WHO mengenalkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, yang terdiri dari:
1. Mempunyai kebijakan tertulis yang secara rutin dikomunikasikan ke seluruh
karyawan RS Pembuatan kebijakan menyusui dalam sebuah rumah sakit sebagai langkah pertama sesuai anjuran WHO memang diperlukan, namun bila sebuah rumah sakit belum mempunyai kebijakan ini, sosialisai menyusui tetap dapat dimulai. Bila langkah pertama ini sudah ada, seyogyanya penerapan kebijakan menyusui secara rutin dikomunikasikan oleh manajemen RS kepada seluruh pegawainya. Kebijakan menyusui di sebuah rumah sakit sebaiknya juga diketahui secara terbuka oleh setiap pasien dan pengunjung RS bahwa RS tersebut merupakan RS Sayang Bayi. Pelaksanaan 9 langkah berikutnya dalam 10 langkah menyusui merupakan syarat mutlak sebuah RS dikatakan mempunyai kebijakan menyusui. Sehingga kebijaksanaan tersebut benar-benar dilaksanakan oleh semua karyawan rumah sakit secara konsisten, bukan hanya menjadi pajangan di kamar bayi atau ibu saja. Selain itu pelaksanaan kebijaksanaan tersebut dapat berkesinambungan walau berganti pimpinan. 2. Pelatihan staf RS agar trampil melaksanakan kebijaksanaan RS ini Langkah kedua yaitu edukasi terhadap semua staf yang bekerja di sebuah rumah sakit tentang ASI masih sulit dilakukan. Tersendatnya edukasi pada seluruh staf rumah sakit ini akan berpengaruh terhadap langkah-langkah berikutnya. Bila pengelola RS telah menyetujui diberlakukannya program meyusui untuk karyawan yang bekerja dan ibu yang melahirkan, pelatihan terhadap semua lapisan pegawai akan menjadi lebih mudah dan tidak makan banyak energi. Pelatihan mengenai manajeman laktasi, pelaksanaan di lapangan dan evaluasi sebaiknya terus menerus dilakukan secara periodik. Semua karyawan RS mendapat pelatihan ini, termasuk karyawan baru, minimal dalam 6 bulan setelah bekerja di RS tersebut sudah mendapat pelatihan atau orientasi mengenai kebijaksanaan RS dalam membantu ibu-ibu menyusui. Para staf yang telah mendapatkan pelatihan manajemen laktasi diharapkan dapat memotivasi para ibu untuk menyusui. Para ibu yang mendapat dukungan untuk menyusui dari tenaga kesehatan lebih tinggi kemungkinan untuk menyusui daripada ibu yang tidak mendapat dukungan. Gambar 1 menunjukkan data nasional di Amerika Serikat dengan sampel 2017 orang tua dengan anak berusia dibawah 3 tahun, dengan melakukan survey melalui telepon. Respons dari 1229 ibu dimasukkan dalam analisis. Pada mereka ditanyakan apakah dokter atau perawatnya menyuruh atau melarangnya untuk menyusui di rumah sakit. Ibu yang diberi semangat untuk menyusui hampir 2 kali lebih mungkin untuk memulai menyusui daripada yang tidak diberi semangat.
3. Penjelasan manfaat dan penatalaksanaan menyusui pada ibu hamil 4. Membantu ibu menyusui segera setelah lahir Pada tahun 2007 World Alliance Breastfeeding Advocacy (WABA) dalam pekan ASI sedunia yang mengangkat tema tentang inisiasi menyusu dini telah berhasil menggugah masyarakat Indonesia untuk mulai mempopulerkan ASI. Yang terpenting dalam memulai kegiatan menyusui segera setelah proses kelahiran terjadi adalah penyelenggaraaan skin to skin contact antara bayi baru lahir dan ibunya. Rumah sakit sebaiknya mengatur agar dapat melakukannya dengan baik dan aman untuk bayi dan ibu. Kehangatan ruangan, prosedur bayi baru lahir sebaiknya ditata agar kegiatan yang sederhana tapi sangat membantu memulai proses menyusui ini bisa dilakukan pada semua bayi baik yang dilahirkan secara spontan atau melalui operasi bedah Caesar. Semua tenaga kesehatan yang membantu kelahiran sebaiknya mengerti kondisi apa yang dibutuhkan dalam sebuah proses kelahiran yang akan diikuti oleh kegiatan inisiasi menyusu dini atau skin to skin contact. Penelitian di Swedia terhadap 2 kelompok ibu yang mendapat kesempatan dilakukan kontak kulit-ke-kulit (skin to skin contact) dalam 1 jam setelah lahir berdampak terhadap lamanya proses menyusui di kemudian hari. Ibu yang tidak dilakukan kontak dini pada bayinya, menyusui lebih singkat dibandingkan ibu yang dilakukan kontak dini dengan bayinya. Bayi yang mendapat kontak dini persentase ASI eksklusif sampai dengan 3 bulan mencapai 58% dibanding 26% pada kontrol. IMD akan dibahas lebih mendalam dalam topik khusus mengenal hal ini.
5. Mengajarkan ibu cara menyusui, dan menjaga agar terus menyusui, walau terpisah dari bayinya Sosialisasi ASI di rumah sakit sebaiknya dimulai sejak kehamilan terjadi. Setidaknya ibu hamil mengikuti 2 kali kelas antenatal yang menjelaskan keuntungan ASI dan bagaimana cara sukses menyusui saat kelahiran terjadi. Mempersiapkan ibu hamil yang kelak akan menyusui mempengaruhi keberhasilan menyusui. Edukasi mengenai pentingnya air susu ibu harus didapatkan oleh setiap ibu hamil sebelum kelahiran terjadi. Menyusui mudah dikatakan, tetapi dalam pelaksanaan sulit karena para ibu saat ini banyak bekerja untuk menopang keadaan sosial keluarga. Tuntutan ibu bekerja dan diberlakukannya cuti hamil yang hanya terbatas 2 bulan sesudah kelahiran tampaknya bisa menjadi kendala dalam proses menyusui. Tidak tersedianya ruang dan waktu menyusui juga merupakan kendala mengapa memberi ASI saat ini menjadi hal yang sulit dilakukan. Berbagai macam kendali akan teratasi bila ibu dipersiapkan jauh sebelum kelahiran terjadi. Mengajarkan memerah dan menabung ASI merupakan strategi yang cukup dapat mengatasi kendala saat ibu bekerja. Dalam studi kepustakaan telah sistematik terbukti bahwa pendidikan menyusui pada ibu hamil sebelum kelahiran meningkatkan keinginan ibu untuk menyusui dan mempengaruhi lamanya ibu menyusui bayi kelak. Data dari penelitian yang dilakukan di negara berkembang, 1 dari 3-5 perempuan yg mengikuti kelas antenatal akan menyusui sampai 3 bulan. 6. Tidak memberi minum atau makanan lain selain ASI kecuali ada indikasi medis 7. Melakukan rawat gabung selama di rumah sakit Melakukan rawat gabung segera pada bayi baru lahir sangat penting dalam memulai kegiatan menyusui. Pelayanan ini kelihatannya sederhana tapi sangat membantu ibu dan bayi untuk suskes melewati masa masa sulit di awal kelahiran. Ibu mengenal tanda tanda bayi ingin minum, dan segera memberinya pada bayi hingga bayi bisa menyusui kapan saja (on demand) Merombak atau menghilangkan ruang bayi di sebuah rumah sakit yang telah bertahun tahun ada, bukan pekerjaan yang sederhana. Beberapa kondisi yang harus dipersiapkan adalah menyiapkan para tenaga perawat dan menghilangkan pemikiran mereka bahwa rooming in membuat mereka menjadi lebih repot karena harus bolak- balik ke ruang ibu untuk berbagi macam alasan. Perlu ditekankan pada tenaga kesehatan yang membantu ibu melahirkan, pentingnya edukasi sebelum kelahiran pada ibu hamil agar proses rawat gabung (rooming in) dapat terselenggara dengan baik. Ibu mengerti mengapa berada di satu ruangan dengan bayi merupakan hal yang penting dan sangat diperlukan untuk sebuah proses menyusui. Mengganti popok atau memandikan bayi sebaiknya dilakukan di ruangan ibu. Bayi tidak perlu di dorong ke kamar bayi lagi untuk sekedar ganti popok. Dengan melakukan ini di ruangan ibu, orangtua juga dibimbing sejak di rumah sakit agar dapat segera mandiri dalam merawat bayinya. Pelayanan ganti popok atau memandikan bayi bagi pengguna layanan istimewa (ruang kelas eksekutif), yang jumlahnya lebih banyak di rumah sakit swasta, dapat dilakukan oleh tenaga pembantu perawat, bila tenaga perawat kurang jumlahnya. Perawat akan merasakan bahwa pelayanan rawat gabung tidak akan membuat bobot kerja mereka berlebih dibandingkan sebelum dilakukan layanan rawat gabung. Perawat dengan cara yang santun mendukung dan terus membimbing ibu agar menyusui bayinya. Sebuah penelitian prospektif di RS Sanglah dilakukan oleh Soetjiningsih pada tahun 1986 untuk melihat dampak status kesehatan bayi sebelum dan sesudah dilakukannya rawat gabung. Hasil penelitian terhadap 1862 bayi sebelum dilakukan rawat gabung yang terdiri dari bayi berat lahir rendah (BBLR) 241 bayi dan 1621 bayi cukup bulan) dan dibandingkan dengan 1965 bayi setelah dilakukan rawat gabung (terdiri dari 232 BBLR dan 1733 bayi cukup bulan) menunjukkan penurunan kasus yang cukup bermakna. Kejadian kasus otitis media purulenta (radang telinga), diare, sepsis dan meningitis lebih tinggi dibandingkan setelah dilakukan rawat gabung. Perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek sehingga sangat menguntungkan bisnis rumah sakit karena turn over pasien menjadi tinggi. Sehingga jelaslah bagi kita bahwa dengan rawat gabung dapat menurunkan angka kejadian kasus penyakit infeksi.
8. Mendukung ibu dapat memberi ASI sesuai kemauan bayi (ondemand) 9. Tidak memberi dot atau kempeng pada bayi yang menyusu 10. Membentuk kelompok pendukung ASI dan mendorong para ibu agar tetap berhubungan dengan kelompok tersebut.
Inisiasi menyusu dini Pada tahun 2007 World Alliance Breastfeeding Advocacy (WABA) dalam pekan ASI sedunia yang mengangkat tema tentang inisiasi menyusu dini telah berhasil menggugah masyarakat Indonesia untuk mulai mempopulerkan ASI. Yang terpenting dalam memulai kegiatan menyusui segera setelah proses kelahiran terjadi adalah penyelenggaraaan skin to skin contact antara bayi baru lahir dan ibunya. Rumah sakit sebaiknya mengatur agar dapat melakukannya dengan baik dan aman untuk bayi dan ibu. Kehangatan ruangan, prosedur bayi baru lahir sebaiknya ditata agar kegiatan yang sederhana tapi sangat membantu memulai proses menyusui ini bisa dilakukan pada semua bayi baik yang dilahirkan secara spontan atau melalui operasi bedah Caesar. Semua tenaga kesehatan yang membantu kelahiran sebaiknya mengerti kondisi apa yang dibutuhkan dalam sebuah proses kelahiran yang akan diikuti oleh kegiatan inisiasi menyusu dini atau skin to skin contact. Penelitian di Swedia terhadap 2 kelompok ibu yang mendapat kesempatan dilakukan kontak kulit-ke-kulit (skin to skin contact) dalam 1 jam setelah lahir berdampak terhadap lamanya proses menyusui di kemudian hari. Ibu yang tidak dilakukan kontak dini pada bayinya, menyusui lebih singkat dibandingkan ibu yang dilakukan kontak dini dengan bayinya. Bayi yang mendapat kontak dini persentase ASI eksklusif sampai dengan 3 bulan mencapai 58% dibanding 26% pada kontrol. IMD akan dibahas lebih mendalam dalam topik khusus mengenal hal ini.