Dari skenario tersebut kita dapat membahas mengenai sasaran pembelajaran yang sudah kami ditentukan saya akan membahas mengenai sistem urogenital dan penyakitnya, terutama saya akan membahas tentang penyakit Demam Reumatik pada anak dan hal-hal yang berkaitan dengan gejala, penyebab kelainan yang dialami pasien tersebut, diagnosis working dan diferensialnya dan cara-cara pemeriksaan penunjangnya. Penyakit ginjal akut (PGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oliguri. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolik lainnya seperti asidosis dan hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh lainnya.
Anamnesis Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhdap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut aloanamnesis. Untuk pasien bayi dan anak yang belum dapat memberi keterangan, aloanamnesis paling sering digunakan. Pada pasien terutama pasien anak, sebagian terbesar data untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Hambatan langsung yang dijumpai dalam pembuatan 2
anamnesis pasien anak ialah pada umumnya aloanamnesis, dan bukan autoanamnesis. Dalam hal ini, pemeriksa harus waspada akan terjadinya bias oleh karena data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi orang tua atau pengantar. Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis: Identitas pasien: nama; umur; jenis kelamin; nama orangtua; alamat; umur, pendidikan dan pekerjaan orangtua; agama dan suku bangsa. Riwayat penyakit: keluhan utama Riwayat perjalanan penyakit Riwayat penyakit yang pernah diderita Riwayat kehamilan ibu Riwayat kelahiran Riwayat makanan Riwayat imunisasi Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Riwayat keluarga
Pemeriksaan 1.Pemeriksaan Fisik Inspeksi Inspeksi dapat dilakukan secara umum untuk melihat perubahan yang terjadi secara umum dan secara lokal untuk melihat perubahan-perubahan lokal sampai yang sekecil-kecilnya. Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan. Pemeriksaan ini mutlak dilakukan dalam ruangan yang terang. Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dilakukan inspeksi untuk melengkapi data diagnostik.
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan meraba, mempergunakan telapak tangan sebagai alat peraba.
Perkusi 3
Tujuan dari perkusi adalah untuk membedakan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batas-batas suatu organ atau mengetahui batas-batas masa yang abnormal di rongga torak.
Auskultasi Auskultasi merupakan pemeriksaan menggunakan stetoskop. Dengan cara auskultasi dapat didengar suara pernapasan, bunyi dan bising jantung, peristaltik usus, dan alirah darah dalam pembuluh darah.
2.Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Test Hematuria Uji dipstik untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji penapisan yang baik untuk hematuria. Apabila hasilhya positif, haras dilakukan pemerik saan mikroskopik urine. Hematuria sering ditemukan pada sejumlah penyakit ginjal dan proses patologik traktus urinarius bagian bawah termasuk infeksi, batu, trauma, dan neoplasma. Hematuria merupakan gambarar. yang mencolok pada glomerulonefritis, tetupi tidak pada penyakit tubulointerstisial. Uji dipstik mudah dilakukan sendiri oleh pasien untuk mengikuti perjalanan hematuria selama pengobatan.
Test Bersihan Kreatinin Kreatinin merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urine dengan kecepatan yang sama. Untuk melakukan uji bersihan kreatinin, cukup mengumpulkan spesimen urine 24 jam dan satu spesimen darah yang diambil dalam waktu 24 jam yang sama. Pada penyakit ginjal kronik dan beberapa bentuk gagal ginjal akut, GFR turun di bawah nilai normal sebesar 125 ml/menit. GFR juga menurun seiring bertambahnya usia: sesudah usia 30 tahun, nilai GFR menurun dengan kecepatan sekitar 1 ml/menit. Manfaat klinis pemeriksaan GFR : 1. Deteksi dini kerusakan ginjal 2. Pemantauan progresifitas penyakit 3. Pemantauan kecukupan terapi ginjal pengganti 4. Membantu mengoptimalkan terapi dengan obat tertentu
4
Test Mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik urine dilakukan pada spesimen urine yang baru saja dikumpulkan, kemudian spesimen ini disentrifugasi, endapannya disuspensi-kan dalam 0,5 ml urine. Pada orang sehat, urine mengandung sedikit sel dan unsur lain yang berasal dari seluruh saluran kemih-kelaminsilinder, sel epitel dari lapisan dalam saluran kemih dan vagina (perempuan), spermatozoa (laki-laki), lendir dan tidak lebih dari satu atau dua eritrosit dan tiga atau empat leukosit per lapangan pandang besar. Unsur abnormal tersering dalam urine adalah eritrosit, leukosit, bakteri, dan silinder. Silinder sel mungkin mengandung eritrosit, leukosit, bakteri. Eritrosit dan silinder eritrosit ditemukan pada glomerulonefritis aktif. Silinder leukosit sering ditemukan pada penyakit pielonefritis.
3.Pemeriksaan Penunjang Radiologi Sejumlah tindakan radiologi dapat dipakai untuk mengevaluasi sistem urinarius. Urogram ekskretorik atau pielogram intravena (IVP) merupakan pemeriksaan radiologi ginjal yang terpenting, paling sering dilakukan, dan biasanya dilakukan pertama kali. Pemeriksaan pencitraan lainnya adalah: ultrasonogram, pencitraan radionuklida (isotopik), CT scan, MRI, sistouretrografi berkemih, dan angiografi ginjal.
Etiologi Penyebab gagal ginjal dapat dikelompokkan kedalam: 1. Pra Renal Dimana aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Penurunan volume vaskuler Kehilangan darah/plasma : perdarahan luka baker Kehilangan cairan ekstraselluer : muntah,diare Kenaikan kapasitas kapiler : Sepsis, Blokade ganglion, Reaksi anafilaksis 5
Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung : Renjatan kardiogenik,Payah jantung kongestif, Dysritmia, Emboli paru, Infark jantung. 2. Intra Renal Akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal. Kondisi seperti terbakar,udema akibat benturan dan infeksi dan agen nefrotik dapat menyebabkan nekrosi tubulus akut (ATN) Berhentinya fungsi renal. Reaksi transfusi yang parah juga gagal intra renal.hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi ditubulus distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin. Faktor penyebab adalah : pemakaian obat-obat anti inflamasi, non steroid terutama pada pasien lansia. 3. Post Renal Obstruksi dibagian distal ginjal Tekanan ditubulus distal menurun, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat
Epidemiologi Di USA data tahun 1994-1995 menyatakan gagal ginjal akut dipekirakan 100 kasus per juta penduduk per tahun dan meningkat 8% per tahun. Di Indonesia sendiri kita tidak dapat mengetahui dengan tepat prevalensi GGA sebetulnya oleh karena banyak pasien yang tidak bergejala dan dirujuk.
Patofisiologi Edema terjadi pada kondisi di mana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler atau peningkatan tekanan osmotik interstisial, atau 6
penurunan tekanan osmotik plasma. Ginjal mempunyai peran sentral dalam mempertahankan homeostas tubuh dengan kontrol volume cairan ekstraselular melalui pe ekskresi natrium dan air. Hormon antidiuretik disekresikan sebagi terhadap perubahan dalam volume darah, tonisitas dan tekan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Konsep Volume Darah Arteri Efektif (VDAE) merupakan hal penting dalam memahami mengapa ginjal menahan natrium dan air didefinisikan sebagai volume darah arteri yang adekuat untuk keseluruhan kapasitas pembuluh darah arteri. 1 VDAE yang normal terjadi pada kondisi di mana rasio curah jantung terhadap resistensi pembuluh darah perifer seimbang. VDAE dapat berkurang pada kondis pengurangan volume darah arteri (perdarahan, dehidrasi), penurun jantung (gagal jantung) atau peningkatan capacitance pembuh arteri (sepsis, sirosis hepatis) sehingga VDAE dapat berkuran keadaan volume darah aktual yang rendah, normal atau tinggi. Pada orang normal, pembebanan natrium akan meningkatkan volume eksti dan VDAE yang secara cepat merangsang natriuresis untuk memulihkan, volume tubuh normal. 1 Hematuria adalah keadaan abnormal dengan ditemukannya sel darah merah dalam urin. Ada dua macam hematuria, yaitu hematuria mikroskopis dan hematuria makroskopis {gross hematuria). Hematuria makroskopis dapat terjadi bila sedikitnya lcc darah per liter urin sedangkan hematuria mikroskopis sering kita temukan pada pemeriksaan laboratorium urinalisis pada pasien dengan berbagai keluhan, atau pada saat pemeriksaan kesehatan. Dikatakan hematuria bila pada pemeriksaan mikroskop ditemukan sel darah merah 3 atau lebih per lapang pandang besar urin yang disentrifugasi, dari evaluasi sedimen urin dua dari tiga contoh urin yang diperiksa. 2 Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang nefrologi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan herediter atau perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal. Eritrosit bila berikatan jtengan protein Taam-Horsfall akan membentuk silinder eritrosit. Ini merupakan petunjuk penyakit/kelainan glomerulus yang merupakan :nanda penyakit ginjal kronik. Pada penyakit nefron/glomerulus biasanya jiaiiya ditemukan sel darah merah saja tanpa silinder. Proteinuria merupakan inda lesi nefron/glomerulus. 2 Evaluasi pemeriksaan mikroskopis bila ditemukan hematuri, yaitu temukan eritrosit dalam urin 3 per lapang pandang besar. Hematuria mikroskopik: bila ditemukan eritrosit 3 atau lebih/lapang landang besar. Bila hematuria disertai proteinuria positif 1 dengan 7
jienggunakan dipstick dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif ekskresi >nJrotein/24jam. Bila ekskresi protein lebih dari I g/24jam segera konsultasi nefrologi untuk evaluasi. Pada ekskresi protein lebih dari 500mg/24 jam ling makin meningkat atau persisten diperkirakan suatu kelainan parenkim ginjal. 2 Meskipun sudah ada kesepakatan mengenai patologi kerusakan ginjal ARF tipe ATN, tetapi masih ada kontroversi mengenai patogenesis penekanan fungsi ginjal dan oliguria yang biasa menyertai. Sebagian besar konsep modern mengenai faktor-faktor penyebab yang mungkin didasarkan pada penye-lidikan menggunakan model hewan percobaan, dengan menyebabkan gagal ginjal akut nefrotoksik melalui penyuntikan merkuri klorida, uranil nitrat, atau kromat, sedangkan kerusakan iskemik ditimbul-kan dengan menyuntikkan gliserol atau menjepit arteria renalis. Beberapa teori telah diajukan untuk men-jelaskan penurunan aliran darah ginjal dan GFR baik pada percobaan dengan manusia maupun hewan, yaitu (1) obstruksi tubulus; (2) kebocoran cairan tubulus; (3) penurunan permeabilitas glomerulus; (4) disfungsi vasomotor; dan (5) umpan balik tubulo-glomerulus. Tidak satu pun dari mekanisme di atas yang dapat menjelaskan semua aspek ARF tipe ATN yang bervariasi itu TeOri obstruksi tubulus menyatakan bahwa ATN mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrotik dan bahan protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan inhratubulus meningkat, sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun. Obstruksi tubulus dapat merupakan faktor penting pada ARF yang disebabkan oleh logam berat, etilen glikol, atau iskemia berkepanjangan. Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung normal tetapi cairan tubulus 'bocor" keluar dari lumen melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk ke dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada ATN yang berat, yang merupakan dasar anatomik mekanisme ini. 3 Meskipun sindrom ATN menyatakan adanya abnormalitas tubulus ginjal, bukti-bukti terakhir menyatakan bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu sel-sel endotel kapiler glomerulus dan/atau sel-sel membrana basalis mengalami perubahan yang mengakibatkan menurunnya permeabilitas luas permukaan filtrasi. Hal ini mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi glomerulus. Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkurang sampai 30% dari normal pada ARF oliguria. Tingkat RBF ini cocok dengan GFR yang cukup besar. 3 Pada kenyataannya, RBF pada gagal ginjal kronik sering sama rendahnya atau lebih rendah daripada bentuk akut, tetapi fungsi ginjal masih memadai atau berkurang. Selain itu, bukti-bukti percobaan menunjukkan 8
bahwa RBF harus kurang dari 5% sebelum terjadi kerusakan parenkim ginjal. Dengan demikian, hipoperfusi ginjal saja tidak menyebabkan penurunan GFR dan lesi-lesi tubulus yang terjadi pada ARF. Meskipun demikian, terdapat bukti perubahan bermakna pada distribusi aliran darah intrarenal dari korteks ke medula selama hipotensi akut dan memanjang. Hal ini dapat dilihat kembali pada Bab 44 bahwa, pada ginjal normal, kira-kira 90% darah didistribusi ke korteks (letak glomeruli) dan 10% menuju ke medula. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya, pada ARF, perbandingan antara disiribusi korteks dan medula ginjal menjadi terbahk, sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Konsiriksi arteriol aferen merupakan dasar vaskular dari penurunan nyata GFR. Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan memperberat iskemia korteks setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar renin tertinggi ditemukan pada korteks luar ginjal, tempat terjadinya iskemia paling berat selama berlangsungnya ARF pada hewan maupun manusia. Beberapa penulis rnengajukan teori mengenai prostaglandin dalam disfungsi vasomotor pada ARF dalam keadaan normal, hipoksia ginjal meraitgsang sintesis prostaglandin E dan prostaglandin A (PGE dan PGA) ginjal (vasodilator yang kuat), sehingga aliran darah ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis, Agaknya, iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat sintesis prostaglandin ginjal tersebut. Penghambat prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan RBF pada orang normal dan dapat menyebabkan ATN.
Working Diagnosis Gagal ginjal akut (acute renal failure) merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang berkembarig cepat. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai oleh oliguria (keluaran urine <400 ml/hari). 4 GGA akut dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu: 1. GGA pre-renal 2. GGA renal 3. GGA post-renal 4
9
GGA pre-renal. Penyebab GGA pre-renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan oleh hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGA pre- renal integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat lebih baik apabila faktor penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul GGA renal berupa Nekrosis Tubular Akut (NTA) karena iskemia. Keadaan ini dapat timbul sebagai akibat bermacam-macam penyakit. Klasifikasi dan penyebab utama GGA. Pada kondisi ini fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan tekanan pcrfusi. melalui mekanisme vasodilatasi intrarenal. Dalam keadaan normal, aliran darah ginjal dan LFG relatif konstan, diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. GGA pre-renal disebabkan oleh hipovolemia, penurunan volume efektif intravaskular seperti pada sepsis dan gagal jantung serta disebabkan oleh gangguan hemodinamik intra-renal seperti pada pemakaian anti inflamasi non-steroid, obat yang menghambat angiotensin dan pada sindrom hepatorenal. Pada keadaan hipovolemia akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktifasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopresin dan endothelin-1 (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta pcrfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferen yang dipengaruhi oleh refleks miogenik serta prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol efferen yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-11 (A- II) dan ET-1. 4
Mekanisme ini bertujuan untuk mempertahankan homeostasis intrarenal. Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu, dimana < arteriol afferen mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan peningkatan reabsorbsi Na' dan air. Keadaan ini disebut pre-renal atau GGA fungsional, dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. Penanganan terhadap penyebab hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intra-renal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi beberapa obat seperti ACEI / ARB, NSA1D, terutama pada pasien-pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretik, sirosis hati, dan gagal jantung. Perlu di ingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan-keadaan yang merupakan risiko GGA pre-renal seperti penyempitan 10
pembuluh darah ginjal (penyakit rcnovaskular), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. 4 GGA Renal. GGA renal yang disebabkan oleh kelainan vaskular seperti vaskulitis, hipertensi maligna, glomerulus netritis akut, nefritis interstitial akut akan dibicarakan tersendiri pada bab lain. Nekrosis tubular akut dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti penyakit tropik, gigitan ular, trauma (crushing injury/bencana alam, peperangan), toksin lingkungan, dan zat-zat nefrotoksik. Di Rumah Sakit (35-50% di ICU) NTA terutama disebabkan oleh sepsis. Selain itu pasca operaii dapat terjadi NTA pada 20-25%, hal ini disebabkan adanya telah adanya penyakit-penyakit seperti hipertensi, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah, diabetes melitus, ikterus dan usia lanjut, jenis operasi yang bert seperti transplantasi hati, transplantasi jantung. Dari golongan zat-zat nefrotoksik perlu dipikirkan nefropati karena zat radio kontras, obat-obatan seperti anti bakteria, anti jamur, anti virus, dan anti neoplastik. Meluasnya pemakaian NARKOBA juga meningkatkan kemungkinan NTA. Kelainan yang terjadi pada NTA melibatkan komponen vaskular dan tubuler, misalnya: Kelainan Vaskular. Pada NTA terjadi: (1) Peningkatan Ca 2 ' sitosolik pada arteriol afferen glomerulus yang menyebabkan peningkatan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokontriktor dan gangguan otoregulasi; (2) Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-ll dan Et-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan NO yang berasal dari endothelial NO synthase (eNOS); (3) Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF-) dan interleukin-18 (1L-18), yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) da|n P-selectin dari scl endotel, sehingga terjadi peningkatan perlengketan dari sel-sel radang, terutama sel neutrofil. Keadaan ini akan menyebabkafl peningkatan radikal bebas oksigen. Kcseluruhan proses-proses tersebut di atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi ijitra-renal yang akan menyebabkan penurunan LFG. 4 Kelainan Tubuler. Pada NTA terjadi: (1) Peningkatan Ca" intrasel, yang menyebabkan peningkatan calpain, cytosolicphospholipase A 2 , serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan cytoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateralNa*/K'-ATPase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi Na* di tubulus proksimalis, sehingga terjadi peningkatan pelepasan NaCl ke makula densa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan balik tubuloglomeruler; (2) Peningkatan NO 11
yang berasal dari inducible NO synthase (iNOS), caspases dan metalloproteinase, serta defisiensi heat shock protein, akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel; (3) Obstruksi tubulus. Mikrovilli tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler akan membentuk substrat yang akan menyumbat tubulus. Di tubulus, dalam hal ini pada thick ascending limb diproduksi Tamm-Horsfall Protein (THP) yaftg disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi bentuk polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan adanya Na' yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimerik THP bersama sel epithel tubuli yang terlepas, baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang apoptotik, mikrovilli dan matrix ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silinder-silinder (cast) yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal; (4). Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali (backleak) dari cairan intratubuler masuk kedalam sirkulasi peritubulcr Keseluruhan proses-proses tersebut di atas secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan LFG Diduga juga proses iskemia dan paparan bahan/obat nefrotoksik dapat merusak glomerulus secara langsung. Pada NTA terdapat kerusakan glomerulus dan juga tubulus. Keruskan tubulus dikenal juga dengan nama nekrosis tubular akut (NTA). Tahap-tahap nekro|is tubular akut adalah tahap inisiasi, tahap kerusakan yang berlanjut (Maintenance) dan tahap penyembuhan. Dari tahap inisiasi ke tahap kerusakan yang berlanjut terdapat hipoksia, dan inflamasi yang sangat nampak pada kortikomeduler (cortiocomedulary junction). Proses inflamasi memegang peranan penting pada pasofisiologi dari GGA yang terjadi karena iskemia. Set endotel, lekosit, dan Sel-T berperan penting dari saat awal sampai saat reperfusi (reperfusion injury). 4 GGA post-renal. GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post- renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstra-renal. Obstruksi intra-renal terjadi karena deposisi kristal (urat, oxalat, sulfonamid) dan protein (mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstra-renal dapat terjadi pada pelvis-ureter oleh obstruksi intrinsik (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan retroperitonial, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,, hipertrofi/keganasan prostat) dan urethra (striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada urethra, buli-buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut, terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal, dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E. Pada fase kedua, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal di bawah normal, akibat pengaruh thromboxane-A 2 (TxA 2 ) dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat, tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ketiga atau fase kronik, ditandai oleh aliran darah ginjal yang makin 12
menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktpr-faktor pertumbuhan yang akan menyebabkan fibrosis interstisiel ginjal. 4
Diagnosis Banding 1. GGK ( Gagal Ginjal Kronik ) Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus stadium terminal GGK. Apabila penyakit GGK seseorang telah mencapai stadium berat atau terminal maka terapi yang dapat meningkatkan harapan hidup penderita tersebut adalah dialisis dan yang paling baik dengan transplantasi ginjal. Penyakit ginjal stadium terminal merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
: 1. GGK ringan : LFG 30 50 ml/menit 2. GGK sedang : LFG 10 29 ml/menit 3. GGK berat : LFG <10 ml/menit 4. Gagal Ginjal Terminal : LFG <5 ml/menit 5 Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti. 5 Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini 13
berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti. Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. 2. Batu Ginjal Batu Ginjal di dalam saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). 6 Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. Batu yang menyebabkan nyeri biasanya didiagnosis berdasarkan gejala kolik renalis, disertai dengan adanya nyeri tekan di punggung dan selangkangan atau nyeri di daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas. Analisa air kemih mikroskopik bisa menunjukkan adanya darah, nanah atau kristal batu yang kecil. Biasanya tidak perlu dilakukan pemeriksaan lainnya, kecuali jika nyeri menetap lebih dari beberapa jam atau diagnosisnya belum pasti. Pemeriksaan tambahan yang bisa 14
membantu menegakkan diagnosis adalah pengumpulan air kemih 24 jam dan pengambilan contoh darah untuk menilai kadar kalsium, sistin, asam urat dan bahan lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya batu. Rontgen perut bisa menunjukkan adanya batu kalsium dan batu struvit. Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan adalah urografi intravena dan urografi retrograd. 4
Penatalaksanaan Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR. Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obat- obat yang mengandung magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA, penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan kalium. Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal pada pasien dengan GGA : Oliguria: produksi urin < 2000 mL in 12 h Anuria: produksi urin < 50 mL in 12 h Hiperkalemia: kadar potasium > 6.5 mmol/L Asidemia (keracunan asam) yang berat: pH < 7.0 15
Tabel. Pengobatan Suport pada Gagal Ginjal Akut Komplikasi Pengobatan Kelebihan volume intravaskular Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1 L/hari) Furosemid, ultrafiltrasi atau dialisis Hiponatremia Bates asupan air (< 1 L/hari); hindari infus lar utan hipotonik Hiperkalemia Batasi asupan diet K (< 40 mmol/hari); hindari diuretik hema K Potassium-binding ion exchange resins Glukosa (50 ml dextrose 50%) dan insulin (10 unit) Natrium bikarbonat (50-100 mmol) Agonis fJ2 (salbutamol, 10-20 mg diiinhalasi atau0.5- t mglV) Kalsium glukonat (10 ml larutan 10% dalam 2-5 menit) Asidosis metabolik Natrium bikarbonat (upayakan bikarbonat serum > IS mmol/L, pH > 7.2) Hiperfosfatem ia Batasi asupan diet fosfat (< 800 mg/hari) Obat pcngikat fosfat (Kalsium asetat, Kalsium karbonat) Hipokalsemia Kalsium karbonat; kalsium glukonat (10-20 ml larutan 10%) Nutrisi Batasi asupan protein diet (0.8-1 g/kg BB/han) jika tidak dalam kondisi katabolik Karbohidrat (100 g/hari) Nutrisi entemal atau parenteral, jika perja tanan klinik lama atau 16
katabolik.
Komplikasi Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan keadaan gawat. 7 Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA. Komplikasi sistemik seperti (19): 1. Jantung => Edema paru, aritmia dan efusi pericardium. 2. Gangguan elektrolit => Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis 3. Neurologi => Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma, 4.Gangguan kesadaran dan kejang. 5. Gastrointestinal => Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum. 6.Perdarahan gastrointestinal 7. Hematologi =>Anemia, dan diastesis hemoragik 8. Infeksi => Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9.Hambatan penyembuhan luka
Preventif GGA dapat dicegah pada beberapa keadaan misalnya penggunaan zat kontras yang dapat menyebabkan nefropati kontras. Pencegahaan nefropati akibat zat kontras adalah menjaga hidrasi yang baik, pemakaian N-Acetyl cysteine serta pemakaian furosemid. 8 Pada penyakit tropik perlu diwaspadai kemungkinan GGA pada gastrointeristis akut, malaria, dan demam berdarah.
Prognosis 17
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.
Kesimpulan Gangguan ginjal akut terbagi menjadi 3 bagian besar yaitu pre-renal, renal, dan post- renal dengan gambaran klinis yang berbeda satu dengan yang lain. Prognosis tergantung dari seberapa cepat penegakan diagnosis bisa di ambil dan terapi yang sesuai dengan manifestasi klinis.
Daftar Pustaka 1. Robbins Basic Pathology 7 th ed . Vol II . Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi V . Penerbit Internal Publishing ; 2009 3. Corwin, J Elizabeth. Patofisiologi. Jakarta : EGC; 2001. 4. Harrison. Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol 2. Edisi 13. Mcgraw Hill.2005. 5. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Simadibrata Marcellus, Setiati Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5t h ed. 2010. Jakarta : Interna Publishing 6. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit 6 th ed. 2006. Jakarta : EGC 7. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. 2007. Jakarta : EGC 8. Departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. 2007. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 18