Sie sind auf Seite 1von 8

ANALOGI

Penalaran dapat dibedakan dengan cara induktif dan deduktif.


Penalaran induktif adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena
atau gejala individual untuk menurunkan suatu kesimpulan yang berlaku umum.
Sedangkan penalaran deduktif ialah proses berpikir yang bertolak dari prinsip, hukum,
putusan yang berlaku umum untuk suatu hal atau gejala, atas prinsip umum tersebut
ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus.
Penalaran induktif dibedakan atas : generalisasi, analogi, hubungan sebab akibat, dan
akibat sebab.
A. PENGERTIAN ANALOGI
Analogi adalah membandingkan dua hal yang banyak persamaan. Jika sudah ada
persamaan dalam berbagai segi, akan ada persamaan pula dalam bidang yang lain.
Contoh :
Alam semesta berjalan dengan sangat teratur, seperti hal
mesin. Matahari, bumi, bulan, dan bintang beredar dengan
sangat teratur, seperti teraturnya bola mesin yang rumit
berputar. Mesin rumit ada penciptanya, yaitu manusia. Manusia
yang pandai itu juga ada penciptanya yaitu Tuhan. Jadi mesin
dan manusia sama sama ada penciptanya.
Dalam penyimpulan generalisasi kita bertolak dari sejumlah peristiwa
penyimpulan analogi kita bertolak dari satu atau sejumlah peristiwa menuju
kepada satu peristiwa lain sejenis. Apa yang terdapat pada fenomena peristiwa
pertama, disimpulkan terdapat juga pada fenomena peristiwa yang lain karena
keduanya mempunyai persamaan prinsipal. Berdasarkan persamaan principal
pada keduanya itulah maka mereka akan sama pula dalam aspek aspek lain yang
mengikutinya.
Analogi kadang kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses
penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian
disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi
juga pada fenomena yang lain; demikian pengertian analogi jika kita hendak
memformulasikan dalam suatu batasan. Dengan demikian dalam setiap tindakan
penyimpulan analogik terdapat tiga unsur : peristiwa pokok yang menjadi dasar
analogi, persamaan principal yang menjadi pengikat dan ketiga fenomena yang
hendak kita analogikan.
Misalnya :
Jika kita membeli sepasang sepatu (peristiwa) dan kita
berkeyakinan bahwa sepatu itu akan enak dan awet dipakai
(fenomena yang dianalogikan), karena sepatu yang dulu dibeli
di toko yang sama (persamaan prinsip) awet dan enak dipakai
penyimpulan serupa adalah penalaran analogi. begitu pula jika
kita berkeyakinan bahwa buku yang baru saja kita beli adalah
buku yang menarik karena kita pernah membeli buku dari
penagarang yang sama yang ternyata menarik.

B. MACAM MACAM ANALOGI
Macam analogi yang telah dibahas adalah analogi induktif yaitu analogi yang
disusun berdasarkan persamaan principal yaitu ada pada dua fenomena,
kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi
juga pada fenomena kedua.
Analogi disamping fungsi utamanya sebagai cara berargumentasi, sering
benar dipakai dalam bentuk non-argumen, yaitu sebagai penjelas. Analogi ini
disebut sebagai analogi penjelas. Analogi ini disebut analogi deklaratif atau
analogi penjelas.
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan
sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, denga sesuatu yang sudah dikenal.
Analogi deklaratif merupakan cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan
masalah yang hendak diterangkan. Para penulis dapat dengan tepat
mengemukakan isi hatinya dalam menekankan pengertian sesuatu.
Contoh analogi deklaratif :
Ilmu pengetahuan itu dibangun berdasarkan fakta fakta
sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu batu. Tetapi tidak
semua kumpulan sesuatu itu ilmu, sebagaimana tidak semua
tumpukan batu batu itu rumah.
Otak itu menciptakan pikiran sebagaimana buah ginjal
mengeluarkan air seni.

Pada contoh di atas hendak dijelaskan struktur ilmu yang masih asing bagi
pendengar dengan struktur rumah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula
penjelasan tentang hubungan pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan
dengan hubungan antara buah ginjal dan air seni.

C. CARA MENILAI ANALOGI
Untuk mengukur derajat keterpercayaan sebuah analogi dapat diketahui dengan
alat berikut :
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan. Semakin besar
peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf
keterpercayaannya.
2. Sedikit banyaknya aspek - aspek yang menjadi dasar analogi
3. Sifat dari analogi yang kita buat
4. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur unsur yang berbeda pada peristiwa
yang dianalogikan. Semakin banyak pertimbangan atas unsur unsur yang
berbeda semakin kuat keterpercayaannya.
5. Relevan dan tidaknya masalah yang dianalogikan.



D. ANALOGI YANG PINCANG
Meskipun analogi merupakan corak penalaran yang populer, namun tidak semua
penalaran analogi merupakan penalaran induktif yang benar. Ada masalah yang
tidak memenuhi syarat atau tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi kita
menunjukkan kekeliruannya. Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan
yang tepat.
Kekeliruan pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif.
Contohnya :
Kita seharusnya menjauhkan diri dari kebodohan. Karena
semakin banyak belajar semakin banyak hal yang tidak kita
ketahui, jadi semakin kita belajar kita semakin bodoh.
Karena itu sebaiknya kita tidak usah belajar.
Kebodohan hanya dapat dihindari dengan belajar. Meskipun dengan belajar kita
menjadi tahu ketidaktahuan kita tetapi kita menjadi tahu banyak hal. Tanpa
belajar kita tidak akan mengetahui banyak hal. Tanpa belajar kita tidak akan
mengetahui banyak hal dan dengan belajar kita dapat mengetahui beberapa hal.
Kesalahan si pembicara di sini karena menyamakan arti kebodohan yang harus
kita tinggalkan dan kebodohan sebagai sesuatu yang tidak bisa kita hindari.

Sebuah analogi yang pincang dapat pula ditemui dalam pernyataan berikut :
Misalnya :
Orang yang sedang belajar itu tidak ubahnya seorang yang
mengayuh biduk ke pantai. Semakin ringan muatan yang ada di
dalam biduk semakin cepat ia sampai ke pantai.
Diperlakukannya SPP itu tidak ubahnya memberikan muatan
pada biduk yang sedang dikayuh, jadi memperlambat jalan
biduk menuju pantai. Agar tujuan orang yang belajar lekas
sampai maka seharusnya kewajiban membayar SPP dihapus.
Analogi ini pincang karena hanya memperhatikan beban yang harus dibayar oleh
setiap pelajar, tidak memperhitungkan manfaat kewajiban membayar SPP secara
keseluruhan.

Analogi pincang model kedua ini amat banyak digunakan dalam perdebatan
maupun dalam propaganda untuk menjatuhkan pendapat lawan maupun mempertahankan
kepentingan sendiri. Karena sifatnya seperti benar analogi ini sangat efektif pengaruhnya
terhadap pendengar.























ANALOGI

Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Filsafat Bahasa

Dosen : Dr. Dianita, M.Hum



Disusun Oleh :
1. Dewi Musyarrofah
2. Nur Aini
3. Indah kurniawati
4. Junaidah
5. Moh. Tohir
6. Syaratoifatul arofiah
7. Uswatun Hasanah
8. Surya Dwi Pangga
9. Astrid wulandari

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STKIP PGRI BANGKALAN
2010

Daftar Pustaka

Mundiri, Drs. 2008. Logika. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Das könnte Ihnen auch gefallen