.
Namun kebanyakan bakteri hidup dan beraktivitas baik pada kondisi pH netral
(Cutright, 2001). Aktivitas pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh aktivitas enzim
bakteri itu sendiri, karena pada sistem biologi sebagian besar enzim merupakan protein
yang mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif dan negatif. Aktivitas enzim akan
optimum jika terjadi kesetimbangan antar kedua muatan tersebut. Bila proses
perombakan berlangsung pada pH yang tidak optimum, maka aktivitas enzim akan
menurun akibat dari ionisasi gugus-gugus pada sisi aktif enzim. Pada kondisi asam (pH
rendah), enzim lebih bermuatan positif sedangkan pada kondisi basa (pH tinggi) maka
enzim lebih bermuatan negatif.
Amobilisasi Media Filter UAF
Bakteri yang digunakan dalam Upflow Anaerobic Filter adalah konsorsium
bakteri Clostridium sp, dan Bacillus sp, karena gabungan kedua bakteri ini
menghasilkan efisiensi perombakan warna yang cukup tinggi dibandingkan jika kedua
bakteri tersebut digunakan dalam bentuk kultur tunggal, seperti terlihat pada Gambar 3.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dalam keadaan substrat yang mencukupi,
hubungan antar bakteri pada sistem konsorsium tidak saling mengganggu, tetapi saling
bersinergi sehingga menghasilkan efisiensi perombakan yang lebih tinggi (Prakash et al,
2003).
Hasil proses amobilisasi pada 3 (tiga) jenis media filter UAF, yaitu kerikil, PVC
dan botol plastik bekas yakult sebagai tempat tumbuh bakteri konsorsium Clostridium
sp dan Bacillus sp, menunjukkan penampakan pada struktur permukaan media semakin
tertutup dan terasa licin. Hasil pengukuran Total Plate Count (TPC) pada masing-
masing media diperoleh jumlah koloni bakteri pada media kerikil sebesar 128 x 10
12
cfu/mg, pada PVC 88 x 10
11
cfu/mg, sedangkan pada botol plastik bekas yakult sebesar
103 x 10
9
cfu/mg. Jumlah koloni pada media kerikil paling besar dibanding kedua jenis
media yang lain karena kerikil mempunyai banyak rongga yang mempermudah
pelekatan bakteri, memperkokoh biofilm dan melindungi mikroba dari abrasi akibat
aliran air. Jumlah koloni bakteri di media PVC lebih banyak dibandingkan botol bekas
yakult, karena media PVC yang dipakai terlebih dahulu diberi guratan-guratan sebagai
86
88
90
92
94
5 6 7 8 9
E
f
i
s
i
e
n
s
i

P
e
n
u
r
u
n
a
n

W
a
r
n
a

(
%
)

pH
Clostridium sp
Bacillus sp.
Konsorsium
8
tempat pelekatan bakteri. Dari hasil pemeriksaan jumlah koloni bakteri diatas terlihat
bahwa jumlah koloni bakteri yang terdapat pada media sudah memadai untuk digunakan
dalam pengolahan air gambut secara anaerob, karena menurut Cutright (2001), jumlah
populasi bakteri minimum yang dianggap memadai untuk digunakan dalam pengolahan
secara anaerob adalah 10
8
cfu/mg.
Analisa Hasil Pengolahan Upflow Anaerobic Filter
Efisiensi pengolahan reaktor UAF yang dioperasikan secara kontinyu dengan
beban hidrolik filter 3,0 m
3
/m
2
hari (debit air gambut 10 lt/jam) dalam menurunkan
konsentrasi warna air gambut disajikan pada gambar berikut.
Gambar 4. Efisiensi Penurunan Warna
Gambar 4 memperlihatkan bahwa parameter warna pada semua efluen UAF baik
yang bermedia kerikil, PVC maupun botol plastik masih sangat tinggi jika dibandingkan
dengan nilai baku mutu warna yang dipersyaratkan oleh PERMENKES No. 416 /
MENKES /PER/IX/1990 yaitu tidak berwarna. Sisa warna pada efluen UAF bermedia
kerikil sebesar 60 95 Pt.Co (removal 86,8 92,7%), untuk media PVC sisa warna
sebesar 108 144 Pt.Co (removal 81 85,1%), sedangkan sisa konsentrasi warna pada
efluen UAF bermedia botol yakult bekas sebesar 167 - 247 mg/lt (removal 68,9 73,7
%).
Masih tingginya konsentrasi warna pada efluen UAF menunjukkan bahwa
perombakan zat organik penyebab warna tidak berlangsung sempurna. Hal ini karena
pada kondisi anaerob bakteri hanya mampu merombak molekul zat organik air gambut,
yaitu molekul asam humat yang berukuran besar menjadi molekul yang lebih sederhana.
Struktur benzena yang ada pada asam humat belum dapat dipecah secara sempurna, hal
ini terlihat pada konsentrasi sisa warna terukur pada efluen UAF masih cukup tinggi.
Gambar 4 juga menunjukkan bahwa media kerikil memiliki efisiensi penurunan warna
lebih besar dibanding media PVC dan media botol bekas yakult. Hal ini sesuai dengan
jumlah koloni bakteri yang melekat pada media kerikil lebih banyak dibandingkan pada
dua media yang lain, sehingga pada media kerikil proses perombakan zat organik terjadi
lebih efektif. Media kerikil juga memiliki banyak rongga sehingga mempunyai luas
permukaan lebih besar dalam mengadsorpsi zat organik. Rongga ini tidak dimiliki oleh
kedua media yang lain, sehingga kemampuan adsorpsinya sangat rendah.
Analisa Hasil Pengolahan Slow Sand Filter
Hasil pengukuran efisiensi Slow Sand Filter (SSF) dalam menurunkan
konsentrasi warna air gambut disajikan pada gambar berikut
0
20
40
60
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
%

P
e
n
u
r
u
n
a
n

W
a
r
n
a

(
P
t
.
C
o
)
Hari Ke
Media Kerikil
Media PVC
Media Botol Yakult
9
Gambar 5. Efisiensi Penurunan Warna pada Kec. Filtasi 0,15 m
3
/m
2
jam
Gambar 6. Efisiensi Penurunan Warna pada Kec. Filtasi 0,3 m
3
/m
2
jam
Gambar 7. Efisiensi Penurunan Warna pada Kec. Filtasi 0,45 m
3
/m
2
jam
Gambar 5 - 7 diatas menunjukkan bahwa prosentase efisiensi penurunan warna sudah
cukup tinggi sejak hari pertama pengambilan sampel. Kondisi ini terjadi karena media
pasir yang dipakai dalam SSF telah mengalami masa repening selama 14 hari sehingga
mekanisme biologi telah terbentuk dengan stabil. Kecepatan filtrasi juga berpengaruh
pada efisiensi penurunan warna. SSF dengan kecepatan filtrasi 0,15 m
3
/m
2
.jam
menghasilkan prosentase penurunan warna lebih besar dibanding variasi kecepatan yang lain.
Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah kecepatan aliran yang lebih kecil akan
memungkinkan kontak yang lebih lama sehingga reduksi oleh mikroorganisme akan
lebih besar. Selain waktu kontak, aliran kecil akan menyebabkan zat organik yang
terdeposit pada media filter akan lebih banyak dan menjadi makanan bagi
mikroorganisme yang tumbuh pada filter.
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E
f
i
s
i
e
n
s
i


P
e
n
u
r
u
n
a
n

W
a
r
n
a

(
%
)

Hari Ke Kerikil PVC Botol
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E
f
i
s
i
e
n
s
i

P
e
n
u
r
u
n
a
n

w
a
r
n
a

(
%
)
Hari ke Kerikil PVC Botol
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E
f
i
s
i
e
n
s
i

p
e
n
u
r
u
n
a
n

W
a
r
n
a

(
%
)
Hari ke Kerikil PVC Botol
10
Kemampuan Pengolahan Gabungan UAF dan SSF dalam Penurunan Warna
Gambar 8. Efisiensi Penurunan Warna pada Setiap Variasi UAF dan SSF
Gambar 8 memperlihatkan bahwa kombinasi UAF bermedia kerikil dengan SSF 0,15
m
3
/m
2
.jam mempunyai efisiensi terbesar dalam menurunkan konsentrasi warna air
gambut yaitu 11 mg/lt (86%). Meskipun kondisi ini belum memenuhi persyaratan sesuai
PERMENKES No.416/ MENKES /PER/IX/1990 yaitu tidak berwarna. Hasil penelitian
ini juga menunjukkan walaupun efisiensi penurunan warna pada semua kombinasi
memiliki kecenderungan menurun, namun kondisi reaktor UAF dan SSF masih belum
mencapai titik breakthrough. Karena belum terlihat indikasi terjadinya breakthrough
yaitu kualitas efluen sama atau lebih buruk dari influen (Hariyani, 2005). Penurunan
efisiensi dikarenakan tidak ditambahkannya nutrien trace element pada air gambut yang
akan diolah, serta sulit menjaga ratio C/N/P tetap pada kondisi 100:5:1, mengingat
penelitian ini menggunakan proses kontinyu. Nutrien trace element hanya diberikan
pada saat pengkondisian reaktor UAF dan SSF dengan tujuan untuk mempercepat
pertumbuhan bakteri sehingga pembentukan biofilm dapat sempurna.
KESIMPULAN
1. Faktor lingkungan (pH) yang mempengaruhi efisiensi pembentukan biofilm pada
media Upflow Anaerobic Filter adalah 7 8.
2. Konsorsium bakteri Bacillus sp dan Clostridium sp lebih efektif untuk dipakai dalam
proses perombakan warna dibandingkan dengan kultur tunggal. Efisiensi perombakan
sebesar 95,8 96,0% dengan inkubasi 5 hari pada pH 7 8.
3. Reaktor UAF bermedia kerikil, PVC dan botol plastik bekas yakult mampu dalam
menurunkan warna air gambut, dengan rata rata prosentase penurunan berturut-
turut sebesar 89,3%, 82,3% dan 71,6%.
4. SSF dengan variasi kecepatan fitrasi 0,15 m
3
/m
2
.jam; 0,3 m
3
/m
2
.jam dan 0,45
m
3
/m
2
.jam mampu menurunkan konsentrasi warna pada air gambut, dengan rata
rata prosentase penurunan bertutut-turut sebesar 83%, 74% dan 69%
5. Kombinasi UAF dan SSF yang paling efisien dalam menurunkan warna, adalah
UAF bermedia kerikil dan SSF dengan kecepatan filtrasi 0,15 m
3
/m
2
.jam, dengan
efisiensi penurunan parameter warna 98.
6. SSF cukup efektif dalam menyempurnakan kualitas efluen UAF karena SSF
sudah mengalami pengkondisian awal.
7. Kualitas warna pada air hasil olahan kombinasi UAF dan SSF belum memenuhi
syarat warna pada air bersih sesuai PERMENKES No.416/MENKES/
PER/IX/1990.
86
83
80
84
71
67
78
68
61
11 14 16 21
37
41 42
64
77
0
20
40
60
80
100
P
e
n
u
r
u
n
a
n

W
a
r
n
a

%
mg/lt
11
DAFTAR PUSTAKA
Hariyani,V.D., 2005, Pengolahan Lanjutan Terhadap Efluen Instalasi Pengolahan
Lindi LPA Benowo Menggunakan Slow Sand Filter dan Filter Adsorpsi, Tugas
Akhir S1 Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS
Lema,A.T., 2008, Viabilitas Isolat-Isolat Bakteri Selulolitik Pada Bahan Pembawa
Gambut, Tugas Akhir S1 Departemen Biologi FMIPA IPB.
Prakash,B., B.M. Veeregowda, G. Krishnappa, 2003, Biofilms: A Survival Strategy of
Bacteria [Review], Current Sci. 85(9), 1299-1307.
Sastrawidana,I.D.K., 2008, Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan Biofilm
Konsorsium Bakteri Pada Reaktor Dengan Sistem Anaerobik-Aerobik, Disertasi
Program Studi Pengelolaan Sumbedaya Alam dan Lingkungan IPB
Zouboulis, A.I., Chai, X.L., dan Katsoyiannis,I.A., 2004, The Application of
Bioflocculant for The Removal of Humic Acids rom Stabilized Landfill Leachates,
Environmental Management Journal 70, 35-41

Das könnte Ihnen auch gefallen