Sie sind auf Seite 1von 36

JUDUL: PELANGGARAN ETIKA PROFESI KPMG SIDHARTA SIDHARTA & HARSONO

(PENYUAPAN OKNUM PAJAK)



NAMA: EGA HARDIANTO

NIM: C4C013039

KASUS:

September, 2001 Securities Exchange Commision (SEC) mengumumkan bahwa
KPMG-Sidharta Sidharta & Harsono (KPMG-SSH) terbukti menyuap aparat pajak di
Indonesia sebesar US$75 ribu untuk kepentingan kliennya, PT. Eastman Christensen
(PT.EC). PT.EC sendiri merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnnya dimiliki
oleh Baker Hughes Incorporated (BHI), perusahaan tambang yang bermarkas di
Texas, Amerika Serikat (AS). Penyuapan yang berasal dari perintah oknum di BHI
kepada KPMG-SSH melibatkan jumlah yang sangat signifikan. Penyogokan ini untuk
mempengaruhi si pejabat kantor pajak di Jakarta agar "memangkas" jumlah
kewajiban pajak PT. EC, dari US$3,2 juta menjadi US$270 ribu. Guna menyamarkan
pengeluaran ini, KPMG-SSH menerbitkan invoice ke PT. EC atas imbal jasa sebesar
US$143 ribu, dimana uang suap sebesar US$75 ribu sudah termasuk didalamnya.
Alhasil, negara dirugikan sebesar hampir US$3 juta.
Penasihat anti suap BHI di Texas rupanya khawatir akan dampak resiko yang lebih
besar dari kasus ini, maka dengan sukarela, BHI melaporkan tindakan ini serta
memecat oknum pejabat eksekutifnya yang terlibat. SEC menjerat kasus ini dengan
Undang Undang anti korupsi bagi perusahaan AS yang berada di luar negeri
(Foreign Corrupt Practice Art). DI Pengadilan Boston, pihak KPMG-SHH dan Baker
tidak mengakui maupun menolak tuduhan yang diajukan SEC dan Departemen
Kehakiman AS. Menurut rilis SEC, penyelesaian dengan pola seperti yang dilakukan
KPMG-SSH dan Baker berdampak pada bebasnya kedua tergugat itu dari sanksi
pidana ataupun denda. Menurut KPMG-SSH, upaya hukum yang dilakukan lawyer-
nya di AS merupakan sesuatu yang lazim dipraktekkan di AS. Akibat hukum dari
perdamaian itu sendiri adalah bahwa KPMG-SSH dilarang untuk melakukan
pelanggaran, memberikan bantuan dan advis yang berakibat pelanggaran terhadap
pasal-pasal anti penyuapan dalam FCPA. Sekaligus, keduanya juga dilarang untuk
melanggar pasal-pasal tentang pembukuan dan laporan internal perusahaan
berdasarkan Securities Exchange Act tahun 1934.

Dari kasus ini, KPMG-SSH telah melanggar 4 prinsip etika profesi, yaitu:

1. Integritas: Menyuap oknum pegawai pajak untuk kepentingan klien.
2. Objektifitas: Lebih mementingkan klien dengan mengorbankan negara
(penerimaan negara hilang sebesar hampir US$3 juta) .
3. Kompetensi, Kecermatan dan Kehati hatian Profesional: Tidak
mempertimbangkan resiko akibat perbuatannya menyuap oknum pegawai pajak
4. Prilaku Profesional: Tindakan ini telah mencoreng dan mendeskreditkan profesi
akuntan
SUMBER:

1. http://underground-paper.blogspot.com/2013/06/studi-kasus-pelanggaran-etika-
bisnis.html
2. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3732/font-size1-
colorff0000bskandal-penyuapan-pajakbfontbr-kantor-akuntan-kpmg-indonesia-
digugat-di-as
3. http://www.sec.gov/litigation/litreleases/lr17127.htm
http://apbusinessethic.blogspot.com/2014/03/tugas-1-kelas-b-ppak-2014-
kasus.html
KPMG Terlibat Upaya Manipulasi Pajak

September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta &
Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini
terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu.
Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional
KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut
drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu.
Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah
anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih
besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat
eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange
Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act,
undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri.
Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan
distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya
diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
PEMBAHASAN
Dari kasus-kasus yang dipaparkan di atas jelas bahwa
independensi masih merupakan issue yang besar. Auditor Indonesia
memiliki norma akuntan yang menjadi patokan resmi dalam
berpraktek yaitu SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) yang disusun
oleh IAI. Di antara standar itu pertama, auditor harus memiliki
keahlian teknis, independen dalam sikap mental serta kemahiran
profesional dengan cermat dan seksama. Kedua, auditor juga wajib
menemukan ketidakberesan, kecurangan, manipulasi dalam suatu
pengauditan.
Hal yang paling ditekankan dalam SPAP adalah betapa
esensialnya kepentingan publik yang harus dilindungi sifat
independensi dan kejujuran seorang auditor dalam berprofesi.
Namun, tidak dapat diketahui dimana fungsi dan etika pengauditan
yang secara teknik dapat mendeteksi jika ada penyelewengan pada
sistem pemerintahan baik untuk penyusunan anggaran maupun
aktivitas keuangan lainnya. Publik seakan dikelabui dengan berbagai
informasi dari hasil audit yang selalu wajar-wajar saja.
Penyelewengan tidak menjadi halangan untuk tetap dianggap suatu
kewajaran bagi auditor dengan jaminan sejumlah upeti dari pasien
yang bersangkutan. Tanpa mengacu pada kode etik maka hal
tersebut bukan merupakan sebuah malpraktek bagi auditor.
Melirik kode etik di dalam SPAP 1994: 210.1, lebih
menekankan sikap independen bagi auditor publik (ekstern) yang
memeriksa apakah suatu laporan keuangan badan usaha komersial
disusun berdasarkan Standar Akuntansi Indonesia dalam suatu audit
yang bersifat umum. Dalam pengauditan laporan keuangan usaha
komersial auditor diharuskan bebas dari intervensi manajemen,
pemilik, kreditur atas suatu entitas usaha dalam menentukan opini
auditor. Dia harus mewakili kepentingan publik (pemilik saham dan
lain-lain) secara seimbang dalam menilai kewajaran suatu laporan.
Sikap independensi penting untuk menopang profesionalisme auditor
dalam suatu penugasan khusus seperti audit investigasi kegiatan
tertentu. Keahlian teknis akan tak bermakna tanpa independensi dan
kejujuran.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang
harus dijaga oleh akuntan publik. Dalam Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Pulik 101 Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus
selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam
memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar
profesional akuntan publik yang diterapkan oleh IAI. Sikap mental
independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta dan
independen dalam penampilan.
Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik
tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor
berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang
meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental
independen tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact)
maupun dalam penampilan (in appearance). Sebagai contoh seorang
auditor yang mengaudit suatu perusahaan dan ia menjabat sebagai
direktur perusahaan tersebut, meskipun ia telah menggunakan
keahliannya dengan jujur namun sulit untuk mengharapkan
masyarakat mempercayainya sebagai seorang yang independen.
Kasus-kasus di atas menunjukan bahwa independensi
akuntan publik Indonesia masih mudah terganggu. Mental melayu
sebagai kaum inlander masih terbawa hingga ke etika pemeriksaan.
Badan pemerintah dan Badan independen yang berfungsi sebagai
pemeriksa jelas mengecewakan. Seperti sikap awal Pimpinan BPK
dalam menangani kasus suap yang dilakukan oleh anggota KPU
terhadap salah satu anggotanya yang kurang simpatik, menyuap
aparat pajak sampai dengan kemungkinan kolusi antara kantor
akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles
laporannya sehingga memberikan laporan palsu. Dari kasus-kasus
tersebut jelas bahwa auditor tidak independen karena di benaknya
sudah ada pemihakan kepada salah satu pihak yaitu pemberi kerja.
Dalam kasus Mulyana yang harus dilakukan auditor BPK
adalah melakukan audit sesuai dengan standar teknik dan prosedur
pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan
benar mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke
KPU dan bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan.
Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi
akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan
korupsi kalau memang terjadi. Begitupun juga pada 2 kasus yang lain,
auditor seharusnya bekerja sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
Terdapat empat hal yang menggangu independensi akuntansi
public yaitu: (1) akuntan publik memiliki mutual atau conflicting
interest dengan klien, (2) mengaudit pekerjaan akuntan publik sendiri,
(3) berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan (4)
bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. Akuntan publik
akan terganggu independensi jika memiliki hubungan bisnis,
keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya. Mutual
interest terjadi jika akuntan publik berhubungan dengan audit
committee yang ada di perusahaan, sedangkan conflict intetrest jika
akuntan publik berhubungan dengan manajemen.
Terkait persoalan auditor nakal dapat dianalisis dari dua sisi.
Perilaku itu apakah merupakan kesengajaan ataukah keterpaksaan?
Bila yang melatarbelakangi kesengajaan, ini mungkin karena adanya
peluang dengan memanfatkan posisinya sebagai pihak penilai
kewajaran laporan keuangan. Mungkin juga adanya iming-iming
amplop tebal. Selain itu lemahnya sanksi hukuman bila auditor
melakukan penyelewengan (paling hanya dicabut izinnya tanpa
adanya sanksi hukum yang lebih keras. Misalnya kurungan penjara
atau denda cukup besar).
Tetapi bila yang melatarbelakangi keterpaksaan, berarti
auditor itu memiliki ketergantungan terhadap klien. Misalnya proporsi
total pendapatan Kantor Akuntan Publik milik auditor itu sebagian
besar berasal dari satu perusahaan atau kelompok perusahaan.
Harapan ke depan untuk akuntan publik sebagai auditor
eksternal, tetap menjaga sikap independensi secara konsisten dan
meningkatkan profesionalisme. Sikap ini perlu dijaga untuk
menghindari keterlibatan akuntan dari kasus keuangan. Sebenarnya
di Indonesia sudah ada aturan atau regulasi sebagai salah satu solusi
mengatasi penyelewengan akuntan publik. Adanya Surat Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan
Publik pasal 6 ayat 4 yang mengatur bahwa satu Kantor Akuntan
Publik maksimum 5 tahun berturut-turut boleh memeriksa klien yang
sama. Selain itu menunjukkan tendensi agar akuntan masih bisa
menjaga independensinya. Hubungan yang semula antara auditor
dan auditee, bisa menjadi hubungan konsultansi yang tidak menutup
kemungkinan akhirnya bisa menjadi hubungan atasan dan karyawan.
Ini bisa merupakan media bagi auditor untuk melaksanakan
malapraktik. Untuk meningkatkan profesionalisme sebagai akuntan
eksternal, mereka harus mempu untuk mempersempit expectation
gap yang muncul pada pemakai laporan keuangan atas profesinya.
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap
auditor sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa
independensi sikap auditor ternyata berkurang. Bahkan kepercayaan
masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh
mereka yang berpikiran sehat dianggap akan mempengaruhi
independensi tersebut. Unutk menjadi independen, ia harus bebas
dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu
kepentingan dengan kliennya, apakah itu manajemen perusahaan
atau pemilik perusahaan. Auditor harus mengelola praktiknya dalam
semangat persepsi independensi dan aturan yang ditetapkan untuk
mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya.
http://romanisti89.blogspot.com/2010/11/kasus-profesi-akuntan-
beserta-ulasan.html

September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus
menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti
menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai
siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG
yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut
drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu.
Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah
anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih
besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat
eksekutifnya. Badan pengawas pasar modal AS, Securities &
Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt
Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika
di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke
pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus
ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
(kompas,28 september 2001)

PEMBAHASAN:

Saat ini profesi akuntan semakin berkembang namun demikian,
maraknya kejahatan akuntansi ini membuat kepercayaan para
pemakai laporan keuangan mulai menurun. Akibat kejahatan tersebut,
para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur
mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak indepeden
yang menilai kewajaran laporan keuangan. Beberapa kasus
manipulasi yang merugikan pemakai laporan keuangan melibatkan
akuntan publik yang seharusnya menjadi pihak independen.
Dari kasus di atas jelas bahwa independensi masih merupakan issue
yang besar. Auditor Indonesia memiliki norma akuntan yang menjadi
dalam berpraktek yaitu SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) yang
disusun oleh IAI. Di antara standar itu pertama, auditor harus memiliki
keahlian teknis, independen dalam sikap mental serta kemahiran
profesional dengan cermat dan seksama. Kedua, auditor juga wajib
menemukan ketidakberesan, kecurangan, manipulasi dalam suatu
pengauditan.
Hal yang paling ditekankan adalah betapa esensialnya kepentingan
publik yang harus dilindungi sifat independensi dan kejujuran seorang
auditor dalam berprofesi. Independensi merupakan salah satu
komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. ntegritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi
akuntan dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
http://cawaikam.blogspot.com/2010/11/kasus-akuntan-kpmg-terlibat-
upaya.html

Etika dalam Praktek Akuntansi Manajemen

Akuntan manajemen mempunyai peran penting dalam menunjang
tercapainya tujuan perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai
melalui cara yang legal dan etis, maka para akuntan manajemen
dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya, dan etis.
Bagi organisasi yang terdesentralisasi, keluaran atau hasil dari
sebuah divisi dipakai sebagai masukan bagi divisi lain. Transaksi
antar divisi ini menyebabkan timbulnya suatu mekanisme transfer
pricing. Transfer pricing didefinisikan sebagai suatu harga jual khusus
yang dipakai dalam pertukaran antar divisi untuk pendapatan divisi
penjual dan biaya divisi pembeli. Transfer pricing sering disebut juga
intracompany pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan
untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan
jasa antar anggota perusahaan. Bila dicermati secara lebih lanjut,
transfer pricing dapat menyimpang secara signifikan dari harga yang
disepakati. Oleh karena itu transfer pricing juga sering dikaitkan
dengan suatu rekayasa harga secara sistematis yang bertujuan untuk
mengurangi laba yang nantinya akan mengurangi jumlah pajak atau
bea dari suatu negara.
Perlu dibuat beberapa kebijakan dalam usaha untuk membingkai
etika transfer pricing. Kebijakan transfer pricing perlu dibuat secara
tersembunyi untuk menghidari pemeriksaan dari otoritas pajak dan
aspek lain selain pajak. Hal yang dibahas dalam transfer pricing
hanya dari segi komersial dan kurang memperhatikan perdagangan
dan harga. Pandangan Neo klasik perusahaan telah terkonsentrasi
untuk menentukan harga dalam transaksi transfer pricing.
Kesalahpahaman akuntansi yang umum dalam transfer pricing adalah
masalah biaya internal. Transfer pricing menimbulkan banyak sekali
masalah dalam produksi barang atau jasa pada perusahaan.
Bahanbakuyang digunakan dapat berupa bahanbakudengan kualitas
yang rendah. Hal ini berpengaruh terhadapp kualitas barang yang
dihasilkan. Penghindaran pajak untuk maksimalisasi labanya. Cara
yang digunakan oleh setiap manajer divisi penjual atau pembeli dalam
menggunakan alat yang bernama transfer pricing untuk menunjukan
kinerja yang bagus kepada perusahaan. Cara yang digunakan
manajer dapat dengan cara yang baik atau menghalalkan berbagai
cara.

Etika dalam Praktek Akuntansi Keuangan

Etika dalam akuntansi seringkali disebut sebagai suatu hal yang
klasik. Hal tersebut dikarenakan pengguna informasi akuntansi
menggunakan informasi yang penting serta membuat berbagai
keputusan. Profesi dalam akuntansi keuangan memegang rasa
tanggung jawab yang tinggi kepada publik. Tindakan akuntansi yang
tidak benar, tidak hanya akan merusak bisnis, tetapi juga merusak
auditor perusahaan yang tidak mengungkapkan salah saji. Kode etik
yang kuat dan tingkat kepatuhan terhadap etika dapat menyebabkan
kepercayaan investor sehingga mengarah kepada hal yang kepastian
dan merupakan hal yang keamananbagi para investor.
Para akuntan dan auditor dapat menghindari dilema etika dengan
memiliki pemahaman yang baik tentang pengetahuan etika. Hal
tersebut memungkinkan mereka dapat membuat pilihan yang tepat.
Mungkin hal itu tidak berdampak baik bagi perusahaan tetapi dapat
menguntungkan masyarakat yang bergantung pada akuntan atau
auditor. Aturan kode etik yang ada menjadi panutan bagi akuntan dan
auditor untuk mempertahankan standar etika dan memenuhi
kewajiban mereka terhadap masyarakat profesi dan organisasi yang
mereka layani. Beberapa bagian kode yang disoroti adalah integritas
dan harus jujur dengan transaksi mereka, objektivitas dan kebebasan
dari konflik kepentingan, kebebasan auditor dalam penampilan dan
kenyataan, penerimaan kewajiban dan pengungkapan kerahasiaan
informasi non luar, kompetensi serta memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan pekerjaannya.

Kewajiban Bagi Seorang Akuntan Publik ( Ap ) Dan ( Kap )

Terdapat 5 (lima) kewajiban Akuntan Publik dan KAP yaitu, Pertama,
Bebas dari kecurangan (fraud), ketidakjujuran dan kelalaian serta
menggunakan kemahiran jabatannya (due professional care) dalam
menjalankan tugas profesinya. Kedua, Menjaga kerahasiaan
informasi / data yang diperoleh dan tidak dibenarkan memberikan
informasi rahasia tersebut kepada yang tidak berhak. Pembocoran
rahasia data / informasi klien kepada pihak ketiga secara sepihak
merupakan tindakan tercela. Ketiga, Menjalankan PSPM04-2008
tentang Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar
Pengendalian Mutu (SPM) 2008 yang telah ditetapkan oleh Dewan
Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI), terutama SPM Seksi 100 tentang Sistem
Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (SPM-KAP). Keempat,
Mempunyai staf / tenaga auditor yang profesional dan memiliki
pengalaman yang cukup. Para auditor tersebut harus mengikuti
Pendidikan Profesi berkelanjutan (Continuing Profesion education)
sebagai upaya untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam bidang audit dan proses bisnis (business process).
Dalam rangka peningkatan kapabilitas auditor, organisasi profesi
mensyaratkan pencapaian poin (SKP) tertentu dalam kurun / periode
waktu tertentu. Hal ini menjadi penting, karena auditor harus
senantiasa mengikuti perkembangan bisnis dan profesi audit secara
terus menerus. Kelima, Memiliki Kertas Kerja Audit (KKA) dan
mendokumentasikannya dengan baik. KKA tersebut merupakan
perwujudan dari langkah-langkah audit yang telah dilakukan oleh
auditor dan sekaligus berfungsi sebagai pendukung (supporting) dari
temuan-temuan audit (audit evidence) dan opini laporan audit (audit
report). KKA sewaktu-waktu juga diperlukan dalam pembuktian suatu
kasus di sidang pengadilan.


Larangan Bagi Seorang Akuntan Publik ( Ap ) Dan ( Kap )

Akuntan Publik dilarang melakukan 3 (tiga) hal, pertama, dilarang
memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan (general audit)
untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 3
tahun. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kolusi antara
Akuntan Publik dengan klien yang merugikan pihak lain. Kedua,
apabila Akuntan Publik tidak dapat bertindak independen terhadap
pemberi penugasan (klien), maka dilarang untuk memberikan jasa.
Ketiga, Akuntan Publik juga dilarang merangkap jabatan yang tidak
diperbolehkan oleh ketentuan perundang-undangan / organisasi
profesi seperti sebagai pejabat negara, pimpinan atau pegawai pada
instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta, atau badan hukum lainnya,
kecuali yang diperbolehkan seperti jabatan sebagai dosen perguruan
tinggi yang tidak menduduki jabatan struktural dan atau komisaris
atau komite yang bertanggung jawab kepada komisaris atau pimpinan
usaha konsultansi manajemen. Sedangkan, KAP harus menjauhi 4
(empat) larangan yaitu, Pertama, memberikan jasa kepada suatu
pihak, apabila KAP tidak dapat bertindak independen. Kedua,
memberikan jasa audit umum (general audit) atas laporan keuangan
untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 5
(lima) tahun. Ketiga, memberikan jasa yang tidak berkaitan dengan
akuntansi, keuangan dan manajemen. Kelima, mempekerjakan atau
menggunakan jasa Pihak Terasosiasi yang menolak atau tidak
bersedia memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka
pemeriksaan terhadap Akuntan Publik dan KAP.

1. Competence (Kompetensi)

Kompeten adalah ketrampilan yang diperlukan seseorang yang
ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten
memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu
fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten harus dibedakan dengan
kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum istilah ini digunakan
dapat dipertukarkan. Upaya awal untuk menentukan kualitas dari
manajer yang efektif didasarkan pada sejumlah sifat-sifat kepribadian
dan ketrampilan manajer yang ideal. Ini adalah suatu pendekatan
model input, yang fokus pada ketrampilan yang dibutuhkan untuk
mengerjakan suatu pekerjaan. Ketrampilan-ketrampilan ini adalah
kompetensi dan mencerminkan kemampuan potensial untuk
melakukan sesuatu. Dengan munculnya manajemen ilmiah, perhatian
orang-orang berbalik lebih pada perilaku para manajer efektif dan
pada hasil manajemen yang sukses. Pendekatan ini adalah suatu
model output, dengan mana efektivitas manajer ditentukan, yang
menunjukkan bahwa seseorang telah mempelajari bagaimana
melakukan sesuatu dengan baik.
Terdapat perbedaan konsep tentang kompetensi menurut konsep
Inggris dan konsep Amerika Serikat. Menurut konsep Inggris,
kompetensi dipakai di tempat kerja dalam berbagai cara. Pelatihan
sering berbasiskan kompetensi. Sistem National Council Vocational
Qualification (NCVQ) didasarkan pada standar kompetensi.
Kompetensi juga digunakan dalam manajemen imbalan, sebagai
contoh, dalam pembayaran berdasarkan kompetensi. Penilaian
kompetensi adalah suatu proses yang perlu untuk menyokong
insisiatif-inisiatif ini dengan menentukan kompetensi-komptensi apa
yang karyawan harus perlihatkan.
Pendapat yang hampir sama dengan konsep Inggris dikemukakan
oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang
seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada
perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau ketrampilan
dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja.
Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan
yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka
tidak meterjemahlkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat
kerja yang efektif, kepandaian tidak berguna. Jadi kompetensi tidak
hanya mengetahui apa yang harus dilakukan.
Akuntan manajemen memiliki tanggung jawab untuk :
1. Mempertahankan tingkat yang memadai kompetensi profesional
dengan pengembangan pengetahuan dan keterampilan,
2. Melakukan tugas mereka sesuai dengan hukum yang berlaku,
peraturan, standar profesional dan standar teknis,
3. Membuat laporan yang jelas dan komprehensif untuk memperloleh
informasi yang relevan dan dapat diandalkan.

Dimensi-Dimensi Kompetensi

Menurut Cut Zurnali (2010), mengelompokkan kompetensi menjadi
tiga dimensi, yaitu:
1. Kompetensi kognitif (cognitive competencies);
2. Kompetensi kecerdasan emosional (emotional intelligence
competencies); dan
3. Kompetensi kecerdasan sosial (social intelligence competencies).
4. Lebih lanjut Cut Zurnali (2010) menyatakan bahwa dimensi-dimensi
ini dirasakan sangat rasional dalam menganalisis kompetensi para
pekerja/karyawan dalam suatu perusahaan dikarenakan dapat
mendeskripsikan kompetensi yang dimiliki sekaligus apa-apa saja
yang mesti ditingkatkan pada diri seorang pekerja/karyawan agar
dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan oleh
perusahaan atau organisasi.
Kompetensi kognitif (cognitive competencies)
Dimensi pertama adalah kompetensi kognitif. Dimensi ini didefinisikan
sebagai suatu kemampuan untuk berfikir dan menganalisis informasi
dan situasi yang menuntun atau menyebabkan timbulnya keefektifan
atau kinerja yang superior. Penekanan dimensi ini pada pemikiran
sistem dan pengenalan pola para pekerja/karyawan dalam
melaksanakan pekerjaannya (Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010).
Kompetensi kecerdasan emosional (emotional intelligence
competencies)
Dimensi kedua adalah kompetensi kecerdasan emosional. Dimensi ini
didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mengenali,
memahami, dan menggunakan informasi emosional mengenai diri
sendiri yang menuntun atau menyebabkan keefektifan atau kinerja
yang superior. Penekanan dimensi ini, pada kesadaran diri dan
kompetensi manajemen diri para pekerja/karyawan berupa kesadaran
emosional diri dan pengendalian emosional diri, dalam melaksanakan
pekerjaannya (Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010).
Kompetensi kecerdasan sosial (social intelligence competencies)
Dimensi ketiga adalah kompetensi kecerdasan sosial. Dimensi ini
didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali, memahami, dan
menggunakan informasi emosional mengenai orang lain yang
menuntun atau menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior.
Penekanan dimensi ini pada kesadaran sosial dan kompetensi
manajemen hubungan para pekerja/karyawan berupa empati dan
kerja tim yang semestinya dimiliki dalam menjalankan pekerjaannya
(Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010).

Contoh Kasus :

Kasus Suap Walikota Tomohon Terhadap Auditor Badan Pemeriksa
Keuangan. Dua orang auditor BPK Sulawesi Utara diduga menerima
sesuatu atau hadiah berupa uang senilai Rp 600 juta, pemberian
uang suap ini supaya laporan keuangan Walikota Tomohon
dinyatakan berstatus Wajar.


2. Confidentiallity (Kerahasiaan)

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat
panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta
mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut
bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa
berakhir.

Akuntan manajemen memiliki tanggung jawab untuk :
1. Merahasiakan informasi yang diperoleh dalam pekerjaan, kecuali
bila diizinkan oleh yang berwenang atau diperlukan secara hukum.
2. Berdasarkan sub ordinat informasi mengenai kerahasiaan informasi
adalah sebagai bagian dari pekerjaan mereka untuk memantau dan
mempertahankan suatu kerahasiaan informasi.
3. Tidak menggunakan informasi rahasia yang diperoleh dalam
pekerjaan untuk mendapatkan keuntungan ilegal atau tidak etis
melalui pihak ketiga.

Contoh Kasus :

Kasus audit PT Telkom oleh KAP Eddy Pianto & Rekan. Dalam
kasus ini laporan keuangan audit PT Telkom tidak diakui oleh SEC
(pemegang otoritas pasar modal di Amerika Serikat) dan keterlibatan
10 KAP yang melakukan audit terhadap bank beku operasi dan bank
beku kegiatan usaha. Selain itu terdapat kasus penggelapan pajak
yang melibatkan KAP KPMG Sidharta Sidharta & Harsono (KPMG-
SSH) yang menyarankan kepada kliennya (PT. Easman
Christensen/PTEC) untuk melakukan penyuapan kepada aparat
perpajakan Indonesia untuk mendapatkan keringanan atas jumlah
kewajiban pajak yang harus dibayarnya.

3. Integrity (Integritas)

Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi
anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. integritas adalah
mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, para anggota
harus menunjukkan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan
tingkat integritas tertinggi.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap
jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,
tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Tanggung jawab akuntan manajemen :
1. Menghindari konflik kepentingan yang tersirat maupun tersurat.
2. Menahan diri dan tidak terlibat dalam segala aktivitas yang dapat
menghambat kemampuan.
3. Menolak hadiah, permintaan, keramahan atau bantuan yang akan
mempengaruhi segala macam tindakan dalam pekerjaan.
4. Mengetahui dan mengkomunikasikan batas-batas profesionalitas.
5. Mengkomunikasikan informasi yang baik maupun tidak baik
6. Menghindari diri dalam keikutsertaan atau membantu kegiatan
yang akan mencemarkan nama baik profesi.

Contoh Kasus :

Kasus Enron. Terdapat manipulasi laporan keuangan dengan
mencatat keuntungan $600 juta padahal perusahaan rugi, dengan
tujuan agar investor tetap tertarik pada saham Enron. KAP Andersen
diberhentikan sebagai auditor Enron. Enron dan KAP Andersen
dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran
dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan
Enron.

4. Objectivity Of Management Accountant

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas
jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. anggota harus mempertahankan
obyektivitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan dalam
melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, anggota yang
berpraktek bagi publik harus berada dalam posisi yang independen
baik dalam penampilan maupun dalam kondisi sesungguhnya ketika
menyediakan jasa audit maupun jasa astetasi lainnya.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota
dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan
keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal
dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di
industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan
melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa
dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya
dan memelihara obyektivitas.
Akuntan manajemen memiliki tanggung jawab untuk :
1. Mengkomunikasikan informasi secara adil dan obyektif.
2. Sepenuhnya mengungkapkan semua informasi yang relevan yang
dapat diharapkan untuk menghasilkan suatu pemahaman dari
penggunaan laporan, pengamatan dan rekomendasi yang
disampaikan.

Contoh Kasus :

Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI. Dalam kasus tersebut,
terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini
merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor
dan stakeholder lainnya.

5. Whistle Blowing

Merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa
orang karyawan untuk membocorkan kekurangan yang dilakukan oleh
perusahaan atau atasannya kepada pihak lain, berkaitan dengan
kecurangan yang merugikan perusahaan sendiri maupun pihak lain.
Yang menjadi persoalan pelik disini adalah bahwa whistle blowing
sering disamakan begitu saja dengan membuka rahasia perusahaan.
Padahal keduanya tidak sama. Rahasia perusahaan adalah sesuatu
yang konfidensial dan memang harus dirahasiakan, dan pada
umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan apapun bagi pihak
lain, entah itu masyarakat atau perusahaan lain. Whistle blowing
umumnya menyangkut kecurangan tertentu yang merugikan baik
perusahaan sendiri maupun pihak lain, dan yang kalau dibongkar
memang akan mempunyai dampak yang merugikan perusahaan,
paling kurang merusak nama baik perusahaan tersebut.
Whistle Blowing dalam perusahaan (misalnya atasan) dapat disebut
sebagai perilaku menyimpang tipe O jika termotivasi oleh identifikasi
perasaan yang kuat terhadap nilai dan misi yang dimiliki perusahaan,
dengan kepedulian terhadap kesuksesan perusahaan itu sendiri.
Sedangkan tindakan whistle blowing yang bersifat pembalasan
dendam dikategorikan sebagai perilaku menyimpang tipe D karena
ada usaha untuk menyebabkan suatu bahaya. Perilaku whistle
blowing berkembang atas beberapa alasan. Pertama, pergerakan
dalam perekonomian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas
pendidikan, keahlian, dan kepedualian sosial dari para pekerja.
Kedua, keadaan ekonomi sekarang telah memberi informasi yang
intensif dan menjadi penggerak informasi. Ketiga, akses informasi dan
kemudahan berpublikasi menuntun whistle blowing sebagai fenomena
yang tidak bisa dicegah atas pergeseran perekonomian ini
(Rothschild & Miethe, 1999). Perilaku whistle blowing dapat terjadi
sebagai akibat dari penanaman nilai yang kuat atas suatu organisasi,
mencakup bagaimana dan apa nilai-nilai serta budaya yang terdapat
dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pengaruh sosial dan budaya organisasi merupakan pengaruh
yang kuat terhadap terjadinya whistle blowing. Pada awalnya Whistle
blowing dianggap sebagai tidakan tidak bermoral karena
mengkhianati perusahaan, tetapi seiring berjalan waktu, whistle
blowing mulai mendapat pengakuan dari pemerintah dan dianggap
sebagai perbuatan heroik karana berani mengunggapkan fakta
tersembunyi. Negara juga memberikan fasilitas perlindungan
terhadap pelaku whistle blowing dengan konsekuensi bukti dan fakta
akurat berisi kebenaran.

Whistle bowing dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Whistle blowing internal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang
dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut
kepada atasannya
2. Whistle blowing eksternal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang
dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat
karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Biasanya tipe ini
melaporkan segala tindakan melanggar hukum kepada Media,
penegak hukum, ataupun pengacara, bahkan agen-agen pengawas
praktik korupsi ataupun institusi pemerintahan lainnya. Secara umum
seorang whistle blower tidak akan dianggap sebagai orang
perusahaan karena tindakannya melaporkan tindakan pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Contoh Kasus :

Salah satu contoh kasus wistleblowing yang dilakukan oleh Komjen
Pol Drs. Susno Duadji. Setelah jabatan Kabareskrim lepas dari
tangannya, setidaknya ada dua peristiwa membawanya dari titik zero
ke posisi hero di mata publik, yakni Ia ketika muncul memberikan
kesaksian terbuka mengenai skandal Bank Century di Pansus DPR
dan tak selang berapa lama memberikan kesaksian yang
mengejutkan dalam persidangan kasus Antasari Azhar di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Pada tanggal 17-18 Maret 2010, Susno
Duadji melontarkan ungkapan adanya makelar kasus gentayangan di
Mabes Polri. Berdasarkan informasi tersebut diketahui setidaknya tiga
jenderal polisi dan seorang komisaris besar bekerjasama untuk
menutupi kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai Direktorat
Jenderal Pajak, yang mencairkan dana hampir 25 milyar rupiah dari
rekening tersangka yang dibekukan di masa Susno menjadi
Kabareskrim. Susno Duadji mengeluarkan testimoni yang
mengejutkan mengenai adanya sejumlah pejabat di Polri yang `biasa`
menjadi makelar kasus. Tanpa tedeng aling-aling, Susno Duadji
menyebut dua perwira tinggi Mabes Polri yaitu mantan Direktur II
Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri Edmond Ilyas dan
Direktur II Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri Raja Erizman.
Analisis
Bagi Polri tindakan Susno Duadji merupakan pukulan telak, karena
fakta ini menunjukkan bahwa selama ini upaya pembinaan internal ke
dalam, termasuk komunikasi internal di tubuh Polri amat lemah
sehingga tak ada satu suara keluar dari tubuh lembaga ini.
Sebagai sebuah organisasi, Polri saat ini sedang dirundung masalah
terkait dengan komunikasi internal. Bahkan saat ini citra lembaga
penegak hukum ini tengah terpuruk akibat tidak terkontrolnya
komunikasi internal. Komunikasi internal organisasi adalah proses
penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi
untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan
dengan bawahan dan antara sesama bawahan. Proses komunikasi
internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi
kelompok. Komunikasi juga bisa berupa proses komunikasi primer
maupun sekunder (menggunakan media nirmassa). Polri tidak bisa
dan tidak mampu mengendalikan sepak terjang anggota organisasi
(dalam hal ini Susno Duadji) sehingga akhirnya dia mengeluarkan
pendapat yang berbeda ke publik.
Jika dilihat dari struktur organisasi Polri tersebut, dapat disimpulkan
bahwa bentuk organisasi Polri adalah struktur organisasi hybrid.
Dalam kasus Susno Duadji, Susno menjadi kepala badan reserse
kriminal (Kabareskrim) dan dibawahnya memiliki struktur internal dari
unit Bareskrim. Kabareskrim memiliki jalur komando langsung dari
Kapolri. Jika dilihat dari struktur berarti Kabareskrim melapor
langsung dan menerima perintah langsung dari Kapolri.
Dalam kasus whistleblowing yang dilakukan oleh Susno Duadji
berkaitan dengan struktur organisasi Polri, jika ada anggoota
Bareskrim yang tidak puas dengan sistem atau kebijakan, anggota
tersebut seharusnya melaporkan ke atasan atau kepala unit, dalam
hal ini Kabareskrim, tetapi jika yang tidak puas adalah Kepala Unit
dalam hal ini Kabareskrim, Kabareskrim melaporkan atau
mengajukan keberatan kepada Kapolri. Kapolri sebagai pucuk
pimpinan Polri harus memfasilitasi keluhan dan memberikan
tanggapan.

6. Creative Accounting

Semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan
pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar,
teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan
keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999).
Berbagai macam pola yang dilakukan dalam rangka creative
accounting menurut Scott [1997] sebagai berikut:
1. Taking Bath, atau disebut juga big bath. Pola ini dapat terjadi
selama ada tekanan organisasional pada saat pergantian manajemen
baru yaitu dengan mengakui adanya kegagalan atau defisit
dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin
menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui
adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode
berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak
bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya, manajemen
melakukan pembersihan diri dengan membebankan perkiraan-
perkiraan biaya mendatang dan melakukan clear the decks.
Akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
2. Income minimization. Cara ini mirip dengan taking bath tetapi
kurang ekstrem. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan
sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapatkan perhatian oleh
pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan
yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak
berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan,
metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan
sebagainya. Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang
lain masih menunjukkan hasil operasi yang kelihatan masih menarik
minat pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini
adalah untuk mencapai suatu tingkat return on assets yang
dikehendaki.
3. Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk
memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan
tetap dibawah batas atas yang ditetapkan.
4. Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling
populer dan sering dilakukan. Perusahaan-perusahaan melakukannya
untuk mengurangi volatilitas laba bersih. Perusahaan mungkin juga
meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud
sebagai penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar
dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan.
5. Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat
dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan
saat atau timing suatu transaksi seperti adanya pengakuan yang
prematus atas penjualan.
Di dalam creative accounting ada pendapat yang mengatakan
creative accounting di bagi dua jenis, yaitu yang legal dan illegal.
Maksud dari legal di sini adalah yang sesuai dengan perundang-
undangan atau sesuai peraturan yang berlaku, sedangkan yang
illegal adalah yang menyalahi peraturan atau perundang-undangan
ayang berlaku.

Contoh kasus (Legal) :

Perusahaan PT. ABC lebih menggunakan metode FIFO dalam
metode arus persediaannya. Karena dari sisi FIFO akan
menghasilkan profit lebih besar dibandingkan LIFO, atau Average.
Hal ini dilakukan karenaAsumsi Inflasi Besar. FIFO dapat dianggap
sebagai sebuah pendekatanyang logis dan realistis terhadap arus
biaya ketika penggunaan metodeidentifikasi khusus tidak
memungkinkan atau tidak praktis.
FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati parallel
dengan arus fisik yang terjual. Beban dikenakan pada biaya yang
dinilai melekat pada barang Jika perusahaan dengan tingkat
persediaan yang tinggi sedang mengalami kenaikan biaya persediaan
yang signifikan, dan kemungkinan tidak akan mengalamipenurunan
persediaan di masa depen, maka LIFO memberikan keuntungan arus
kas yang substansial dalam hal penundaan pajak.
Ini adalah alasan utama dari penerapan LIFO oleh kebanyakan
perusahaan. Bagi banyak perusahaan dengan tingkat persediaany
ang kecil atau dengan biaya persediaan yang datar atau menurun,
maka LIFO hanyamemberikan keuntungan kecil dari pajak.
Perusahaan seperti ini memilih untuk tidak menggunakan LIFO.

7. Fraud (Kecurangan)

Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh pihak didalam maupun luar organisasi, dengan maksud untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara
langsung merugikan orang lain.
Karakteristik Kecurangan
Dilihat dari pelaku fraud maka secara garis besar kecurangan bisa
dikelompokkan menjadi dua jenis :
1. Oleh pihak perusahaan, yaitu :
a. Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang
timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements
arising from fraudulent financial reporting).
b. Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa
penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation
of assets).
2. Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan
pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

8. Fraud Auditing

Upaya untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan dalam transaksi-
transaksi komersial. Untuk dapat melakukan audit kecurangan
terhadap pembukuan dan transaksi komersial memerlukan gabungan
dua keterampilan, yaitu sebagai auditor yang terlatih dan kriminal
investigator.
Apabila suatu kesalahan adalah disengaja, maka kesalahan tersebut
merupakan kecurangan (fraudulent). Istilah Irregulary merupakan
kesalahan penyajian keuangan yang disengaja atas informasi
keuangan. Auditor terutama tertarik pada pencegahan, deteksi, dan
pengungkapan kesalahan-kesalahan karena alasan berikut ;

a. Eksistensi kesalahan dapat menunjukan bagi auditor bahwa
catatan akuntansi dari kliennya tidak dapat dipercaya dan dengan
demikian tidak memadai sebagai suatu dasar untuk penyusunan
laporan keuangan. Adanya sejumlah besar kesalahan dapat
mengakibatkan auditor menyimpulakan bahwa catatan akuntansi
yang tepat tidak dilakukan.

b. Apabila auditor ingin mempercayai pengendalian intern, ia harus
memastikan dan menilai pengendalian tersebut dan melakukan
pengujian ketaatan atas operasi. Apabila pengujian ketaatan
menunjukan sejumlah besar kesalahan, maka auditor tidak dapat
mempercayai pengendalian intern.

c. Apabila kesalahan cukup material, kesalahan tersebut dapat
mempengaruhi kebenaran (truth) dan kewajaran (fairness) laporan
tersebut.

Penyebab Terjadinya Kecurangan J.S.R. Venables dan KW Impley
dalam buku Internal Audit (1988, hal 424) mengemukakan
kecurangan terjadi karena :

Penyebab Utama :

a. Penyembunyian (concealment)

Kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari
deteksi dan hukuman sebagai akibatnya.

b. Kesempatan/Peluang (Opportunity)

Pelaku perlu berada pada tempat yang tpat, waktu yang tepat agar
mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam system dan
juga menghindari deteksi.

c. Motivasi (Motivation)

Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian,
suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivator
yang lain.

d. Daya tarik (Attraction)

Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu menarik bagi
pelaku.

e. Keberhasilan (Success)

Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur baik
menghindari penuntutan atau deteksi. .

Penyebab Sekunder :

a. A Perk

Kurang pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi
dipertimbangkan sebagai suatu tunjangan karyawan.

b. Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelek

Yaitu saling kepercayaan dan penghargaan telah gagal. Pelaku dapat
mengemukakan alasan bahwa kecurangan hanya menjadi
kewajibannya.

c. Pembalasan dendam (Revenge)

Ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat mengakibatkan
pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.

d. Tantangan (Challenge)

Karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat
mencari stimulasi dengan berusaha untuk memukul sistem,
sehingga mendapatkan suatu arti pencapaian (a sense of
achievement), atau pembebasan frustasi (relief of frustation) 2.3
Tanda-Tanda Peringatan Untuk Kecurangan Meskipun pada suatu
kesempatan pemeriksa intern melakukan penugaan langsung dalam
penyelidikan kecurangan yang dicurigai atau aktual, bagian yang lebih
besar dari usahanya yang berorientasi kecurangan merupakan suatu
bagian yang integral dari penugasan audit yang lebih luas. Usaha yng
berorientasi pada kecurangan ini dapat dalam bentuk prosedur
khusus, termasuk dalam program audit yang lebih luas. Usaha yang
berorientasi kecurangan tersebut dapat termasuk seluruh dari
kesiapsiagaan umum dari pemeriksa intern ketika ia melaksanakan
seluruh bagian dari penugasan audit ini. Kesiapsiagaan ini termasuk
berbagai area, kondisi dan pengembangan yang memberikan tanda-
tanda peringatan.

Berikut ini beberapa contoh yang mengungkapkan ketidakberesan :

1. Modal kerja yang tidak cukup
Hal ini dapat menunjukkan masalah seperti ekspansi yang berlebihan,
penurunan pendapatan, transfer atau pemindahan dana ke
perusahaan yang lain, kredit yang tidak memadai, dan pengeluaran
yang berlebihan. Pemeriksa intern berhati-hati terhadap pengalihan
dana ke penggunaan pribadi melalui metode-metode seperti
penjualan yang tidak tercatat dan pengeluaran yang fiktif.

2. Perputaran yang cepat dalam posisi keuangan
Kehilangan personil akuntansi dan keuangan dan yang penting dapat
menandai kinerja yang tidak memadai dan mengakibatkan kelemahan
dalam pengendalian intern. Akuntabilitas untuk dana dan sumber
daya yang lain harus ditetapkan ketika pemberhentian kerja.

3. Penggunaan procuremen pemasokan sendiri (sole-source
procurement)
Praktik-praktik procuremen yang baik mendorong kompetisi untuk
memastikan bahwa organisasi memperoleh material atau peralatan
yang diperlukan dengan harga yang paling baik. Procuremen
pemasokan sendiri, apabila tidak cukup dijustifikasi menunjukkan
favoritisme atau pembayaran kembali (kickbacks) yang potensial.

4. Biaya perjalanan yang berlebihan
Dalam menelaah perjalanan, auditor perlu berhati-hati untuk
perjalanan yang tidak diotorisasi atau pribadi, dan perjalanan atau
biaya-biaya lain yang tidak disokong.

5. Pemindahan dana antara perusahaan afiliasi atau divisi
Suatu pola pemindahan dana antar perusahaan atau divisi mungkin
menunjukkan pinjaman yang tidak diotorisasi, penutupan kekurangan,
atau pengendalian yang tidak memadai atas dana.

6. Perubahan auditor luar
Dalam kasus tertentu, perubahan auditor luar dapat menunjukkan
perbedaan opini mengenai metode yang sesuai dalam menangani
transaksi tertentu. Mungkin terdapat suatu keengganan dari
manajemen untuk mengungkapkan masalah atas kejadian yang
penting.

7. Biaya konsultan atau honor legal yang berlebihan
Hal ini dapat merupakan indikasi adanya penyalahgunaan dalam
memperoleh jasa yang dilakukan diluar, favoritisme, dan masalah
yang tidak diungkapkan dalam organisasi yang memerlukan
pekerjaan legal ekstensif.

9. Benturan kepentingan (Conflict of interest)
Benturan kepentingan yang dilaporkan Auditor harus sadar mengenai
desas-desus atau alasan-alasan dari pertentangan kepentingan yang
berhubungan dengan pemekerjaan luar, pengaturan pemasok, dan
hubungan antara karyawan. Transaksi perusahaan dengan pejabat
atau karyawan harus secara hati-hati diteliti dengan cermat.

10. Kekurangan yang tidak dapat dijelaskan dalam aktiva fisik.
Penyimpanan fisik yang tidak memadai dapat mengakibatkan
pencurian atau pengalihan aktiva yang lain. Kekurangan dalam aktiva
harus dianalisis secara teliti untuk menentukan penggunaan aktiva
tersebut.

11. Penurunan dalam kinerja
Salah satu divisi perusahaan dapat kurang berprestasi dibandingkan
dengan divisi lain. Lagipula, mungkin terjadi suatu penurunan dalam
kinerja dari pengalaman sebelumnya. Alasan harus ditentukan untuk
indikasi atas pengelolaan yang buruk atau adanya kemungkinan
perbuatan yang salah.

12. Pengendalian manajemen oleh sedikit individual
Dominasi dari organisasi oleh satu atau sedikit individual dapat
menciptakan kesempatan untuk pengalihan aktiva atau manipulasi
yang lain.

13. Kesulitan penagihan
Masalah dalam menagih piutang dagang harus dianalisis untuk
menentukan apakah terdapat penjualan yang fiktif atau pengalihan
dana yang diterima dari penagihan.

14. Banyak Akun Bank
Penggunaan banyak akun bank melebihi apa yang secara normal
diperlukan mungkin menunjukkan pengalihan dana atau penutupan
transaksi yang illegal.

15. Laporan yang terlambat
Laporan mungkin selalu terlambat disampaikan karena penyusun
laporan dapat memanipulasi data untuk menutup tindakan curang.

16. Copy digunakan untuk pembayaran kepada kreditur
Daripada menggunakan pembayaran berdasarkan faktur orisinil/asli,
copy dapat digunakan untuk menutup pembayaran ganda dan
pembayaran kembali (kickback).

17. Kekurangan, kelebihan dan kondisi yang tidak seimbang
Hal diatas dapat merupakan gejala dari suatu masalah yang lebih
besar dan penjelasan harus diperoleh mengenai
penyimpangan/varian tersebut.

18. Cek atau dokumen yang ditulis dalam angka bulat.
Misalnya, suatu cek mungkin tercantum Rp 10.000.000,- atau Rp
3.500.000,- padahal cek atau dokumen tersebut secara normal
diharapkan dalam angka tidak bulat misalnya Rp 10.000.261,34 atau
Rp 3.500.032,28.

Contoh Kasus :

Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission
(COSO). Penelitian COSO menelaah hampir 350 kasus dugaan
kecurangan pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik
di Amerika Serikat yang diselidiki oleh SEC. Diantaranya adalah :
1. Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua
ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan
hanya di bawah $100juta.
2. Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman
mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3
persen.
3. Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat
dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti
dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan
yang tidak terlibat.
http://rmardhatilla.blogspot.com/2011/11/tugas-2-softskill.html

Das könnte Ihnen auch gefallen