Sie sind auf Seite 1von 38

Skenario

Skenario B Blok 27

Satu jam sebelum masuk RS, Bujang dianiyaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu.
Bujang pingsan kurang lebih 5 menit, kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor
polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repartum, Di RSUD Bujang
mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
dari hasil pemeriksaan didapat :
RR : 28x/menit, TD : 130/90 mmhg, Nadi : 50x/menit, GCS : (E4, M6, V5), pupil isokor,refleks cahaya :
pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif
region orbita dextra et sinistra tampak hematom, sub konjungtiva bleeding (-),
region temporal dextra : tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur
tulang.
region nasal : tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung
tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi terjadi penurunan kesadaran didapatkan :
pasien ngorok, RR 24x/menit, Nadi 50x/menit, TD 140/90 mmHg.
Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata.
Pupil anisokor dextra, refleks cahaya pupil kanan (-), refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut, dibantu oleh 3 orang perawat.


Klarifikasi Istilah
Aniaya : perbuatan yang bisa terjadi pada orang lain maupun diri sendiri dengan melakukan suatu
tindakan yang merugikan baik disengaja maupun tidak (kekerasan)
Pingsan : hilangnya kesadaran sementara waktu yang disebabkan oleh iskemia serebral
umum.
Visum et repertum :
Luka : cedera pada tubuh akibat factor dari luar
memar : jejas pada suatu bagian tanpa pemecahan kulit
ishokor : keadaan dimana kedua pupil sama besar
epidural hematom : pengumpulan setempat ekstravasasi darah, biasanya membeku didalam organ, ruang,
atau jaringan.
subkonjungtiva bleeding :
fraktur : terputusnya kontinuitas tulang atau setiap retakan atau patahan tulang yang utuh
ngorok : pernafasan kasar biasanya karena lidah jatuh ke posterior menutupi jalan nafas.
anisokor : perbedaan diameter pupil lebih dari 1 mm.
GCS :
Pupil :

Analisis Masalah

Analisis masalah
Bujang dipukul dengan kayu mengenai kepala depan dan kanan
a. Bagaimana mekanisme trauma ? 1

Biomekanika trauma:
Mekanisme trauma pada kasus ini adalah trauma akselerasi dengan jenis lesi coup dan jenis
trauma tumpul.
Mekanisme : kepala mendapat energy besar dari pukulanenergi diteruskan ke
SCALPtrauma local( luka robek)energi diteruskan ke os.temporalos.temporal tidak
bisa menahan besarnya energyfrakturditeuskan keotakrobeknya a.menieal
medianaperdarahan di epidural.
Dampak
Hal ini berdampak trauma langsung pada kepala yang berakibat timbulmya laserasi
ataupun robekan di jaringan kepala. Laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah karena kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah.
Terjadinya fraktur linear pada os temporalis menyebabkan robeknya arteri meningea
media yang akan menimbulkan epidural hematoma, yaitu pengumpulan darah diantara
lamina interna kranui dan duramater. Pada awalnya TIK masih terkompesasi dengan cara
bergesernya CSF dan darah vena keluar dari ruang intrakranial, namun selanjutnya TIK
tidak dapat dikompensasi dan menyebabkan TIK meningkat.

b. Trauma apa saja yang menyebabkan luka ? 2
c. Kemungkinan apa saja cedera yang terjadi akibat trauma ? (klasifikasi cedera kepala) 3
Klasifikasi Cedera Kepala
a. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
Ada riwayat trauma kapitis
Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup
istirahat.
b. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (gegar otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari
10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat. Vertigo dan muntah
mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak.
Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan
sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat
terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat
adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5
hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.
c. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate
menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan
kelumpuhan UMN.
Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah.
Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan
bisa timbul.
Terapi dengan antiserebral edema, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
d. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater.
Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural
akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda
asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan
laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan
mekanis.
e. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior.
Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya
liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
f. Hematom Epidural
Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
Etiologi : pecahnya a. Meningea media atau cabang-cabangnya
Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar
kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala
yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi
melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu
menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda
bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan
Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi
kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis,
misalnya : hemiparesis, refleks tendon meninggi, dan refleks patologik positif.
Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh
darah.
g. Hematom subdural
Letak : di bawah duramater
Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater
serta arachnoid dari kortex cerebri
Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian
dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)
Isodens terlihat dari midline yang bergeser
Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi)
dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari
trepanasi-dekompresi.
h. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus
temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya
berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari
kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi.
Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang
terkena.
i. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga
berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah
dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada.
Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.
TIK meningkat,
Cephalgia memberat,
Kesadaran menurun


d. Apa yang dimaksud dengan penganiayaan ? 4

polisi mengantar bujang ke rsud dan meminta visum et repertum
a. Apa yang dimaksud visum et repertum ? 5

Visum et repertum adalah keterangan atau laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik tentang apa yang dilihat dan ditemukan terhadap manusia baik hidup
maupun mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia berdasarkan keilmuannya
untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah
sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP

b. Apa saja Klasifikasi visum ? 6
Visum Orang Hidup dan Visum Orang Mati
c. Bagaimana cara membuat visum ? 7

Tata Laksana VeR pada Korban Hidup
1. Ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum korban hidup
1.Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133
ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP 27/1983 adalah Pejabat Polisi Negara
RI. Sedangkan untuk kalangan militer maka Polisi Militer (POM) dikategorikan
sebagai penyidik.
2.Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133
ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada pihak lain.
3.Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah ditentukan bahwa
permintaan oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara tegas telah
diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2).
4.Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada Penyidik yang
memintanya sesuai dengan identitas pada surat permintaan keterangan ahli. Pihak
lain tidak dapat memintanya.

2. Pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan forensik klinik
1. Dokter
2. Perawat
3. Petugas Administrasi

3. Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban hidup
Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum
sampai dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada S.O.P. Rumah
Sakit tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan
kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah ditangani aspek
medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban dalam
penanganan medis melibatkan berbagai disiplin spesialis.

Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/ visum et revertum
Adanya surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum
merupakan hal yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut.
Dokter sebagai penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti
adanya surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini
merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu pada saat
korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada atau korban
datang sendiri dengan membawa surat permintaan keterangan ahli/ visum et
repertum .
Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria tentang
pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak membawa
SpV. Sebagai berikut :
-Setiap pasien dengan trauma
-Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
-Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
-Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
-Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum
Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan
dalam hal pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus,
diberi tanda pada map rekam medisnya (tanda VER), warna sampul
rekam medis serta penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan
rekam medis pasien umum.

Pemeriksaan korban secara medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah
dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang
mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan.

Pengetikan surat keterangan ahli/ visum et repertum
Pengetikan berkas keterangan ahli/ visum et repertum oleh petugas administrasi
memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena ditujukan untuk
kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis,
untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Contoh :
Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima senti
meter

Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang
menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani tersebut
(dokter pemeriksa).
Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter, maka idealnya yang
menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam
penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter
pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan
dengan luka/cedera/racun/tindak pidana.

Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik
saja dengan menggunakan berita acara.

Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum
Surat keterangan ahli/ visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada pihak
penyidik yang memintanya saja.

d. Apa saja persyaratan yang diperlukan untuk membuat visum ? 8
2. Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
2. Bernomor dan bertanggal
3. Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
5. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
6. Tidak menggunakan istilah asing
7. Ditandatangani dan diberi nama jelas
8. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
9. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
10. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum . Apabila ada lebih
dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan
keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et
repertum masing-masing asli
11. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

e. Apa kebijakan yang mengatur pembuatan visum ? 9

KUHAP pasal 133
KUHP pasal 184

Bujang mengeluh nyeri kepala hebat dan muntah
a. Apa penyebab nyeri kepala hebat dan muntah ? 10
b. Bagaimana mekanisme timbulnya nyeri kepala hebat dan muntah ? 11
1. Nyeri Kepala:
Trauma kepala robeknya a/v meningea mediana perdarahan epidural regangan
pada duramater akibat akumulasi darahmerangsang ujung-ujung saraf bebas dari
Nervus trigeminus (saraf sensoris) nyeri kepala
2. Muntah:
robeknya a/v meningea mediana perdarahan epidural peningkatan tekanan
intrakranial penurunan CBF fase kompensasi (cushing response) penekanan
medula oblongata hipoksia pusat vasomotor vasokonstriksi perifer, peningkatan
tekanan darah permenit, bradikardi, gangguan pernafasan, muntah.
akumulasi darah di epiduralTIK peningkatan tekanan di medulla
oblongatamenekan pusat muntah muntah


Interpretasi Pemeriksaan tidak sadar Bujang
Pasien ngorok
Ngorok (stridor): tidak sadar reflex menahan lidah menghilang lidah ke posterior
mengganggu jalan nafas aliran udara yang mengalami turbulensi menghasilkan suara
kasar, monofonik, high-pitched dengan berbagai vibrasi (stridor)
Tanda Vital
Trauma tumpul kepala Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi Cerebral Blood Flow
dan tekanan perfusi otak menurun, maka akan terjadi kompensasi (Cushing respons)
penekanan pada daerah medulla oblongata, hipoksia pusat vasomotor sehingga
mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi perifer (peninggian tekanan darah sistemik)
bradikardi, pernafasan yang melambat dan muntah-muntah.
RR : 24x/menit
Masih dalam batasan normal. Namun terjadi penurunan RR dari keadaan sebelumnya,
kemungkinan ini diakibatkan karena sudah ada penanganan sebelumnya oleh dokter pada
saat pasien daang ke RSUD.
Nadi : 50x/menit
Merupakan kompensasi untuk menurukan tekanan darah ke otak akibat terjadinya
peningkatan intrakranial.
TD : 140/90 mmHg
Tekanan darah yang meningkat, diakibatkan oleh terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial.
GCS : E2M5V3
GCS = 10, cedera otak sedang
Pupil anisokor dextra, Reflex cahaya : pupil kanan (-), pupil kiri (+)
Paralisis nervus III dextra
Pupil anisokor : trauma tumpul hematoma epidural perdarahan berlanjut, terjadi
peningkatan tekanan intrakranial hematoma meluas ke daerah temporal lobus
temporalis tertekan ke arah bawa dan ke dalam bagian medial lobus mengalami herniasi
ke bawah tepi tentorium terdapat nuclei saraf kranial III (occulomotorius) gangguan
pada parasimpatis yang berfungsi untuk kontriksi pupil aktivitas simpatis meningkat
(dominan) pupil kanan midriasis (ipsilateral)

pemeriksaan yang didapat :
TD naik, RR naik, Nadi menurun,
a. Apa penyebab TD naik, RR naik, Nadi menurun ? 12

b. Bagaimana mekanisme TD naik, RR naik, Nadi menurun? 13

Interpretasi Pemeriksaan saat sadar Bujang
Hasil Batasan Normal Interpretasi
RR 28x/menit 16-24 x/menit Takipneu
TD 130/90 mmHg 120-80 mmHg
Nadi 50 x/menit
60-100
Bradikardia, dampak dari
peningkatan TIK
GCS (15) E4 M6 V5 14 15 cedera kepala
ringan

Cedera kepala ringan
pupil isokor, reflex cahaya : pupil
kanan reaktif, pupil kiri reaktif
pupil isokor, reflex
cahaya : pupil kanan
Normal
reaktif, pupil kiri reaktif
Regio Temporal dextra : Tampak
luka dextra ukuran 6x1 cm, tepi
tidak rata, sudut tumpul dengan
dasar fraktur tulang
Tidak ada
Ada fraktur os. Temporale
berbentuk linier.
Bentuk sudut tumpul
menunjukkan luka disebabkan
oleh benda tumpul.
Regio Nasal : tampak darah segar
mengalir dari kedua lubang hidung. Tidak ada
Ada pecahnya pembuluh darah
di dalam cavum nasii.
Adanya rembesan


c. Apakah boleh menurunkan tekanan darah ? Bagaimana masalah jika obat penurunan tekanan darah
diberikan ? 14

Luka ditemporal kanan adanya dasar fraktur media tulang temporal
a. Bagaimana anatomi kepala ? 15

1. Kulit Kepala
a. SCALP
Kulit kepala terdiri atas lima lapis, tiga lapisan yang pertama saling melekat dan
bergerak sebagai sebuah unit. Untuk membantu mengingat nama kelima lapisan kulit kepala
tersebut, gunakan setiap huruf dari SCALP (=kulit kepala) untuk menunjukkan lapisan kulit
kepala
Skin : kulit, tebal dan berambut, dan mengandung banyak kelenjar sebacea
Connective tissue : jaringan ikat di bawah kulit, yang merupakan jaringan lemak
fibrosa. Septa fibrosa menghubungkan kulit dengan aponeurosis m.occipitofrontalis.
Pada lapisan ini terdapat banyak pembuluh arteri dan vena. Arteri merupakan cabang-
cabang dari a. carotis externa dan interna, dan terdapat anastomosis yang luas di
antara cabang-cabang ini.
Aponeurosis (epicranial), merupakan lembaran tendo yang tipis, yang
menghubungkan venter occipitale dan venter frontale m.occipitofrontalis. Pinggir
lateral aponeurosis melekat pada fascia temporalis.
Spatium subapomeuroticum adalah ruang potensial di bawah aponeurosis
epicranial. Dibatasi di depan dan belakang oleh origo m.occipitofrontalis dan melah
ke lateral sampai ke tempat perlekatan aponeurosis pada fascia temporalis
Loose areolar tissue : jaringan ikat, yang mengisi spatium subaponeuroticum dan
secara longgar menghubungkan cranium (pericranium). Jaringan areolar ini
mengandung beberapa arteri kecil, dan juga beberapa vv.emissaria yang penting.
Vv.emissaria tidak berkatup dan menghubungkan vena-vena superificial kulit kepala
dengan vv.diploicae tulang tengkorak dan dengan sinus venosus intracranialis.
Pericranium, merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang tengkorak.
Perlu diingat bahwa sutura di antara tulang tulang tengkorak dan periosteum pada
permukaan luar tulang berlanjut dengan periosteum pada permukaan dalam tulang-
tulang tengkorak.

b. Otot-otot Kulit Kepala
M.Occipitofrontalis
Origo : otot ini mempunyai empat venter, dua occipitalis dan dua frontalis, yang
dihubungkan oleh aponeurosis. Setiap venter occipitalis berasal dari linea nuchalis
suprema ossis occipitale dan berjalan ke depan untuk melekat pada aponeurosis.
Setiap venter frontalis berasal dari kulit dan fascia superficialis alis mata, berjalan ke
belakang untuk melekat pada aponeurosis.
Persarafan : venter occipitalis dipersarafi oleh ramus auricularis n.facialis, venter
frontalis dipersarafi oleh ramus temporalis n.facialis
Fungsi : ketiga lapisan pertama kulit kepala dapat bergerak ke depan dan belakang,
jaringan ikat longgar dari lapisan keempat kulit kepala memungkinkan aponeurosis
bergerak di atas pericranium. Venter frontalis dapat menaikkan alis mata seperti pada
ekspresi keheranan dan ketakutan.
c. Persarafan Sensorik Kulit Kepala
Truncus utama saraf sensorik terletak pada fascia superficialis. Dari anterior di
garis tengah menuju ke lateral ditemukan saraf-saraf berikut ini :
N.supratrochlearis, cabang dari divisi ophtalmica n.trigeminus, membelok di
sekitar margo superior orbitalis dan berjalan ke depan di atas dahi. Mempersarafi kulit
kepala ke arah belakang sampai ke vertex. N.zygomaticotemporalis, cabang dari divisi
maxillaris n.trigeminus, mempersarafi kulit kepala di atas pipi.N.auriculotemporales,
cabang dari divisi mandibula n.trigeminus, berjalan ke atas di samping kepala dari depan
aurikula. Cabang terakhirnya mempersarafi kulit daerah temporal. N.occipitalis minor,
cabang dari plexus cervicalis (C2), mempersarafi kulit kepala di bagian lateral regio
occipitale dan kulit di atas permukaan medial auricula. N.occipitalis major, cabang dari
ramus posterior n.cervicalis kedua, berjalan ke atas di belakang kepala dan mempersarafi
kulit sampai ke depan sejauh vertex cranii.
d. Pendarahan Kulit Kepala
Kulit kepala mempunyai banyak suplai darah untuk memberi makanan ke folikel
rambut, dan oleh karena itu, luka kecil akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Arteri terletak di dalam fascia superficialis. Dari arah anterior ke lateral, ditemukan
arteri-arteri berikut ini :
A. supratrochlearis dari a.supraorbitalis, cabang-cabang a.ophthalmica, berjalan ke
atas melalui dahi bersama dengan n.supratrochlearis dan n.supraorbitalis.
A.temporalis superficialis, cabang terminal kecil a.carotis externa, berjalan di depan
auricula bersama dengan n.auriculotemporalis. arteri ini bercabang dua, ramus
anterior dan posterior yang mendarahi kulit di daerah frontal dan temporal.
A.auricularis posterior cabang a.caroti externa, naik di belakang telinga dan
mendarahi kulit kepala di atas dan belakang telinga.
A.occipitalis, sebuah cabang a.carotis externa, berjalan ke atas dari puncak trigonum
posterior bersama dengan n.occipitalis major. Pembuluh ini mendarahi kulit di
belakang kepala sampai ke vertex cranii.
e. Aliran Vena Kulit Kepala
V.supratrochlearis dan v.supraorbitalis bersatu di pinggir medial orbita untuk
membentuk v.facialis. V.temporalis superficialis bersatu dengan v.maxillaris di dalam
substansi glandula parotidea untuk membentuk v.retromandibularis. V.auricularis
posterior bersatu denga divisi posterior v.retromandibularis, tepat di bawah glandula
parotidea, untuk membentuk v.jugularis externa. V.occipitalis bermuara ke plexus
venosus suboccipitalis, yang terletak di dasar bagian atas trigonum posterior, kemudian
plexus bermuara ke dalam v.vertebralis atau v.jugularis interna. Vena-vena di kulit kepala
beranastomosis luas satu dengan yang lain, dihubungkan ke vv.diploicae tulang
tengkorak dan sinus venosus intracranial oleh Vv.emissariae yang tidak berkatup.
2. Cavum Cranii
Cavum cranii berisi otak dan meningen yang membungkusnya, bagian saraf otak,
arteri, vena dan sinus venosus.
a. Calvaria
Permukaan dalam calvaria memperlihatkan sutura coronalis, sagitalis, lambdoidea.
Pada garis tengah terdapat sulcus sagittalis yang dangkal untuk tempat sinus sagittalis
superior. Di kanan dan kiri sulcus terdapat beberapa lubang kecil, disebut foveae
granulares yang menjadi tempat lacunae laterales dan granulationes arachnoidales.
Didapatkan sejumlah alur dangkal untuk divisi anterior dan poesterior a. et v.meningea media
sewaktu keduanya berjalan di sisi tengkorak menuju calvaria.
b. Basis Cranii
Bagian dalam basis cranii dibagi dalam tiga fossa yaitu fossa cranii anterior, media,
dan posterior. Fossa cranii anterior dipisahkan dari fossa cranii media oleh ala minor ossis
sphenoidalis, dan fossa cranii media dipisahkan dari fossa cranii posterior oleh pars petrosa
ossis temporalis.
1) Fossa Cranii Anterior
Fossa cranii anterior menampung lobus frontalis cerebri. Dibatasi di anterior oleh
permukaan dalam os.frontale, dan di garis tengah terdapat crista untuk tempat melekatnya
falx cerebri. Batas posteriornya adalah ala minor ossis sphenoidalis yang tajam dan bersendi
di lateral dengan os frontale dan bertemu dengan angulus anteroinferior os parietale atau
pterion.Ujung medial ala minor ossis sphenoidalis membentuk processus clinoideus
anterior pada masing-masing sisi, yang menjadi tempat melekatnya tentorium cerebelli.
Bagian tengah fossa cranii media dibatasi di posterior oleh alur chiasma opticum.
Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina
cribriformis ossis ethmoidalis di medial. Crista galli adalah tonjolan tajam ke atas dari os
ethmoidale di garis tengah dan merupakan tempat melekatnya falx cerebri. Di antara crista
galli dan crista ossis frontalis terdapat apertura kecil, yaitu foramen cecum, untuk tempat
lewatnya vena kecil dari mucosa hidung menuju ke sinus sagittalis superior. Sepanjang crista
galli terdapat celah sempit pada lamina cribriformis untuk tempat lewatnya n.ethmoidalis
anterior menuju ke cavum nasi. Permukaan atas lamina cribriformis menyokong bulbus
olfactorius, dan lubang-lubang halus pada lamina cribrosa dilalui oleh n.olfactorius.
2) Fossa Cranii Media
Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang sempit dan bagian lateral yang
lebar. Bagian medial yang agak tinggi dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis, dan bagian
lateral yang luas membentuk cekungan di kanan dan kiri, yang menampung lobus temporalis
cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor ossis sphenoidalis dan di posterior oleh batas atas
pars petrosa ossis temporalis. Di lateral terletak pars squamosa ossis temporalis, ala major
ossis sphenoidalis dan os parietale. Dasar dari masing-masing bagian lateral fossa cranii
media dibentuk leh ala major ossis sphenoidalis dan pars squamosa dan petrosa ossis
temporalis.
Os sphenoidale mirip kelelawar dengan corpus terletak di bagian tengah dan ala
major dan minor terbentang kanan dan kiri. Corpus ossis sphenoidalis berisi sinus
sphenoidalis yang berisi udara, yang dibatasi oleh membrana mucosa dan berhubungan
dengan rongga hidung. Sinus ini berfungsi sebagai resonator suara. Di anterior, canalis
opticus dilalui oleh n.opticus dan a.ophthalmica, sebuah cabang dari a.carotis interna, menuju
orbita. Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah di antara ala major dan minor ossis
sphenoidalis, dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontalis, n.trochlearis, n.oculomotorius,
n.nasociliaris, dan n.abducens, bersama dengan v.ophthalmica superior. Sinus venosus
sphenoparietalis berjalan ke medial sepanjang pinggir posterior ala minor ossis sphenoidalis
dan bermuara ke dalam sinus cavernosus.
Foramen rotundum, terletak di belakang ujung medial fissura orbitalis superior,
menembus ala major ossis sphenoidalis dan dilalui oleh n.maxillaris dari ganglion trigeminus
menuju fossa pterygopalatina. Foramen ovale terletak posterolateral terhadap foramen
rotundum dan menembus ala major ossis sphenoidalis dan dilalui oleh radix sensorik besar
dan radix motorik kecil dari n.mandibularis menuju ke fossa infratemporalis n.petrosus
minus juga berjalan melalui foramen ini.
Foramen spinosum yang kecil terletak posterolateral terhadap foramen ovale dan
juga menembus ala major ossis sphenoidalis. Foramen ini dilalui oleh a.meningea media dari
fossa infratemporalis menuju ke cavum cranii. Kemudian arteri berjalan ke depan dan lateral
di dalam alur pada permukaan atas pars squamosa ossis temporalis dan ala major ossis
sphenoidalis. Pembuluh ini berjalan dalam jarak yang pendek, kemudian terbagi dalam ramus
anterior dan posterior. Ramus anterior berjalan ke depan dan atas, ke angulus anteroinferior
ossis temporalis. Di sini, arteri membuat saluran yang pendek dan dalam, kemudian berjalan
ke belakang dan atas pada os parietale. Pada tempat ini, arteri paling mudah cedera akibat
pukulan pada kepala. Ramus posterior berjalan ke belakang dan atas, melintasi pars
squamosa ossis temporalis untuk sampai os parietale.
Foramen laserum besar dan iregular terletak antara apeks pars petrosa osis
temporalis dan os sphenoidale. Muara inferior foramen laserum terisi kartilago dan jaringan
fibrosa, dan hanya sedikit pembuluh darah melalui jaringan tersebut dari rongga tengkorak ke
leher. Canalis caroticus bermuara pada sisi foramen lacerum di atas muara inferior yang
tertutup. A.carotis interna masuk ke foramen dari canalis ini dan segera melengkung ke atas
untuk sampai pada sisi corpus ossis sphenoidalis. Di sini, arteri ini membelok ke depan
dalam sinus cavernosus untuk mencapai daerah processus clinoideus anterior. Pada tempat
ini, a.carotis interna membelok vertikal ke atas, medial terhadap processus clinoideus
anterior, dan muncul dari sinus cavernosus.
Lateral terhadap foramen lacerum terdapat lekukan pada apeks pars petrosa ossis
temporalis untuk ganglion temporalis. Pada permukaan anterior os petrosus terdapat dua
alur saraf, alur medial yang lebih besar untuk n.petrosus major, sebuah cabang n.facialis,
dan alur lateral yang lebih kecil untuk n.petrosus minor, sebuah cabang dari plexus
tymphanicus. N. petrosus major ke dalam foramen lacerum dibawah ganglion trigeminus dan
bergabung dengan n.petrosus profundus (serabut symphatis dari sekitar a.carotis interna),
untuk membentuk n.canalis pterygoidei. N. petrosus minor berjalan ke depan ke foramen
ovale.
N.abducens melengkung tajam ke depan, melintasi apeks os petrosus, medial
terhadap ganglion trigeminus. Di sini, saraf ini meninggalkan fossa cranii posterior dan
masuk ke dalam sinus cavernosus. Eminentia arcuata adalah penonjolan bulat yang terdapat
pada permukaan anterior os petrosus dan ditimbulkan oleh canalis semicircularis superior
yang terletak di bawahnya. Tegmen tympani adalah lempeng tipis tulang, yang merupakan
penonjolan ke depan pars petrosa ossis temporalis dan terletak berdampingan dengan pars
squamosa tulang ini. Dari belakang ke depan, lempeng ini membentuk atap antrum
mastoideum, cavum tympani dan tuba auditiva. Lempeng tipis tulang ini merupakan satu-
satunya penyekat utama penyebaran infeksi dari dalam cavum tympani ke lobus temporalis
cerebri.
Bagian medial fossa cranii media dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis. Di depan
terdapat sulcus chiasmatis, yang berhubungan dengan chiasma opticum dan berhubungan ke
lateral dengan canalis opticus. Posterior terhadap sulcus terdapat peninggian, disebut
tuberculum sellae. Di belakang peninggian ini terdapat cekungan dalam, yaitu sella turcica,
yang merupakan tempat glandula hypophisis. Sella turcica dibatasi di posterior oleh
lempeng tulang bersegi empat yang disebut dorsum sellae. Angulus superior dorsum sellae
mempunyai dua tuberculum disebut processus clinoideus posterior, yang menjadi tempat
perlekatan dari pinggir tetap tentorium cerebelli.
3) Fossa Cranii Posterior
Fossa cranii posterior dalam dan menampung bagian otak belakang, yaitu cerebellum,
pons dan medulla oblongata. Di anterior fossa dibatasi oleh pinggir superior pars petrosa
ossis temporalis dan di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa ossis
occipitalis. Dasar fossa cranii posterior dibentuk oleh pars basillaris, condylaris, dan
squamosa ossis occipitalis dan pars mastoideus ossis temporalis. Atap fossa dibentuk oleh
lipatan dura, tentorium cerebelli, yang terletak di antara cerebellum di sebelah bawah dan
lobus occipitalis cerebri di sebelah atas.
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla
oblongata dengan meningen yang meliputinya, pars spinalis ascendens n.accessories, dan
kedua a.vertebralis. Canalis hypoglossi terletak di atas pinggir anterolateral foramen
magnum dan dilalui oleh n.hypoglossus. Foramen jugularis terletak di antara pinggir bawah
pars petrosa ossis temporalis dan pars condylaris ossis occipitalis. Foramen ini dilalui oleh
struktur berikut ini dari depan ke belakang : sinus petrosus inferior, n.IX, n.X dan n.XI,
dan sinus sigmoideus yang besar. Sinus petrosus inferior berjalan turun di dalam alur pada
pinggir bawah pars petrosa ossis temporalis untuk mencapai foramen. Sinus sigmoideus
berbelok ke bawah melalui foramen dan berlanjut sebagai v.jugularis interna.
Meatus acusticus internus menembus permukaan superior pars petrosa ossis
temporalis. Lubang ini dilalui oleh n.verstibulocochlearis dan radix motorik dan senorik
n.facialis. Crista occipitalis interna berjalan ke atas di garis tengah, posterior terhadap
foramen magnum, menuju ke protuberantia occipitalis interna. Pada crista ini melekat falx
cerebelli yang kecil, yang menutupi sinus occipitalis.
Kanan dan kiri dari protuberantia occipitalis interna terdapat alur lebar untuk sinus
transversus. Alur ini terbentang di kedua sisi, pada permukaan dalam os occipitale, sampai ke
angulus inferior atau sudut os parietale. Kemudian alur berlanjut ke pars mastoideus ossis
temporalis, dan di sini sinus transversus berlanjut sebagai sinus sigmoideus. Sinus petrosus
superior berjalan ke belakang sepanjang pinggir atas os petrosus di dalam sebuah alur
sempit dan bermuara ke dalam sinus sigmoideus. Sewaktu berjalan turun ke foramen
jugulare, sinus sigmoideus membuat alur yang dalam pada bagian belakang os petrosus dan
pars mastoideus ossis temporalis. Di sini, sinus sigmoideus terletak tepat posterior terhadap
antrum amstoideum.
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
duramater, araknoid dan piamater.
Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat
erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di
bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara
duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-
sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara
duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang
kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak
pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus
pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat
permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub araknoid.
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas
hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater dari sisi
inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia.
Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.
Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan
mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan
orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab
dalam proses penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan
medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang
kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat.
Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam
fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer
serebri.
5. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro
menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya
CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di
seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena
melalui vili araknoid.
6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial (terdiri
atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior).
ANATOMI DASAR KEPALA (CRANIUM)
A. Tulang Kepala (Os. Cranium)
1. Gubah tengkorak yang terdiri atas tulang-tulang seperti :
a. Os frontal (tulang dahi)
b. Os parietal (tulang ubun-ubun)
c. Os Occipital (tulang kepala bagian belakang)

2. Dasar tengkorak, yang terdiri dari tulang-tulang seperti :
a. Os Sfenoidalis (tulang baji), tulang yang terdapat ditengah-tengah dasar tengkorak dan
berbentuk seperti kupu-kupu, dengan tiga pasang sayap.
b. Os Ethimoidalis (tulang tapis), terletak disebelah depan dari os sfenoidal diantara lekuk
mata.
Selain kedua tulang tersebut diatas dasar tengkorak dibentuk pula oleh tulang-tulang lain
seperti : tulang kepala belakang, tulang dahi dan tulang pelipis.

3. Samping tengkorak, dibentuk oleh tulang-tulang seperti :
a. Tulang pelipis ( os Temporal )
b. Sebagian tulang dahi
c. Tulang ubun-ubun
d. Tulang baji.


anterior view






lateral view

*Os. Cranium tersusun atas:
1 tulang dahi (os.frontale)
2 tulang ubun-ubun (os.parietale)
1 tulang kepala belakang (os.occipitale)
2 tulang baji (os.sphenoidale)
2 tulang pelipis (os.temporale)
2 tulang tapis (os.ethmoidale)

*Sutura
Tulang-tulang tengkorak kepala dihubungkan satu sama lain oleh tulang bergerigi yang
disebut sutura. Sutura-sutura tersebut adalah :
1) Sutura coronalis yang menghubungkan antara os frontal dan os parietal.
2) Sutura sagitalis yang menghubungkan antara os parietal kiri dan kanan.
3) Sutura lambdoidea/ lambdoidalis yang menghubungkan antara os parietal dan os
occipital.
.




tulang wajah

*Bagian muka/wajah (os.splanchocranium)
2 tulang rahang atas (os.maxilla)
2 tulang rahang bawah (os.mandibula)
2 tulang pipi (os.zygomaticum)
2 tulang langit-langit (os.pallatum)
2 tulang hidung (os.nasale)
2 tulang mata (os.laximale)
1 tulang lidah (os.hyoideum)
2 tulang air mata (os.lacrimale)
2 tulang rongga mata (os.orbitale)



4. Tengkorak wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak otak.
Didalam tengkorak wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut (cavum
oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga mata (orbita). Tengkorak wajah dibagi atas
dua bagian:

Bagian hidung terdiri atas :
1) Os Lacrimal (tulang mata) letaknya disebelah kiri/kanan pangkal hidung di sudut mata.
2) Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung sebelah atas
3) Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung danj bentuknya
berlipat-lipat.
Septum nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.

Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
1) Os Maksilaris (tulang rahang atas)
2) Os Zigomaticum, tulangpipi yang terdiri dari dua tulang kiri dan kanan.
3) Os Palatum atau tulang langit-langit, terdiri dari dua dua bua tulang kiri dan kanan
4) Os Mandibularis atau tulang rahang bawah , terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan
kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari mandibula terdapat
processus coracoid tempat melekatnya otot.


B. Otot-otot Kepala

Cranial Mucle Lateral View


Otot bagian ini dibagi menjadi 5 bagian:
1. Otot pundak kepala, funsinya sebagian kecil membentuk gales aponeurotika disebut juga
muskulus oksipitifrontalis, dibagi menajdi 2 bagian:
a. Muskulus frontalis, funsinya mengerutkan dahi dan menarik dahi mata
b. Oksipitalis terletak di bagian belakang, fungsinya menarik kulit ke belakang

2. Otot wajah terbagi atas:
a. Otot mata (muskulus rektus okuli) dan otot bola mata sebanyak 4 buah
b. Muskulus oblikus okuli/otot bola mata sebanyak 2 buah, fungsinya memutar mata
c. Muskulus orbikularis okuli/otot lingkar mata terdapat di sekliling mata, funsinya sebagai
penutup mata atau otot sfingter mata
d. Muskulus levator palpebra superior terdapat pada kelopak mata. Fungsinya menarik,
mengangkat kelopak mata atas pada waktu membuka mata

3. Otot mulut bibir dan pipi, terbagi atas:
a. Muskulus triangularis dan muskulus orbikularis oris/otot sudut mulut, fungsinya menarik
sudut mulut ke bawah
b. Muskulus quadratus labii superior, otot bibir atas mempunyai origo penggir lekuk mata
menuju bibir atas dan hidung
c. Muskulus quadratus labii inferior, terdapat pada dagu merupakan kelanjutan pada otot
leher. Fungsinya menarik bibir ke bawah atau membentuk mimik muka ke bawah
d. Muskulus buksinator, membentuk dinding samping rongga mulut. Origo pada taju
mandibula dan insersi muskulus orbikularis oris. Fungsinya untuk menahan makanan waktu
mengunyah.
e. Muskulus zigomatikus/otot pipi, fungsinya untuk mengangkat dagu mulut ke atas waktu
senyum.

4. Otot pengunyah/otot yang bekerja waktu mengunyah, terbagi atas:
a. Muskulus maseter, fungsinya mengangkat rahang bawah pada waktu mulut terbuka
b. Muskulus temporalis fungsinya menarik rahang bawah ke atas dan ke belakang
c. Muskulus pterigoid internus dan eksternus, fungsinya menarik rahang bawah ke depan

5. Otot lidah sangat berguna dalam membantu pancaindra untuk mengunyah, terbagi atas:
a. Muskulus genioglosus, fungsinya mendorong lidah ke depan
b. Muskulus stiloglosus, fungsinya menarik lidah ke atas dan ke belakang


Cranial Muscle Anterior View

*Otot-otot Leher

otot leher dan punggung
1. Muskulus platisma, terdapat di samping leher menutupi sampai bagian dada. Fungsinya
menekan mandibula, menarik bibir ke bawah dan mengerutkan kulit bibir.

2. Muskulus sternokleidomastoid di samping kiri kanan leher ada suatu tendo sangat kuat.
Fungsinya menarik kepala ke samping, ke kiri, dan ke kanan, memutar kepala dan kalau
keduanya bekerja sama merupakan fleksi kepala ke depan disamping itu sebagai alat bantu
pernapasan..

3. Muskulus longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis. Ketiga otot ini
terdapat di belakang leher, terbentang dari belakang kepala ke prosesus spinalis korakoid.
Fungsinya untuk menarik kepala belakang dan menggelengkan kepala.


b. Kemungkinan apa saja yang terjadi di intracranial ? 16
c. Apakah pasien ini terindikasi rawat ? 17

Penurunan kesadaran kedua setelah penurunan kesadaran pertama dengan adanya keadaan sadar di
antaranya, lucid interval.
a. Apa yang dimaksud lucid interval ? 18
b. bagaimana patofisiologi lucid interval ? 19
atofisiologi
a. Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung
pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses tersebut
maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya.
Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro-kaudal sepanjang
batang otak.
14.16
Gejala-gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai
dengan gejala-gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat
dapat timbul sindroma diensefalon, sindroma mesensefalon bahkan sindroma ponto-meduler dan
deserebrasi.
12,14,16
Oleh kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi girus singuli di kolong falks
serebri, herniasi transtentoril dan herniasi unkus lobus temporalis melalui insisura tentorii.
14,16
b. Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik
oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
12,16
c. Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu
simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomik
tertentu pada susunan saraf pusat.
12
Penyebab gangguan kesadaran pada golongan initerutama
akibat kekurangan 0
2
, kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai
macam toksin.
16
d. Kekurangan 0
2

Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 0
2
/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR 0
2
). CMR 0
2
ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak
berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR 0
2
meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak,
CMR 0
2
menurun. Pada CMR 0
2
kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi
gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 0
2
/100 gram otak/menit terjadi koma.
16

e. Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada serebrum dan
kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini hipoglikemi
menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai pada formasio retikularis
dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.
16
Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan
kesadaran merupakan gejala dini.
f. Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 0
2
dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan penting.
Bila aliran darah ke otak berkurang, 0
2
dan glukosa darah juga akan berkurang.

Mekanisme pingsan selama 5 menit dan sadar kembali
Akibat pukulan energi eksternal tinggi mengenai kepala getaran hebat tiba-tiba
perubahan posisi secara mendadak dari otak blokade impuls aferen aspesifik gangguan
kesadaran/ pingsan kompensasi reposisi kepala, getaran yang menghilang sadar kembali
TIK makin meningkat hematom makin membesar kecurigaan herniasi unkus lesi
supratentorial dan menekan arteri di sekitar batang otak hipoksia, hipoglikemia suplai
darah dan oksigen << penurunan kesadaran

Lucid interval
Trauma tumpul hematoma epidural perdarahan berlanjut, terjadi peningkatan tekanan
intrakranial hematoma meluas ke daerah temporal lobus temporalis tertekan ke arah bawa
dan ke dalam bagian medial lobus mengalami herniasi ke bawah tepi tentorium tekanan
herniasi unkus pada sirkulasi arteria mengganggu formasio retikularis medulla oblongata
hilang kesadaran kembali
Pada saat pingsan sesaat setelah kejadian tubuh masih bisa mengkompensasi adanya perubahan
akibat trauma yang terjadi, blokade dari lintasan retikularis asenden menyebabkan otak tidak
mendapatkan iput aferen pingsan saat blokade hilang saat kompensasi tubuh sadar
kembali

c. Apa penyebabnya ? 20
Etiologi
Menurut kausa
11
:
1. Kelainan otak
a. Trauma : komosio, kontusio, laserasio, hematoma epidural, hematoma subdural.
b. Gangguan sirkulasi: perdarahan intraserebral, infark otak oleh trombosis dan emboli.

c. Radang : ensefalitis, meningitis.
d. Neoplasma : primer, metastatik.
e. Epilepsi : status epilepsi.
2. Kelainan sistemik
a. Gangguan metabolisme dan elektrolit: hipoglikemia, diabetik ketoasidosis, uremia,
gangguan hepar, hipokalsemia, hiponatremia.
b. Hipoksia: penyakit paru berat, kegagalan jantung berat, anemia berat
c. toksik : keracunan CO, logam berat, obat, alkohol.
Menurut mekanisme gangguan serta letak lesi :
1. gangguan kesadaran pada lesi supratentorial.
2. gangguan kesadaran pada lesi infratentorial.
3. gangguan difus (gangguan metabolik).
Benyamin Chandra
11
menggunakan istilah cemented yang merupakan huruf-huruf pertama
penyebab gangguan kesadaran.
c= circulation (gangguan sirkulasi darah).
e= ensefalomeningitis.
m=metabolisme (gangguan metabolisme).
e=elektrolit and endokrin (gangguan elektrolit dan endokrin)
n = neoplasma.
t =trauma kapitis.
e = epilepsi
d = drug intoxication.


d. Apa dampak kedepannya ? 21

pupil anishokor
a. Bagaimana patofisiologi pupil anisokor ? 22
b. Fenomena pupil 23
c. Kemungkinan herniasi 24

perdarahan dari kedua lubang hidung
Regio nasal
Pada kasus ini, terjadi epistaksis bagian anterior. Apabila terjadi epistaksis anterior
berarti kemungkinan mengenai pleksus kieselbach dan arteri ethmoidalis anterior. Jadi,
epistaksis anterior disini disebabkan karena factor trauma local akibat dari benturan
benda tumpul berupa dayung.

a. anatomi hidung dan basis kranii 25
b. bagaimana tanda-tanda fraktur basis kranii ? 26

Apa saja DD ? 27
a. Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan
arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma
epidural yang berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang
menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a.
kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan
hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk
bulan sabit. 11,16

Gambar 5. Hematoma Subdural Akut
b. Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di
dalamnya. 11,16

Gambar 6. Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam
menunjukkan hematoma subdural dan panah putih menunjukkan pergeseran garistengah ke
kanan

Bagaimana cara mendiagnosis ? 28
Apa diagnosis kerja ? 29
Apa saja pemeriksaan penunjang ? 30
a. Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali.
1. Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang
memotong sulcus arteria meningea media.
2. Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi
cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single)
tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling
sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens),
berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis
fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut
( 60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis
pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan :
Pemeriksaan darah rutin
CT Scan untuk mengetahui ada tidaknya fraktur, pendarahan, hematoma, udem
dan kelainan otak lainnya & dapat ditentukan seberapa luas lesi, pendarahan dan
perubahan jaringan di otak.
X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
o Menilai kadar PCO
2
dan PO
2
yang penting dalam patofisiologi perdarahan otak
o PCO
2
yang tinggi menyebabkan vasodilatasi vaskular otak yang memperparah
perdarahan.
Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
Rinoskopi atau nasoendoskopi (bila tersedia )Pemeriksaan trauma hidung dan
sumber perdarahan
Ophthalmoscopymenilai adanya perdarahan intraocular, edema, foreign body,
retinal detachment, edema papil nervus II atau tidak.
Factor pembekuan, clotting time, bleeding time

Bagaimana tatalaksana ? 31
1. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan awal di TKP
periksa apakah pasien sadar atau tidak.
jika pasien dalam keadaan tidak sadar, periksa denyut nadi.
masih teraba denyut nadi, lakukan pertolongan dengan system ABCDE sambil
mencari pertolongan dan mengusahakan unutk membawa pasien ke RS terdekat.
Airway :
1. posisikan pasien untuk membuka jalan nafas dengan jaw trush
maneuver,chin lead dan head lead, bersihkan jalan nafas
2. miring kan ke satu sisi untuk membersihkan jalan nafas (hidung) yang
berisi darah.
3. Pasang chollar neck
Breathing :
1. Look, Listen, Feel
2. Pantau terus fungsi pernafasannya
Circulation: Pantau terus TD,HR selama perjalanan ke RS, jika terjadi cardiac
arrest lakukan kompresi.
Pada kasus, fungsi Beathing pasien masih bagus, dan Denyut nadi masih teraba,
jadi setelah jalan nafas dibersihkan, dan dipasang chollar neck segera bawa ke
RS terdekat.

Pemeriksaan
Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan status
kesadaran pasien. Ini harus dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis
yang teliti
1) Primary survey
Seperti halnya kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai ialah :
a) Jalan nafas airway
b) Pernafasan breathing
c) Nadi dan tekanan darah circulation
Jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu
segera dipasang pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher
hams berhati-hati bila ada riwayat/dugaan trauma servikal (whiplash injury), jamb
dengan kepala di bawah atau trauma tengkuk. Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan
untuk menduga adanya shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya
trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah
yang disertai dengan me-lambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal
peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh
hematoma epidural.
2) Pemeriksaan neurologis
Dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus
cedera kepala sudah mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; stilah apatik,
somnolen, sopor, coma, sebaiknya dihindari atau disertai dengan penilaian kesadaran
yang lebih obyektif, terutama dalam keadaan yang memerlukan penilaian/perbandingan
secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan Skala Koma
Glasgow. Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke waktu
dapat diikuti secara akurat.

Skala Koma Glasgow
Skala Koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian/pemeriksaan atas tiga parameter,
yaitu :
a. Buka mata.
b. Respon motorik terbaik.
c. Respon verbal terbaik
Skala Koma Glasgow
a. Reaksi membuka mata
4 Buka mata spontan
3 Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
2 Buka mata bila dirangsang nyeri
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
b. Reaksi berbicara
5 Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
4 Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
3 Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tak berbentuk kalimat
2 Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak terbentuk kata
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
c.Reaksi gerakan lengan/tungkai
6 Mengikuti perintah
5 Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
4 Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
3 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
2 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
1 Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
3) Secondary survey
Pemeriksaan neurologis serial (DCS, lateralisasi, dan refleks pupil) harus.
Pemeriksaan neurologis serial (DCS, lateralisasi, dan refleks pupil) harus selalu
dilakukan untuk deteksi dini gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus
temporal (unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya.
Adanya trauma langsung pada mata sering merupakan penyebab abnormalitas respon
pupil dan dapat membuat pemeriksaan pupil menjadi sulit.
4) Prosedur Diagnostik
Pemeriksaan CT scan harus segera dilakukan secepat mungkin, segera setelah
hemodinamika normal. Pemeriksaan CT scan ulang harus dikerjakan jika terjadi
perubahan status klinik penderita dan secara rutin 12-24 jam setelah trauma bila dijumpai
gambaran kontusio atau hematoma pada CT scan awal.
Angiografi pada penderita dengan kelainan neurologis dapat dilakukan bila tidak
terdapat CT scan.

Setelah mendapatkan tatalaksana awal primary survey di UGD, jaga terus agar pasien
tetap stabil dan setelah pasien stabil segera rujuk ke bedah saraf untuk dilakukan
tatalaksana terhadap cedera kepalanya.
Penanganan pasien saat ini (tidak sadar) melanjutkan tatalaksana awal yang terlalu
dilakukan pada saan pasien tiba di UGD
Airway : pasang EET
Breathing : Tetap beri oksigen 10-12 liter/menit
Circulation : resusitasi cairan dengan Ringer Laktat terus dilakukan, evaluasi
terus tanda vital
Disabillity : evaluasi GCS, refleks pupil.
Exposure: Cari lebih lanjut perdarahan yang mungkin terjadi.
Pengobatan17
1) Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat
menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan
pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : guna-
kan cairan NaCl 0,9% atau Dextrose in saline.
2) Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a) Cairan intravena
Cairan intravena diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita tetap
dalam keadaan normovolemia. Keadaan hipovolemia pada pasien sangatlah
berbahaya. Namun harus diperhatikan untuk tidak meberikan cairan yang berlebihan.
Jangan berikan cairan hipotoni. Pengguaan cairan yang mengandung glukosa dapat
menyebabkan hiperglikemia yang erakibat buruk pada otak yang cedera. Karena itu
cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan garam fisiologis atau ringer
laktat. Kadar natrium serum juga harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya
edema otak. Strategi terbaik adalah mempertahankan volume intravaskular normal
dan hindari hipoosmolalitas, dengan cairan isotonik. Saline hipertonik bisa
digunakan untuk mengatasi hiponatremia yang bisa menyebabkan edem otak.
b) Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan PCO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi
pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan
metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat
diperiksa, PCO2 dipertahankan > 100 mmHg dan PCO2di antara 25-30 mmHg.
c) Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan Manitol 10-15% per infus untuk "menarik" air
dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui
diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam
dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan: 0,51 gram/kg BB dalam
10-30 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah.
Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat
dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
d) Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa
waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa
kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya
berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis
parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan
dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga
Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon
dengan dosis 6 dd 10 mg.
e) Barbiturat.
Digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan
serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena
kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan
akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan
dengan pengawasan yang ketat.
f) Cara lain
Pada 24-48 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000 ml/24
jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa
posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30 akan menurunkan tekanan
intrakranial. Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama,
ialah kepala dan leher diangkat 30, sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150,
telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90 dengan tungkai bawah.
3) Obat-obat Neurotropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a) Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan
mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel.
Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan
pemberian intravena karena sifatnya asam sehingga mengiritasi vena.
b) Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter penting
di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena.
c) Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri
diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan
dalam dosis 100-500 mg/hari intravena.
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat : 12
Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 3 mm
Penanganan darurat dengan dekompresi dengan trepanasi sederhana (boor hole).
Dilakukan craniotomy untuk mengevakuasi hematom. Indikasi operasi di bidang bedah
saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan
tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di
sebabkan oleh lesi desak ruang.12
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
25 cc desak ruang supra tentorial
10 cc desak ruang infratentorial
5 cc desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif

Apa pencegahan ? 32
Bagaimana prognosis ? 33
Prognosis tergantung pada
Lokasinya ( infratentorial lebih jelek
Besarnya
Kesadaran saat masuk kamar operasi
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15%
dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami
koma sebelum operasi

Apa komplikasi ? 34
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita trauma kepala dengan perdarahan epidural
adalah:
a. koma
b. deficit neurologis
c. kompresi batang otak
d.edema serebri
e.kematian

SKDI ? 35
3B
Hipotesis :
Bujang menderita cedera kepala sedangdisertai lucid interval dengan tanda-tanda herniasi disertai fraktur
basis kranii anterior disebabkan trauma tumpul





PEMBAGIAN ANALISIS MASALAH
1.M.Randi Akbar 1,22, 23
2.Ghea Duandiza 2, 21, 24
3. Satria Marrantiza 3, 20, 25
4. Mutiara Khalida 4, 19, 26
5. Renal Yusuf 5, 18, 27
6. Nur Suci Trendy Asih 6, 17, 28
7. Frandi Wirajaya 7, 16, 29,
8. Retno Tharra 8, 15, 30,
9. Ni Made Restianing 9, 14, 31, 36
10. Muthiah Hasnah Suri 10, 13, 32, 35
11. Gina Sonia Fenisilia 11, 12, 33, 34

JAWABAN DIKETIK FONT TIMES NEW ROMAN (12) SPASI 1,5
1 ORANG 1 PERTANYAAN, JADI GA ADA YG BACKUP YAA KALO KALIAN GA DAPET JAWABANNYA

Das könnte Ihnen auch gefallen