Sie sind auf Seite 1von 9

AKHLAK BERNEGARA

Dalam bahasan kami kali ini adalah akhlak bernegara , akhlah ini perlu
untuk disadari oleh kita agar kita dapat menjadi semakin sensitif terhadap
persoalan yang terjadi pada bangsa dan negara kita. Bukan hanya Hal ini
didorong dengan kekhawatiran akan bobroknya generasi kita , apabila tidak
dibekali dengan pengetahuan tentang akhlak yang cukup , untuk menjalani
kehidupan kedepannya. Dengan demikian , kami dari kelompok 9 dalam paper
kami kali ini akan membahas beberapa sub-bab dari materi Akhlak Bernegara ini
, adapun sub-babnya antara lain :

- Musyawarah
- Menegakkan Keadilan
- Amar Maruf Nahi Mungkar
- Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin

Tetapi sebelum memasuki sub-bab tersebut , ada baiknya kita mengenal definisi
dari akhlak tersebut , Akhlak berasal dari kata akhlaq yang merupakan jama
dari khulqu dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan , bahwa Akhlak merupakan
sikap / tabiat dari seseorang . Dalam akhlak bernegara , tentunya
menggambarkan sikap seseorang terhadap bangsa dan negaranya , sikap
tersebut menunjukkan jati diri dari orang tersebut .

B. Batasan Masalah

Masalah yang akan kami bahas kali ini mengenai impelementasi dan dasar Al-
Quran dan Hadist mengenai akhlak bernegara yang terbagi kedalam empat sub-
bab diatas . Tentunya tujuan dalam membangun suatu generasi yang Islami ,
dimulai dengan memahami ilmunya terlebih dahulu . Hal ini dilakukan untuk
dapat membedakan yang mana baik dan buruk dari suatu hal , sehingga
implementasi dari konsep tersebut dapat dijalankan dengan sungguh sungguh
dan penuh optimisme.
Sesungguhnya , akhlak adalah nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental
yang mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku
yang bersifat tetap, natural, dan refleks. Jadi, jika nilai islam mencakup semua
sektor kehidupan manusia, maka perintah beramal shalih pun mencakup semua
sektor kehidupan manusia.
Tentunya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan pengertian
akhlak bernegara ini untuk membuat diri kita kebal terhadap kebatilan yang
nantinya akan menggoda iman kita , dalam melaksanakan bakti kita kepada
negara.




A. Musyawarah

Kata ( ) Syr terambil dari kata ( - - ) menjadi ( )
Syr. Kata Syr bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang
terbaik dengan menghadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain.Dalam
Lisanul Arab berarti memetik dari serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil
dari kalimat ( ) saya mengeluarkan madu dari wadahnya.
.Adapun salah satu ayat dalam Al Quran yang membahas mengenai
Musyawarah adalah surah Al-Syura ayat 38:



Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang
Kami berikan kepada mereka. (QS. Asy-Syura: 38)

Dalam ayat diatas , syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat
Islam dituturkan setelah iman dan shalat . Menurut Taufiq asy-Syawi , hal ini
memberi pengertian bahwa musyawarah mempunyai martabat setelah ibadah
terpenting , yakni shalat , sekaligus memberi pengertian bahwa musyawarah
merupakan salah satu ibadah yang tingkatannya sama dengan shalat dan zakat .
Maka masyarakat yang mengabaikannya dianggap sebagai masyarakat yang
tidak menetapi salah satu ibadah .

Memang , musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan
yang paling baik disamping untuk memperkokoh rasa persatuan dan rasa
tanggung jawab bersama . Ali Bin Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam
musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu , mengambil kesimpulan yang benar
, mencari pendapat , menjaga kekeliruan , menghindari celaan , menciptakan
stabilitas emosi , keterpaduan hati , mengikuti atsar.

Hal Hal yang Boleh di Musyawarahkan

Islam memberikan batasan batasan hal hal apa saja yang boleh
dimusyawarahkan . Karena musyawarah adalah pendapat orang, maka apa
apa yang sudah ditetapkan oleh nash (Al Quran dan As-Sunnah) tidak boleh
dimusyawarahkan , sebab pendapat orang tidak boleh mengungguli wahyu.
Jadi musyawarah hanyalah terbatas pada hal hal yang bersifat Ijtihadiyah .
Para sahabat pun kalau dimintai pendapat mengenai suatu hal , terlebih dahulu
mereka bertanya kepada Rasulullah SAW . Apakah masalah yang dibicarakan
telah diwahyukan oleh Allah atau merupakan Ijtihad Nabi . Jika pada
kenyataannya adalah ijtihad Nabi , maka mereka mengemukakan pendapat .


Tata Cara Musyawarah

Rasulullah mempunyai tata cara bermusyawarah yang sangat bervariasi ;
(1) Kadang kala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau , lalu beliau
melihat pendapat itu benar , maka beliau mengamalkannya
(2) Kadang kadang beliau bermusyawarah dengan dua atau tiga orang saja
(3) Kadang kala beliau juga bermusyawarah dengan seluruh massa melalui cara
perwaklian .
.
Adapun hal hal yang harus dimusyawarahkan dengan seluruh umat , baik langsung
maupun lewat perwakilan , dan ada hal hal yang cukup dimusyawarahkan dengan
pemimpin (ulil amri) , ulama , cendekiawan , dan pihak - pihak berkompeten lainnya ,
tetapi tetap dan tidak boleh tidak harus dengan semangat kebenaran dan kejujuran .
Yang dicari dalam musyawarah adalah kebenaran bukan kemenangan .

Sikap Bermusyawarah

Supaya musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan , firman
Allah dalm surat Ali Imran ayat 159 :

1. Lemah Lembut
2. Pemaaf
3. Mohon Ampunan Allah SWT

Menegakkan Keadilan

Istilah keadilan berasal dari kata adl (Bahasa Arab), yang mempunyai arti antara lain
sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai
membagi sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau
kelompok. Dengan status yang sama. Misalnya semua pegawai dengan kompetensi
akademis dan pengalaman kerja yang sama berhak mendapatkan gaji dan tunjangan
yang sama. Semua warga negara sekalipun dengan status sosial ekonomi politik
yang berbeda-beda mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil diartikan
(1) tidak berat sebelah; tidak memihak;
(2) berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; dan
(3) sepatunya; tidak sewenang-wenang.
Beberapa pengertian ini tetap berangkat dari dua makna kata adil diatas. Dengan
prinsip persamaan seorang yang adil tidak akan memihak kecuali kepada yang benar.
Dan dengan azas keseimbangan seorang yang adil berbuat atau memutuskan sesuatu
dengan sepatunya dan tidak bertindak sewenang-wenang.

Disamping menggunakan kata adl Al-Quran juga menggunakan kata qisbth dan mizan
untuk pengertian yang sama. Misalnya dalam dua ayat berikut ini :

Katakanlah, Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.(QS. Al-Araf 7: 29
Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksankan keadilan..(QS. Al-Hadid 57:25).

Perintah Berlaku Adil

Di dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia
berlaku adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan ada
yang khusus dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya :

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran. (QS. An-Nahl 16:90)

Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum
(QS. An-Nisa 4: 58); adil dalam mendamaikan conflik (QS. Al-Hujurat 49:9); adil
terhadap musuh (QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa 4:3 dan
129); dan adil dalam berkata (QS. Al-Anam 6:152).

Keadilan Hukum

Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat
dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status sosial,
ekonomi, politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. An-Nisa4:58).

Keadilan hukum harus ditegakkan walaupun terhadap diri sendiri, atau terhadap
keluarga dan orang-orang yang dicintai. Tatkala seorang sahabat yang dekat dengan
Rasulullah SAW meminta keistimewaan hubungan untuk seorang wanita bangsawan
yang mencuri, Rasulullah menolaknya dengan tegas
Rasulullah SAW bersabda dari tiga orang hakim dua akan masuk neraka dan hanya
satu yang masuk sorga. Hakim yang masuk neraka adalah 1). Hakim yang
menjatuhkan hukuman dengan cara yang tidak adil, bertentangan dengan hati
nuraninya, bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah, sedang dia sendiri mengetahui
dan menyadari perbuatannya itu; 2). Hakim yang menjatuhkan hukuman yang tidak adil
karena kebodohannya. Hakim yang masuk sorga adalah hakim yang menjatuhkan
hukuman berdasarkan keadilan dan kebenaran.



Keadilan dalam Segala Hal

Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama
orang-orang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik
terhadap diri dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada
musuh sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil.

A. Mar Maruf Nahi Munkar

Secara harfiah amar maruf nahi munkar (al-amru bi l-maruf wa n-nahyu an l-
munkar) berarti menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar.

Maruf secara etimologis berarti yang dikenal, sebaliknya munkar adalah sesuatu
yang tidak dikenal. Menurut Muhammad Abduh, maruf adalah apa yang dikenal
(baik) oleh akal sehat dan hati nurani (ma arafathu al-uqul wa ath-thaba as-
salimah), sedangkan munkar adalah apa yang ditolak oleh akal sehat dan hati
nurani (ma ankarathu al-uqul wa ath-thaba as-salimah).
Berbeda dengan Abduh, Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan maruf
dengan apa yang diperintahkan syara (agama) dan dinilai baik oleh akal sehat
(ma amara bibi asy-syara wa stabsanahu al-aqlu as-salim), sedangkan munkar
adalah apa yang dilarang syara dan dinilai buruk oleh akal sehat (ma naha
anhu asy-syara wastaqbahahu al-aqlu as-salim).

Terlihat dari dua definisi diatas, bahwa yang menjadi ukuran maruf atau
munkarnya sesuatu ada dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa
kedua-duanya sekaligus atau salah satunya. Semua yang diperintahkan oleh
agama adalah maruf, begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama
adalah munkar.

B. Hal-hal yang tidak ditentukan oleh agama maruf dan munkarnya ditentukan oleh
akal sehat atau hati nurani. Jadi waw dalam definisi Shabuni diatas berarti aw
sebagaimana yang didefinisikan oleh al-Ishfahani: Maruf adalah sebuah anma
untuk semua perbuatan yang dikenal baiknya melalui akal atau syara, dan
munkar adalah apa yang ditolak oleh keduanya (Wa al-maruf ismun likulli filin
yurafu bi al-aqli aw as-syari husnuhu, wa al-munkar ma yunkaru bihima.

Dengan pengertian diatas tentu ruang lingkup yang maruf dan munkar sangat
luas sekali, baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq maupun muamalat (sosial,
politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dlsb). Tauhidullah,
mendirikan shalat, membayar zakat, amanah, toleransi beragama, membantu
kaum dhuafa dan mustadhafin, disiplin, transparan dan lain sebagainya adalah
beberapa contoh sikap dan perbuatan yang maruf. Sebaliknya bahu-membahu
dalam menjalankannya. Dalam hal ini Allah menjelaskan :

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. At-Taubah 9:71)

Dalam ayat diatas juga dapat kita lihat bahwa kewajiban amar maruf nahi
munkar tidak hanya dipikulkan kepada kaum laki-laki tapi juga kepada kaum
perempuan, walaupun dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kodrat dan
fungsi masing-masing.
.
C. Hubungan Pemimpin Dan Yang Dipimpin

Al-Quran menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemimpin orang-orang yang
beriman :

Allah Pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin
mereka adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada
kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (QS.
Al-Baqarah 2:257)

Azh-zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol dari segala bentuk
kekufuran, kemusyrikan, kefasikan dan kemaksiatan. Atau dalam bahasa
sekarang azh-zhulumat adalah bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang
bertentangan dengan ajaran Islam seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme,
liberalisme, materialisme, hedonisme dan lain sebagainya. Sedangkan an-Nur
adalah simbol dari ketauhidan, keimanan, ketaatan dan segala kebaikan lainnya.

At-thaghut adalah segala sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah
SWT dan dia suka diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Menurut Sayyid Qutub,
Thaghut adalah segala sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar
batas yang telah digariskan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya. Dia bisa
berbentuk pandangan hidup, peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan
ajaran Allah SWT.
Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh Rasulullah
SAW, dan sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh orang-orang
yang beriman. Hal itu dinyatakan di dalam Al-Quran :

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka
tunduk (kepada Allah). (Al Maidah : 55 )



a. Kriteria Pemimpin dalam Islam

1. Beriman kepada Allah SWT
2. Mendirikan Shalat
3. Membayarkan Zakat
4. Selalu Tunduk Patuh kepada Allah SWT

b. Konsep Leader is a Ladder

Konsep ini merupakan konsep Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin yang
merupakan hasil ijtihad dari penulis , dimana Konsep Leader is a Ladder merupakan
konsep dimana seorang pemimpin merupakan sebuah tangga yang akan menjadi
perantara atau jembatan bagi calon pemimpin selanjutnya .
Pemimpin yang baik disini adalah pemimpin yang mencetak sebanyak mungkin calon
Pemimpin , yang nantinya dapat melanjutkan kepemimpinan selanjutnya dengan lebih
baik dan lebih matang .
Adapun hambatan yang dihadapi ketika ingin menerapkan
1. Egois
2. Sombong
3. Iri dan Dengki
c. Persaudaraan antara Pemimpin dan yang Dipimpin












AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN
Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik
binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi
manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan
sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman,
pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang,
atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada
makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.

Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan
terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung
jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, "Setiap perusakan
terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri."
Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan
menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya.
Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apa pun
yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali amanat yang harus
dipertanggungjawabkan. "Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin sepoi yang
berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan
pertanggungjawaban manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfatannya", demikian
kandungan penjelasan Nabi saw tentang firman-Nya dalam Al-Quran surat At-Takatsur (102): 8
yang berbunyi, "Kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggungjawabkan nikmat
(yang kamu peroleh)." Dengan demikian bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh terhadap
sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan apa yang
sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di sekitar manusia.

Yang menundukkan alam menurut Al-Quran adalah Allah. Manusia tidak sedikit pun
mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak
mempunyai kemampuan untuk itu (QS Az-Zukhruf [43]: 13)

Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam. Keduanya
tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat bersahabat.
Al-Quran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi Muhammad saw yang membawa
rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad
saw bahkan memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak
bernyawa. "Nama" memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan itu mengantarkan
kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Nabi Muhammad saw telah mengajarkan : "Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu
terhadap binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan baik."
Di samping prinsip kekhalifahan yang disebutkan di atas, masih ada lagi prinsip taskhir, yang
berarti penundukan. Namun dapat juga berarti "perendahan".

Das könnte Ihnen auch gefallen