Sie sind auf Seite 1von 4

Nama : Hamdan Prakoso

NIM : 12 / 330060 / TK / 39251


PERAN MAHASISWA DALAM MENGATASI DI GI TAL DI VI DE DI
INDONESIA

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang pesat pada saat ini banyak mempengaruhi tatanan
kehidupan pada masyarakat. Pada dasarnya, teknologi diciptakan untuk meningkatkan nilai
tambah dan produktivitas masyarakat. Akan tetapi, tidak semua lapisan masyarakat dapat
memperoleh akses maupun kemampuan untuk menggunakan teknologi tersebut. Kesenjangan
seperti ini berpotensi menyebabkan lahirnya persoalan kesenjangan baru di dalam masyarakat
atau malah memperparah persoalan kesenjangan yang sudah ada di masyarakat.
Digital divide atau kesenjangan digital merupakan sebuah istilah yang merujuk pada
adanya gap atau kesenjangan antara individu atau suatu kelompok masyarakat dan pada area
geografis pada tingkat sosial ekonomi yang berbeda dalam hal akses, pengetahuan dan
penggunaan beragam teknologi informasi untuk beraktivitas. Menurut Inpres No. 3 tahun 2003,
disebutkan bahwa digital divide adalah keterisolasian dari perkembangan global karena tidak
mampu memanfaatkan informasi. Butuh langkah-langkah strategis untuk bisa mengatasi atau
mempersempit digital divide ini, baik dari pemerintah maupun masyarakat pada umumnya.
Penulis sebagai mahasiswa Teknologi Informasi juga turut berkewajiban untuk bisa menyusun
langkah strategis guna mempersempit digital divide yang terjadi di masyarakat Indonesia.

PEMBAHASAN
Ada berbagai macam faktor yang menyebabkan digital divide terjadi di Indonesia
(Yohannis Mallisa, 2009), yaitu sebagai berikut :
1. Infrastruktur
Infrastruktur merupakan sebuah fasilitas pendukung kelancaran dalam mengakses
suatu teknologi. Seseorang yang memiliki akses ke komputer dan internet akan
mempunyai wawasan yang lebih luas ketimbang mereka yang sama sekali tidak
memiliki akses ke informasi di internet.
2. Kemampuan SDM
Sumber daya manusia sangat berpengaruh dalam dunia IT karena SDM inilah yang
menentukan bisa tidaknya seseorang mengoperasikan atau mengakses sebuah
informasi.
3. Kurangnya isi (konten) materi bahasa Indonesia
Pada daerah dengan orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat
lebih mudah memahami konten bermaterikan bahasa Inggris, tetapi tidak bagi mereka
yang tinggal di daerah dengan orang yang berpendidikan lebih rendah. Idealnya,
daerah pedesaan sebaiknya diberikan konten yang lebih banyak bahasa Indonesia
sehingga mereka lebih mudah untuk memahami isi konten tersebut.
4. Kurangnya pemanfaatan akan internet itu sendiri
Nama : Hamdan Prakoso
NIM : 12 / 330060 / TK / 39251
Banyak orang menggunakan internet selama berjam-jam tetapi tidak menghasilkan
apapun. Itu berarti ia tidak bisa memaksimalkan penggunaan internet tersebut.
Permasalahan yang nyata terlihat di Indonesia adalah tidak meratanya ketersediaan
infrastruktur di berbagai daerah. Di daerah perkotaan, infrastruktur seperti jaringan
telekomunikasi dibangun secara gencar. Berbeda dengan di daerah pedesaan, sedikit sekali atau
bahkan ada yang tidak mempunyai infrastruktur seperti itu.
Daerah yang telah memiliki infrastruktur yang memadai juga bisa memungkinkan
terjadinya digital divide. Namun dalam hal ini, bukan poin aksesibilitas yang ditekankan,
melainkan pada poin pengetahuan pengguna akan penggunaan teknologi informasi. Hal ini
terjadi karena perbedaan latar belakang pendidikan pengguna. Merujuk pada jurnal internasional
berjudul Digital Inequalities and Young Adults in Greater Jakarta : A Socio-Demographic
Perspective, yang melakukan penelitian kepada 3000 responden dengan kelompok umur 20-35
tahun, menunjukkan bahwa kepemilikan mobile phone dari responden lulusan universitas 27 kali
lebih banyak dibanding dengan responden lulusan Sekolah Dasar. Untuk responden lulusan
universitas yang memiliki mobile phone dan mengakses internet untuk mencari informasi
melaluinya 49 kali lebih banyak dibanding dengan responden yang lulusan Sekolah Dasar untuk
keadaan yang sama.
Uraian di atas menunjukkan selain infrastruktur yang kurang memadai, dalam hal ini
tingkat akses masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi, kurangnya pengetahuan
masyarakat yang pada dasarnya memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda juga menjadi
latar belakang penyebab adanya digital divide. Maka dari itu, diperlukan peran pemerintah pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk bersinergi mempersempit gap tersebut.
Untuk mengatasi digital divide tersebut , sebenarnya pemerintah Indonesia telah
membuat program antara lain Kewajiban Pelayanan Umum / Universal Services Obligation
(USO) yang dilakukan secara bertahap mulai tahun 2008 dan terus diperluas dengan
mengembangkan infrastruktur pendukung dalam bentuk Program Desa Dering, Desa Pinter,
Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK), Mobile PLIK, Jasa Akses Internet, Nusantara
Internet Exchange, Desa Informasi, PLIK Sentra Produktif, Penyediaan Jasa Akses Publik
Layanan Internet Wifi Kabupaten , dll. Objek dari program ini adalah desa dan kecamatan yang
berada di daerah terpencil dan belum ada akses jaringan teleponi atau internet. Program ini
diharapkan bisa mewujudkan masyarakat berbasis informasi pada tahun 2025.
Selain program pemerintah di atas, sebagai mahasiswa Teknologi Informasi wajib
mendukung pemerintah dalam mewujudkan masyarakat berbasis informasi 2025. Peran
mahasiswa di sini adalah sebagai pelaku sosialisasi, pengajar dan fasilitator bagi masyarakat
umum. Mahasiswa diharapkan bisa meyakinkan dan melatih masyarakat untuk mengenalkan
bahwa teknologi informasi adalah suatu transformasi teknologi yang mampu meningkatkan
produktivitas dan ketersediaan informasi yang cepat dan mudah digunakan di berbagai aspek
bidang kehidupan.
Upaya konkret yang bisa dan biasa dilakukan oleh beberapa universitas di Indonesia
adalah program Kuliah Kerja Nyata Pemberdayaan Pembelajaran Masyarakat atau sering disebut
Nama : Hamdan Prakoso
NIM : 12 / 330060 / TK / 39251
dengan KKN PPM. Selain itu, program pengabdian masyarakat yang biasa dilakukan oleh dosen
bersama dengan mahasiswa yang diwadahi oleh LPPM juga bisa menjadi upaya lain. Program-
program tersebut akan aktif melibatkan mahasiswa di masyarakat. Dalam kesempatan seperti ini,
mahasiswa teknologi informasi khususnya dapat memberikan semacam sosialisasi yang diikuti
dengan pelatihan tentang teknologi informasi yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Bulan Agustus lalu, penulis bersama 5 rekan lain dari prodi Teknologi Informasi UGM
berkesempatan untuk melakukan pengabdian masyarakat di sebuah desa wisata, tepatnya di Desa
Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo, DIY. Kegiatan yang dilakukan berupa
pelatihan pembuatan website bagi masyarakat desa dan output yang diharapkan adalah
masyarakat dapat membuat dan mengelola website yang bisa mempromosikan desa wisata
tersebut. Penulis mengamati bahwa peserta pelatihan kebanyakan merupakan anak muda
setempat , hanya ada satu dua peserta yang sudah tidak tergolong muda lagi. Hal ini juga
menunjukkan perbedaan generasi tua dan muda perlu diperhatikan untuk memudahkan akselerasi
kemajuan teknologi informasi pada tahap selanjutnya.

KESIMPULAN
Digital Divide yang terjadi di masyarakat semakin hari semakin bertambah lebar. Perlu
upaya baik itu dari pemerintah, ahli / pakar IT, ataupun dari mahasiswa untuk mempersempit gap
tersebut. Pemerintah sudah mengeluarkan program Universal Services Obligation yang bertujuan
terwujudnya masyarakat berbasis informasi pada tahun 2025. Kita sebagai mahasiswa harus turut
mendukung pemerintah melalui berbagai macam cara, seperti melakukan pengabdian masyarakat
ataupun KKN PPM yang mengangkat tema teknologi informasi bagi masyarakat. Langkah
konkrit yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa untuk mengatasi kesenjangan digital dapat
dilakukan dengan berbagai tahap dan metode pembelajaran. Pertama, diawali dengan sosialisasi
dan pengenalan yang mendasar tentang pentingnya masyarakat informasi agar dapat bersaing
dengan dunia global. Kedua, perlunya pelatihan dan pembelajaran secara bertahap sesuai dengan
kemampuan sumber daya dan prasarana yang dimiliki setiap individu masyarakat. Ketiga,
menanamkan pola pikir masyarakat akan pentingnya media informasi untuk meningkatkan
produktivitas kerja di berbagai aspek kehidupan.

REFERENSI
Ariyanti, Sri. 2013. Studi Pengukuran Digital Divide di Indonesia. Puslitbang Sumber Daya dan
Perangkat Pos dan Informatika KOMINFO.
Utomo, Ariane et al. 2013. Digital Inequalities and Young Adults in Greater Jakarta : A Socio-
Demographic Perspective. International Journal of Indonesian Studies, Vol 1.
Setiawan, Catur. 2013. Mengatasi Digital Divide di Lingkup Pemerintahan Pada Era Teknologi
Informasi. MTI Konsentrasi Sistem dan Teknologi Informasi JTETI FT UGM
Nama : Hamdan Prakoso
NIM : 12 / 330060 / TK / 39251
Rizki, Aditya. 2011. Peran Mahasiswa di Era Teknologi Informasi.
http://www.adityarizki.net/2011/05/bagian-4-peran-mahasiswa-di-era-teknologi-
informasi/. Diakses pada 28 September 2014.

Das könnte Ihnen auch gefallen