Sie sind auf Seite 1von 57

PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK

(4)
Syarifah Hanum P
MALARIA
300 juta kasus pertahun, > 1 juta kematian.
Sebagian besar fatalitas terjadi pada bayi dan anak.
ETIOLOGI
Protozoa intraselular dari genus Plasmodium.
Species yang menyebabkan penyakit pada manusia:
-P. falciparum
-P. malariae
-P. ovale
-P. vivax
EPIDEMIOLOGI
Terdapat di > 100 negara di dunia.
Terbanyak di Afrika, Asia dan Amerika Selatan.
Di wilayah Asia Tenggara malaria terutama disebabkan
P. vivax dan P. falciparum.
Dapat ditularkan melalui transfusi darah, jarum suntik,
dan dari ibu hamil ke janinnya.
PATOGENESIS
Proses patologis yang terjadi pada infeksi malaria:
1. Demam
2. Anemia
3. Proses imunopatologis
4. Cytoadherence sel darah merah yang terinfeksi
Demam:
Terjadi pada saat ruptur eritrosit dan terlepasnya
merozoit ke dalam sirkulasi.
Anemia:
Karena hemoisis, sekuestrasi eritrosit pada limpa
dan organ lainnya, supresi sumsum tulang.
Proses imunopatologis:
Aktivasi poliklonal: hipergammaglobulinemia dan
pembentukan kompleks imun, imunosupresi, pe-
lepasan sitokin (mis. TNF a) yang menyebabkan
berbagai gejala pada malaria.
Cytoadherence:
Melekatnya eritrosit terinfeksi pada endotel pembuluh
darah.
Terjadi pada infeksi dengan P. falciparum. Dapat
menyebabkan obstruksi aliran darah dan kerusakan
kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma, edema,
anoksia otak, jantung, paru, usus dan ginjal.
Imunitas setelah infeksi tidak sempurna, dapat meng-
hindarkan infeksi yang berat tetapi tidak menghindar-
kan dari penularan.

Beberapa faktor dari eritrosit yang dapat mencegah atau
meringankan infeksi malaria:
hemoglobin S, tidak memiliki antigen Duffy, hemoglobin
F, ovalosit, dll.

Umur paling rentan menderita malaria: 3 bulan sampai
2-5 tahun
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi:
P falciparum: 9-12 hari
P vivax: 12-17 hari (sampai 6-12 bulan)
P ovale: 16-18 hari
P malariae: 18-40 hari
Gejala prodromal (selama 2-3 hari sebelum parasit ter-
deteksi dalam darah): nyeri kepala, fatigue, anoreksia,
myalgia, nyeri punggung,
Gejala klasik:
Demam (paroxysm) bergantian dengan periode fatigue
dimana pasien tampak cukup sehat.
Demam terjadi bersamaan dengan ruptur skizon yang
periodenya berbeda-beda antar spesies plasmodium.
Trias malaria (malaria paroxysm):
periode dingin-periode panas-periode berkeringat
Periode ruptur skizon:
P vivax dan P ovale setiap 48 jam
P malariae setiap 72 jam
P falciparum tanpa periode
Gejala pada anak yang tidak imun tidak khas:
demam rendah dan nyeri kepala
demam tinggi dg nyeri kepala, mengantuk, anoreksia,
mual, muntah, diare, pucat, sianosis, splenomegali,
hepatomegali, anemia, trombositopenia, leukopenia
atau normal.
Parasitemia:
P falciparum: dapat lebih dari 60%, menginfeksi
eritrosit matur dan imatur
P ovale dan P vivax: <2%, hanya menginfeksi
eritrosit imatur
P malariae: <2%, hanya menginfeksi eritrosit matur
P falciparum: infeksi paling berat, sering terjadi kompli-
kasi

P vivax: tidak seberat P falciparum, dapat terjadi relaps
dlm waktu 6 bln-5 thn sejak infeksi awal

P malariae: paling ringan dan kronis. Rekrudesensi dapat
terjadi dapat terjadi 30-40 thn setelah serangan
akut
Rekrudesensi setelah infeksi dapat terjadi karena masih ada
parasit yang bertahan hidup dalam eritrosit
Relaps: malaria karena pelepasan merozoit dari sel hati
(Pvivax dan ovale) atau persistensi dalam sel darah
merah (P malariae)
Malaria kongenital
Biasanya terjadi pada ibu yang tidak memiliki imunitas
terhadap malaria dan terinfeksi P vivax atau P malariae,
atau spesies plasmodium lainnya (lebih jarang).
Gejala muncul 10-30 hari setelah lahir, tetapi bisa juga
pada usia 14 jam sampai beberapa bulan.
Gejala antara lain demam, gelisah, mengantuk, pucat,
kuning, tidak mau minum, muntah, diare, sianosis dan
hepatosplenomegali.
Bahkan tanpa adanya penularan dari ibu ke janin,
malaria pada ibu hamil tetap membahayakan janin.
DIAGNOSIS
Malaria falciparum perlu dicurigai pada:
penderita yang <1 bln lalu berada di daerah
endemis malaria
parasitemia >2%
bentuk cincin dengan dua bintik kromatin
satu eritrosit terinfeksi lebih dari satu parasit
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis
sediaan darah tepi dengan pengecatan Giemsa:
- apusan tebal untuk mendiagnosis adanya infeksi
- apusan tipis untuk mengidentifikasi spesies plasmodium
Pengambilan sampel:
Pada penderita yang dicurigai malaria
Dilakukan pada akhir demam dan memasuki periode
berkeringat (lebih baik)
Beberapa kali sehari selama 3 hari
(satu kali hasil negatif belum menyingkirkan diagnosis
malaria)
TERAPI
Semua jenis plasmodium kecuali P falciparum resisten
kloroquin:
Oral:
chloroquine phosphate: 10 mg basa/kg (max 600 mg)
6 jam kemudian 5 mg basa/kg (max 300 mg)
24 jam kemudian 5 mg basa/kg (max 300 mg)
24 jam kemudian 5 mg basa/kg (max 300 mg)
Parenteral:
quinine dihydrochloride: 20 mg/kg (loading dose selama
4 jam), diikuti 10 mg/kg diberikan selama 2-4 jam
setiap 8 jam (max 1.800 mg/24 jam) sampai dapat
diberikan per oral
P falciparum resisten kloroquin:
Oral:
quinine sulfate: 30 mg/kg/hari, bagi 3 dosis, 3-7 hari
max 650 mg/kali
ditambah tetrasiklin 20 mg/kg/hari, bagi 4 dosis, 7 hari
max 250 mg/kali

Parenteral:
quinine dihydrochloride: dosis sama dg di atas
ditambah sulfadoxine-pyrimethamine (Fansidar) po:
<1thn: tab dosis tunggal
1-3thn: 1/2 tab dosis tunggal
4-8thn: 1 tab dosis tunggal
9-14thn: 2 tab dosis tunggal
>14thn: 3 tab dosis tunggal
Pencegahan relaps: hanya untuk P vivax dan P ovale
Primaquin phosphate 0,3mg basa/kg/24jam selama
14 hari
(max 15 mg basa atau 26,3 mg garam)
Terapi parenteral dilakukan bila pasien muntah
sehingga tidak memungkinkan pemberian obat
peroral, menderita gangguan neurologis, edema
paru atau gagal ginjal, parasitemia perifer>5%,
parasitemia perifer 1-4% dengan serangan malaria
berat.

Terapi parenteral dihentikan bila parasitemia <1%
(umumnya dalam waktu 48 jam), dan pemberian
peroral dapat ditolerir pasien.

Fansidar tidak boleh diberikan pada pasien dengan
riw intoleransi sulfonamide atau pyrimethamine,
bayi <2bln, wanita hamil aterm.
Bila jumlah parasit tidak turun (dalam 24-48 jam), atau
tidak menjadi negatif setelah 4 hari maka pasien hrs
diterapi sebagai penderita dengan parasit yang resis-
ten chloroquine.

Terapi suportif: transfusi darah, oksigen untuk pasien
dg edema paru atau malaria serebral, glukosa iv untuk
pasien dg hipoglikemia, antikonvulsan untuk kejang,
dialisis untuk gagal ginjal.

Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk malaria
serebral.
KOMPLIKASI
MALARIA SEREBRAL
Disebabkan oleh P falciparum, sering terjadi pada anak-
anak, dan orang dewasa yang tidak imun.
CFR 20-40%. Jarang menyebabkan sekuele.
Lebih sering terjadi pada parasitemia > 5%.
Gejala: penurunan kesadaran, demam, kejang, gerakan
ritmik kepala dan ekstremitas, pupil anisokor,
hemiplegia, perdarahan retina, refleks tendon
dalam positif.
LCS: tekanan tinggi, protein meningkat,
pleositosis minimal.
GAGAL GINJAL
Disebabkan deposisi hemoglobin pada tubuli ginjal,
penurunan aliran darah ginjal, acute tubular necrosis.
Blackwater fever adalah sindroma klinis yang terdiri
atas hemolisis berat, hemoglobinuria dan gagal ginjal.
Disebabkan komplemen dan antibodi menghancurkan
eritrosit yang terinfeksi dan menyebabkan anemia he-
molitik, hemoglobinuria, oliguria dan jaundice.
EDEMA PARU
Umumnya disebabkan pemberian cairan iv berlebihan
HIPOGLIKEMIA
Sering terjadi pada anak-anak dan wanita hamil serta
pasien yang mendapat terapi quinine (kina).
Ditandai dengan penurunan kesadaran sehingga sering
dikelirukan dengan malaria serebral.
Dapat menyebabkan kematian dan sekuele neurologis.
TROMBOSITOPENIA
Sering didapatkan pada infeksi P falciparum dan P vivax.
RUPTUR LIEN
Jarang terjadi, bisa terjadi pada infeksi dengan semua
spesies plasmodium. Dapat terjadi spontan atau dgn
trauma.
MALARIA ALGID
Terjadi pada infeksi P falciparum. Merupakan kejadian
yang jarang. Terjadi karena infeksi berat, ditandai dgn
hipotensi, hipotermia, nadi cepat dan lemah, napas
dangkal, pucat dan kolaps pembuluh darah. Kematian
dapat terjadi dalam beberapa jam saja.
PENCEGAHAN MALARIA
Kemoprofilaksis:
Mulai 1-2 minggu sebelum pergi ke daerah endemis
sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tsb.
Penggunaan insektisida.
Penggunaan kelambu.
HELMINTHIASIS
ASCARIASIS
ETIOLOGI
Ascaris lumbricoides
Cacing betina hidup 1-2 tahun, menghasilkan 200.000
telur/24 jam.
EPIDEMIOLOGI
Paling banyak pada daerah beriklim hangat.
Penularan dari tangan terkontaminasi telur cacing
masuk ke mulut, makanan tercemar telur cacing dan
dimakan mentah.
PATOGENESIS
Telur tertelan menetas menembus
dinding usus vena paru paru
alveolus bronchus trachea
faring tertelan sal. Cerna
menjadi dewasa dalam usus kecil
MANIFESTASI KLINIS
Askariasis pulmonar:
Terjadi pada infeksi berat. Batuk dg sputum berdarah,
eosinofilia.
Keluhan abdomen:
Gejala sering tidak jelas. Nyeri dan kembung ringan.
Obstruksi intestinal dapat terjadi pada infeksi berat.
Nyeri perut hebat, kolik, muntah; gejala lain sama
dengan obstruksi intestinal oleh sebab lain.
Dapat terjadi migrasi cacing ke traktus biliaris dg
gejala kolik abdomen, nausea, muntah, demam. Jarang
ditemukan ikterus.
Dapat terjadi steatore dan berkurangnya absorpsi
vitamin A.
DIAGNOSIS
Telur dalam tinja dengan metode Kato.
Askariasis pulmonar dan obstruksi usus oleh cacing
ditegakkan berdasarkan kecurigaan adanya infeksi
askaris dan gejala klinis.
TERAPI
DoC: albendazole 400 mg po sekali minum, atau
mebendazole 100 mg dua kali sehari (3 hari)
atau 500 mg dosis tunggal
pyrantel pamoate 11 mg/kg sekali minum
Piperazine (citrate, adipate atau phosphate) dapat me-
nyebabkan paralisis neuromuskular pada parasit
sehingga dapat cepat dikeluarkan dari usus. Merupa-
kan drug of choice untuk obstruksi biliaris atau intes-
tinalis. Diberikan peroral 50-75 mg/kg/hari dosis tung-
gal selama 2 hari. Kadang terjadi reaksi alergi atau
neurotoksisitas.
Kadang-kadang diperlukan terapi bedah pada obstruksi
intestinal.
PENCEGAHAN
Kemoterapi setiap 3-6 bulan sekali.
Perbaikan higiene dan sanitasi.
INFEKSI CACING TAMBANG
ETIOLOGI
Ancylostoma duodenale, Necator americanus
Kapsula bukalis pada A duodenale dilengkapi dengan
gigi, dan pada N americanus dilengkapi dengan lempeng
pemotong.

Produksi telur A duodenale kira-kira 30.000 telur/24 jam,
N americanus kurang dari 10.000 telur/24 jam.
EPIDEMIOLOGI
Karena membutuhkan tanah yang lembab, hangat
dan terlindung, biasanya infeksi cacing tambang
terjadi di daerah pedesaan.
PATOGENESIS
Larva cacing tambang hidup di dalam tanah dan tidak
berkembang menjadi cacing dewasa sampai masuk
ke dalam saluran cerna. Larva masuk melalui penetrasi
kulit atau tertelan. Perlu waktu 2 bulan migrasi ekstra-
intestinal untuk menjadi cacing dewasa.
Cacing dewasa melekat ke dinding usus dengan gigi
atau lempeng pemotong, kemudian menghisap darah
yang keluar. Darah tidak menjendal karena cacing
melepaskan peptida yang memblokir kerja faktor Xa
dan VIIa.
A duodenale dewasa menghabiskan 0,2 ml darah setiap
ekor setiap harinya. N americanus menghisap darah
dalam jumlah yang lebih kecil.
Infeksi berat dapat menyebabkan anemia defisiensi besi
dan hipoalbuminemia.
GEJALA KLINIS
Gatal, edema dan vesikulasi pada tempat penetrasi
larva. Gejala cutaneous larva migrans yaitu jalur
berliku pada batas dermis-epidermis, merah, bengkak,
dan kadang timbul bullae serta terasa gatal.
Bila migrasi melalui saluran napas maka akan terjadi
batuk yang disebabkan laryngotracheobronchitis atau
faringitis.
Kadang terjadi nyeri perut, anoreksia dan diare.
Gejala utama adalah gejala anemia defisiensi besi dan
kekurangan protein. Infeksi cacing tambang kronis
pada anak dapat menyebabkan chlorosis, yaitu kulit
menjadi pucat dan berwarna kuning kehijauan.
Ancylostomiasis pada bayi dapat berakibat fatal
dan ditandai dengan gejala diare, melena, failure to
thrive dan anemia berat.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan telur pada tinja.
Pemeriksaan kuantitatif untuk menentukan
worm burden (beratnya infeksi)
Telur cacing tambang
TERAPI
Membunuh cacing dewasa dan perbaikan status
gizi.

Terapi yang digunakan:
albendazole
mebendazole
pyrantel pamoate
ENTEROBIASIS (KREMI)
ETIOLOGI
Enterobius vermicularis

PATOGENESIS
Cacing betina meletakkan telurnya pada daerah perianal,
biasanya pada malam hari, menyebabkan pruritus.
Pruritus disebabkan reaksi alergi terhadap parasit tsb.
MANIFESTASI KLINIS
Pruritus ani pada malam hari.
Tidak ada eosinofilia karena tidak terjadi invasi jaringan.
Kasus granuloma perianal yang berisi cacing atau telur
jarang ditemukan.
DIAGNOSIS
Menemukan telur di daerah perianal dengan meng-
gunakan cellotape. Pengambilan sampel dilakukan
pada pagi hari.
TERAPI
Albendazole atau mebendazole.
Telur enterobius veremicularis
TRICHURIASIS
ETIOLOGI
Trichuris trichiura
EPIDEMIOLOGI
Paling sering terdapat di daerah pedesaan
PATOGENESIS
Telur tertelan dan menetas pada usus halus. Larva
turun ke arah cecum dan colon ascendens dan men-
jadi dewasa serta menetap pada daerah tsb.
Cacing dewasa menghisap 0,005 ml darah perekor
perhari.
MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar tanpa gejala. Kadang ditemukan gejala
kolik dan kembung.
Infeksi berat dapat menyebabkan anemia, diare berdarah,
atau prolapsus recti (jarang). Kasus-kasus seperti ini
sering disertai dengan shigellosis atau infeksi protozoa
pada saluran cerna.
DIAGNOSIS
Menemukan telur dalam tinja.
TERAPI
Mebendazole atau albendazole.
Untuk infeksi berat albendazole diperpanjang sampai
3 hari.
Prolapsus rekti
SEPSIS
Bakteremia Tidak disertai penyakit
Infeksi invasif pada suatu lokus
Infeksi sistemik
Sepsis: suatu respons sistemik thd infeksi
merupakan salah satu penyebab SIRS
dapat memberat sampai menyebabkan kematian
Produk bakterial (mis. endotoksin, kompleks asam
lipoteikoat-peptidoglikan)
Respons imun tubuh host:
-aktivasi komplemen
-aktivasi faktor Hageman, inisiasi kaskade koagulasi
-pelepasan hormon kortikotrofik dan b-endorfin
-stimulasi pmn
-stimulasi sistim kinin-kallikrein
Sitokin, mediator inflamasi lain
Meningkatkan permeabilitas vaskular, kebocoran kapiler,
tonus vaskular turun, ketidak seimbangan perfusi dan
kebutuhan metabolik jaringan.
infeksi
Systemic inflammatory response syndrome (SIRS)
respons terhadap berbagai kejadian klinis yg berat
-hiper- atau hipotermi
-Takikardia
-Takipnea
-Jumlah leukosit turun atau meningkat
Sepsis
SIRS dg hipotensi sbg reaksi terhadap infeksi
Sepsis berat
Sepsis dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi.
Dapat diikuti dg perubahan status mental, oliguria, hipoksemia
atau laktat asidosis
Syok septik
Sepsis berat dg hipotensi persisten stl resusitasi cairan
MODS
kematian
MANIFESTASI KLINIS
Demam, menggigil, hiperventilasi, takikardia,
hipotermia, lesi kulit (ptekia, ekimosis, ektima gangren-
osum, eritema difus), perubahan status mental.
Manifestasi sekunder: hipotensi, sianosis, purpura
fulminans, oliguria atau anuria, hiperbilirubinemia
direk, tanda-tanda gagal jantung.
Mungkin ada tanda fokal infeksi seperti meningitis,
pneumonia, arthritis, selulitis atau pyelonefritis,
atau status immunocompromised.
LABORATORIUM
Kultur darah positif, ditemukan mikroorganisma pada
sampel darah, asidosis metabolik, trombositopenia,
PPT dan APTT memanjang, kadar fibrinogen serum me-
nurun, anemia, PaCO2 dan PaO2 menurun, peningkatan
jumlah netrofil dan netrofil batang, netropenia.
Vakuolasi dan toksik granulasi pada netrofil menunjuk-
kan adanya sepsis bakterial.
TERAPI
Bakterisid sinergistik berspektrum luas
Oksigenasi (airway and breathing)
Sirkulasi
Koreksi gangguan metabolik dan elektrolit
Terapi yang ditujukan untuk meredakan respons host
yang berlebihan: ivig, antibodi antiendotoksin,
kortikosteroid, dll

Das könnte Ihnen auch gefallen